PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ( Studi pada Kelas XI Semester Genap SMP Negeri 3 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ( Studi pada Kelas XI Semester Genap SMP Negeri 3 Terbanggi

Besar Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh AGUSTINA

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran think pair share terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Model pembelajaran think pair share adalah model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa agar dapat mengem-bangkan kemampuan siswa secara individu dan kelompok. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest only control design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2013/2014. Sampel penelitian dipilih dua kelas dari delapan kelas dengan cara purposive sampling. Berdasarkan hasil analisis data dengan meng-gunakan uji-t, diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran think pair share berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2013/2014.


(3)

(4)

(5)

xiv

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL... ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8

1. Pengertian Pembelajaran ... 8

2. Model Pembelajaran TPS ... 9

3. Pembelajaran Konvensional ... 11

4. Pemahaman Konsep Matematis ... 13

B. Kerangka Pikir ... 17

C. Anggapan Dasar ... 19

D. Hipotesis ... 19 Halaman


(6)

xv III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel ... 20

B. Desain Penelitian ... 21

C. Prosedur Penelitian ... 21

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 22

E. Instrumen Penelitian ... 22

1. Validitas ... 23

2. Reliabilitas ... 23

F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 23

1. Uji Normalitas ... 24

2. Uji Homogenitas ... 26

3. Uji Hipotesis ... 27

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HasilPenelitian ... 29

1. Hasil Uji Prasyarat Kesamaan Dua Rata-Rata Posttest Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 30

2. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Posttest Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 31

3. Pencapaian Indikator... 32

B. Pembahasan ... 34

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, jauh-jauh waktu sebelum Indonesia merdeka sudah mengisyaratkan pentingnya pendidikan. Menurutnya pendidikan merupakan kunci pembangunan suatu bangsa. Pendidikan dilakukan melalui usaha menuntun segenap kekuatan kodrat yang dimiliki anak, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Peradaban suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya yaitu pendidikan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, antara lain menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, pembaruan kurikulum dan peningkatan kualitas pendidik. Dengan upaya yang telah dilakukan diharapkan kualitas pendidikan meningkat. Dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, terdapat sejumlah mata pelajaran pokok salah satunya adalah matematika. Hal ini tercantum Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa salah satu diantara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah mata pelajaran matematika.


(8)

Matematika sebagai ilmu yang universal mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai disiplin ilmu dan menunjukan daya pikir manusia. Untuk itu, matematika harus dipelajari dengan baik. Matematika merupakan salah satu pelajaran pokok yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA dan bahkan sampai perguruan tinggi. Sasaran dari pendidikan matematika adalah siswa mampu berpikir logis, kritis dan sistematis. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan adalah menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan dan mampu menganalisis dan memecahkan masalah.

Dalam proses pendidikan di sekolah, hal yang paling utama adalah proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik, dan peserta didik dengan sumber belajar yang terjadi dalam suatu lingkaran belajar (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003). Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan pem-belajaran. Kerjasama yang dilakukan siswa dalam kelompok kecil akan men-dorong terciptanya komunikasi dan interaksi edukatif, sehingga dapat siswa dapat mengembangkan pemahaman konsep matematis siswa.

Pemahaman konsep matematis siswa merupakan salah satu hasil dari belajar matematika siswa. Seperti yang tercantum dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika (Depdiknas, 2006: 8), pemahaman konsep merupakan poin pertama pada kecakapan matematika yang menjadi tujuan dalam belajar matematika mulai


(9)

dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Oleh karena itu, pemahaman terhadap suatu konsep matematika sangat penting ditinjau dari konsep-konsep matematika yang terurut secara hierarki yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah ada, sehingga belajar matematika harus terus-menerus dan berurutan karena belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu pemahaman terhadap materi yang dipelajari selanjutnya. Selain itu, siswa yang menguasai konsep dapat mengidentifikasi dan mengerjakan soal baru yang lebih bervariasi.

Model pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika di kelas masih menggunakan paradigma lama yaitu berpusat pada guru. Kegiatan siswa yaitu menyimak dan mencatat, kemudian siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru. Setelah siswa selesai mengerjakan tugas, guru mem-bahas jawabannya dan di akhir pembelajaran guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa sehingga membuat siswa kurang menyerap pelajaran yang di-sampaikan oleh guru dan pemahaman konsep siswa menjadi rendah. Sedangkan pada pembelajaran saat ini menuntut proses pembelajaran dengan menggunakan paradigma baru yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Salah satu model pembelajaran dengan paradigma baru adalah model pembelajaran kooperatif dan salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe TPS menekankan pada kemampuan berpikir siswa, dalam model pembelajaran TPS siswa diberikan pertanyaan atau permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan secara


(10)

mandiri untuk beberapa saat. Setelah itu siswa diminta untuk berdiskusi dengan pasangannya, kemudian beberapa pasangan diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan siswa lain menanggapi.

