Cara penentuan faktor strategi eksternal:

19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Ujung Alang 1. Luasan Luas daratan Desa Ujung Alang adalah 50,36 km 2 atau 5036 ha Tabel 3. Desa Ujung Alang terletak pada koordinat 7 °35’- 7°50’ LS dan 108°45’-109°3’ BT. Sedangkan secara administrasi desa ini termasuk kedalam wilayah Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Kecamatan inimerupakan kecamatan termuda di Cilacap karena baru dibentuk pada tahun 2002. Batas wilayah Desa Ujung Alang sebelah utara berbatsan dengan Desa Pojok Tiga, sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Nusakambangan, sebelah barat berbatasan dengan Kampung Masigitsela dan Desa Pojok Tiga, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Bondan Kalinano. Desa Ujung Alang terbagi kedalam empat dusun yaitu Dusun Motean, Paninten, Lempong Pucung dan Bondan. Tabel 3 Luas Kecamatan Kampung Laut berdasarkan desa No. DesaKelurahan Luas Km 2 Banyaknya Dusun 1 Ujung Gagak 26,15 6 2 Ujung Alang 50,36 4 3 Klaces 28,86 2 4 Panikel 36,85 5 Jumlah Total 142,22 17 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2015 2. Topografi dan Kelerengan Bentang lahan Desa Ujung Alang merupakan suatu dataran rendah pantai yang ditumbuhi oleh hutan mangrove dengan ketinggian 0- 1,5 dpl. Secara fisik sebagian wilayah tersebut merupakan wilayah lipatan selatan termasuk pada wilayah dataran rendah Kroya dan wilayah Nusakambangan. Desa Ujung Alang terletak di laguna Segara Anakan, yang merupakan suatu hasil dari proses tektonik yang terjadi yaitu melalui pembentukan Zona Depresi Citanduy yang dibatasi oleh sesar-sesar atau patahan-patahan besar Sutaryo et al. 2013. Peta topografi ditunjukkan dalam Gambar 5. Gambar 5 Peta Topografi Ujung Desa Ujung Alang 3. Hidrologi Pola Aliran Sungai Sumber air di Desa Ujung Alang di Dusun Lempong Pucung diperoleh dari mata air yang berada di Pulau Nusakambangan yang merupakan daerah pegunungan gamping. Air tawar dari pegunungan gamping berasal dari retakan- retakan diaklas yang dapat meresapkan air hujan ke dalam batuan dan kemudian mengumpul ke gua-gua menjadi sungai di bawah tanah dan disalurkan dengan pipa ke kolam penampungan yang tersebar di setiap RT. Sungai-sungai di Desa Ujung Alang Gambar 6 juga merupakan sumber air tawar. Sementara untuk ketiga dusun lainnya mengandalkan sumur dan juga membeli air dari Dusun Lempong Pucung yang diangkut menggunakan perahu. Gambar 6 Peta Sungai Desa Ujung Alang 21 4. Iklim Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Cilacap pada tahun 2014, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli 507.0 mm dan terendah terjadi pada bulan September 290 mm. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Maret sebanyak 27 hari, sedangkan jumlah hari hujan paling sedikit terjadi pada bulan September sebanyak 11 hari hujan. Suhu maksimum tertinggi tercatat 35,2°C terjadi pada bulan Maret, sedangkan suhu maksimum terendah 29.8° C terjadi pada bulan Agustus. 5. Jenis Lahan dan kepemilikan. Jenis lahan yang terdapat di Desa Ujung Alang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu lahan timbul, lahan mangrove dan lahan pertanian. Pertama, lahan timbul yaitu lahan yang terjadi akibat sedimentasi dan jenis lahan ini banyak dimanfaatkan untuk pemukiman. Kedua, lahan mangrove yaitu lahan yang ditumbuhi pohon mangrove dan terletak disepanjang sempadan pesisir yang dimanfaatkan sebagai tambak, sumber benih ikan,udang dan kepiting mangrove. Ketiga, lahan pertanian yaitu lahan yang digunakan masyarakat untuk menanam komoditi pertanian seperti padi, palawija dan pohon buah-buahan, jenis lahan ini banyak terdapat di Dusun Lempong Pucung dan Pulau Nusakambangan. Ketiga jenis lahan tersebut berada di bawah pemerintah daerah kabupaten Cilacap sehingga status kepemilikannya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan hasil wawancara, status kepemilikan lahan saat ini masih menjadi milik pemerintah daerah dan belum memiliki sertifikat kepemilikan yang jelas. Masyarakat yang ingin mendirikan tempat tinggal maupun melakukan kegiatan pertanian mengurus izin terlebih dahulu ke desa dan kecamatan kemudian diberi SPPT Surat Pajak Penggunaan Tanah. 6. Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Ujung Alang a. Kependudukan 1 Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Desa Ujung Alang tersebar di empat dusun, yaitu Motean, Paninten, Lempong Pucung dan Bondan. Keempat dusun tersebut dipisahkan oleh perairan laguna dimana Dusun Motean dan Paninten berada pada satu grumbul daratan, Dusun Lempong Pucung berada di Pulau Nusakambangan dan Dusun Bondan dusun bentukan baru yang berhimpitan dengan kawasan Perum Perhutani. Penduduk tersebut terbagi ke dalam 39 unit Rukun Tetangga RT dan 12 unit Rukun Warga RW. Tabel jumlah penduduk ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4 Jumlah Penduduk Kecamatan Kampung Laut No. Desa Penduduk Jumlah Rasio Laki-laki Perempuan 1 Ujung Alang 2.851 2.399 5.250 118,84 2 Ujung Gagak 2.262 2.290 4.552 98,78 3 Klaces 774 814 1.588 95,09 4 Panikel 2.927 2.864 5.791 102,20 Jumlah Total 8.814 8.367 17.181 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2015 2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di Desa Ujung Alang umumnya cukup rendah, dimana sebagian besar adalah tidakbelum tamat SD dan tamat SD Tabel 5. Selain itu masih terdapat 116 jiwa yang masih buta huruf. Tabel 5 Presentase tingkat pendidikan Desa Ujung Alang No. Tingkat Pendidikan Jumlah 1. Tidak Sekolah 399 2. Tidak Tamat SD 384 3. SD 2.292 4. SLTP 736 5. SLTA 112 6. S1 12 Jumlah keseluruhan 3.935 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2014 b. Perekonomian Kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan perekonomian bersumber dari pertanian, perkebunan dan nelayan Tabel 6 dan 7. Hasil komoditas pertanian dan perkebunan Desa Ujung Alang berupa padi, kayu sengon, dan jagung. Tabel 6 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ujung Alang berdasarkan Lapangan Usaha No. Lapangan usaha Jumlah Orang 1. Pertanian dan perikanan 708 2. Pertambangan 1 3. Industri 55 4. Perdagangan 149 5. Transportasi dan komunikasi 12 6. Jasa-jasa 46 7. Lainnya 116 Jumlah Keseluruhan 1.087 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2014 Tabel 7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ujung Alang berdasarkan Pekerjaan No. Pekerjaan Jumlah Orang 1. Buruh Tani 321 2. Nelayan 630 3. Buruh Industri 55 4. Buruh bangunan 6 5. PNS 13 6. Pensiunan 2 Jumlah Keseluruhan 1.027 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2014 23 7. Aksesibilitas a. Transportasi Laut Perjalanan menuju Desa Ujung Alang dapat dilakukan dengan menggunakan Kapal Compreng. Transportasi laut ini berangkat dari Pelabuhan Seleko Cilacap dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Jadwal keberangkatannya setiap hari pukul 08.00 dan 14.00 WIB dari Pelabuhan Seleko menuju Dermaga Dusun Motehan Desa Ujung Alang serta pukul 08.00 dan 11.00 WIB arah sebaliknya dengan tarif sebesar Rp 9.000 sekali jalan. Penyeberangan dapat juga dilakukan dengan kapal nelayan yang disewa, dengan waktu tempuh yang relatif lebih singkat yaitu 1 jam. Tarif sewa kapal tergantung kesepakatan dengan pemilik kapal, untuk perjalanan selama seharian penuh pulang pergi dipatok dengan tarif Rp 150.000 - 250.000 dan untuk perjalanan selama setengah hari dipatok dengan tarif Rp 100.000,-. Peta trayek ditunjukkan dalam Gambar 7 dibawah ini. Sumber : UPT Pelabuhan Kabupaten Cilacap 2005 Gambar 7 Peta Jaringan Trayek Angkutan Perairan di Kabupaten Cilacap b. Transportasi Darat Transportasi darat di Desa Ujung Alang dilakukan dengan kendaraan roda dua, hal ini dikarenakan jalanan yang sempit dan tidak memungkinkannya membawa kendaraan roda empat dari Cilacap ke Desa Ujung Alang Gambar 8. Kondisi jalan darat di desa Ujung Alang berupa cor-coran beton selebar 1 meter yang memanjang di sepanjang desa. Kondisi jalan di Dusun Motean dan Dusun Paniten cukup baik dan dicor sepanjang dusun. Sementara di Dusun Lempong Pucung sebagian jalan ada yang dicor dan sebagian masih berupa jalanan yang ditutup batu gamping. Kondisi jalanan Dusun Bondan agak rusak hal ini terkait antara konflik kepemilikan lahan dengan perhutani. Gambar 8 Kondisi Jalan Desa Ujung Alang 8. Sebagai Destinasi Wisata Keindahan alam Desa Ujung Alang, Segara Anakan dan Pulau Nusakambangan menarik minat para wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung. Kegiatan wisata yang dilakukan antara lain wisata pantai Pantai Pasir Putih, Pantai Permisan, Gua Ratu, wisata pemancingan, wisata Kampung Laut, dan Wisata bahari petualangan hutan mangrove di Desa Ujung Alang. Wisata bahari petualangan hutan mangrove ini berada di minawisata mangrove yang dilengkapi dengan tracking mangrove dan gardu pandang untuk pengamatan burung. Minawisata mangrove ditunjukkan dalam Gambar 9. Gambar 9 Minawisata Mangrove Dusun Lempong Pucung, Desa Ujung Alang 9. Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari merupakan kelompok tani yang terdapat di Desa Ujung Alang yang didirikan oleh Wahyono pada tahun 2004. Kelompok tani ini melakukan penghijauan dengan menanam kembali di lahan yang mangrovenya telah gundul. Awalnya kelompok ini beranggotakan tujuh orang yang merupakan kerabat, namun kesadaran masyarakat akan mangrove membuat kelompok tani ini makin banyak anggotanya. Kegiatan kelompok tani ini diapresiasi oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap dan PT Pertamina unit Pengolahan IV di Cilacap. PT Pertamina memberikan pendampingan budidaya kepiting, mulai dari basket rumah kepiting dari plastik tebal sampai benih kepiting. Pada tahun 2014, area mangrove Dusun Lempong Pucung ditetapkan sebagai pusat studi mangrove Segara Anakan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan mendapatkan 300.000 sumbangan bibit mangrove dari Pertamina. 25 Potensi Ekositem Mangrove Desa Ujung Alang Ekosistem mangrove yang tersebar hampir menyeluruh di keempat dusun di Desa Ujung Alang memiliki banyak potensi diantaranya mangrove, fauna dan keindahan alamnya. Selain potensi alamnya, kawasan perairan seperti ini juga dipengaruhi oleh kondisi fisik. Kondisi fisik Desa Ujung Alang diamati dan diukur selama observasi di lapangan disajikan dalam tabel 8 berikut ini Tabel 8 Parameter Lingkungan Desa Ujung Alang No. Parameter Lingkungan Terendah Tertinggi 1. Suhu udara 28°C 34°C 2. Suhu air 25°C 32°C 3. Kelembaban udara 70 95 . 4. Salinitas 4 ‰ 7 ‰ 5. pH air 6 7 Kondisi fisik Desa Ujung Alang memiliki iklim ekuatorial yang berdasarkan klasifikasi iklim Smidt Ferguson termasuk tipe iklim A yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai September dan musim hujan terjadi pada bulan November- April. Tipe pasang surut di desa ini yaitu semi diurnal dimana terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari dengan fluktuasi pasang surut berkisar 0,2 sampai 1,6 meter. Arus pasang surut ini dipengaruhi oleh Samudera Hindia, Sungai Citanduy, Sungai Ujung Alang, Sungai Lempong pucung dan Sungai Kembang Kuning. Salinitas adalah jumlah padatan garam yang terlarut dalam air. Perubahan salinitas dipengaruhi oleh pergerakan air laut dan tawar. Salinitas di perairan ini berdasarkan hasil penelitian Tjahjo Riswanto 2013 berkisar antara 0,2- 12,4 ‰ dengan rata- rata 2,3 ‰ tahun 2010, dan 0,5-25,1 ‰ dengan rata-rata 8,1 ‰ tahun 2011; serta kecerahan berkisar antara 25-140 cm dengan rata-rata 59,8 cm tahun 2010, 20-120 cm dengan rata-rata 64,3 cm tahun 2011. Salinitas di Desa Ujung Alang berkisar antara 4‰ sampai 7 ‰. Hal ini diakibatkan oleh pertemuan arus air laut dan air tawar yang menyebabkan salinitas air rendah, dan hampir tawar jika musim hujan. Analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metode transek di 5 titik stasiun sampling dengan masing-masing 3 kali pengulangan tiap stasiun. Lokasi stasiun sampling diambil secara purposive sampling yaitu mangrove yang rusak, mangrove dekat pemukiman, mangrove yang ditanam, mangrove yang tumbuh secara alami dan mangrove yang tumbuh di lahan bekas tambak. Penemuan di lapangan bahwa penebangan mangrove sejati menyuburkan mangrove ikutan jenis Derris dan Acanthus. Secara ekologi mangrove, dominasi mangrove ikutan bisa dikatakan sebagai indikator kerusakan mangrove Ardli et al., 2011 dan tutupan mangrove ikutan ini memiliki nilai vegetasi yang tinggi dan dikategorikan sebagai kelas mangrove rapat Hadiwijaya et al. 2013. Titik koordinat 5 lokasi stasiun sampling dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini Tabel 9 Koordinat Stasiun Sampling Keanekaragaman Mangrove Ekosistem mangrove Desa Ujung Alang dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran air tawar dari beberapa sungai yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove. Vegetasi mangrove di kawasan sekitar laguna Segara Anakan merupakan suatu vegetasi yang unik. Hal ini dikarenakan jenis-jenis mangrove dengan rentang toleransi salinitas yang besar seperti Sonneratia caseolaris atau jenis yang menyukai salinitas rendah seperti Acanthus ilicifolius dan Aegiceras corniculatum lebih mendominasi. Jenis Acanthus sp hampir menutup seluruh permukaan mulai dari pulau-pulau tanah timbul sampai ke timur hingga sebelah timur Dusun Motean. Jenis Aegiceras sp banyak tumbuh di sepanjang sungai terutama mulai sebelah timur Dusun Motean Sutaryo et al. 2013. Zonasi di hutan mangrove terbentuk sebagai tanggapan terhadap perubahan lamanya waktu penggenangan air laut, salinitas tanah, intensitas sinar matahari, aliran pasang-surut dan aliran air tawar dari sungai. Setiap faktor ini berubah sepanjang transek mulai dari tepi laut sampai kedalaman hutan. Keadaan ini juga berbeda dari satu tempat ke tempat lain dalam satu sistem muara sungai. Setiap zona diidentifikasi berdasarkan individu atau kelompok jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan dan dinamai sesuai dengan jenis tumbuhan yang dominan atau sangat melimpah. Tidak semua jenis tumbuhan mangrove terdapat di setiap tipe komunitas dan kemelimpahan jenis pada setiap komunitas berbeda- beda tergantung faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya Susilowati 1999. Nipah di Desa Ujung Alang tumbuh di tepi pantai dan tidak sesuai dengan pola zonasi hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djohan 2012 yang menyatakan bahwa kawasan mangrove Segara Anakan tidak memiliki pola zonasi. Pada mangrove di Desa Ujung Alang ditemukan 10 spesies vegetasi utama yaitu Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, Nypa fruticans,Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, dan Sonneratia caseolaris. Vegetasi pendukung minor ditemukan 5 spesies yaitu Acanthus ebracteatus, Acanthus ilicifolius, Acrostichum aureum, Acrostichum speciosum dan Aegiceras Stasiun Sampling Titik koordinat Lintang Bujur I- 1 108°52’24.0” 07°42’43.2” I-2 108°52’23.7” 07°42’43.3” I-3 108°52’23.0” 07°42’43.4” II-1 108°52’44.8” 07°42’23.3” II-2 108°52’45.1” 07°42’23.4” II-3 108°52’45.4” 07°42’23.4” III-1 108°52’38.7 07°42’50.8” III-2 108°52’38.4” 07°42’50.6” III-3 108°52’37.9” 07°42’50.5” IV-1 108°53’04.4” 07°41’50.6” IV-2 108°53’04.5 07°41’51.0” IV-3 108°53’04.5 07°41’51.3” V-1 108°52’42.7” 07°42’49.5” V-2 108°52’42.5” 07°42’49.2” V-3 108°52’42.4” 07°42’48.9” 27 corniculatum. Sementara Vegetasi asosiasi ditemukan 1 spesies yaitu Derris trifoliata. Tabel 10 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Strata Pertumbuhan Stasiun Jenis Mangrove KR FR DR INP Tumbuhan Bawah I Acanthus ebracteatus 51,85 50 - 101,85 Derris trifoliate 48,15 50 - 98,15 II Acanthus ebracteatus 55,9 37,6 - 93,5 Acanthus ilicifolius 16,31 12,4 - 28,72 Derris trifoliate 