PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU

(skripsi)

Oleh Ibnu Abi Aufa

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU

Oleh Ibnu Abi Aufa

Telah lama diketahui bahwa pengangkutan sapi menyebabkan terjadinya susut bobot badan yang disebabkan oleh stres selama perjalanan. Susut bobot dilaporkan mencapai 10--30%, sehingga mempunyai dampak ekonomis yang signifikan. Pada sisi lain diketahui bahwa vitamin C mempunyai kemampuan untuk menurunkan stres, sehingga diasumsikan pemberian vitamin C dapat menurunkan susut bobot selama perjalanan.

Penelitian operation research ini dilakukan untuk menguji pengaruh pemberian 500 mg vitamin C terhadap susut bobot selama perjalanan dari Provinsi Lampung Ke Provinsi Bengkulu. Sapi yang diamati sebanyak 60 ekor perlakuan dan 60 ekor kontrol. Pengangkutan sapi menggunakan 1--2 truk dengan kapasitas 6--8 ekor/truk. Setiap sapi diberikan nomor sebelum dinaikkan ke truk, perlakukan diberikan pada sapi bernomor genap. Pengamatan dilakukan Mei--Agustus 2014. Analisis data dilakukan dengan t-test.

Hasil pengamatan menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak nyata (P>0,05). Tidak nyatanya pengaruh pemberian vitamin C diduga karena telah hilangnya kemampuan vitamin C untuk menurunkan stres sebagai akibat perjalanan yang terlalu lama dan terjadinya guncangan selama perjalanan. Berdasarkan hasil pengamatan ini maka disarankan untuk meningkatkan dosis pemberian vitamin C pada penelitian berikutnya.


(3)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU

Oleh :

Ibnu Abi Aufa

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Peternakan

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

Judul Skripsi :PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C ,TERHADAP BOBOT DALAM

PENGANGKUTAN SAPI DARI PROVINSI ..LAMPUNG KE BENGKULU

Nama Mahasiswa : IBNU ABI AUFA Nomor Pokok Mahasiswa : 0814061042 Program Studi : Peternakan

Fakultas : Pertanian

Mengetahui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Didik Rudiono, Ir., M.S. Dr. Kusuma Adhianto S.Pt., M.P

NIP 19600719 199203 1 002 NIP 19750611 200501 1 002

2. Ketua Jurusan Peternakan

Sri Suharyati, S.Pt., M.P, NIP 196807281994022002


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Didik Rudiono, Ir., M.S. ...

Sekretaris : Dr. Kusuma Adhianto S.Pt., M.P ... Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Novirzal …………...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 06 Oktober 2015


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Bintang pada 3 Maret 1990, anak kelima dari lima bersaudara keluarga Bapak Ngadi dan Ibu Sutarni. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SD Negeri 4 Jatibaru, Tanjung Bintang pada 2002; sekolah lanjutan tingkat pertama di MTs Al-Ikhlas Tanjung Bintang pada 2005; dan sekolah lanjutan tingkat atas di MA Al-Ikhlas Tanjung Bintang pada 2008. Pada tahun yang sama, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Selama menjalani pendidikan, Penulis telah melaksanakan Praktik Umum di

peternakan ayam Farm Jati Indah, PT. Ciomas Adisatwa ex PKP di Desa Jati Indah, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan pada 3 Juli--4 Agustus 2011. Selanjutnya, Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran pada 16 Januari--24 Februari 2012.


(8)

Bissmillahirrahmaanirrahiim

Dengan Rahmat Dan Ridho Allah SWT

Kupersembahkan Karya Kecil Ini

Untuk Orang-Orang Yang Sangat Aku Cintai Dan Sayangi

Ayah Dan Ibu Tercinta

Yang Dengan Sabar Menantikan Kelulusanku

Dan Kakak-Kakak Ku

Terima Kasih Atas Dukungan Kalian

Semua Yang Menyayangiku

Terima Kasih unTuk Dukungan Dan Semangat

Yang Sudah Diberikan

Sahabat-Sahabatku Yang Selalu Memberikan Motivasi, Semangat Serta Doa

Dengan Penuh Cinta


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil’alamin, segala puji Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang akan selalu menjadi teladan terbaik dalam kehidupan umat manusia.

Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, kerja sama, dan bantuan banyak pihak sehingga Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.. Didik Rudiono, Ir., M.S.--selaku dosen pembimbing utama--atas bantuan, bimbingan, ilmu, motivasi, dan nasehatnya selama proses

penyusunan skripsi;

2. Bapak Dr. Kusuma Adhianto S.Pt., M.P.--selaku dosen pembimbing anggota--atas bimbingan, nasehat, ilmu, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini; 3. Bapak Ir. Novirzal--selaku dosen penguji--atas bimbingan, nasehat, ilmu, dan

motivasi selama proses penyusunan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku pembimbing akademik--atas bimbingan, ilmu, motivasi dan nasehat yang diberikan selama ini;

5. Ibu Sri Suharyati S.Pt.,M.P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin untuk melaksanakan penelitian;


(10)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas izin untuk melakukan penelitian; 7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, arahan, dan ilmu

yang diberikan kepada penulis;

8. Ayah dan Ibu tercinta atas do’a, kesabaran, nasihat, ilmu, dan kasih sayang yang tak tergantikan, semoga Allah SWT merahmati kita semua;

9. Kakakku Minar, Khairunisa, Yani, Gusti dan a’ Deni, mas Yus, a’Yayan atas kasih sayang dan pengertiannya;

10. Cahyo Wicaksono--selaku tim penelitian atas kerjasama, bantuan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi;

11. Febri, Ian, Olivia,Watik, Kesi, Gustia, Reza, Dimas, Zacky, Fredi, Madon, atas do’a, motivasi, dan semangatnya;

12. Teman-teman peternakan 08: Deni, Rudi, Budi, Ari, Bayu, Udin, Irma, Anam, Pram, Dedi, Esti, Ratih, Nike, Zul, Andy, Nidia, Putri, Adit, Adi, Bejo, DJ, Satrio, Arief, Elda, Ana, Fikri, Neka, Fazar, Anam, Aan, Komeng, Triyan, Hizkia, Dwi, dan Cintya atas kebersamaan selama ini;

13. Semua teman-teman PTK ’06, ‘07, ‘09, ‘10, ‘11, dan ‘12 atas bantuannya dan kerja sama selama ini;

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan. Saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini Penulis harapkan. Bandar Lampung, Mei 2015

Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.1 Kegunaan Penelitian... ... 3

1.2 Kerangka Pemikiran... 3

1.3 Hipotesis... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong...…..………... 7

2.2 Pengangkutan Ternak... 12

2.3 Susut Bobot ...………... 14

2.4 Vitamin C...………... 16

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 18

3.2 Alat dan Bahan Penelitian... 18


(12)

3.4 Metode Penelitian……….. 19

3.4.1 Metodologi………... 19

3.4.2 Peubah yang diamati……… 20

3.4.3 Analisis Data……… 20

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian……… 22

4.2 Perubahan Bobot Badan Sapi yang Tidak Diberikan Vitamin C... 23

4.3 Perubahan Bobot Badan Sapi yang Diberikan Vitamin C………... 24

4.4 Perbandingan Rata-rata Persentase Bobot Badan Sapi yang Tidak Diberikan Vitamin C dan Sapi yang diberikan Vitamin C………... 26

V. SIMPULAN DAN SARAN………... 30

DAFTAR PUSTAKA……….. 31


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Susut bobot badan sapi yang tidak diberikan vitamin C... 23

2. Susut bobot badan sapi yang diberikan vitamin C... 25

3. Perbandingan rata-rata persentase bobot badan sapi yang tidak diberikan vitamin C dan sapi yang diberikan vitamin C... 26

4. Perbandingan nilai ekonomi penggunaan vitamin pada sapi... 29

5. Hasil uji normalitas data... 35

6. Hasil uji homogenitas bobot badan... 35

7. Perbandingan rata-rata bobot badan sapi yang tidak diberikan vitamin C dan sapi yang diberikan vitamin C... 35

8. Data hasil penelitian... 36


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan protein. Kondisi ini memerlukan adanya berbagai langkah untuk mengatasinya. Salah satu upaya dalam mencukupi kebutuhan protein, khususnya protein hewani, adalah melakukan penggemukan sapi. Hal ini dikarenakan daging sapi memiliki protein yang tinggi yaitu 18,8% (Wahyuni, 2000). Selain itu, proses penggemukan sapi mudah dalam pelaksanaan dan juga membutuhkan waktu yang relatif singkat, yaitu tiga bulan.