Model pembelajaran tipe TPS memiliki manfaat antara lain memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara mandiri sebelum berdiskusi sehingga siswa akan siap saat berdiskusi, mudah diterapkan, interaksi lebih mudah, dan memotivasi siswa yang kurang tertarik pada pelajaran, saling menghargai, dapat meningkatkan penguasaan akademik, keterampilan siswa dan masing-masing kelompok terdiri dari 2 siswa sehingga bertanggung jawab siswa lebih besar dan kesempatan untuk mengandalkan siswa lain dapat dihindari. Hal inilah yang kemudian dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa khususnya mata pelajaran matematika.

Berdasarkan penjelasan di atas penerapan model pembelajaran koopertif tipe TPS diasumsikan dapat mempengaruhi pemahaman konsep matematis siswa, karena model pembelajaran koopertaif tipe TPS dapat menciptakan situasi dan kondisi belajar yang dapat melatih siswa menemukan dan memahami konsep matematis. SMP Negeri 3 Terbanggi Besar merupakan salah satu sekolah yang mempunyai masalah dalam rendahnya pemahaman konsep matematis siswanya, khususnya pada kelas IX. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran TPS terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas IX semester ganjil SMP Negeri 3 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2013/2014.


(11)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2013/2014?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2013/2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pendidikan matematika berkaitan dengan model pembelajaran tipe TPS dan pembelajaran konvensional serta hubungannya dengan pemahaman konsep matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru dan calon guru, untuk menambah wawasan dalam pembelajaran matematika sebagai metode alternatif yaitu dengan menggunakan model pembelajaran TPS dan keterkaitannya dalam pemahaman konsep matematis siswa.

b. Bagi sekolah yang bersangkutan, untuk menambah sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas siswanya.


(12)

c. Bagi peneliti lainnya, melalui hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukkan dan bahan kajian bagi peneliti dimasa yang akan datang. E. Ruang Lingkup

1. Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan pema-haman konsep matematis siswa yang diakibatkan oleh pemberian model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika. Pem-belajaran TPS tersebut dikatakan berpengaruh jika pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan model konvensional.

2. Pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. TPS diawali dengan proses think (berfikir) yaitu siswa terlebih dahulu berfikir secara individu terhadap masalah yang disajikan oleh guru, kemudian dilanjutkan oleh tahap pair (berpasangan), yaitu siswa diminta untuk berpasangan untuk mendiskusikan dengan pasangannya tentang apa yang telah dipikirkannya secara individu, dan bisa dilanjutkan berdiskusi dengan pasangan lainnya dan kemudian diakhiri dengan share (berbagi), setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah satu pasangan membagikan kepada seluruh kelas apa yang menjadi kesepakatan dalam diskusinya kemudian dilanjutkan dengan pasangan lain hingga sebagian pasangan dapat melaporkan mengenai berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.


(13)

3. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah. Model ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pem- belajaran yang digunakan di sekolah yang diteliti yaitu ditandai dengan ceramah terhadap materi yang diiringi dengan memberikan contoh soal, sedangkan siswa menyimak dan mencatat, kemudian siswa diberi tugas dan latihan. Setelah siswa selesai mengerjakan tugas, kemudian guru membahas jawabannya dan di akhir pembelajaran guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa.

4. Pemahaman konsep matematis adalah kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak yang ditunjukkan oleh siswa dalam memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan isi dari materi matematika dan kemampuan dalam memilih serta menggunakan prosedur secara efisien dan tepat. Berikut ini indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini :a) menyatakan ulang sebuah konsep; b) mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya); c) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; d) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu; e) mengaplikasikan konsep


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2008: 23) mendefinisikan pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Selain itu, J. P. Rombepajung dalam Thobroni dan Mustofa (2011: 18) juga mengemukakan bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Pembelajaran membutuhkan sebuah proses yang disadari dan


(15)

cenderung bersifat permanen dan mengubah perilaku. Pada proses tersebut terjadi pengingatan informasi yang kemudian disimpan dalam memori dan organisasi kognitif.

Sedangkan menurut Muhaimin dalam Riyanto (2010: 131) pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran akan me-libatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien.

