Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
5
November terdapat 785 jumlah produk, NAB sebesar Rp 192,23 miliar, dan unit penyertaan sebesar Rp 120,59juta.
Tabel 1.1 Nilai Aktiva Bersih Industri Reksa Dana. Periode
Jumlah Produk NABRp Miliar
UP juta 2006
403 51,620
36,140 2007
567 92,190
53,589 2008
568 73,913
60,976 2009
605 112,086
69,985 2010
616 144,704
82,079 2011
671 167,231
98,982 2012
754 187,59
113,71 2013
785 192,23
120,59 Sumber :www.bapepam.go.id Keterangan
: per November2013 Data tersebut mengindikasikan bahwa reksa dana sudah mengalami
perkembangan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut juga memiliki dampak yang baik bagi perekonomian Indonesia secara
umumnya karena mampu menarik minat para investor untuk ikut berinvestasi ke dalam pasar modal. Dengan demikian taraf hidup masyarakat akan
meningkat. Animo masyarakat yang meningkat juga dapat mengindikasikan bahwa kinerja per periode dari suatu reksa dana mengalami perkembangan
yangpositif.
6
Reksa dana merupakan salah satu sarana berinvestasi yang menawarkan keuntungan besar. Semakin besar keuntungan yang ditawarkan,
semakin besar juga potensi kerugiannya high risk high return. Para investor harus memahami jenis-jenis reksa dana karena menawarkan keuntungan
beserta potensi kerugian yang berbeda-beda. Terdapat 5 jenis reksa dana yang berada di Bapepam-LK yaitu reksa dana saham, reksa dana pendapatan tetap,
reksa dana pasar uang, reksa dana terproteksi, dan reksa dana campuran. Kelima jenis reksa dana tersebut melakukan investasi ke instrumen investasi
yang berbeda-beda dan memiliki perbedaan dari segi tingkat return dan risiko masing-masing.
Reksa dana saham merupakan reksa dana yang menginvestasikan dana ke dalam bentuk portofolio saham sedikitnya 80 terdiri atas portofolio
saham. reksa dana saham merupakan jenis reksa dana yang paling diminati oleh para investor karena menghasilkan return yang tinggi dan juga
berbanding lurus dengan tingkat risiko yang tinggi. Walaupun berisikotinggi. Reksa dana saham merupakan instrumen investasi yang paling sering
dipilih dibandingkan jenis reksa dana yang lain karena menawarkan keuntungan yang besar. Berdasarkan situs resmi dari Otoritas Jasa Keuangan
www.bapepam.go.id, total NAB reksa dana saham hingga bulan Januari 2014 sebesar 81,234 triliun atau 42,41 dari total reksa dana yang ada. Data
tersebut menunjukkan bahwa hampir sebagian dari instrumen reksa dana yang ada merupakan jenis reksa dana saham.
7
Dalam memilih investasi para investor dihadapkan pada 2 faktor yang mempengaruhi investasi, yaitu risiko dan return. Pengembalian return
merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Pengembalian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pengembalian yang telah terjadi actual return yang
dihitung berdasarkan data historis, dan pengembalian yang diharapkan expected return akan diperoleh investor di masa depan. Sedangkan risiko
merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan expected return dengan tingkat pengembalian aktual actual
return. Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya.
Menurut Halim 2005 ada 3 jenis investor bila dikaitkan dengan preferensinya pada risikoyaitu Investor yang menyukai risiko risk seeker,
Investor yang netral terhadap risiko risk neutral dan Investor yang tidak menyukai risiko atau menghindari risiko risk averter.
Investor yang menyukai risiko merupakan investor yang lebih suka memilih investasi dengan risiko yang lebih tinggi dengan tingkat
pengembalian yang tinggi pula. Hal ini karena mereka tahu bahwa hubungan tingkat pengembalian dan risiko adalah positif. Investor yang netral pada
risiko merupakan investor yang mengharapkan kenaikan pengembalian sesuai dengan kenaikan risiko yang dihadapinya. Investor jenis ini pada umumnya
cukup fleksibel dan bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Investor yang tidak menyukai risiko atau menghindari risiko adalah investor
8
yang lebih memilih investasi yang memberikan pengembalian rendah dengan risiko yang rendah pula.
