25
Bagan 1. Sumber-sumber perikatan.
2.2.1. Perjanjian Secara Umum
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
32
Dalam membuat perjanjian, pada prinsipnya kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian
adalah sama dan seimbang. Artinya, ditinjau dari sudut pandang kaedah yang baru saja dikemukakan di atas, maka kedudukan Pengusaha atau Pemberi Kerja dengan
Pekerja atau Buruh idealnya harus seimbang.
32
Djumadi, Loc. Cit., hlm. 9. Pasal 1313 KUHPerdata.
26
Apabila perjanjian pada umumnya tersebut dibandingkan dengan Perjanjian Kerja, maka suatu Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu,
Pekerja atau Buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain yaitu Pemberi Kerja, selama waktu tertentu dengan menerima upah.
33
Perjanjian Kerja dapat dikatakan sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya. Perjanjian pada umumnya sesuai dikte hukum
the dictate of the law
diatur di dalam Buku III A KUHPerdata.
2.2.2. Asas-Asas Perjanjian Pada Umum
Seperti telah Penulis kemukakan di depan, perjanjian menganut sistem terbuka yang nampak pada asas ini berada pada Pasal 1338 Ayat 1.
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Asas-asas perjanjian, yang harus diperhatikan dalam dalam membuat kontrak
adalah: Asas Kebebasan Berkontrak
freedom of contract.
Suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: membuat atau tidak membuat
perjanjian; mengadakan perjanjian dengan siapapun; menentukan isi perjanjian,
33
Lihat, Pasal 1601 a KUHPerdata. Demikian pula, seperti di-restate lagi dalam UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia, sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab I skripsi ini, Lihat
Catatan Kaki Bab I No. 1, supra.
27
pelaksanaan, dan persyaratannya; menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
34
yang sebetulnya tertulis di mata Yuris. Asas Konsensualisme
concsensualism
berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat
tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, mengenai saat terjadinya kesepakatan dalam suatu perjanjian.
Asas Kepastian Hukum
pacta sunt servanda
perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal
1338 Ayat 2 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu. Asas iktikad baik
good faith
yaitu, subyektif, kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang
dalam perbuatan hukum. Iktikad baik dalam arti subyektif ini diatur dalam Pasal 531 Buku II KUHPerdata. Namun, iktikad baik itu sebetulnya obyektif, yaitu pelaksanaan
suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini merupakan dikte hukum kepada Pasal 1338 Ayat 3 KUHPerdata, bahwa hakim
diberikan suatu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.
Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak
34
H.S. Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 70.
28
terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan memperhatikan norma-norma yang
berlaku. Asas Kepribadian
personality
berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu perjanjian. Asas kepribadian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1340
Ayat 1 yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para
pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya, sebagaimana tuntutan hukum kepada Pasal 1337 KUHPerdata
yaitu, dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,
mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini memberi pengertian bahwa seseorang dapat terikat dalam perikatan untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu
syarat yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya
dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
2.2.3. Syarat-Syarat dalam Perjanjian Pada Umumnya