Pendapat ini sesuai dengan pendapat Komalasari (2010: 3) bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/ pem-belajar dapat mencapai tujuan pempem-belajaran secara efektif dan efisien.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran me-rupakan proses dalam membelajarkan siswa yang bersifat tetap dan mengubah prilaku dengan melibatkan siswa secara aktif untuk mencari, menemukan, meng-analisis, merumuskan, memecahkan masalah, dan menyimpulkan suatu masalah agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dengan membentuk siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Sebagai anggota kelompok, siswa bekerjasama untuk membantu dan memahami suatu bahan pelajaran serta tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Pembelajaran kooperatif menghendaki setiap anggota kelompok dapat menguasai bahan pelajaran secara bersama-sama dengan kelompoknya. Jika salah satu anggota kelompok belum


(16)

menguasai bahan pelajaran maka kegiatan pembelajaran dianggap belum selesai. Belajar dalam kelompok kecil mendorong terciptanya suatu kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan komunikasi, interaksi edukatif dua arah dan banyak arah sehingga aktivitas yang dilakukan lebih merangsang siswa untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari sehingga akan dapat hasil yang optimal.

Ada banyak model pembelajaran yang sering digunakan, salah satunya model pembelajaran kooperatif. Holubec dalam Nurhadi (2003) mengemukakan model pempbelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Ini sesuai dengan pendapat Slavin (2005) yaitu pem-belajaran kooperatif merupakan model pempem-belajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.

Dalam pembelajaran kooperatif tedapat bermacam-macam tipe, diantaranya adalah TPS. TPS dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1981. Metode ini memberi waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain.

Menurut Nurhadi (2003: 23) TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pem-belajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan ke-terampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Frank Lyman dalam Trianto (2009: 82) mengemukakan bahwa langkah-langkah (fase) TPS yaitu: a) Berpikir (Thinking) : Guru mengajukan


(17)

suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran,dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah; b) Berpasangan (Pairing) : Selanjutnya, Guru meminta siswa untuk ber-pasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh; c) Berbagi (Sharing) Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.

TPS dapat digunakan sebagai alternatif bagi guru untuk mengajar matematika. Siswa akan diberi suatu permasalahan matematika untuk dapat diselesaikan secara mandiri terlebih dahulu. Setelah itu siswa akan berpasangan untuk berdiskusi. Siswa akan lebih bersemangat dalam menyelesaikan setiap permasalahan matematika yang umumnya sulit oleh para siswa terlihat lebih muda. Setiap pasangan terdiri dari siswa dengan kemampuan bervariasi, ada yang ber-kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang paling lemah diharapkan sangat antusias dalam pembelajaran. Sehingga pembelajaran yang berlangsung dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa.

Dari uraian tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa secara individu dan kelompok sehingga model ini dapat diterapkan untuk mengoptimalkan pemahaman konsep matematika.

3. Pembelajaran Konvensional

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 592) Pembelajaran kon-vensional adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru seperti metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal.


(18)

Menurut Djamarah (2002: 77) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

Sedangkan Sukandi (2003), mendefinisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “penransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

Nining (2004) menjelaskan beberapa kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional. Adapun kelebihan model pembelajaran konvensional adalah 1) Murah biayanya karena media yang digunakan hanya suara guru sehingga guru leebih cepat dalam menyampaikan informasi; 2) Mudah mengulangnya kembali kalau diperlukan, sebab guru sudah menguasai apa yang telah diceramahkan; 3) Dengan penguasaan materi yang baik dan persiapan guru yang cermat bahan dapat disampaikan dengan cara yang sangat menarik, lebih mudah diterima dan diingat oleh siswa; 4) Memberi peluang kepada siswa untuk melatih pendengaran; 5) Siswa dilatih untuk menyimpulkan pembicaraan yang panjang menjadi inti. Sedangkan kekurangan metode ceramah antara lain: 1) Tidak semua siswa


(19)

memiliki daya tangkap yang baik, sehingga akan menimbulkan verbalisme; 2) Agak sulit bagi siswa mencerna atau menganalisis materi yang diceramahkan bersama-sama dengan kegiatan mendengarkan penjelasan atau ceramah guru; 3) Tidak memberikan kesempatan siswa untuk apa yang disebut “belajar dengan berbuat”; 4) Tidak semua guru pandai melaksanakan ceramah sehingga tujuan pelajaran tidak dapat tercapai; 5) Menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit diterima; 6) Menjadikan siswa malas membaca isi buku, mereka mengandalkan suara guru saja.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang bersifat ceramah yaitu siswa menerima semua materi yang dijelaskan oleh guru sehingga siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran dan pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan, metode yang digunakan berupa ceramah, contoh, dan latihan soal. Namun pembelajaran konvensional memiliki kelebihan yaitu lebih mudah untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dan guru dapat dengan cepat memberikan informasi kepada siswa. 4. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang me- mungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahaman konsep merupakan penyerapan tentang suatu rancangan atau ide abstrak.