27,19 37,6 - 64,79 Nypa fruticans 0,6 12,4 - 13 III Acanthus ebracteatus 53,67 25,1 - 78,77 Acrostichum aureum 4,06 12,35 - 16,41 Derris trifoliata 33,33 25,1 - 58,43 Nypa fruticans 8,94 37,45 - 46,39 IV Acanthus ebracteatus 67,5 33,5 - 101 Acanthus ilicifolius 8,33 16,5 - 24,83 Nypa fruticans 24,17 50 - 74,17 V Acanthus ebracteatus 6,42 22,26 - 26,68 Acrostichum aureum 20,34 10,96 - 31,3 Acrostichum speciosum 40,7 22,26 - 62,96 Derris trifoliata 31,04 22,26 - 53,3 Nypa fruticans 1,5 22,26 - 23,76 Semai II Aegiceras corniculatum 100 100 - 200 III Rhizophora apiculata 66,67 50 - 116,67 Rhizophora mucronata 33,33 50 - 83,33 IV Rhizophora mucronata 100 100 - 200 Pancang II Aegiceras corniculatum 10 17,67 - 18,64 Avicennia alba 10 17,67 - 6,13 Avicennia marina 20 17,67 - 12,42 Bruguiera gymnorhiza 10 11,83 - 6,13 Sonneratia alba 10 5,83 - 6,13 Sonneratia caseolaris 20 5,83 - 12,42 III Bruguiera gymnorhiza 2,78 10 - 12,78 Bruguiera sexangula 13,9 20 - 33,9 Rhizophora apiculata 22,22 10 - 32,22 Rhizophora mucronata 8,33 10 - 18,33 Rhizophora stylosa 22,22 20 - 42,22 Sonneratia alba 30,55 30 - 60,55 IV Aegiceras corniculatum 70 50 - 120 Avicennia alba 20 33,5 - 53,5 Rhizophora mucronata 10 16,5 - 26,5 Pohon II Aegiceras corniculatum 16,67 33,33 24,76 74,76 Sonneratia alba 50 33,33 32,68 116,01 Sonneratia caseolaris 33,33 33,33 42,56 109,22 IV Sonneratia caseolaris 100 100 100 300 V Avicennia alba 100 100 100 300 Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas mangrove di Desa Ujung Alang disusun oleh 16 jenis mangrove dengan tingkat pertumbuhan berada pada strata tumbuhan bawah ground cover, semai, pancang, dan pohon Tabel 10. Analisis vegetasi mangrove pada tingkat tumbuhan bawah menunjukkan didominasi oleh jenis Acanthus ebracteatus dengan indeks nilai penting INP 101,85. Analisis vegetasi mangrove pada tingkat semai menunjukkan didominasi oleh Aegiceras corniculatum dan Rhizophora mucronata dengan INP masing-masing 200. Hasil analisis vegetasi mangrove pada tingkat pancang menunjukkan didominasi oleh jenis Sonneratia alba dengan INP 60,55. Analisis vegetasi mangrove pada tingkat pohon menunjukkan didominasi oleh jenis Sonneratia caseolaris dan Avicennia alba dengan INP masing-masing 300. Hasil analisis vegetasi di tiap stasiun dijelaskan lebih lanjut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10,11, 12, 14 dan 15. Dalam analisis vegetasi dihitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, dominansi relatif dan Indeks nilai penting. Indeks nilai penting INP diperlukan untuk menentukan spesies yang mendominasi dalam suatu stasiun penelitian. Gambar 10 Diagram INP Mangrove Stasiun I Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun I di area yang mangrovenya rusak dengan parameter kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR dan indeks nilai penting INP disajikan pada Lampiran 2. Melalui Gambar 10 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah, jenis Acanthus ebracteatus memiliki indeks nilai penting INP yang paling tinggi yaitu 101,85 dibandingkan dengan jenis Derris trifoliata 98,15. Acanthus ebracteatus merupakan herba yang tumbuh rendah dan kuat, bergerombol dan terangkai di permukaan tanah dan tingginya dapat mencapai 2 m. Acanthus ebracteatus memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif dan terdapat akar udara tumbuh di permukaan bawah batang horizontal. Bunga mengalami penyerbukan dibantu oleh burung dan serangga Noor et al. 1999. Hal tersebut menyebabkan tingkat produktivitas yang relatif cepat dibanding vegetasi lainnya. Oleh karena itu, apabila suatu daerah didominasi oleh spesies ini maka spesies semak atau anakan mangrove sejati akan sulit berkompetisi karena reproduksi Acanthus yang cepat Ardli et al. 2011. 98,15 101,85 96 97 98 99 100 101 102 103 Tumbuhan bawah IN P Strata Pertumbuhan Acanthus ebracteatus Derris trifoliata 29 Gambar 11 Diagram INP Mangrove Stasiun II Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun II pada mangrove yang dekat pemukiman dengan parameter kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR, Dominansi Relatif DR dan indeks nilai penting INP disajikan pada Lampiran 3. Melalui Gambar 11 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Achantus ebracteatus yang memiliki indeks nilai penting INP 93,5. Pada strata pertumbuhan semai didominasi oleh jenis Aegiceras corniculatum dengan nilai INP 200. Pada strata pertumbuhan Pancang, jenis Aegiceras corniculatum lebih mendominasi daripada jenis lainnya dengan nilai INP tertinggi yaitu 18,64. Sedangkan untuk strata Pohon, jenis Sonneratia alba dengan INP 116,01 mendominasi dibandingkan jenis lainnya. 93,5 200 18,64 116,01 28,72 6,13 109,22 64,79 12,42 74,76 13 6,13 12,42 6,13 50 100 150 200 250 Tumbuhan bawah Semai Pancang Pohon INP Strata Pertumbuhan Acanthus ebracteatus Bruguiera gymnorrhiza Acanthus ilicifolius Derris trifoliata Aegiceras corniculatum Nypa fruticans Avicennia alba Sonneratia alba Avicennia marina Sonneratia caseolaris Gambar 12 Diagram INP Mangrove Stasiun III Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun III pada mangrove yang ditanam dengan parameter kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR, Dominansi Relatif DR dan indeks nilai penting INP disajikan pada Lampiran 4 . Melalui Gambar 12 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Acanthus ebracteatus yang memiliki indeks nilai penting INP 93,5. Pada strata semai didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata dengan INP 116,67. Pada strata pertumbuhan Pancang, jenis Sonneratia alba lebih mendominasi daripada jenis lainnya dengan nilai INP tertinggi yaitu 60,55. Kondisi ekosistem mangrove ditunjukkan oleh Gambar 13. Gambar 13 Kondisi Ekosistem Mangrove Stasiun III kiri dan Stasiun IV kanan 46,39 116,67 42,22 78,77 83,33 60,55 58,43 18,33 16,41 33,9 12,78 32,22 20 40 60 80 100 120 140 Tumbuhan bawah Semai Pancang IN P Strata Pertumbuhan Acanthus ebracteatus Nypa fruticans Acrostichum aureum Rhizophora apiculata Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora mucronata Bruguiera sexangula Rhizophora stylosa Derris trifoliata Sonneratia alba 31 Gambar 14 Diagram INP Mangrove Stasiun IV Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun IV pada mangrove yang tumbuh secara alami dan kondisi bagus dengan parameter kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR, Dominansi Relatif DR dan indeks nilai penting INP disajikan pada Lampiran 5 . Melalui Gambar 14 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Acanthus ebracteatus yang memiliki indeks nilai penting INP 101. Ditempat kedua terdapat Nypa fruticans dengan INP 74,17. Di lapangan ditemukan banyak buah Nipah yang terdampar dan bertunas. Benih tanaman Nipah merupakan benih Cryptovivipari dimana benih yang telah berkecambah diliputi oleh selaput buah kulit buah sebelum dilepaskan atau ditinggalkan dari pohon induknya Kustanti 2011. Nipah di Desa Ujung Alang tumbuh di tepi pantai dan tidak sesuai dengan pola zonasi hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djohan 2012 yang menyatakan bahwa kawasan mangrove Segara Anakan tidak memiliki pola zonasi. Pada strata semai didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata dengan INP 200. Pada strata pertumbuhan pancang, jenis Aegiceras corniculatum lebih mendominasi daripada jenis lainnya dengan nilai INP tertinggi yaitu 120. Sedangkan pada strata pertumbuhan pohon, Sonneratia caseolaris menjadi jenis yang mendominasi dengan INP 300. Buah S.caseolaris yang dalam bahasa lokal disebut bogem ini dapat diekstrak untuk menghasilkan pektin yang dimanfaatkan pada industri pangan sebagai bahan perekat dan stabilizer Susmalinda 2013. Sifat buah tidak beracun dan langsung dapat dimakan Santoso et al. 2005. Buah tanaman ini rasanya asam dan umumnya dijadikan manisan oleh masyarakat sekitar. 