56.00 Distribusi Skor Indikator Berelasi dengan spek

73 homogen, maka analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji perbedaan independent sample test dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0. Berikut ini adalah hasil dari uji beda t-test dari kedua variabel, adapun hasil dari penghitungan uji beda t-test dapat dilihat dari tabel berikut ini berdasarkan pada nilai levene test of equals varians. Tabel 14. Hasil Uji-t Independent Sample’s Test Independent Sample’s Test Levenes Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. T Df Sig. 2- tailed Mean Difference Std. Error Difference 95 Confidence Interval of the Difference Lower Upper Keterampilan Sosial Equal variances assumed ,206 ,652 13,325 58 ,000 18,93333 1,42092 16,08906 21,77761 Equal variances not assumed 13,325 56,859 ,000 18,93333 1,42092 16,08784 21,77882 Seperti yang telah dijelaskan pada tabel 13, terdapat dua hal yang diuji yaitu uji kesamaan varian Uji F dan uji selisih rata-rata Uji-t. Untuk mengetahui hipotesis yang diajukan itu diterima atau ditolak dengan uji-t, sebelumnya harus menganalisis uji kesamaan varian uji F terlebih dahulu. Dari tabel 14 diketahui sig sebesar 0,652 dan sig lebih besar dari α α = 0,05, karena sig lebih besar maka Ho diterima. Dengan demikian uji selisih rata-rata adalah pada baris Equal Variances Assumed. Mengacu pada baris Equal variances assumed dapa diketahui sig. 2-tailed sebesar 0,000 dengan nilai t sebesar 13,325. Kemudian 74 t hitung dikonsultasikan dengan t tabel , diketahui t tabel dengan df 58 yaitu 2,000 dengan demikian t hitung t tabel , karena t hitung t tabel dan sig. 2- tailed α α = 0,05, jadi Ho ditolak, dan Ha diterima yang berbunyi terdapat perbedaan antara variabel aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan.

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan di SMP Negeri 2 Binangun. Hal ini dibuktikan dari nilai ݐ ݄݅ݐݑ݊݃ lebih besar dari ݐ ݐܾ݈ܽ݁ 13,325 2,000 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5 0,000 0,05. Selain itu, siswa aktif dalam organisasi kesiswaan memiliki keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan siswa pasif dalam organisasi kesiswaan di SMP Negeri 2 Binangun. Hal ini dibuktikan dari nilai mean keterampilan sosial pada siswa aktif dalam organisasi sebesar 125,67. Sedangkan nilai mean pada siswa pasif dalam organisasi kesiswaan sebesar 106,73. Berdasarkan kategorisasi keterampilan sosial pada siswa aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan. Kategorisasi siswa aktif dalam organisasi kesiswaan sebanyak 30 siswa 100 dikategorisasikan sedang. Sementara dalam kategorisasi siswa pasif dalam organisasi kesiswaan dari 30 siswa yaitu sebanyak 23 siswa 76,67 dikategorisasikan sedang, sebanyak 7 siswa 23,33 dikategorisasikan rendah. 75 Perbedaan juga diketahui berdasarkan perhitungan dari masing-masing indikator keterampilan sosial. Indikator keterampilan sosial yang berupa komunikasi, pada siswa aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan memiliki kategori yang sama-sama sedang. Hal ini berarti baik siswa aktif maupun pasif dalam organisasi kesiswaan memiliki keterampilan sosial yang sedang. Siswa yang memiliki komunikasi yang baik dalam keterampilan bersosialnya akan lebih mampu menyampaikan perasaan maupun gagasan kepada lawan bicara. Hal tersebut sesuai dengan makna komunikasi yang dijelaskan oleh teori menurut Soekanto 2002: 67 komunikasi diartikan sebagai tafsiran yang diberikan seseorang terhadap perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik atau sikap, serta perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Oleh sebab itu, komunikasi dengan dilandasan yang baik akan lebih mudah dalam menafsirkan atau memahami pikiran atau perasaan siswa yang sebagai komunikator kepada siswa yang bertindak sebagai komunikan. Indikator keterampilan sosial selanjutnya yang menjadi pembeda tingkat keterampilan sosial pada siswa aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan adalah indikator pemecahan masalah. Indikator tersebut yang dimiliki kedua kelompok siswa itu sama-sama sedang. Namun dalam perhitungan kategorisasi, kelompok siswa aktif dalam organisasi kesiswaan lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa pasif dalam organisasi kesiswaan. Hal ini dibuktikan dengan skor 774 dengan persentase 64,17 untuk kelompok siswa aktif dalam organisasi kesiswaan dan skor 624 dengan 76 persentase 52 untuk kelompok siswa pasif dalam organisasi kesiswaan. Itu artinya kelompok siswa pasif organisasi kesiswaan memiliki keterampilan sosial yang