(20)

Menurut Soedjadi (2000: 14) Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek. Konsep ber-hubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi konsep. Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi atau gambaran atau lam-bang dari konsep yang didefinisikan, sehingga menjadi jelas apa yang dimaksud konsep tertentu.

Menurut Winkel (2000:44) konsep dapat diartikan sebagai suatu sistem satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep matematika disusun secara berurutan sehingga konsep sebelumnya akan diguna-kan untuk mempelajari konsep selanjutnya. Misalnya konsep luas persegi diajar-kan terlebih dahulu daripada konsep luas permukaan kubus. Hal ini karena sisi kubus berbentuk persegi sehingga konsep luas persegi akan digunakan untuk menghitung luas permukaan kubus. Pemahaman terhadap konsep materi prasya-rat sangat penting karena apabila siswa menguasai konsep materi prasyaprasya-rat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya.

Bennu (2010) mengungkapkan pemahaman matematika didefinisikan sebagai kemampuan mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran logis. Abdurrahman (1999:254) menyatakan konsep menunjukkan pemahaman dasar. Sedangkan, Soedjadi (2000:13) menyatakan matematika ilmu yang mempunyai objek-objek dasar, objek-objek itu merupakan pikiran dan salah satu objek dasar itu adalah konsep. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk meng-golongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek dan berhubungan dengan


(21)

definisi. Hal ini berarti bahwa belajar konsep matematika tingkat lebih tinggi tidak mungkin bila prasyarat yang mendahului konsep belum dipelajari sehingga ada urutan-urutan tertentu dalam mempelajari matematika. Untuk memahami ma-tematika seseorang terlebih dahulu harus memahami konsep- konsep dasar pada matematika.

Pemahaman konsep merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena dengan memahami konsep siswa dapat mengembangkan dan menerapkan konsep yang telah dipelajari untuk menyelesaikan permasalahan sederhana sampai dengan yang kompleks. Menurut Syarifudin (2009) penjabaran

pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika yaitu a) Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran waktu

konsep baru matematika; b) Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari

penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika; c) Pembinaan ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari

penanaman konsep dan pemahaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

Menurut peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas nomor 506/C/PP/2004, diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah:

1. menyatakan ulang sebuah konsep.

2. mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

3. memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. 6. menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu.


(22)

Pedoman penskoran tes pemahaman konsep menurut Sartika (2011: 22) disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep

No Indikator Ketentuan Skor

1

Menyatakan ulang suatu konsep

Tidak menjawab 0

Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah 1 Menyatakan ulang suatu konsep dengan

benar 2

2 Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

Tidak menjawab 0

Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya 1 Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu

sesuai dengan konsepnya 2

3 Memberi contoh dan non contoh

Tidak menjawab 0

Memberi contoh dan non contoh tetapi salah 1 Memberi contoh dan non contoh dengan

benar 2

4 Menyatakan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika

Tidak menjawab 0

Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika tetapi salah 1 Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika dengan benar 2

5

Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep

Tidak menjawab 0

Mengembangkan syarat perlu atau cukup

dari suatu konsep tetapi salah 1 Mengembangkan syarat perlu dan syarat

cukup dari suatu konsep dengan benar 2 6 Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

Tidak menjawab 0

Menggunakan, memanfatkan, dan memilih

prosedur tetapi salah 1

Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih

prosedur dengan benar 2

7 Mengaplikasikan konsep

Tidak menjawab 0

Mengaplikasikan konsep tetapi tidak tepat 1 Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika merupakan kemampuan siswa dalam menerjemahkan dan me-nyimpulkan konsep matematika.


(23)

B. Kerangka Pikir

Penelitian tentang pengaruh model pembelajaran TPS terhadap pemahaman konsep siswa ini merupakan penelitian yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran TPS, sedangkan pemahaman konsep sebagai variabel terikat. Tingkat keberhasilan kegiatan belajar matematika tergantung dari bagaimana proses belajar itu terjadi dan dapat dilihat dari hasil belajar. Salah satu aspek dari hasil belajar matematika adalah tingkat pemahaman konsep matematika siswa. Semakin tinggi tingkat pemahaman konsep matematika siswa menunjukkan semakin tinggi tingkat keberhasilan pembelajaran begitu pula sebaliknya. Ini berarti suatu model pembelajaran matematika menentukan tingkat pemahaman matematika siswa.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki strategi kerja kelompok yang melibatkan pasangan untuk menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru sehingga pembelajaran TPS dapat mendorong siswa aktif untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang diberikan, sehingga tidak ada siswa yang pasif. Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat membantu siswa memahami konsep karena siswa dapat saling bekerja sama dengan temannya dalam memahami konsep dalam materi yang dipelajari. Selain itu, pemahaman konsep matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran TPS dapat lebih sempurna karena melalui tahapan-tahapan yaitu think, pair dan share. Pada tahap think, siswa berfikir secara mandiri, lalu berlanjut ke tahap pair yaitu siswa berdiskusi dengan pasangannya. Pada tahap pair, konsep yang didapat oleh siswa