74,17 200 26,5 300 24,83 120 101 53,5 50 100 150 200 250 300 350 Tumbuhan bawah Semai Pancang Pohon INP Strata Pertumbuhan Acanthus ebracteatus Nypa fruticans Acanthus ilicifolius Rhizophora mucronata Aegiceras corniculatum Sonneratia alba Avicennia alba Sonneratia caseolaris Gambar 15 Diagram INP Mangrove Stasiun V Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun V pada mangrove yang tumbuh di bekas tambak dengan parameter kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR, Dominansi Relatif DR dan indeks nilai penting INP disajikan pada Lampiran 6. Melalui Gambar 15 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Acrostichum speciosum yang memiliki indeks nilai penting INP 62,96. Sedangkan pada strata pertumbuhan pohon, Avicennia alba menjadi jenis yang mendominasi dibanding Nypa fruticans dengan INP 300. A.alba tersebar di sebagian besar pantai di Indonesia dan termasuk jenis pionir pada zonasi terdepan, cepat dan mudah tumbuh, serta permudaan alaminya sangat cepat, bahkan diperkirakan tanaman berumur 2 tahun telah mulai menghasilkan buah. Habitat tanaman ini yaitu pada dibagian yang lebih asin disepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut dan disepanjang garis pantai Noor et al. 1999. Ekosistem mangrove memiliki keanekaragaman jenis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tipe hutan lainnya. Hal ini dikarenakan kondisi hutan mangrove yang secara berkala digenangi oleh air laut sehingga mempunyai salinitas yang tinggi dan berpengaruh terhadap keberadaan jenis-jenis tumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat tumbuh pada hutan mangrove adalah jenis-jenis halofit, yaitu jenis tegakan yang mampu bertahan pada tanah yang mengandung garam dan genangan air laut Nurlailita 2015. Dari 35 jenis mangrove yang berada di kawasan Segara Anakan, ditemukan 16 jenis mangrove di Desa Ujung Alang sehingga perlu menambahkan jenis-jenis mangrove yang ada untuk perencanaan konservasi. 53,3 300 26,68 62,96 23,76 31,3 50 100 150 200 250 300 350 Tumbuhan bawah Pohon INP Strata Pertumbuhan Acanthus ebracteatus Avicennia alba Acrostichum aureum Derris trifoliata Acrostichum speciosum Nypa fruticans 33 Etnobotani Mangrove pada Masyarakat Desa Ujung Alang Etnobotani adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dan tumbuhan Sood et al. 2001. Etnobotani sangat penting bagi kehidupan manusia, karena mempunyai manfaat seperti memberikan informasi tentang berbagai bentuk pemanfaatan jenis tumbuhan oleh masyarakat misalnya sandang, pangan, papan, melestarikan kekayaan flora yang beragam, mendorong daya kreativitas masyarakat Rizki et al. 2012. Ilmu etnobotani akan sangat efektif apabila diterapkan pada masyarakat lokal dan perlu dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat setempat Purwanto 2004. Mangrove memiliki banyak fungsi yaitu fungsi ekologi, ekonomi dan biofisik. Salah satu fungsi ekologi mangrove yaitu sebagai tempat berkembangnya berbagai jenis biota. Berbagai jenis flora dari ekosistem mangrove di bawah ini memiliki khasiat yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat, bahan pangan dan pakan ternak yang digunakan oleh masyarakat Desa Ujung Alang berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner. 1. Acanthus ebracteatus Biji A.ebracteatus dapat digunakan sebagai obat batuk bila direbus bersama bunga belimbing, gula dan kayu manis. Selain itu, bijinya dapat digunakan sebagai obat bengkak setelah ditumbuk lalu gosok pada bagian yang bengkak. Air perasan dari daunnya berkhasiat sebagai penguat rambut. 2. Acanthus ilicifolius Buah A.ilicifolius yang dihaluskan dipakai untuk menghentikan pendarahan dan mengobati luka gigitan ular. Daunnya digunakan sebagai obat gosok untuk menghilangkan rasa nyeri dan menyembuhkan luka karena terkena racun. Daun yang direbus dengan kulit kayu manis dapat diminum untuk menyembuhkan perut kembung. Hal ini sesuai dengan penelitian Bakshi Punarbasu 2014 bahwa Acanthus ilicifolius dan Avicennia marina adalah dua spesies mangrove yang ekstraks daunnya paling aktif dalam konsentrasi yang sedikit dalam mengindikasi metabolit dan komponen aktif lainnya yang tidak sinergis. 3. Acrostichum aureum Acrostichum aureum merupakan tumbuhan jenis paku-pakuan di hutan mangrove yang tumbuh menggerombol membentuk rumpun. Tumbuhan yang tingginya dapat mencapai dua meter ini biasa dimakan mentah sebagai lalapan atau disayur ketika masih muda. Rimpangnya yang telah ditumbuk dapat digunakan untuk menyembuhkan luka atau bengkak pada tubuh. 4. Avicennia sp. Avicennia merupakan pohon mangrove pionir, yang tumbuh di tepi laut maupun di tepi sungai. Avicennia dikenal pula dengan nama api-api. Getah yang keluar dari kulit batangnya mempunyai khasiat sebagai aphrodisiac pembangkit gairah, kontraseptif dan obat sakit gigi. Biji mudanya digunakan sebagai obat untuk mematangkan bisul. Hal ini dikrenakan senyawa lupeol yang berhasil diisolasi dari batang tumbuhan mangrove Avicennia marina memiliki kemampuan menghambat aktivitas bakteri khususnya terhadap strain bakteri patogen Staphylococcus aureus Hingkua et al. 2013. Buah dan bijinya apabila direbus dapat dimakan. Penggunaan buah tanaman yang telah masak perlu ada perlakuan, yaitu pengupasan kulit atau pembuangan kulit, dicampur dengan abu dapur dan dibilas air bersih, lalu direndam 2 x 24 jam untuk menghilangkan racun, ditiriskan dan siap dipergunakan sebagai bahan baku makanan Santoso et al. 2005. Buah yang ditumbuk halus dan dicampur dengan salep dapat menjadi obat luka yang manjur, terutama luka bakar. Daun muda dan pucuk atau sirung rasanya sangat enak sebagai lalap atau dibuat sayur lodeh. Selain itu, abu dari kayu jenis- jenis Avicennia dapat digunakan sebagai sabun. 5. Derris trifoliata Derris trifoliata digunakan sebagai pakan ternak kambing. 6. Nypa fruticans. Nipah secara historis menyediakan produk yang berguna untuk masyarakat yang tinggal di dekat pesisir dan muara hutan mangrove Tsuji et al. 2011. Pemanfaatan sebagai sumber makanan berupa buah mentah, manisan kolang- kaling dan gula nipah. Produksi gula nipah memiliki kandungan sukrosa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan gula tebu Sosia et al. 2014. Sedangkan pemanfaatan kerajinan yaitu daun Nipah digunakan sebagai atap setelah dianyam dan dijual dengan harga Rp 100,- per buah Gambar 16, tangkai tulang daunnya digunakan sebagai sapu lidi dan pelepah daunnya dijadikan sapu lantai setelah ditumbuk sampai kering. Di bidang pengobatan, tulang anak daun nipah digunakan sebagai obat sariawan dan pucuk daun muda dapat digunakan sebagai obat batuk. Gambar 16 Nipah dan anyaman daun Nipah 7. Sonneratia caseolaris. Buah S.caseolaris dapat diekstrak untuk menghasilkan pektin yang dimanfaatkan pada industri pangan sebagai bahan perekat dan stabilizer Susmalinda 2013. Sifat buah tidak beracun dan langsung dapat dimakan Santoso et al. 2005. Buah tanaman ini rasanya asam dan umumnya dijadikan manisan oleh masyarakat sekitar. Keanekaragaman Fauna Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan berbagai macam biota. Ketergantungan organisme luar darat terhadap mangrove sangat luas, baik secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat menetap atau sementara. Beberapa makhluk hidup yang hidup di kawasan mangrove antara lain berbagai 35 jenis burung, kelelawar, monyet, lutung, kucing mangrove, garangan, dan ular Arief 2003. Ekosistem mangrove merupakan habitat berbagai jenis hewan. Bermacam-macam jenis biota hidup di area ini, baik yang hidup di darat, substrat lumpur dan air. Biota yang hidup di darat yang terdapat di daerah ini yaitu beberapa jenis burung yang membuat sarang di pohon mangrove maupun burung migran yang sengaja singgah untuk mencari makan. Biota semi-akuatik juga terdapat di daerah ini seperti Biawak dan Berang-berang