lebih rendah dibandingkan kelompok siswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan. Sebab, kelompok siswa pasif dalam organisasi kesiswaan yang kurang memiliki keterampilan pemecahan masalah dalam bersosialnya akan kurang mampu menyusun, menentukan, dan mengambil keputusan-keputusan yang harus siswa pertanggungjawabkan dalam lingkungan sosialnya dari pada kelompok siswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan. Siswa pasif dalam organisasi kesiswaan cenderung kurang bisa menentukan dan merealisasikan keputusan-keputusan yang akan diambil, baik dalam pribadi maupun sosialnya dibandingkan kelompok siswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan yang memiliki keterampilan dalam menentukan, menyusun, dan merealisasikan keputusan baik kaitanya dengan pribadi maupun sosialnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok siswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan lebih mampu menentukan, menyusun, dan merealisasikan keputusan dengan keterampilan sosial pemecahan masalah yang siswa aktif miliki. Sementara untuk indikator pengelolaan diri, pada kelompok siswa aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan juga memiliki kategori yang sama-sama pada taraf sedang dengan hasil kategorisasi yang ditunjukkan bahwa siswa aktif organisasi kesiswaan lebih tinggi dengan skor 992 dan 59,05 dibandingkan siswa pasif dalam organisasi kesiswaan dengan skor 854 dan 50,83. Hal demikian mengandung arti bahwa siswa yang aktif dalam 77 organisasi kesiswaaan mempunyai keterampilan sosial yang lebih menonjol dari pada siswa yang pasif dalam organisasi kesiswaan. Sebab, apabila siswa mampu mengontrol emosi dan mengelola dirinya dengan baik, maka orang lain juga akan merespon dengan baik pula dalam proses sosialisasinya. Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan diri itu penting guna melatih keterampilan sosial siswa dengan orang lain, sehingga akan terjalin hubungan yang baik. Indikator keterampilan sosial yang terakhir adalah berelasi dengan orang lain, pada kelompok siswa aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan memiliki kategori yang sama-sama pada taraf sedang. Namun dalam perhitungan kategorisasi, keterampilan sosial siswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan lebih tinggi dibandingkan siswa yang pasif dalam organisasi. Hal ini dibuktikan dengan skor 964 dengan persentase 57,38 dalam kategori tinggi untuk siswa aktif dalam organisasi kesiswaan dan skor 837 dengan persentase 49,82 dalam kategori sedang untuk siswa pasif dalam organisasi kesiswaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa pasif dalam organisasi kesiswaan memiliki keterampilan sosial yang lebih rendah dibandingkan siswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan. Sebab, siswa yang pasif dalam organisasi kesiswaan kurang memiliki kemampuan yang baik dalam berelasi dengan orang lain yang menyebabkan siswa tersebut kurang mampu menciptakan suasana yang nyaman dalam hubungan, kurang memiliki rasa empati dan tanggung jawab sosial dengan orang lain sehingga orang lain disekitar akan memberikan respon yang kurang baik pula dengan sikap tersebut. Hal tersebut menunjukan bahwa dari segi bersikap dalam berelasi 78 dengan orang lain siswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang pasif dalam organisasi kesiswaan. Keterampilan sosial merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan menurut Combs Fajar, 2008: 12 keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan. Dengan keterampilan sosial, seseorang dapat saling berkomunikasi, berinteraksi, berkoordinasi, dan bersosialisasi dengan orang lain dengan baik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa aktif dan pasif dalam organisasi kesiswaan. Dengan siswa aktif dalam organisasi kesiswaan memiliki keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan siswa pasif dalam organisasi kesiswaan. Hal ini dikarenakan yang siswa aktif organisasi kesiswaan yang ada di sekolah tersebut siswa dapat mengaktualisasikan dirinya, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan individu maupun kelompok. Oleh sebab itu sangat diharapkan organisasi kesiswaan yang ada di sekolah untuk dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh siswa. Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukakan menurut Suparlan 2004: 31 bahwa lahirnya suatu pendekatan dalam lembaga pendidikan sekolah menengah education production finction, maka sekolah merupakan sebuah lembaga tempat mendidik manusia dengan raw input, procces, dan output. Sekolah merupakan