(24)

dapat lebih baik dari pada tahap think karena pada tahap think siswa belum mengetahui apakah konsep yang telah didapatkannya secara mandiri sudah benar atau belum sehingga pada tahap pair dapat lebih disempurnakan dengan berdiskusi dengan pasangannya. Setelah itu tahap share yaitu berdiskusi dengan teman sekelas. Pada tahap ini dapat lebih menyempurnakan pemahaman konsep matematis siswa pada tahap sebelumnya, yaitu tahap think dan pair sehingga setiap permasalahan matematika khususnya dalam pemahaman konsep matematis siswa terlihat lebih mudah.

Pada pembelajaran konvensional segala aktivitas terpusat pada guru, tahapan awal dalam pembelajaran ini adalah siswa menerima apa yang disampaikan oleh guru, mendengar, mencatat, dan hanya terjadi komunikasi satu arah dari guru ke siswa. Pada tahapan ini siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran atau kurang ber- peran aktif, sehingga pemahaman konsep yang diperoleh siswa kurang maksimal karena konsep yang diperoleh siswa cenderung hanya algoritma yang mereka peroleh dari penjelasan guru, siswa juga tidak mengetahui atau menemukan sendiri bagaimana konsep itu diperoleh. Tahapan selanjutnya yaitu, guru mem- berikan tugas kepada siswa, kemudian siswa mendiskusikan jawaban pertanyaan-pertanyaan yang bukan untuk mengungkap atau menemukan suatu konsep. Sehingga siswa hanya dapat menyalin suatu konsep yang ada tanpa memahami atau tahu bagaimana konsep tersebut ditemukan.

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang dipelajari sehingga pemahaman konsep matematika siswa lebih baik dibandingkan dengan model


(25)

pembelajaran konvensional yang hanya membuat siswa mengetahui algoritma suatu konsep tanpa tahu bagaimana konsep itu diperoleh.

C. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam peneletian ini adalah:

a. Seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar selama ini memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

b. Faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa selain model pembelajaran TPS dan pembelajaran konvensional dianggap memberi kontribusi yang sama.

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Hipotesis Umum

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap pe-mahaman konsep matematis siswa kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar. 2. Hipotesis Kerja

Rata-rata skor pemahaman konsep matematis siswa dengan model pem-belajaran TPS lebih tinggi daripada rata-rata skor pemahaman konsep ma-tematis siswa dengan pembelajaran konvensional.


(26)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Terbanggi Besar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar yang terdistribusi dalam tujuh kelas dengan jumlah siswa sebanyak 213. Distribusi kelas dijabarkan pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar No. Kelas Jumlah Siswa Nilai Ujian Semester

Genap

1. IX.A 31 46.10

2. IX.B 31 44.50

3. IX.C 31 41.28

4. IX.D 29 41.56

5. IX.E 31 41.20

6. IX.F 29 42.50

7. IX .G 30 40.00

Nilai Rata-Rata Populasi 42.45

Sumber : SMP Negeri 3 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2012/2013

Sampel dari penelitian ini diambil melalui teknik Purposive sampling dengan mengambil dua kelas dari tujuh kelas yang nilai rata-rata hasil belajar matematika tahun ajaran 2012/2013 semester genap hampir sama. Dalam Tabel 3.1 tersebut, dapat dilihat bahwa kelas yang mempunyai nilai rata-rata hampir sama yaitu kelas IX.C dan kelas IX.E. Satu kelas pada sampel sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran TPS yaitu kelas kelas IX.C


(27)

dan sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pem-belajaran konvensional yaitu kelas IX.E.

B. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan model posttest only control design. Secara umum skema dari model rancangan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

Kontrol X1 Q1

Eksperimen X2 Q2

Keterangan:

X1 = Kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional

X2 = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran tipe TPS Q1 = Skor posttest pada kelas kontrol

Q2 = Skor posttest pada kelas ekperimen C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Melakukan penelitian pendahuluan

2. Menyiapkan instrumen penelitian berupa perangkat pembelajaran dan instrumen posttest.

3. Melakukan validasi instrumen penelitian

4. Melaksanakan penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Memilih sampel sebanyak dua kelas. Satu kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas IX.C dan satu kelas dijadikan sebagai kelas kontro yaitu kelas IX.E.