Pelaksanaan penggemukan sapi meliputi: pengadaan bakalan, pemeliharaan, serta pemasaran. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang penting, dimana dalam pemasaran peternak akan berhubungan dengan konsumen. Sapi dipasarkan dengan beberapa cara, yaitu: konsumen datang sendiri ke peternak, maupun peternak melakukan pengiriman atau pengangkutan ke lokasi konsumen.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi dengan populasi sapi terbanyak, khususnya di Pulau Sumatera. Populasi sapi di Provinsi Lampung pada 2013 mencapai 593.338 ekor (Kementerian Pertanian, 2013). Populasi tersebut berada di masyarakat dan kelompok ternak. Banyaknya populasi sapi tersebut

mengakibatkan Provinsi Lampung dapat memasok kebutuhan sapi, baik di Pulau Sumatera maupun ke Pulau Jawa.


(15)

2

Setiap tahun, sapi asal Provinsi Lampung yang dijual ke Sumatera dan Jawa untuk memenuhi kebutuhan daging sapi diperkirakan mencapai 100.000 ekor.

Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang menjadi tujuan dari pemasaran sapi asal Provinsi Lampung. Rendahnya populasi sapi di Provinsi Bengkulu menyebabkan provinsi tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan, hal itu menjadi alasan Bengkulu memerlukan pasokan sapi dari luar provinsi. Pada 2011 pengiriman sapi dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu mencapai 98.948 ekor (Kementerian Pertanian 2012).

Pengangkutan sapi dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu pada umumnya dilakukan dengan menggunakan transportasi darat. Waktu tempuh dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu berkisar ±20 jam perjalanan. Jarak tempuh Lampung ke Bengkulu yang jauh memungkinkan terjadinya stres pada sapi selama menempuh perjalanan. Stres pada sapi selama pengangkutan akan

menyebabkan penurunan bobot badan sapi. Dengan demikian perlu adanya upaya pencegahan agar bobot badan sapi tidak mengalami penurunan. Salah satu konsep pencegahan stres yaitu dengan pemberian vitamin C pada sapi (Ilham dan Yusdja, 2004).

Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap bobot badan ini maka peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin C terhadap susut bobot badan dalam pengangkutan sapi dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu.


(16)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap susut bobot dalam pengangkutan sapi dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu.

1.3 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap peternak sapi dan pedagang sapi, mengenai pengaruh pemberian vitamin C terhadap susut bobot dalam pengangkutan sapi dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu. 1.4 Kerangka Pemikiran

Semakin tingginya kebutuhan daging sapi semakin tinggi pula permintaan daging sapi dari berbagai daerah. Seiring dengan kemajuan transportasi di Indonesia, maka banyak model transportasi yang dimanfaatkan sebagai media dalam

pengangkutan maupun mendistribusikan sapi ke berbagai daerah. Pengangkutan sapi dapat dilakukan melalui transportasi laut maupun

transportasi darat.

Transportasi laut menggunakan kapal sedangkan transportasi darat pada umumnya menggunakan kereta api, mobil pickup, atau truk. Penggunaan transportasi ini bergantung pada jumlah sapi, lokasi pendistribusian, serta jarak yang ditempuh untuk pengangkutan sapi tersebut.

Pengangkutan sapi menggunakan jalur darat digunakan pada daerah yang memungkinkan dengan menggunakan pickup atau truk. Penggunaan truk dalam


(17)

4

pengangkutan sapi dimaksudkan agar selama dalam perjalanan sapi mendapatkan sirkulasi udara yang baik sehingga kesehatan sapi lebih terjamin.

Pengangkutan sapi dengan mobil diusahakan tidak terlalu lama. Menurut Santosa (2004), pengangkutan sapi menggunakan truk sebaiknya tidak lebih dari 36 jam. Pengangkutan dengan jarak tempuh yang jauh akan memberikan peningkatan suhu pada tubuh sapi, peningkatan suhu akan berdampak pada kelelahan dan berujung terjadi stres pada sapi.

Peningkatan suhu serta terjadinya stres berakibat menurunnya konsumsi pakan. Selain itu, suhu yang tinggi juga berpengaruh besar terhadap konsumsi pakan yang masuk baik volume maupun porsi nilai gizi yang terkandung di dalamnya (Bambang, 2000). Selain itu, stres dapat menurunkan bobot badan sapi selama pengangkutan.

Stres lingkungan sangat mungkin menyebabkan terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan hewan mengalami kehilangan cairan tubuh. Kehilangan cairan ini tentu dapat menyebabkan penurunan bobot badan pada hewan (McGilvery dan Goldstein, 1996). Menurut Ginting (2006), penyebab utama penurunan bobot badan ternak adalah faktor stres, yang salah satunya adalah kelelahan atau gerakan yang berlebihan sebagai akibat lama perjalanan atau transportasi.

