Tata Kelola Program Kebijakan HIV dan AIDS

17

IV. Kebijakan HIV dan AIDS

A. Tata Kelola Program

Sejak tahun 1987 sampai 2013 ada 10 kebijakan internasional, 66 kebijakan nasional, dan 55 Perda 17 Perda Provinsi dan 38 Perda Kabupatenkota. Secara garis besar, pembuatan kebijakan semakin diperkuat dan dipertajam agar dapat merespon kondisi sosial politik yang sudah berubah dari peralihan Era Orde Baru 1987-1998 yang sentralistik ke Era Otonomi yang desentralisik 1998-2013. Namun lebih banyak kebijakan tersebut bersifat teknis pengobatan, namun belum menyentuh ke akar permasalahan perubahan tata pemerintahan desentralistik yang banyak mempengaruhi tata kelola program HIV di Indonesia. Sektor yang aktif mengeluarkan kebijakan didominasi wilayah terkait pengobatan ODHA, dan kebijakan di sektor lain dapat dikatakan minim, padahal 2 dekade bukan lah waktu yang singkat untuk membagi respon HIV ke beberapa sektor. Respon kebijakan yang terkait penanggulangan AIDS di Indonesia dari hasil tinjauan yang dilakukan dapat diklasifikasikan secara multi sektoral yang berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh KPAN sebagai lembaga koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Selain itu ada kebijakan sektoral yang dikeluarkan oleh kementerianlembaga anggota KPAN, misalnya kebijakan penanggulangan AIDS di sektor kesehatan dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Kemenkokesra selaku Ketua KPAN mengeluarkan kebijakan yang mengarahkan kebijakan dan program AIDS di Indonesia, seperti; Permenkokesra No. 072007 tentang Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007 – 2010 dan Permenkokesra selaku Ketua KPAN No. 8PerMenkoKesra2010 tentang Strategi dan Rencana Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2010-2014. Strategi dan Rencana Aksi Nasional SRAN yang dikeluarkan oleh KPA melingkupi Arahan Kebijakan Nasional, Prinsip dan Dasar Kebijakan, Tujuan dan Strategi. Rencana Aksi Nasional menyangkut area dan fokus geografi. Penyelenggaraan rencana aksi termasuk kepemimpinan dan tata kelola kepemerintahan, koordinasi penyelenggaraan dan prinsip kemitraan. Sedangkan kebutuhan dan mobilisasi sumber daya berupa kebutuhan sumber daya manusia, pendanaan dan sarana serta prasarana. Untuk memastikan dan mengetahui bagaimana SRAN ini dilaksanakan, maka monitoring dan 18 evaluasi diatur dengan menetapkan beberapa hal sebagai berikut; Target Tahunan Cakupan Program, Kerangka Kerja dan Indikator Kinerja, Mekanisme Monitoring dan Evaluasi serta pengembangan Kapasitas. Merespon perubahan pola penularan HIV di Indonesia, di awal tahun 2007 telah diterbitkan dua kebijakan tingkat menteri. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 22007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Pengguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik. Penyusunan kebijakan ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua KPA Nasional dengan pelibatan Kepala BNNPOLRI, Menteri Kesehatan dan Menteri Hukum dan HAM sebagai Anggota KPA Nasional. Di tingkat daerah, strategi daerah penanggulangan AIDS juga dibuat mulai dari strategi provinsi sampai strategi kabupatenkota. Beberapa provinsi di Indonesia telah membuat Strategi dan Rencana Aksi Daerah SRAD Penanggulangan HIV dan AIDS pada tingkat provinsi atau kabupatenkota. Ada kecenderungan bahwa penyusunan berbagai dokumen strategi dan aksi pada tingkat sub-nasional mengikuti pola yang ada di SRAN tanpa memperhitungkan permasalahan dan kapasitas lokal dan hubungan antara pusat dan daerah sehingga dokumen ini cenderung sebagai dokumentasi daripada sebagai acuan dari yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan penanggulangan AIDS di daerah tersebut. Dokumen ini semakin tidak berarti ketika semua program penanggulangan HIV dan AIDS termasuk pendanaannya didukung sepenuhnya oleh pusat baik oleh KPAN, Kementerian Kesehatan atau mitra pembangunan internasional. Di tingkat kelembagaan, pembentukan KPA Provinsi dan KabupatenKota merupakan amanat dari kebijakan nasional berupa Permenkokesra dan Permendagri. Namun, proses pembentukan dan bagaimana dinamika peran dan kinerjanya akan bervariasi dari dari suatu daerah. Untuk program penanggulangan HIV dan AIDS menarik kita lihat, program pada dinas yang menjadi leading sector, yakni dinas kesehatan. Pogram pencegahan HIV dan AIDS di Dinas Kesehatan akan melibatkan banyak bagian atau lembaga dan sumber dana. Misalnya, program Layanan Alat Suntik Steril LASS yang menjadi penanggung jawab adalah RS atau Puskesmas sekalipun tidak semua RS dan Puskemas menyediakan layananan ini karena keterbatasan dana dan keterbatasan SDM serta bahan material. Kalaupun layanan sudah dibuka, tidak serta merta penasun mau mengakses layanan tersebut, karena faktor kenyamanan dan keamanan akan menjadi pertimbangan penasun. Hal ini mempertegas 19 bahwa pentingnya mempertimbangkan faktor dan kondisi sosial budaya para pemanfaat layanan, yang jika hanya direncanakan dari pusat sistem vertikal maka risiko implementation failure ti ggi.

B. Pelayanan Kesehatan