(28)

b. Membagi kelompok pada kelas eksperimen dimana satu kelompok terdiri dari dua siswa yang heterogen yang diambil dari rangking semester genap c. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada kedua kelas

5. Melakukan uji coba instrumen penelitian 6. Melakukan perbaikan instrumen

7. Melaksanakan posttest kepada kedua kelas tersebut 8. Mengolah data hasil penelitian

9. Menyusun laporan

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis berupa data kuantitatif, yaitu data berupa nilai yang diperoleh dari tes pemahaman konsep matematis pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Pengumpulan data ini dilakukan setelah materi selesai dengan diadakan posttest.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes pemahaman konsep matematis siswa. Tes pemahaman konsep berbentuk soal uraian yang diberikan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep siswa setelah mengikuti pembelajaran, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Penyusunan soal tes diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang ingin dicapai. Untuk mendapatkan data yang akurat, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil uji coba untuk diteliti kualitasnya.


(29)

1. Validitas

Validitas tes dalam penelitian ini didasarkan atas judgment dari guru matematika dimana penelitian ini dilakukan. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas IX SMP Negeri 3 Terbanggi Besar mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika

Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang digunakan telah dinyatakan valid (Lampiran B.4), sehingga langkah selanjutnya diadakan uji coba soal yang di-lakukan di luar sampel penelitian tetapi masih dalam populasi yang sama dan kemudian menganalisis hasil uji coba untuk mengetahui kualitasnya yaitu reliabilitas.

2. Reliabilitas Tes

Tes yang digunakan diuji cobakan diluar sampel, dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes. Perhitungan reliabilitas tes ini didasarkan pada pendapat Sudijono (2008: 208) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu :

r11 = n

n−1 1−

σi2

σt2

Keterangan:

11 = koefisien reliabilitas tes


(30)

��2 = jumlah varians skor tiap-tiap item

�2 = varians total

dengan:

�2 = �� 2

− ��

2

Keterangan :

�2 = varians total

= banyaknya data

�� = jumlah semua data

��2= jumlah kuadrat semua data

Reliabilitas dari tes hasil belajar dikatakan tinggi apabila r11 sama dengan atau lebih dari 0,70. Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilair11= 0,90 (Lampiran C.1). Berdasarkan pendapat Sudijono (2008: 208), harga r11

tersebut telah memenuhi kriteria tinggi karena koefisien reliabilitasnya lebih dari 0,70. Oleh karena itu, instrumen tes pemahaman konsep matematis tersebut layak digunakan untuk mengumpulkan data.

F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Pemahaman konsep matematis siswa dilihat dari nilai posttest. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata untuk mengetahui perlakuan mana yang lebih tinggi antara model pembelajaran TPS dengan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, sebagai prasyarat maka dilakukan uji normalitas dan uji homogenitasnya.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk uji normalitas yang


(31)

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273). Berikut langkah-langkah uji normalitas.

a) Hipotesis

H0 : kedua sampel berdistribusi normal H1 : kedua sampel tidak berdistribusi normal b) Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan �= 5%

c) Statistik Uji

�ℎ� ��2 =

( )2

� �=1

Keterangan :

2

x = harga Chi-Kuadrat

i

O = frekuensi pengamatan

i

E = frekuensi yang diharapkan k = banyaknya kelas interval d) Keputusan Uji

Terima H0 jika �ℎ� ��2 �2 , dengan = −3, maka data berdistribusi normal.

Hasil perhitungan uji normalitas kelompok data dapat dilihat pada lampiran C.5 dan C.6, rekapitulasi uji normalitas tersebut disajikan pada table 3.2 berikut Tabel 3.3 Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis

Kelas

2hitung

2

table Keterangan

Eksperimen 6.00 7.81 Normal


(32)

Dari hasil pada Tabel 3.2 terlihat bahwa setiap kelas memiliki

2hitung<

2

tabel pada taraf signigikasi = 5%, yang berarti H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan data pemahaman konsep matematis siswa pada kelas yang meng-gunakan model pembelajaran TPS dan kelas yang mengmeng-gunakan pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan antara dua kelompok data, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok tersebut dilakukan untuk variabel terikat pemahaman konsep matematika siswa. Uji homogenitas varians yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji F. menurut Sudjana (2005: 273). Berikut langkah-langkah uji homogenitas.

a) Hipotesis

H0 : varians kedua sampel sama H1 : varians kedua sampel tidak sama b) Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan �= 5%

c) Statistik Uji

Untuk menguji hipotesis digunakan statistik:

= �1 2

�22

= � � �

� � � �

d) Keputusan Uji

Tolak H0 jika hitung 1 2

�(�1−1,�2−1) dimana 1 �2 (�1−1,�2−1) didapat dari

daftar distribusi F dengan peluang 1/2α dan derajat kebebasan masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut.