Vitamin C adalah salah satu vitamin yang larut dalam air yang juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya, yaitu asam askorbat. Vitamin C mempunyai zat antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan diperlukan


(18)

5

untuk menjaga struktur, yaitu sejenis protein yang menghubungkan semua, kulit, urat, tulang rawan, dan jaringan lain (Winarno, 1991).

Vitamin berfungsi untuk mempertahankan kekuatan tubuh dan kondisi kesehatan. Unsur vitamin biasanya cukup tersedia dalam pakan, terutama hijauan dan

konsentrat. Selain itu, kebanyakan vitamin untuk sapi dibentuk dalam pencernaan melalui fermentasi dan kerja mikroba rumen. Secara umum, vitamin sering di-definisikan sebagai suatu senyawa organik yang esensial untuk mempertahankan kehidupan dan pertumbuhan yang normal pada ternak, serta dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Khan dan Iqbal, 2006).

Vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu

elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi dengan Fe-ferritin. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine, et al., 1995). Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitas dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekul penting dari oksidatif. Reaksi terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi (Suhartono et al., 2007).


(19)

6

Kelebihan yang dimiliki vitamin C ini dapat digunakan atau diberikan sebelum sapi menjalani pengangkutan yang ditujukan untuk mengurangi tingkat stres sehingga yang diharapkan mengurangi penyusutan bobot badan selama pengangkutan.

1.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini terdapat perbedaan susut bobot antara sapi yang diberikan vitamin C dengan sapi yang tidak diberikan vitamin C.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Potong

Ternak sapi, khususnya sapi potong, merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Seekor ternak atau kelompok ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya. Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani.

2.1.1 Potensi Ternak Sapi potong

Pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan untuk pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan dari kegiatan ini adalah pedet hasil keturunan. Dalam usaha pengembangbiakan sapi potong untuk tujuan komersial, perencanaan yang matang merupakan salah satu hal yang perlu mendapat prioritas perhatian, tidak hanya perencanaan fisik, namun juga non fisik (Anggorodi, 1990).

Menurut Parakkasi (1999), alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya mencapai swasembada daging antara lain adalah :

a. subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian,


(21)

8

b. rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah,

c. tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakan perekonomian regional, dan

d. mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sumber pendapatan yang keduanya berperan meningkatkan ketersediaan dan aksebilitas pangan.

2.1.2 Peranan Sapi Potong

Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging terbesar setelah ternak unggas di Indonesia. Namun produksi daging dalam negeri belum mampu

memenuhi kebutuhan karena populasi dan produktivitas ternak rendah (Direktorat Jendral Peternakan, 2007).

Permintaan daging sapi selama 2000-2010 diproyeksikan akan mengalami laju peningkatan sebesar 5,00 %/tahun, yaitu sebesar 225.156 ton pada tahun 2000 meningkat menjadi 366.739 ton pada tahun 2010. Sedangkan penawaran daging sapi dalam negeri diperkirakan mengalami penurunan dengan laju sebesar – 0,13 %/tahun, yaitu sebesar 203.164 ton pada tahun 2000 menurun menjadi 200.576 ton/tahun 2010 (Raharjo et al., 2004).

Berdasarkan data di atas, maka industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis yang mempunyai peran sangat penting dalam peningkatan produktivitas sapi potong dalam pemenuhan konsumen akan hasil produk berupa


(22)

9

daging. Rantai kegiatan ini tidak terbatas pada kegiatan produksi di hulu tapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua kegiatan hasil pendukungnya.

Bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), sapi Bali dan sapi Madura, disamping berbagai bangsa sapi peranakan hasil persilangan lainnya seperti Limousine Ongole (Limpo) dan Simental Ongole (Simpo). Bangsa sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan di wilayah Indonesia.

Sapi Bali adalah bangsa sapi lokal yang paling tahan terhadap cekaman panas. Disamping memiliki tingkat kesuburan yang baik, karena libido pejantan lebih unggul, sapi Bali memiliki persentase karkas tinggi (56%), dan kualitas daging baik. Dengan tata laksana pemeliharan yang baik, sapi Bali dapat

tumbuh-kembang dengan laju kenaikan bobot hidup harian sebesar 750 g, sementara pada kondisi pedesaan kecepatan pertumbuhan hanya mencapai rata–rata 250

g/ekor/hari (Puslitbang, 2004). Fertilitas sapi Bali berkisar 83–86 %, lebih tinggi bila dibandingkan dengan sapi Eropa yang hanya 60 %.

Karakterisitik reproduktif sapi Bali antara lain : periode kebuntingan 280--294 hari, rata- rata persentase kebuntingan 86,56 %; tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65 %; persentase kelahiran 83,4 %; dan interval penyapihan anatara 15,48-16,28 bulan (Wahyuni, 2000).