yang sering terlihat sedang mencari makan di sekitar pohon mangrove. Sedangkan jenis biota air yang terdapat di area ini yaitu beberapa jenis ikan dan udang. Jenis biota yang hidup pada substrat lumpur yaitu beberapa jenis kepiting dan kerang. Hutan mangrove menjadi tempat beristirahat, mencari makan maupun bersarangtidur. Kenekaragaman jenis fauna mangrove dapat dilihat pada Tabel 10 serta Gambar 17 dan 18. Gambar 17 Ikan Glodok Periophthalmus sp. Gambar 18 Kepiting intertidal Uca sp. Masyarakat Desa Ujung Alang memanfaatkan beberapa biota yang ditemukan di mangrove sebagai tangkapan untuk kemudian dijual seperti ikan, kerang dan kepiting. Ikan umumnya ditangkap dengan jala dan jaring apung. Jala yang digunakan beraneka ragam yaitu kacrak, jaring kantong, surungan, dan kembangan. Pengangkapan dengan jala dilakukan secara berpindah-pindah dengan menggunakan perahu. Penangkapan ikan dengan Jaring apung apong merupakan jaring semacam jaring insang gill net yang dipasang statis melintang di tubuh perairan dengan menggunakan patok didasar perairan Ridwan 2004 dalam Sutaryo et al. 2013. Pencarian ikan dilakukan pada lokasi-lokasi tertentu setiap hari dan tanpa mengenal musim. Kerang atau Thothok yang ditangkap di Desa Ujung Alang yaitu jenis Kerang sungai Soxidomus spp., Kerang darah Andara sp. dan Kerang bulu Arca spp.. Pengambilan kerang dari dasar sungai dilakukan dengan menggunakan tangan atau serok. Kepiting yang ditangkap pada umumnya adalah kepiting bakau jenis Scylla serrata. Penangkapan kepiting dilakukan menggunakan alat bernama wadongbubu. Hewan-hewan yang hidup di ekosistem mangrove juga menambah keindahan ekosistem tersebut. Burung-burung yang sedang mencari makan maupun beristirahat di salah satu pohon mangrove merupakan pemandangan yang sering terlihat. Jalan di Desa Ujung Alang tidak dilengkapi dengan lampu jalan sehingga sangat gelap ketika malam tiba. Namun, ribuan kunang-kunang yang hidup di ekosistem mangrove bersinar pada malam hari sehingga di kanan-kiri jalan terlihat seperti ratusan lampu yang berkelip kecil dan merupakan salah satu pemandangan spektakuler yang akan menarik minat wisatawan. Tabel 11 Keanekaragaman Fauna Ekosistem mangrove No. Nama Lokal Nama Jenis Habitat Jumlah 1. Kepiting Uca sp. Lumpur 82 2. Semut Formicidae Tanaman mangrove, kayu mati 54 3 Kinjeng ijo,capung hijau Anax junius Tanaman mangrove 1 4. Kumbang Coleopteran Tanaman mangrove 1 5. Belalang Orthoptera Tanaman mangrove 4 6. Kerang tothok Soxidomus spp Lumpur 10 7. Kupu-kupu Lepidoptera Pohon, bunga 7 8. Laba-laba Arachnida Pohon, semak 4 9. Kerang terompet Gastropoda Lumpur, batang pohon 27 10. Burung pipit Estrildidae Pohon 1 11. Berang-berang Lutra sp Lumpur, kayu mati, 3 12. Burung cangak abu Ardea cinerea Hamparan lumpur 1 13 Blekok sawah Ardeola speciosa Hamparan lumpur 2 13. Udang decpoda Sungai, lumpur 1 14. Ikan belanak Valamugil seheli Sungai, ekosistem mangrove 8 15. Ikan layur Trichiurus sp. Lumpur 1 16. Ikan glodok Periophthalmus sp. Lumpur, ekosistem mangrove 7 17. Semut rangrang Oecophylla sp. Pohon, kayu mati 20 18. Kunang-kunang Photuris sp. Tanaman mangrove  37 Pengaruh Keberadaan Ekosistem Mangrove terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Ujung Alang Persepsi Masyarakat Desa Ujung Alang terhadap Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi, salah satunya yaitu pemanfaatan mangrove untuk menambah pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove. Meskipun demikian, pemanfaatan mangrove yang berlebihan dapat mengakibatkan ekosistem mangrove rusak bahkan hilang samasekali. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem mangrove, yaitu a Agama, norma, etika dan adat yang berlaku b Informasi terbaru mengenai ekosistem hutan dan c pendapatan, tingkat pendidikan, dll Sutaryo et al. 2013. Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki profesi yang beragam seperti guru, perangkat desa, PNS, petani, petambak, nelayan, ibu rumah tangga, pegawai swasta dan pedagang. Pemahaman masyarakat tentang ekosistem mangrove merupakan salah satu faktor penting untuk merencanakan konservasi berbasis masyarakat. Pemahaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Pemahaman masyarakat terhadap Ekosistem mangrove Berdasarkan hasil kuesioner, pengertian ekosistem mangrove menurut masyarakat Desa Ujung Alang yaitu kawasan hutan yang perlu dijaga dan dilestarikan karena menahan abrasi dan dapat menambah pendapatan. Pemahaman masyarakat mengenai ekosistem mangrove cukup tinggi namun belum dipahami dan hanya sebatas tahu Gambar 20. Pengetahuan masyarakat tentang jenis-jenis mangrove yang ada di desa mereka cukup rendah. Hal ini dapat dilihat pada gambar yaitu sebanyak 20 responden mengerti, 51,4 responden kurang mengerti, dan 28,6 tidak mengerti. 20 51.4 28.6 Mengerti Tidak mengerti Kurang mengerti Pemanfaatan hutan mangrove sebagai tempat mencari ikan, kerang, udang dan kepiting, sebagai lahan tambak dan penebangan kayu mangrove yang dilakukan oleh penduduk desa lain untuk dapat menimbulkan perubahan kondisi ekosistem mangrove secara fisik. Berdasarkan hasil kuesioner, 20 menyatakan kondisi hutan mangrove masih baik, 34,3 menyatakan kondisi hutan mangrove mulai rusak, dan 45,7 menyatakan hutan mangrove sudah rusak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Persepsi masyarakat mengenai kondisi ekosistem mangrove Masyarakat yang menyatakan bahwa kondisi ekosistem mangrove masih baik umumnya tinggal di dusun Lempong Pucung yang masuk ke wilayah daratan Nusakambangan. Bagi mereka selama masih ada hutan mangrove maka kondisinya masih baik. Hal ini dikarenakan ekosistem mangrove kurang berpengaruh pada ekonomi mereka karena mereka menanam Padi dan Sengon di daratan Nusakambangan sebagai mata pencaharian. Menurut masyarakat kondisi ekosistem hutan mangrove yang mulai rusak adalah hutan mangrove yang gundul karena ditebang untuk diambil kayunya. Sementara untuk masyarakat yang menyatakan kondisi ekosistem mangrove sudah rusak adalah mereka yang bermata-pencaharian sebagai nelayan. Menurut mereka, hutan mangrove di Desa Ujung Alang sudah rusak karena hasil tangkapan udang,ikan, kerang dan kepiting yang semakin sedikit, banyaknya mangrove yang ditebang oleh penduduk desa lain untuk bahan baku arang, adanya konversi mangrove untuk tempat tinggal dan tambak, dan penanaman mangrove yang meskipun dilakukan berulang kali sering hilang dan rusak. Persepsi masyarakat Desa Ujung Alang diperlukan untuk mengetahui setuju atau ketidak-setujuan masyarakat terkait perencanaan konservasi Desa Ujung Alang dapat dilihat pada Gambar 21. Dalam kuesioner terdapat 5 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban yaitu tidak setuju, kurang setuju, setuju dan sangat setuju. Masing-masing pilihan jawaban ini berbobot 1, 2, 3, dan 4. 