(33)

Hasil perhitungan uji homogenitas kelompok data dapat dilihat pada lampiran C.7, rekapitulasi uji homogenitas tersebut disajikan pada table 3.3 berikut :

Tabel 3.4 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data Pemahaman Konsep Matematis

Kelas Varians

(s2) Dk Fhitung Ftabel Kriteria Eksperimen 96.89 30

1.20 1.86 Homogen

Kontrol 116,27 30

Berdasarkan Tabel 3.6, diperoleh Fhitung = 1.20 dan Ftabel = 1.86 pada taraf signifikasi  = 5%, karena < maka HO diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan data pemahaman konsep matematis siswa pada kelas yang model pembelajaran TPS dan kelas yang menggunakan pembelajaran kon-vensional memiliki varians yang sama atau homogen.

3) Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji prasyarat, data posttest berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Oleh sebab itu, uji kesamaan dua rata-rata dapat dilakukan menggunakan uji-t.

Adapun uji-t menurut Sugiyono (2012: 164-165) sebagai berikut: 1) Hipotesis uji:

H0 : 1 2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS kurang dari atau sama dengan rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konven-sional)


(34)

H1 :1 2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih dari rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional)

2) Taraf signifikansi:  = 5% 3) Statistik uji:

thit = � −1 � 2 �� 11+ 1

2

dengan: �2 = �1− 1 �1 2 + �2 – 1 �22

�1+ �2−2

Keterangan : i

x : rata-rata pemahaman konsep pada kelas eksperimen

2

x : rata-rata pemahaman konsep dari kelas kontrol

2 1

s : varians sampel kelas eksperimen

2 2

s : varians sampel kelas kontrol

n1 : banyaknya subjek kelas eksperimen n2 : banyaknya subjek kelas kontrol

4) Keputusan uji: terima H0 jika thitungt1dengan dk = (n1 + n2 – 2). Pada taraf nyata α = 0,05. Dari daftar distribusi t, diperoleh harga, =

0,95 (30+30−2) = 1,67. Dari hasil perhitungan, diperoleh harga thitung = 4,63 > 1,68. Karena t berada pada daerah penolakan H0 (4,63 > 1,67), maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (Lampiran C.8).


(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa SMP Negeri 3 Terbanggi Besar tahun ajaran 2013/2014. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TPS lebih baik dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, saran yang dikemukakan yaitu:

1. Pembelajaran dengan model pembelajaran TPS dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk membantu siswa dalam memahami konsep matematika, namun dalam penerapannya harus diimbangi dengan perencanaan yang matang, pengelolaan kelas yang baik, dan pengelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar semakin kondusif sehingga memperoleh hasil yang optimal.

2. Peneliti lain yang ingin meneliti kembali pengaruh model pembelajaran TPS terhadap pemahaman konsep matematis siswa hendaknya dilakukan dalam


(36)

jangka waktu yang cukup lama sehingga pengukuran pemahaman konsep dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaan TPS di kelas benar-benar telah kondusif.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka cipta.

Bennu, Sudarman. 2010. Pemahaman Konsep. [On line]. Tersedia: http://sudarmanbennu.blogspot.com/2010/02/pemahaman-konsep.html (diakses pada tanggal 23 Januari 2013).

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikolog Belajar. Rieneka Cipta: jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Reflika Aditama: Bandung.

Nining. 2004. Evaluasi Pembelajaran. [Online], Tersedia di Http://Muhammad Kholik. Wordtress.com /2011/11/08/Evaluasi-Pembelajaran/, diakses tanggal 01 November 2012.

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Konstekstual (Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). Gramedia Widiasarana: Jakarta.

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas. Kencana: Jakarta.

Sartika, Dewi. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa.(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning :Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Jakarta.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.


(38)

Sukandi, Ujang. 2003. Evaluasi pembelajaran. [Online], Tersedia di Http:// Muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/evaluasi-pembelajaran/, diakses tanggal 18 oktober 2012.

Thobroni, Moh., Arif Mustofa. 2011. Belajar Dan Pembelajaran. Ar-ruzz Media: Jogjakarta.

Tim Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta. Tim Penyusun. 2009. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional)

2003. Asa Mandiri: Jakarta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Winkel,I.R. 2000. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia.