Suryana (2007) menyebutkan sapi Bali betina mampu melahirkan setahun sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangbiakan sapi Bali dapat dilakukan setiap saat tanpa dipengaruhi oleh musim. Oleh karena itu, perkembangbiakan


(23)

10

dapat disesuaikan dengan pakan dan pasar (Direktorat Jendral Produksi Peternakan, 1995).

Sementara itu, sapi Limousine adalah salah satu tipe sapi pedaging yang hidup di wilayah beriklim dingin, yang berasal dari bangsa Bos Taurus. Asal nama

Limousine berasal dari nama daerah tempat pengembangan sapi ini yaitu daerah Marche-Limousine di Perancis, yang dimulai sekitar tahun 1886.

Ciri tubuh sapi Limousine adalah bulu yang berwarna merah sampai cokelat tua keemasan, kecuali di sekitar ambing yang berwarna putih serta lutut ke bawah dan sekitar mata yang berwarna lebih muda. Bentuk tubuh sapi jenis ini umumnya besar, panjang, padat dan kompak. Keunggulan utama sapi Limousine adalah tingkat pertumbuhan badan yang sangat cepat, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Memiliki massa otot yang lebih besar pada bobot yang lebih rendah, 2. Mempunyai volume rumen yang besar,

3. Voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) tinggi, dan

4. Metabolic rate yang cepat.

Selain itu, sapi Limousine mudah dipelihara serta cepat berkembang biak seperti halnya sapi jenis lainnya. Daging sapi Limousine juga memiliki kandungan lemak yang lebih sedikit (lean). Bobot lahir tergolong kecil sampai medium yang berkembang menjadi golongan besar pada saat dewasa. Betina dewasa mencapai 575 kg sedangkan pejantan dewasa mencapai berat 1.100 kg, fertilitas cukup


(24)

11

tinggi, mudah melahirkan, mampu menyusui dan mengasuh anak dengan baik serta pertumbuhan cepat (Blakely dan Bade, 1991).

Sedangkan sapi Simmental adalah bangsa Bos Taurus, berasal dari daerah Simme di negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan Amerika. Sapi Simmental merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu cokelat kemerahan (merah bata), dibagian muka dan lutut ke bawah serta ujung ekor berwarna putih. Sapi jantan Simmental dewasa mampu mencapai berat badan 1150 kg dan sapi betina Simmental dewasa 800 kg. Bentuk tubuhnya kekar dan berotot, sapi jenis ini sangat cocok dipelihara di tempat yang iklimnya sedang. Persentase karkas sapi jenis ini tinggi, mengandung sedikit lemak. Dapat difungsikan sebagai sapi perah dan potong.

Secara genetik, sapi Simmental adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur (Talib dan Siregar, 1999).

Selanjutnya sapi Brahman Cross pada awalnya merupakan bangsa sapi Brahman Amerika yang diimpor Australia pada tahun 1933. Mulai dikembangkan di stasiun CSIRO’s Tropical Cattle Research Centre Rockhampton Australia, dengan materi dasar sapi Brahman, Hereford dan Shorthorn dengan proporsi darah berturut-turut 50%, 25% dan 25%. Secara fisik bentuk fenotip dan keistimewaan sapi Brahman Cross cenderung lebih mirip sapi Brahman Amerika karena proporsi darahnya lebih dominan.


(25)

12

Sapi Brahman Cross mulai diimpor ke Indonesia (Sulawesi) dari Australia pada tahun 1973. Hasil pengamatan di Sulawesi Selatan menunjukkan persentase beranak 40,91%; calf crops 42,54%; mortalitas pedet 5,93; mortalitas induk 2,92%; bobot sapih (8-9 bulan) 141,5 Kg (jantan) dan 138,3 Kg betina, pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0,38 Kg/hari

(Hardjosubroto, 1994). 2.2 Pengangkutan Ternak

Transportasi hewan ternak adalah usaha memindahkan binatang hidup melalui jalur darat, laut, dan udara. Hewan ternak ditransportasikan berbagai alasan, namun tidak terbatas pada penjualan, pelelangan, pengembangbiakan, pameran hewan ternak, bazaar, penyembelihan, dan penggembalaan hewan.