20.0 34.3 45.7 Masih baik Sudah rusak Mulai Rusak 39 Gambar 21 Analisis Persepsi Masyarakat Desa Ujung Alang Analisis likert digunakan untuk mengitung persepsi masyarakat yang disajikan pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 12 Analisis Likert Item Jawaban Skor Total 4 3 2 1 1 Frekuensi 12 22 1 35 Persentase 34.29 62.86 2.86 0.00 100.00 2 Frekuensi 8 26 1 35 Persentase 22.86 74.29 2.86 0.00 100.00 3 Frekuensi 8 25 1 1 35 Persentase 22.86 71.43 2.86 2.86 100.00 4 Frekuensi 9 22 3 1 35 Persentase 25.71 62.86 8.57 2.86 100.00 5 Frekuensi 10 22 3 35 Persentase 28.57 62.86 8.57 0.00 100.00 Pengaruh Ekosistem Mangrove terhadap Perekonomian Desa Ujung Alang Ekosistem mangrove Desa Ujung Alang terletak di kawasan Laguna Segara Anakan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Kawasan ini merupakan kawasan lindung sehingga dalam pemanfaatannya harus menjaga kelestarian sumberdaya hayati didalamnya. Berdasarkan Perda Nomor 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kawasan Mangrove Segara Anakan ditentukan bahwa pemanfaatan kawasan mangrove Segara Anakan hanya dapat dilakukan atas izin bupati melalui rekomendasi Badan Pengelola Segara Anakan sesuai dengan kondisi, lokasi dan fungsi hutannya. Masyarakat Desa Ujung Alang memperoleh sumber pendapatannya dari hasil pekerjaaan utama dan pekerjaan sampingan. Pekerjaan utama masyarakat Desa Ujung Alang yaitu nelayan, petani, PNS, dan pegawai swasta. Pekerjaan sampingan yang dilakukan yaitu dari hasil industri rumahan yang berupa 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 TIDAK SETUJU s1 KURANG SETUJU 2 SETUJU 3 SANGAT SETUJU 4 pembuatan ikan asin, kerajinan anyaman daun nipah, nelayan, berdagang kelontongan dan menjadi buruh tani musiman. Pendapatan masyarakat Desa Ujung Alang dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 Pendapatan Masyarakat Desa Ujung Alang Pendapatan sebagai nelayan di peroleh dari hasil tangkapan ikan, udang, kepiting dan kerang. Hewan-hewan tersebut terdapat di ekosistem mangrove, sehingga ketika ekosistem mangrove rusak maka akan berpengaruh terhadap pendapatan mereka. Kondisi ekosistem mangrove juga berpengaruh terhadap masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan fungsi mangrove yang menjaga intrusi air laut dan menjaga abrasi sehingga lahan pertanian milik masyarakat tetap berair tawar dan berproduksi bagus. Pengaruh keadaan hutan mangrove terhadap hasil perikanan penangkapan dan budidaya ditunjukkan pada Gambar 23. Berdasarkan hasil kuesioner 40 menyatakan kondisi hutan mangrove sangat berpengaruh, 20 menyatakan berpengaruh, 9 menyatakan kurang berpengaruh dan 31 menyatakan kondisi hutan mangrove tidak berpengaruh. Masyarakat yang menyatakan kondisi mangrove tidak berpengaruh terhadap kondisi perikanan umumnya bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi ekosistem mangrove berpengaruh terhadap hasil perikanan baik penangkapan maupun budidaya, hal ini dikarenakan fungsi biologis mangrove sebagai daerah pemijahan spawning ground, daerah asuhan nursery ground, dan sebagai daerah mencari makan feeding ground bagi ikan dan biota laut lainnya Hiariey 2009. 20 54 17 9 200.000 500.0000 – 1.000.000 200.000 – 500.000 1.000.000 41 Gambar 23 Pengaruh keadaan hutan mangrove terhadap hasil perikanan penangkapan dan budidaya Aktivitas manusia dan faktor alam merupakan penyebab kerusakan mangrove Mulyadi et al. 2010. Faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang yaitu faktor ekonomi, pendidikan dan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang. Faktor ekonomi seperti konversi mangrove untuk tempat tinggal dan tambak dan banyaknya mangrove yang ditebang oleh penduduk desa lain untuk bahan baku arang. Masyarakat Desa Ujung Alang rata-rata berpendidikan SD dan tidak dibekali dengan keterampilan lainnya sehingga kesulitan untuk meningkatkan pendapatan serta pembuangan sampah dan limbah rumah tangga yang langsung dibuang ke badan air yang dapat mencemari dan merusak ekosistem mangrove. Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan DKP2SKSA yang bertanggungjawab untuk mengawasi kegiatan masyarakat di dalam ekosistem mangrove dirasa belum cukup sehingga pengawasan partisipatif masyarakat juga dibutuhkan agar kelestarian ekosistem mangrove tetap terjaga. Strategi Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove di Desa Ujung Alang Strategi perencanaan konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang dianalisis dengan pendekatan analisis SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats. Metode SWOT digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal secara sistematis yang akan digunakan untuk merumuskan strategi perencanaan konservasi ekosistem mangrove. Penyusunan matriks dan diagram SWOT merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui nilai pengaruh faktor internal dengan nilai pengaruh faktor eksternal Tabel 13. 40 20 9 31 Sangat berpengaruh Kurang berpengaruh Berpengaruh Tidak berpengaruh Tabel 13 Matriks Faktor Internal dan Eksternal No. Faktor Internal Bobot Rating Bobot X Rating Kekuatan 1 Pusat studi mangrove wilayah Segara Anakan 0,35 4 1,40 2 Komitmen pemerintah untuk konservasi ekosistem mangrove 0,25 3 0,75 3 Dukungan masyarakat 0,20 3 0,60 Kelemahan 1 Terjadi degradasi ekosistem mangrove 0,10 2 0,20 2 Sarana dan prasarana yang belum memadai 0,07 2 0,14 3 Tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat rendah 0,03 1 0,03 Jumlah 1,00 3,12 No. Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot X Rating Peluang 1 Program pengembangan ekowisata hutan mangrove 0,20 3 0,60 2 Program CSR untuk konservasi mangrove 0,15 3 0,45 3 Bantuan dari organisasi internasional yang peduli terhadap konservasi mangrove 0,10 2 0,20 Ancaman 1 Penebanganperusakan mangrove oleh penduduk desa lain 0,06 2 0,12 2 Sampah rumah tangga 0,09 2 0,18 3 Konversi lahan mangrove 0,10 1 0,10 Jumlah 1,00 3,25 Berdasarkan nilai pengaruh faktor internal dan faktor eksternal, dapat disusun diagram SWOT seperti yang disajikan pada Gambar 24. Posisi strategi perencanaan konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang berada pada domain kekuatan strengths dan peluang opportunities yang merupakan strategi agresif. Strategi agresif ini dibuat dengan menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya Rangkuti 2014 Y III I Strategi Perbaikan Strategi Agresif X 3,12 Y 3,25 X IV II Strategi Defensif Strategi Diversifikasi Gambar 24 Diagram SWOT Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove 43 Dari penskoran di atas dirancanglah suatu strategi yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 14 Matriks SWOT Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove IFAS EFAS STRENGHTS S 1. Pusat studi mangrove wilayah SegaraAnakan 2. Komitmen pemerintah untuk konservasi ekosistem mangrove 3. Dukungan masyarakat WEAKNESSES W 1. Terjadi degradasi ekosistem mangrove 2. Sarana dan prasarana yang belum memadai 3. Tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat rendah OPPORTUNIES O 1. Program pengembangan ekowisata hutan mangrove 2. Program CSR Pertamina untuk konservasi mangrove 3. Bantuan dari organisasi internasional yang peduli terhadap konservasi mangrove Strategi S- O 1. Menjaga kelestarian mangrove dengan memanfaatkan status ekosistem mangrove sebagai pusat studi mangrove wilayah segara anakan yang didukung masyarakat sehingga berpotensi untuk dijadikan daerah ekowisata S1,O1,O2. 2. Komitmen pemerintah yang didukung masyarakat dan program CSR untuk melakukan konservasi ekosistem mangrove S2,S3, O1,O2 Strategi W-O 1. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove W1,W3,O1,O2 2. Menyelenggarakan pelatihan dan peyuluhan keterampilan pengelolaan mangrove ekowisata dan kebun bibit untuk meningkatkan pendapatan masyarakat W3,O1,O2 3. Pembibitan mangrove W1,O1 4. Perbaikan sarana dan prasarana W2,O1 TREATHS T 1. Penebanganperusakan mangrove oleh penduduk desa lain 2. Limbah rumah tangga 3. Konversi lahan mangrove Strategi S-T 1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah dan lingkungan S1,T1,T2,T3 2. Meningkatkan koordinasi antar stakeholder untuk melakukan pengawasan dan menegakkan regulasi secara bersama-sama S2,T1 T2,T3 Strategi W-T 1. Meningkatkan perekonomianMasyarakat W2,W3,T1,T2,T3 2. Pengawasan partisipatif masyarakat terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan dalam ekosistem mangrove W2,W3,T1,T2,T3 Berdasarkan matriks SWOT Tabel 14, maka dapat dirumuskan strategi perencanaan konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang sebagai berikut : a. Strategi SO adalah memanfaatkan kekuatan stenghtS secara maksimal untuk meraih peluang OpportuniesO, yaitu : 1 Menjaga kelestarian mangrove dengan memanfaatkan status ekosistem mangrove sebagai pusat studi mangrove wilayah segara anakan yang didukung masyarakat sehingga berpotensi untuk dijadikan daerah ekowisata S1,O1,O2 Salah satu jasa lingkungan yang berpeluang dikembangkan dan tidak merusak ekosistem hutan mangrove adalah ekowisata. Ekowisata merupakan paket perjalanan menikmati keindahan alam tanpa merusak ekosistem hutan yang ada Kustanti,2011. Penyediaan fasilitas dalam ekowisata di hutan mangrove telah dilakukan di Desa Ujung Alang dengan membuat jalur tracking mangrove dan gardu pandang untuk birdwatching. 