Partisipasi Masyarakat Kebijakan HIV dan AIDS

26 jarum steril di beberapa puskesmas yang ditunjuk harusnya mudah diakses penasun. Pada awal program petugas lapangan aktif mempromosikan dan membagikan jarum suntik steril. Pendistribusian kondom sering mendapat resistensi dari masyarakat umum. Upaya penyediaan outlet kondom sudah dilakukan sebagai pilot projek di beberapa tempat di Indonesia. Kebijakan sentralisasi pengadaan ARV, kondom dan jarum suntik yang masih terpusat telah menimbulkan beberapa akibat yang merugikan bagi penerima manfaat khususnya terjadinya stock-out di beberapa daerah. Khusus untuk pengadaan jarum suntik telah menimbulkan ketidakefisienan karena adanya variasi tentang preferensi jenis jarum suntik yang digunakan oleh penasun di berbagai daerah sehingga seringkali jarum yang sudah terbeli tidak bisa diakses. Dari sisi pemanfaatan, distribusi alat suntik steril dan kondom oleh petugas puskesmas atau dilakukan di dalam puskesmas memang menjadi lebih kondusif karena sangat jarang ditentang oleh masyarakat, tokoh agama dan penegak hukum. Namun jaminan ketersediaan alat suntik di beberapa puskesmas masih kurang, dan masih ada mind-set banyak pasien yang hanya mendatangi puskesmas karena membutuhkan pengobatan, bukan untuk mencegah penyakit.

F. Partisipasi Masyarakat

Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010 -2014 menggarisbawahi bahwa dalam konteks HIV dan AIDS masyarakat sipil berperan dan mendukung pemerintah dalam upaya penanggulangan AIDS. Di antara kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisasi antara lain orang yang terinfeksi HIV dan populasi kunci, lembaga swadaya masyarakat, lembaga kemasyarakatan, tenaga profesional, organisasi profesi, dan lembaga pendidikan tinggi. Mereka dapat menjadi penggerak utama dan berperan aktif dalam upaya penanggulangan AIDS di Indonesia, dalam proses perumusan kebijakan, perencanaan dan implementasi setiap program yang dilakukan, serta monitoring dan evaluasi. Keterlibatan secara aktif dari komponen masyarakat ini diharapkan akan memungkinkan masyarakat secara mandiri bisa mengakses layanan-layanan kesehatan yang dibutuhkan dan tersedia di wilayahnya. Keterlibatan masyarakat dalam implementasi kebijakan dan program HIV dan AIDS ini tidak bisa dilepaskan adanya pemahaman bahwa 27 kesehatan merupakan hak dari warga negara tanpa memandang status sosial dan ekonomi yang wajib dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu kebijakan HIV dan AIDS juga tidak bisa dilepaskan dari kebijakan yang mengedepankan hak kesehatan sebagai hak asasi manusia. Promosi HAM dan respon HIV tidak boleh terpisah, agar hambatan hak asasi manusia tersebut teratasi dan tidak menghalangi pengguna layanan untuk mengakses layanan pencegahan, pengobatan dan dukungan HIV secara efektif. Kebijakan ditetapkan untuk memastikan bahwa program-program HIV tidak berpotensi maupun tidak melanggar HAM. Secara nyata, dalam satu dekade terakhir ini, program penanggulangan HIV dan AIDS pada kelompok pengguna napza suntik telah mendorong terjadinya pergeseran cara pandang penegak hukum terhadap hak asasi penasun termasuk dukungan kesehatan dan sosial saat proses hukum dijalankan, maupun penempatan posisi pecandu sebagai pengguna, bukan pengedar NAPZA. Misalnya hal ini bisa dilihat pada UU No. 352009 tentang Narkotika Pasal 54 adalah wujud perubahan cara pandang terhadap kejahatan yang harus diikuti aparat penegak hukum, termasuk jaksa. Kemudian pemerintah menindaklanjutinya dengan PP No. 252011. Regulasi yang memungkinkan terdakwa pecandu direhabilitasi secara medis dan sosial bukan hanya sebagai bukti perubahan cara pandang terhadap pelaku kejahatan, tetapi juga wujud komitmen negara. Secara hukum, penerapan diskresi melalui rehabilitasi dimungkinkan Pasal 54 UU Narkotika. Pasal ini malah mewajibkan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika direhabilitasi secara medis dan sosial. Dukungan dari luar lingkaran penggiat HIV juga telah dirintis setahun belakangan, dengan secara aktif melibatkan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat yang telah memberikan input dan pendampingan erat terutama untuk menggerakkan paralegal menyadarkan sistem dan penegak hukum apabila selama proses hukum berlangsung tidak mengenal kecanduan si penasun, malah akan mengakibatkan penularan HIV lebih luas lagi selama proses hukum. LBH Masyarakat dilibatkan dalam proses rancangan Strategi dan Rencana Aksi Nasional HIV dan AIDS 2015-2019. Meskipun demikian, monitoring terhadap implementasi kebijakan dan program penanggulangan HIV dan AIDS tidak bisa dipungkuri masih menemukan berbagai pelanggaran yang dialami oleh populasi kunci ketika mengakses layanan kesehatan. Jenis pelanggaran yang sering dihadapi oleh program HIV antara lain ketidakadilan ketika 28 pengguna disamakan dengan pengedar narkoba; pemerasan, penindasan dan pelecehan pekerja seks ketika berhadapan dengan penegak hukum saat razia atau penyedia layananan, hak untuk memperoleh pengobatan, hak untuk mendapatkan jaminan sosial dan jaminan kesehatan, hak atas pendidikan bagi anak ODHA dan hak atas pekerjaan. Hal ini misalnya bisa dilihat dari studi Community Access to Treatment Services Study CATS in Indonesia tahun 2013 disebutkan hampir seperlima 18 dari ODHA responden yang pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan karena status HIV nya termasuk stigma dan diskriminasi. Selain itu, ODHA perempuan dua kali lebih mungkin untuk mengalami stigma dan diskriminasi. Pelaku dari stigma dan diskriminasi beragam juga bisa dari petugas kesehatan, seperti yang diungkapkan oleh CATS Survey. Yang mengejutkan, responden di Jakarta melaporkan, pelaku stigma dan diskriminasi 10 nya adalah petugas kesehatan yaitu dalam bentuk menolak memberikan pertolongan medis pada ODHA. Masih cukup banyak pertentangan nilai di masyarakat tingkat lokal, seperti yang ditemukan dalam ketentuan Perda. Kontradiksi dalam pengaturan tentang kondom, penyebutan pengakuan yang samar-samar mengenai lokasilokalisasi pelacuran dan tempat-tempat hiburan Cafe, Bar, Diskotik, Night Club hubungan seks pasangan pre maupun luar nikah, merupakan kendala utama dalam memberi makna terhadap efektif tidaknya penegakan ketentuan pidana dalam Perda tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS.

G. Pembiayaan Program HIVAIDS