Pengangkutan atau transportasi yang digunakan oleh ternak sapi antarpulau pada umumnya mengakibatkan stres, sehingga dapat memengaruhi nafsu makan dan pada akhirnya dapat menurunkan bobot badan ternak sapi. Untuk itu diperlukan penanganan yang cermat dalam pengangkutan sapi antarpulau dan daerah, sehingga tidak saja faktor jalan yang mempengaruhinya tetapi kondisi kendaraan yang dipergunakan, kepadatan ternak, iklim/cuaca pada saat pengangkutan serta ketersediaan makanan pada waktu di perjalanan (Karina, 2007).

Menurut Santosa (1995), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengangkut ternak potong agar dapat mengurangi dampak stres dan penyusutan bobot badan, yaitu:


(26)

13

1. bila pengangkutan dilakukan pada musim kemarau, diusahakan transportasi dilakukan pada waktu dinihari, subuh, atau sore hari,

2. bila mengangkut ternak pada musim hujan, diusahakan tubuh ternak tidak basah, dan

3. tidak mencampurkan dengan ternak asing dalam satu angkutan (truk). Ketika mengangkut ternak, diusahakan jarak yang ditempuh kurang dari 24 jam perjalanan. Apabila jarak tempuh lebih dari 24 jam maka sebelum dilakukan transportasi sekurang-kurangnya ternak harus sudah diistirahatkan terlebih dahulu selama 5 jam, selanjutnya diperhatikan ketersediaan pakan dan air serta kapasitas muatannya (Santosa, 2004).

Menurut Sudiyono (2004), petunjuk yang harus dilakukan dalam transportasi ternak potong ke pasar, yaitu:

1. dipilih jenis transportasi yang terbaik dan disesuaikan dengan jumlah ternak yang akan diangkut untuk dipasarkan,

2. diberikan pakan atau minum beberapa jam sebelum ternak dinaikkan ke atas truk, tetapi tidak diberikan pakan yang terlalu banyak atau ternak dalam keadaan kenyang disaat segera akan dinaikkan. Selanjutnya tidak diberikan biji-bijian (konsentrat) selama 12 jam pada ternak yang akan diangkut, tetapi diberikan minum setiap dua jam pengangkutan,

3. dilakukan penanganan dengan baik dan gunakan fasilitas dan alat-alat yang memadai untuk menaikkan ternak ke atas truk. Gunakan loading chute (tempat menurunkan atau menaikkan ternak dari atau ke truk),


(27)

14

4. tambahkan jejaba (bedding) pada dasar bak truk. Gunakan jerami kering pada musim hujan dan tebarkan pasir di atas jerami tersebut pada musim kemarau,

5. lakukan penggiringan ternak dengan tenang dan nyaman pada waktu memasuki truk. Tidak menggunakan alat yang dapat menyebabkan ternak luka atau memar,

6. kemudikan truk dengan hati-hati, perjalanan ditempuh dengan kecepatan yang sesuai,

7. periksa ternak selama perjalanan dalam periode tertentu. Bila tampak ada masalah, hentikan truk dan perbaiki masalah tersebut. Berdirikan ternak yang terbaring agar tidak terinjak oleh ternak lain,

8. berhenti dan istirahatkan ternak bila perjalanan terlalu lama. Berikan air minum untuk mencegah terjadinya dehidrasi bila udara terlalu panas, dan 9. dalam memundurkan truk lakukan dengan pelan hingga merapat pada dok loading. Lalu turunkan ternak dengan hati-hati, tidak dengan cara kasar.

2.3 Penurunan Bobot Badan

Pengiriman hewan ternak tentu saja merupakan hal yang cukup membahayakan bagi hewan ternak dan industri hewan ternak yang dapat mengangkibatkan loss dari produksi total. Efek buruk dari pengiriman ternak diantaranya: stres, sesak napas, dehidrasi, keracunan, kelelahan, luka akibat kondisi transportasi yang kurang baik atau perkelahian antarsesama hewan ternak, hingga gagal jantung (Borell, 2001).


(28)

15

Stres selama pengangkutan dapat mengakibatkan penurunan kandungan glikogen otot, penurunan persentase karkas, luka memar, kekurangan oksigen dan

pengeluaran darah yang kurang sempurna pada saat pemotongan. Didapatkan informasi dari RPH/TPH, bahwa pengaruh stres yang sedikit saja dapat

mempengaruhi bobot badan, dalam hal ini adalah akibat transportasi. Transportasi yang dilakukan terhadap ternak sapi potong di bawah dua jam saja sudah

menyebabkan penurunan bobot badan sapi tersebut, apalagi transportasi tanpa perawatan sama sekali ketika pengangkutan dilakukan (Karina, 2007).