2 Komitmen pemerintah yang didukung masyarakat untuk melakukan konservasi ekosistem mangrove yang didukung program CSR S2,S3,O2,O3 Pemerintah kabupaten Cilacap bekerja sama dengan sejumlah perusahaan berkomitmen melakukan konservasi mangrove di Segara Anakan. Pembibitan mangrove dilakukan di Desa Ujung Alang. Pada bulan september tahun 2014, ditanam lebih dari 300.000 bibit mangrove di Desa Ujung Alang sebagai wujud dari program CSR salah satu perusahaan untuk melestarikan mangrove. Selain itu, Desa Ujung Alang juga ditetapkan sebagai pusat studi mangrove wilayah Segara Anakan sehingga konservasi mangrove di desa ini perlu dilakukan dan dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi contoh untuk desa-desa lain di kawasan Segara Anakan. b. Strategi ST adalah memanfaatkan kekuatan S Strenght secara maksimal untuk mengantisipasi dan mengatasi ancaman T Threats, antara lain : 1 Meningkatkan pengetahuan masyarakat masyarakat tentang pengelolaan sampah dan lingkungan. Pemahaman masyarakat tentang tujuan dan manfaat pengelolaan sampah dan lingkungan terutama ekosistem mangrove perlu ditingkatkan. Sampah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai mencemari ekosistem mangrove begitu juga dengan limbah sabun dan kamar mandi. Limbah-limbah yang dibuang langsung ini mencemari ekosistem mangrove, sampah plastik dapat menutupi akar napas mangrove dan menyebabkan akar mangrove mati begitupula dengan limbah sabun. Oleh karena itu perlu dibuat beberapa program untuk permasaahan tersebut yaitu : a Mengadakan kegiatan pelatihan tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan mangrove yang berbasis lingkungan. b Mengadakan penyuluhan tentang pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga c Sosialisasi aturan larangan dan bahaya penebangan mangrove. 2 Meningkatkan koordinasi antar stakeholder untuk melakukan pengawasan dan menegakkan regulasi secara bersama-sama S2,T1 T2,T3 Upaya pengelolaan mangrove di desa Ujung Alang masih belum optimal. Masing-masing DinasInstansiLembaga terkait terkesan berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi yang intensif, hal ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih kepentingan dalam pemanfaatan ekosistem mangrove. Kondisi tersebut akan berdampak kepada kebingungan masyarakat dalam pemanfaatan ekosistem mangrove karena tidak adanya keserasian dalam pengelolaan kawasan dari pemegang kebijakan. Berbagai ancaman yang ada akan dapat diminimalisir dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan terutama mangrove masih kurang, meningkatkan swadaya masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian mangrove serta melaksanakan sosialisasi peraturan perundangan tentang perlindungan dan pelestarian mangrove dengan intensif. Beberapa program yang dapat dilaksanakan untuk mewujudkan keselarasan dalam upaya pengelolaan mangrove di Desa Ujung Alang, yaitu : a Melakukan pembagian tugas, fungsi dan wewenang masing-masing stakeholder sesuai dengan bidang keahliannya. 45 b Melakukan diskusi dan koordinasi yang intensif antara DinasInstansiLembaga c. Strategi WO adalah meminimalkan kelemahan W Weaknesses untuk meraih peluang O Opportunies antara lain : 1 Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove W1,W3,O1,O2 Peran masyarakat Desa Ujung Alang dapat mempunyai pengaruh positif dan negatif. Rendahnya tingkat keterlibatan masyarakat akan memberi pengaruh negatif yaitu tingginya intensitas perusakan mangrove disebabkan masyarakat tidak merasa bertanggung jawab terhadap keberlanjutan mangrove. Sebaliknya, dengan melibatkan masyarakat sekitar secara optimal sesuai porsinya akan menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap keberlangsungan mangrove, oleh karena itu sangat penting untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan. Selain itu, rendahnya intensitas sosialisasi aturan yang ada dan kurangnya kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar menjadi kelemahan dalam pengelolaan mangrove di Desa Ujung Alang. Beberapa kelemahan tersebut, akan dapat diminimalisir dengan memaksimalkan kesediaan masyarakat dalam membantu upaya pengelolaan mangrove walaupun sekedar tenaga, mengikutsertakan aturan pengelolaan mangrove kedalam aturan adat masyarakat setempat. Beberapa program yang dapat dilaksanakan sebagai bentuk pelibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove di Desa Ujung Alang yaitu : a Meningkatkan peran organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan dan pengawasan mangrove b Mengikutsertakan masyarakat dalam setiap kegiatan pelestraian ekosistem mangrove 2 Menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan keterampilan pengelolaan mangrove ekowisata dan kebun bibit untuk meningkatkan pendapatan masyarakat W3,O1,O2,O3 Dari hasil kuesioner, lebih dari 50 responden kurang mengerti tentang mangrove dan pengelolaannya. Oleh karena itu pelatihan dan penyuluhan perlu dilakukan agar masyarakat lebih memahami manfaat dan cara pengelolaan ekosistem mangrove. 3 Pembibitan dan perbaikan sarana dan prasarana W1,W2,O1,O3. Bibit mangrove merupakan salah satu hal penting ketika akan melakukan konservasi mangrove. Kurangnya bibit dapat menimbulkan masalah ketika akan melakukan penanaman utuk konservasi mangrove. Sarana dan prasarana yang ada di Desa Ujung Alang kurang memadai seperti kurangnya kamar mandi umum, jalanan yang rusak dan listrik. Program yang perlu dilakukan yaitu a Pembibitan mangrove b Perbaikan sarana dan prasarana di Desa Ujung Alang d. Strategi WT adalah meminimalkan kelemahan W Weaknesses untuk menghindari ancaman T Threats, antara lain : 1 Meningkatkan perekonomian Masyarakat W2,W3,T1,T2,T3 Kondisi masyarakat sekitar Desa Ujung Alang dilihat dari tingkat kesejahteraannya relatif rendah. Masyarakat hanya mengandalkan usaha penangkapan ikan, udang dan kepiting dan juga perkebunan musiman. Tingkat perekonomian masyarakat yang rendah menjadi pemicu terjadinya eksploitasi sumberdaya laut dan pesisir termasuk mangrove menjadi tidak terkendali seperti pemanfaatan mangrove sebagai kayu bakar dan kerajinan anyaman atap nipah. Pengelolaan mangrove yang selaras dengan upaya peningkatan perekonomian masyarakat, dapat dilakukan dengan beberapa program, yaitu : a Memberikan bantuan modal kepada masyarakat sesuai dengan profesinya. b Memperkenalkan berbagai teknologi pemanfaatan mangrove yang ramah lingkungan seperti Sylvofisheries untuk kegiatan budidaya. c Memperkenalkan cara mengolah buah mangrove menjadi manisan dan dodol sehingga dapat menambah penghasilan. 2 Pengawasan partisipatif masyarakat terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan dalam ekosistem mangrove W2,W3,T1,T2,T3 Vegetasi mangrove fase pohon yang tergolong rusak berat akibat dari penebangan mangrove untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang. Kondisi ini dapat diminimalisir dengan sosialisasi aturan yang ada, karena pelanggaran yang terjadi selama ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat terhadap berbagai aturan yang ada. Selain itu juga, ketersediaan data dan informasi yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan sangat menunjang efektivitas pengelolaan mangrove. Beberapa program yang dapat dilaksanakan untuk memperlancar kegiatan pengawasan dan monitoring, yaitu : a Meningkatkan intensitas sosialisasi aturan larangan penebangan mangrove. b Meningkatkan keaktifan pemerintahswasta dalam kegiatan pengawasan dan monitoring c Menyusun rencana pengelolaan berdasarkan data dan informasi yang akurat. Perencanaan Zonasi Ruang Dalam rehabilitasikonservasi hutan mangrove diperlukan rencana konservasi yang baik dan benar-benar matang agar rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan sesuai dengan apa yang telah diharapkan. Dalam konservasi mangrove diperlukan tahapan-tahapan kegiatan yang harus selalu diperhatikan dalam perlakuannya. Tahapan-tahapan tersebut adalah :

