BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lebih dari 90 usaha peternakan domba di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat dengan skala usaha kepemilikan 2-5 ekor Sodiq dan
Abidin, 2002. Pada masa mendatang, diharapkan pergeseran skala tipe usaha peternakan rakyat kearah industri peternakan yang lebih besar skala kepemilikan
dombanya. Daging merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam
pemenuhan gizi berupa protein hewani, namun penyediaan daging belum mencukupi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah laju
pertumbuhan perkembangan populasi domba tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan populasi penduduk. Daging domba
seperti halnya daging ayam, dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, berbeda halnya dengan daging sapi Sudarmono dan Sugeng, 2003. Hal ini
diketahui bahwa laju permintaan daging domba meningkat rata-rata 2,7 per tahun, tetapi tidak diikuti dengan ketersediaan ternak domba dalam negri Mulyono dan
Sarwono, 2004. Kemampuan produksi ternak domba di Indonesia dapat tingkatkan bila tata
cara pemeliharaan secara ekstensif diubah ke semiintensif atau intensif Mulyono dan Sarwono, 2004. Bila ditinjau dari aspek produksi, domba lokal mempunyai
daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang beriklim tropis termasuk pakan yang sangat jelek Sodiq dan Abidi, 2003. Usaha penggemukan domba akan
berhasil jika manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan sehingga akan diperoleh petambahan berat badan harian yang optimal.
Ternak Domba mempunyai nilai ekonomis yang tinggi seperti dapat berkembang biak dengan cepat, mudah beradaptasi pada lingkungan yang berbeda,
serta kebutuhan pakan absolute per ekornya lebih rendah dibandingkan ruminansia besar. Di samping itu, memelihara domba memerlukan biaya yang sangat minimal
termasuk memanfaatkan sisa tanaman sebagai pakan, selalu tersedia pasarnya dan dapat menghasilkan uang tunai pada saat dibutuhkan Soedjana, 2005; Budisatria
2006.
1
Dengan melihat permintaaan akan konsumsi daging yang terus meningkat maka ini merupakan salah satu motivasi untuk terjun kedunia peternakan, tetapi jika
melihat akan jumlah lahan pertanian dan lahan peternakan semakin tidak memungkinkan lagi terdapatnya kawasan berumput sebagai sumber hijauan bagi
hewan ternak ruminansia. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah membuat pakan ternak yang berasal dari sumber hijauan dengan bahan lain ransum
komplit complete feed yang dapat memenuhi kebutuhan ternak. Pakan tersebut dapat dibuat dengan memanfaatkan limbah industri pertanian, diantaranya yaitu
limbah perkebunan sagu. Dari limbah tersebut yang dapat dimanfaatkan adalah Ampas Sagu. Fermentasi ampas Sagu limbah sagu pun dapat juga sebagai pakan
ternak. Limbah sumber serat dari sagu dapat digunakan sebagai komponen pakan ternak bila disertai beberapa perlakuan untuk menaikkan kecernaan dan konsumsi
oleh ternak, danatau suplementasi dengan bahan lain untuk menyeimbangkan ketersediaan zat-zat makanan di dalam rumen maupun untuk tujuan produksi.
Indonesia merupakan negara utama penghasil sagu di dunia. Indonesia memiliki hutan sagu liar yang luas 700.000 ha. Beberapa daerah penghasil sagu,
di antaranya Irian Jaya terdapat sekitar 6 juta dan daerah Pidie di pantai timur Aceh memiliki 2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu
McClatchey et al. 2006. Ampas sagu merupakan limbah produksi industri sagu, mempunyai peluang
dan potensi untuk digunakan sebagai salah satu alternatif sumber bahan pakan berserat, karena mempunyai kandungan bahan organik tinggi yang sangat potensial
sebagai sumber energi. Namun demikian, sampai saat ini ampas sagu dikenal sebagai pakan berserat yang berkualitas rendah. Fermentasi merupakan salah satu upaya
dalam peningkatan kualitas bahan pakan yang telah banyak dilakukan. Proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan starter mikroorganisme kapang atau
bakteri yang sesuai dengan substrat dan tujuan proses fermentasi. Fermentasi dapat meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan melalui
peningkatan daya cerna, konsumsi, kandungan protein kasar, dan memungkinkan penyimpanan bahan pakan berkadar air tinggi. Oleh karena itu hasil sampingan
limbah pertanian ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung peningkatan produktivitas ternak. Dari latar belakang masalah diatas maka dapat di
rumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana performans ternak lokal yang diberi pakan berbasis ampas sagu limbah pertnian.
2
1.2 Tujuan Penelitian