Bambang (2000) menyatakan bahwa ternak sapi yang mengalami suhu tinggi akan mengalami stres berat dan gagal di dalam mengatur panas tubuh. Selain itu, suhu yang tinggi juga berpengaruh besar terhadap konsumsi pakan yang masuk baik volume maupun porsi nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Pada saat menghadapi suhu tinggi semacam ini dan pada kondisi persediaan pakan hijau menjadi kering, umunnya berat badan ternak sapi menurun. Akan tetapi, jenis sapi Ongole relatif lebih bisa bertahan, karena adaptasi cukup baik bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi yang berasal dari daerah sedang (subtropis).

Karina (2007) menyatakan bahwa penyebab utama penurunan bobot badan ternak adalah faktor stres yang salah satunya adalah kelelahan atau gerakan yang

berlebihan dimana semakin lama perjalanan atau transportasi ternak maka secara otomatis jumlah gerakan akan lebih besar dan tingkat kelelahan akan semakin besar juga. Selain itu, penyusutan bobot badan dapat diakibatkan oleh adanya cairan pada tubuh dan otot ternak.


(29)

16

2.4 Vitamin C

Vitamin C disebut juga asam askorbat, asam Cevitamic, antiskorbut, skorbutamin, dan asam heksuronat. Sebutan vitamin C digunakan untuk seluruh senyawa yang mempunyai aktivitas biologi asam askorbat. Satu unit vitamin C adalah aktivitas yang terkandung dalam 0,05 mg vitamin. Jadi 1 mg vitamin C setara dengan 20 IU vitamin C.

Aktivitas vitamin C biasanya diekspresikan dalam miligram vitamin C. Vitamin C ini berfungsi untuk metabolisme sel dan sebagai antioksidan. Defisiensi vitamin C tidak terjadi pada ternak namun vitamin C bermanfaat dalam situasi ayam yang stres karena panas atau kondisi lain (Pilliang, 1995).

Vitamin C merupakan golongan senyawa organik pelengkap makanan yang diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran sangat penting bagi pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan dan pemeliharaan fungsi-fungsi metabolisme agar

berjalan baik. Vitamin diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit, tidak memberikan energi dan tidak ikut menyusun jaringan tubuh. Vitamin tidak dapat disintesis dalam jumlah yang mencukupi untuk tubuh sehingga harus diperoleh dari bahan yang dikonsumsi (Hariyatmi, 2004).

Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, tidak larut dalam lemak dan tidak disimpan dalam tubuh (Katzung, 2002). Menurut Khan dan Iqbal (2006), serum level vitamin C yang tinggi sebagai hasil dari pemberian pada dosis yang berlebihan, tidak akan mengubah ataupun berpengaruh apapun dan kelebihan tersebut akan disekresi melalui urin.


(30)

17

Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan non enzimatis yang larut dalam air. Menurut Zakaria (1996), senyawa ini merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Menurut Foyer (1993), asam askorbat berperan sebagai reduktor untuk berbagai radikal bebas. Selain itu juga meminimalkan terjadinya kerusakan yang

disebabkan oleh stres oksidatif.

Vitamin C dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin ini berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928. Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayur. Satu-satunya sumber hewan vitamin C ialah susu dan hati (deMan, 1997).

Banyak peneliti menjuluki vitamin C (asam askorbat) sebagai raja vitamin, karena merupakan senyawa utama yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting dalam tubuh, mulai dari produksi kolagen (protein berserat yang membentuk jaringan ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat (antisariawan), pengatur tingkat kolestrol, serta pembangkit imunitas tubuh. Vitamin C terbukti dapat mempertinggi derajat kesehatan, mengobati, serta membentengi tubuh dari serbuan aneka penyakit atau disebut dengan antibodi (Rucker et al., 2001).

Vitamin C terdapat dalam semua jaringan hidup yang berfungsi mempengaruhi reaksi oksidasi-reduksi. Primata yang tidak dapat mensintesis vitamin C hanya manusia dan marmut. Kebutuhan manusia akan vitamin C tidak diketahui dengan pasti, berkisar antara 45-75 mg/hari. Ketegangan jiwa yang terus menerus dan terapi obat dapat meningkatkan kebutuhan vitamin C (deMan, 1997).


(31)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Mei 2014 sampai dengan Agustus 2014.

Pengangkutan sapi dilakukan dari Desa Karang Endah, Kecamatan Bandar Jaya, Provinsi Lampung, menuju tempat pemasaran di Provinsi Bengkulu.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan sapi merk Excellent kapasitas 1.000 kg dengan ketelitian 0,5 kg, truk pengangkut sapi berukuran sedang, berkapasitas 8 ekor sapi dan alat tulis.