Orientasi masyarakat Indonesia saat ini adalah melakukan investasi pada real investment atau real asset seperti emas dan properti berupa tanah
apartement. Hal ini dikarenakan real investment memang memiliki risiko yang kecil. Dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah
tipe investor yang menghindari risiko. Orientasi investor untuk menanamkan dananya pada aset finansial
seperti saham dan reksa dana masih tergolong rendah. Beberapa penyebab investor kurang meminati investasi pada aset finansial adalah keterbatasan
pengetahuan, informasi, dan waktu yang dimiliki investor. Selain itu keterbatasan dana yang dimiliki investor akan menyulitkan investor untuk
melakukan investasi langsung secara individu, namun apabila investor menginginkan investasi yang dapat mengatasi keterbatasan pengetahuan
waktu dan dapat memberikan abnormal return yang lebih tinggi dari real asset dengan tingkat risiko yang sesuai maka reksa dana bisa menjadi pilihan yang
tepat. Ada beberapa alasan mengapa investor ingin membeli reksa dana yaitu
memanfaatkan reksa dana untuk terlibat dalam bursa saham di mana investor tersebut tidak mengetahui cara kerjanya Manurung, 2002. Investor yang
belum memiliki pengalaman dalam transaksi saham tetapi ingin melakukan investasi pada bursa saham dapat memanfaatkan reksa dana. Investor juga
9
diuntungkan sebab tidak perlu menghabiskan waktu menganalisis maupun mengamati pergerakan saham pada bursa saham karena hal tersebut telah
dilakukan oleh Manajer Investasi. Investor yang memiliki modal terbatas tetapi ingin melakukan investasi juga dapat memilih reksa dana, sebab reksa
dana merupakan himpunan dana masyarakat oleh sebab itu dampaknya seperti hasil return yang diterima akan lebih besar dibandingkan bila berinvestasi
sendiri dengan modal sendiri yang relatif lebih kecil. Berinvestasi pada reksa dana pada prinsipnya merupakan diversifikasi
investasi Winingrum, 2011, yaitu suatu investasi yang sengaja disebar dalam beberapa alat investasi yang diperdagangkan dalam pasar modal, seperti
saham dan obligasi. Penyebaran investasi dilakukan dengan maksud memperkecil kemungkinan risiko yang akan timbul, jika salah satu instrument
investasi mengalami kerugian masih dapat dinetralisir dengan keuntungan yang didapat dari instrument investasi lainnya.
Dalam berinvestasi reksa dana, dikenal dengan istilah NAB. Ketika investor ingin membeli dan menjual reksa dana yang dimilikinya, biasanya
mereka juga akan menanyakan berapa NAB suatu reksa dana untuk memperkirakan jumlah unit atau perkiraan keuntungan yang akan mereka
peroleh. Karena dari Nilai Aktiva Bersih NAB kita bisa melihat Perkembangan reksa dana.
NAB merupakan kepanjangan dari Nilai Aktiva Bersih dan bukan mencerminkan harga suatu reksa dana. NAB menunjukkan berapa besar nilai
10
aset yang dikelola dalam suatu reksa dana. Istilah yang benar untuk menyatakan harga suatu reksa dana yaitu NABUP Nilai Aktiva Bersih Per
Unit Penyertaan. Istilah NAB yang digunakan dalam praktek sehari-hari disebabkan karena penyebutannya yang lebih mudah cukup NAB tidak perlu
“NAB Per UP”.