1. Persiapan Awal

Persiapan awal yaitu upaya memahami autokologi mangrove, perbaikan hidrologi, dan mengetahui gangguan-gangguan yang mengancam proses rehabilitasi. Dengan memahami autokologi mangrove artinya kita mengetahui sifat-sifat ekologi masing-masing jenis mangrove yang akan ditanam terutama pada pola reproduksinya, dengan begitu dalam melakukan konservasi kita dapat memilih jenis mangrove yang lebih cepat berkembang sesuai area ditetapkan. Seperti contoh, jika area konservasi tertuju pada bekas tambak yang terbengkalai maka sebaiknya menggunakan jenis mangrove yang memiliki buah kecil. Jika menggunakan jenis mangrove seperti Rhizophora mucronata dan Xylocarpus sp. yang memiliki buah besar, maka dalam perkembangannya tidak secepat dan semudah buah yang lebih kecil. Buah mangrove yang lebih besar lebih sulit untuk masuk ke areal bekas tambak udang di mana pintu keluar masuk arus secara alami telah dihalangi oleh pematang atau tegalan. Sedangkan pada buah yang lebih kecil 47 seperti Avicennia sp., Aegiceras sp. dan buah mangrove kecil lain seperti Sonneratia sp. dapat mengapung jauh mengikuti arus pada daerah tergenang. Karena itu, jenis – jenis ini bisa dengan mudah mencapai tempat baru atau yang telah rusak dan jika kondisi tanahnya cocok mereka akan cepat tumbuh. Spesies- spesies ini dikenal sebagai spesies pionir. Faktor lain dalam persiapan awal perencanaan konservasi mangrove adalah menentukan hidrologi normal kedalaman dan frekwensi genangan air dari tanaman mangrove alami lokasi pembanding di areal yang akan dikonservasi. Khusus untuk kedalaman, masing-masing spesies mangrove tumbuh pada ketinggian substrat yang berbeda, tergantung dari kekuatan daya adaptasi mangrove terhadap genangan air. Dengan mengetahui hal tersebut maka dapat ditentukan jenis mangrove yang nanti akan ditanam pada area konservasi, yang harus disesuaikan dengan topografi lahan. Salah satu kunci penting yang harus dilakukan ketika rehabilitasi mangrove adalah mencontoh tingkat kemiringan dan topografi substrat dari mangrove terdekat yang masih bagus kondisinya. Kegiatan terakhir dalam persiapan awal ini adalah mengetahui gangguan yang dapat menghambat jalannya kegiatan. Seringkali lokasi yang dipilih untuk rehabilitasi mangrove hanya berdasarkan kondisi dataran yang berupa lumpur mudflat, mengandung garam salt pan atau laguna dengan asumsi bahwa lahan tersebut akan lebih baik dan produktif jika dijadikan hutan mangrove. Sebenarnya dataran lumpur ada juga yang memiliki fungsi ekologi tertentu, misalnya sebagai tempat mencari makan burung-burung yang bermigrasi, sehingga penanaman mangrove gagal. Hambatan lain yang dapat mengganggu yaitu sulitnya air masuk ke area konservasi, untuk itu diperlukan perbaikan saluran atau membuat saluran air baru agar area konservasi dapat dialiri air yang dibutuhkan oleh tanaman mangrove.

2. PersemaianPembibitan

Persediaan bibit mangrove dapat diperoleh dari empat sumber bibit mangrove yaitu membuat persemaian bibit dari sumber benih terdekat, penanaman biji mangrove secara langsung, penanaman anakan mangrove yang telah tumbuh di alam, dan penyebaran biji mangrove di areal rehabilitasi pada saat air pasang. Dalam konservasi yang dilakukan di Desa Ujung Alang ini, akan digunakan bibit mangrove yang berasal dari sumber bibit terdekat, hal ini dilakukan agar tanaman mangrove bisa cepat tumbuh tanpa harus menunggu lama. Karena jika melakukan penanaman biji mangrove secara langsung, maka proses konservasi akan berlangsung lebih lama dan biji yang ditanam belum tentu tumbuh dengan baik. Sedangkan apabila menggunakan anakan mangrove yang telah tumbuh di alam, dikhawatirkan anakan mangrove tersebut tidak dapat tersedia sesuai dengan ukuran bibit yang diinginkan dan jumlahnya pun terbatas. Dan untuk langkah penyebaran biji mangrove di area rehabilitasi pada saat air pasang memang cukup mudah dilakukan, namun tata letak tanam mangrove yang nanti akan tumbuh tidak beraturan, selain itu tumbuhnya pun cukup lama karena dimulai dari biji. Bibit mangrove yang baik diperoleh denga mengumpulkan buah propagule yang dilakukan antara bulan September sampai dengan bulan Maret, dengan karakteristik sebagai berikut Gunarto 2004: a BakauBakau-bakau Rhizophora spp. Buah sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia diatas 10 tahun, buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol buah dari batang buah, buah yang sudah matang dari bakau besar R. mucronata dicirikan oleh warna buah hijau tua dan kecoklatan dengan kotiledon cincin berwarna kuning; buah bakau kecil R. apiculata yang telah matang ditandai dengan warna buah hijau kecoklatan dan warna kotiledon merah. b Tancang Bruguiera spp. Buah dipilih dari pohon yang beumur antara 5-10 tahun, buahnya dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bongkolnya. c Api-api Avicennia spp., Bogem Sonneratia spp. dan Nyirih Xylocarpus granatum Buah sebaiknya diambil yang sudah matang, dicirikan oleh warna kecoklatan, agak keras dan bebas dari hama penggerek, buah lebih baik diambil yang sudah jatuh dari pohon. Tata cara pembibitan mangrove berbeda-beda tergantung jenisnya Khazali 1999 yaitu a Rhizophora sp. Buah yang digunakan untuk pembibitan, sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia diatas 10 tahun. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir lepasnya hipokotil dari buahnya. Buah yang sudah matang dari Rhizophora sp, dicirikan dengan warna buah hijau tua atau kecoklatan, dengan kotiledon cincin berwarna kuning atau merah. Media yang digunakan untuk pembibitan adalah sedimen dari tanggul bekas tambak atau sedimen yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya. Media dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar tidak terlalu cair. Media tanam yang sudah disediakan, dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam polibag berukuran lebar 12 cm dan tinggi 20 cm, yang telah diberi lubang kecil-kecil kurang lebih 10 buah. Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya ± 7 cm. Setiap 6-10 benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah. Ikatan dibuka setelah daun pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan. b Bruguiera sp. Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun. Buah dipilih yang sudah matang dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bonggolnya dan warna hipokotil merah kecoklatan atau hijau kemerahan. Buah yang terkumpul tidak perlu dicuci dengan air tetapi cukup dibersihkan dengan lap dan dipilih buah yang segar, sehat, bebas hama dan penyakit, belum berakar dan panjang hipokotilnya 10-20 cm. Kelopak buah jangan dicabut atau dilepaskan dengan paksa karena dapat merusak buah. Media yang digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizophora sp. Semua pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan tidak mendapat sinar matahari secara langsung, supaya buah tidak kering. Sebelum penyemaian, polibag dibiarkan tergenang oleh pasang. Penyemaian dilakukan pada awal pasang purnama, dimana penggenangannya dapat mencapai hipokotil benih. Penyemaian Bruguiera sp. seperti pada Rhizophora sp, tetapi tidak perlu diikat. c Ceriops sp. Ciri kematangan buah adalah kotiledon berwarna kuning dengan panjang kotiledon 1 cm atau lebih dan hipokotil berwarna hijau kecoklatan. Buah yang