(1)

27 Hasil perhitungan uji homogenitas kelompok data dapat dilihat pada lampiran C.7, rekapitulasi uji homogenitas tersebut disajikan pada table 3.3 berikut :

Tabel 3.4 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data Pemahaman Konsep Matematis

Kelas Varians

(s2) Dk Fhitung Ftabel Kriteria Eksperimen 96.89 30

1.20 1.86 Homogen

Kontrol 116,27 30

Berdasarkan Tabel 3.6, diperoleh Fhitung = 1.20 dan Ftabel = 1.86 pada taraf

signifikasi  = 5%, karena < maka HO diterima. Dengan demikian

dapat disimpulkan data pemahaman konsep matematis siswa pada kelas yang model pembelajaran TPS dan kelas yang menggunakan pembelajaran kon-vensional memiliki varians yang sama atau homogen.

3) Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji prasyarat, data posttest berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Oleh sebab itu, uji kesamaan dua rata-rata dapat dilakukan menggunakan uji-t.

Adapun uji-t menurut Sugiyono (2012: 164-165) sebagai berikut: 1) Hipotesis uji:

H0 : 1 2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS kurang dari atau sama dengan rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konven-sional)


(2)

28 H1 :1 2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih dari rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional)

2) Taraf signifikansi:  = 5% 3) Statistik uji:

thit = � −1 � 2

�� 11+ 1 2

dengan: ��2 = �1− 1 �1 2 + �2 – 1 �22

�1+ �2−2

Keterangan :

i

x : rata-rata pemahaman konsep pada kelas eksperimen 2

x : rata-rata pemahaman konsep dari kelas kontrol 2

1

s : varians sampel kelas eksperimen 2

2

s : varians sampel kelas kontrol

n1 : banyaknya subjek kelas eksperimen

n2 : banyaknya subjek kelas kontrol

4) Keputusan uji: terima H0 jika thitungt1dengan dk = (n1 + n2 – 2). Pada taraf nyata α = 0,05. Dari daftar distribusi t, diperoleh harga, =

0,95 (30+30−2) = 1,67. Dari hasil perhitungan, diperoleh harga thitung = 4,63 >

1,68. Karena t berada pada daerah penolakan H0 (4,63 > 1,67), maka dapat

disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajarankooperatif tipe TPS lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (Lampiran C.8).


(3)

37

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa SMP Negeri 3 Terbanggi Besar tahun ajaran 2013/2014. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TPS lebih baik dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, saran yang dikemukakan yaitu:

1. Pembelajaran dengan model pembelajaran TPS dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk membantu siswa dalam memahami konsep matematika, namun dalam penerapannya harus diimbangi dengan perencanaan yang matang, pengelolaan kelas yang baik, dan pengelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar semakin kondusif sehingga memperoleh hasil yang optimal.

2. Peneliti lain yang ingin meneliti kembali pengaruh model pembelajaran TPS terhadap pemahaman konsep matematis siswa hendaknya dilakukan dalam


(4)

38

jangka waktu yang cukup lama sehingga pengukuran pemahaman konsep dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaan TPS di kelas benar-benar telah kondusif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: Rineka cipta.

Bennu, Sudarman. 2010. Pemahaman Konsep. [On line]. Tersedia: http://sudarmanbennu.blogspot.com/2010/02/pemahaman-konsep.html (diakses pada tanggal 23 Januari 2013).

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikolog Belajar. Rieneka Cipta: jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Reflika Aditama: Bandung.

Nining. 2004. Evaluasi Pembelajaran. [Online], Tersedia di Http://Muhammad Kholik. Wordtress.com /2011/11/08/Evaluasi-Pembelajaran/, diakses tanggal 01 November 2012.

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Konstekstual (Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). Gramedia Widiasarana: Jakarta.

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas. Kencana: Jakarta.

Sartika, Dewi. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Siswa.(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning :Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Jakarta.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.


(6)

Sudjana. 2005. Metode Statistika. PT Tasito Edisi keenam: Bandung.

Sukandi, Ujang. 2003. Evaluasi pembelajaran. [Online], Tersedia di Http:// Muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/evaluasi-pembelajaran/, diakses tanggal 18 oktober 2012.

Thobroni, Moh., Arif Mustofa. 2011. Belajar Dan Pembelajaran. Ar-ruzz Media: Jogjakarta.

Tim Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta. Tim Penyusun. 2009. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional)

2003. Asa Mandiri: Jakarta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Winkel,I.R. 2000. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia.


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Pagelaran Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Pagelaran Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 10 52

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ( Studi pada Kelas XI Semester Genap SMP Negeri 3 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 38

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN QUESTION STUDENT HAVE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ( Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sukoharjo Kab. Pringsewu Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 16 53

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 38

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 10 135

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Seputih Raman Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 10 51

PEGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 20 203

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 15 161

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 20 44