Kata NAB mengadaptasi istilah dari Amerika yaitu Net Asset Value NAV. Istilah ini sering digunakan dalam publikasi, laporan atau riset yang
menggunakan Bahasa Inggris sebagai Bahasa pengantar. Karena sering digunakan, kata NAB yang sebenarnya menunjukkan
besarnya jumlah dan a yang dikelola sudah “dianggap” sebagai harga reksa
dana meski kurang tepat. Untuk membedakan harga dengan jumlah aset yang dikelola, kami menggunakan istilah AUM Asset Under Management atau
Jumlah Dana Kelolaan dalam bahasa Indonesia. Istilah yang berkaitan dengan reksa dana terkait tentang harga, jumlah dana kelolaan dan aktivitas jual beli
investor yang tepat adalah sebagai berikut: Nilai Aktiva Bersih yang menyatakan berapa jumlah dana yang
dikelola oleh suatu reksa dana. Jumlah dana dikelola tersebut sudah mencakup kas, deposito, saham dan obligasi. Dalam penyebutannya menggunakan AUM
Asset Under Management. NABUP Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaan menyatakan harga
suatu reksa dana. Pada harga ini kegiatan transaksi reksa dana dilakukan. Berbeda dengan saham dan obligasi, dimana investor sudah mengetahui
11
berapa harga pada saat transaksi dilakukan, investor reksa dana baru mengetahui harga reksa dana pada keesokan harinya transaksi sebelum jam
12 siang per hari ini atau bisa keesokan harinya lagi apabila transaksi dilakukan setelah jam 12 siang.
Sebagai salah satu instrumen investasi yang menguntungkan dan memiliki risiko maka pengukuran kinerja reksa dana perlu dilakukan.
Pengukuran kinerja dibutuhkan untuk membantu investor dalam menentukan reksa dana pilihannya. Hasil pengukuran reksa dana juga dapat memberi
gambaran akan reksa dana yang memiliki kinerja yang baik. Pengukuran kinerja merupakan hal yang dilakukan untuk mengukur
tingkat pengembalian return dan risiko Hadinata dan Manurung. Ada beberapa model pengukuran kinerja reksa dana yang telah umum digunakan
yaitu indeks Sharpe’s 1966, indeks Treynor’s 1965 dan indeks Jensen’s
1968. Franco Modigliani dan Leah Modigliani juga merumuskan model pengukuran kinerja berdasarkan modifikasi model Sharpe yaitu M2 measure.
Pengukuran kinerja portofolio reksa dana tidak dilakukan hanya secara individu saja melainkan dengan membandingkan kinerja portofolio lainnya
sebagai benchmark. Sebagai contoh menurut Pratomo dan Ubaidillah, 2005 untuk reksa dana saham, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan IHSG atau
LQ45 atau indeks saham sejenis dapat digunakan sebagai tolak ukur.
Reksa dana dikelola oleh manajer investasi, dengan kata lain portofolio reksa dana dikelola oleh professional yang telah lama berkecimpung dalam
12
dunia investasi. Sangat wajar apabila kinerja reksa dana yang dikelola oleh profesional dapat melebihi kinerja portofolio yang terdiri dari investor awam
yang hanya menggunakan strategi beli dan tahan buy and hold. Telah banyak studi yang berkaitan dengan analisis kinerja reksa dana. Secara umum
kesimpulan yang dapat diambil adalah perusahaan reksa dana tidak selalu menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingakan dengan kinerja pasar.
Sharpe 1966 mengamati 34 reksa dana di Amerika dan mengukur returnnya dengan Indeks Sharpe. Hasilnya menunjukkan hanya 11 reksa dana kurang
dari separuh yang returnnya lebih baik daripada return pasar yang diwakili oleh indeks Dow Jones Industrial Average DJIA. Ketika pengukuran
returnnya diganti dengan Indeks Treynor didapat lebih banyak reksa dana lebih dari separuh, yang returnnya lebih baik dari pada return pasar. Treynor
dan Mazuy 1966 melakukan studi terhadap 57 reksa dana dari berbagai jenis antara tahun 1953 sampai dengan 1962 dan diperoleh hasil bahwa hanya satu
reksa dana yang mampu memprediksi kondisi pasar. Hal ini menunjukkan bahwa manajer investasi reksa dana rata-rata belum dapat memanfaatkan
informasi masa lalu untuk memperbesar return secara terus menerus relatif terhadap return pasar.
Melihat perkembangan kinerja reksa dana yang tidak stabil maka penting bagi investor secara berkala menilai kinerja reksa dana untuk menjaga
nilai kekayaan investor tidak menurun. Untuk mengetahui portofolio reksa dana yang optimal maka harus dilakukan pengukuran kinerja reksa dana
dengan bermacam metode yang dapat dilakukan dalam mengukur kinerja
13
reksa dana. Pengukuran kinerja reksa dana yang secara khusus mengukur risk dan return dari portofolio investasi reksa dana yang bersangkutan. Beberapa
metode yang sering digunakan dalam evaluasi kinerja reksa dana antara lain metode Sharpe, metode Treynor dan metode Jensen. Menurut Trisiwi Pujiarti
dan Farida Ratna Dewi 2009, Mendefinisikan Secara umum metode Sharpe dan Jensen menunjukan kinerja historis dari suatu reksa dana saham,
berdasarkan ulasan hasil olah data telah ditunjukkan bahwa kinerja reksa dana saham berfluktuasi mengikuti pergerakan pasar. Di lain pihak, dalam
mengelola portofolio, manajer investasi harus memperhatikan kondisi fundamental pasar serta memprediksi arah pasar kedepannya.
Rofiqah Wahdah dan Joko Hartanto 2012, berpendapat bahwa berdasarkan metode sharpe dan Jensen terdapat 2 dua reksa dana saham yang
mampu melampaui kinerja IHSG dan LQ-45. Sedangkan yang berdasarkan metode treynor terdapat 3 tiga reksa dana saham yang mempunyai kinerja
lebih baik dari pasarnya.
Menurut Magdalena Santosa dan Amelina Apricia Sjam 2012. Kinerja produk reksa dana dengan menggunakan metode perhitungan Jensen
alpha, sharpe ratio, treynor ratio, dan information ratio dinilai berkinerja
baik karena terdapat produk-produk reksa dana yang memiliki nilai return di atas pasar.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk pengukuran kinerja reksa dana saham adalah metode Sharpe, metode Treynor, dan metode Jensen
14
yang dapat Menggambarkan kemampuan Manajer Investasi dalam mengelola reksa dana saham yang dikelolanya yang mengukur seberapa besar
penambahan hasil investasi yang diperoleh untuk setiap unit resiko yang diambil. Eko 2002 menyatakan bahwa portofolio reksa dana yang tidak
terdiversifikasi akan mendapat peringkat yang tinggi untuk Treynor namun peringkatnya lebih rendah untuk pengukuran Sharpe. Perbedaan peringkat
pada kedua metode tersebut menunjukkan perbedaan baik buruknya diversifikasi portofolio tersebut terhadap portofolio sejenis sehingga metode
Sharpe dan metode Treynor sebaiknya dilakukan bersama.
Meski tidak ada kepastian bahwa kinerja reksa dana yang kinerja yang Baik di masa lalu dapat berkinerja yang sama dimasa depan namun reksa dana
yang berkinerja baik dimasa lalu berpeluang memiliki kinerja yang baik juga di masa yang akan datang. Setiap jenis reksa dana memiliki kinerja yang
berbeda –beda, tergantung bagaimana kinerja perusahaan manajer investasinya
mengelola.
Bagi para investor baru yang ingin menginvestasikan dananya di reksa dana, sangatlah penting bagi mereka untuk mengetahui reksa dana dari
perusahaan manajer investasi mana yang memiliki kinerja paling baik. reksa dana dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memberikan tingkat
pengembalian yang tinggi dengan risiko yang wajar dan baik. Dengan adanya pemaparan kinerja reksa dana saham di Indonesia diharapkan dapat
15
memberikan gambaran obyektif tentang kondisi kinerja reksa dana saham di Indoneisa.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengukuran
Kinerja Reksa Dana dengan metode Sharpe, metode Treynor, dan metode Jensen
” Studi Pada Reksa Dana Saham Periode 2013 – 2015.