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sapi yang diberikan vitamin C dan sapi yang tidak diberikan vitamin C yang diangkut dari Desa Karang Endah, Kecamatan Bandar Jaya, Provinsi Lampung menuju tempat pemasaran sapi di Bengkulu, Provinsi Bengkulu.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian Pengaruh Vitamin C Terhadap Susut Bobot dalam Pengangkutan Sapi dari Lampung ke Bengkulu dilaksanakan dengan prosedur kerja sebagai berikut :


(32)

19

2. memberikan identitas kepada setiap sapi untuk mempermudah pembedaan antara sapi perlakuan dengan sapi kontrol,

3. melakukan pemberian vitamin C dengan dosis 500 mg pada sapi

bernomor genap. Jumlah sapi perlakuan sebanyak 50% dari jumlah sapi di dalam satu truk, pemberian vitamin C jenis tablet diberikan dengan cara oral atau langsung melalui mulut sapi,

4. menimbang setiap bobot badan sapi dan mencatatnya sesuai dengan identitas sapi,

5. mengikuti perjalanan pengangkutan sapi dari Kecamatan Karang Endah, Bandar Jaya, Provinsi Lampung menuju tempat pemasaran di Bengkulu, Provinsi Bengkulu,

6. mencatat semua yang terjadi selama perjalanan seperti waktu dan jarak perjalanan, dan

7. melakukan pengambilan data sebanyak sembilan kali, pengolahan data dan analisis data.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Metodologi

Penelitian ini merupakan operation research yang dilaksanakan dengan metode studi kasus. Proses penelitian ini dilakukan dengan mengikuti perjalanan

pengangkutan sapi dari Desa Karang Endah, Kecamatan Bandar Jaya, Provinsi Lampung menuju Bengkulu, Provinsi Bengkulu.

Pada ternak sapi diberikan salah satu dari dua perlakuan, yaitu pemberian vitamin C sebelum pengangkutan dan tanpa pemberian vitamin C.


(33)

20

Pemberian vitamin C dilakukan pada sapi nomor genap dan pemberian vitamin C dilakukan dengan cara oral.

Data yang digunakan adalah sebanyak 60 ekor sapi dengan perlakuan vitamin C dan sebanyak 60 ekor sapi sebagai kontrol. Setiap pemberangkatan sapi dilakukan dengan 1--2 truk dengan jumlah sapi bervariasi 6--8 ekor/truk.

Pemberangkatan dilakukan sebanyak sembilan kali. Jumlah sapi per truk

bervariasi (6--8) sesuai dengan kondisi lapangan. Rincian jumlah sapi per truk per pemberangkatan disajikan dalam lampiran.

3.4.2 Peubah yang diamati

Peubah yang akan diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Bobot badan sapi sebelum pengangkutan, yakni bobot badan sapi di Kecamatan Karang Endah, Bandar Jaya, Provinsi Lampung, dan

2. Bobot badan sapi setelah pengangkutan, yakni bobot badan sapi di lokasi penampungan di Bengkulu, Provinsi Bengkulu.

3.4.3 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistic uji t-student. Data yang dianalisis adalah data hasil pemberian vitamin C dan yang tidak diberikan vitamin C. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data. Sebelum dilakukan analisis data penelitian, terlebih dahulu diadakan uji prasyarat analisis yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Liliefors (Sudjana, 2002).


(34)

21

2. Uji satu pihak (Sudjana, 2002).


(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: Pemberian vitamin C sampai dengan 500 mg tidak berpengaruh terhadap

persentase penurunan bobot susut selama perjalanan sapi dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan, maka disarankan

1. diadakan penelitian lanjutan dengan penambahan dosis vitamin C. 2. perlu dikembangkan lebih lanjut berbagai jenis suplemen untuk


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta. Bambang, Y.S. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Blakely, J. & D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan : B. Srigandono. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Borell, E. H. V. 2001. The Biology of Stress and its Application to Livestock Housing and Transportation Assessment. Institute of Animal Breeding and Husbandry with Veterinary Clinic. American Society of Animal Science 79:260-267.

deMan, J.M.1997. Kimia Makan. Terjemahan: K. Padmawinata. Edisi ke-2. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. 1995. Identifikasi dan Kajian Agribisnis Peternakan di 13 Provinsi di Indonesia. Volume III Buku I,III, dan IV, Nexus Indo Consultama, Jakarta.hlm. 467.

Direktoral Jendral Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktoral Jendral Peternakan. Jakarta.

Fernandez, X., G. Yamin, J. Culioli, I. Legrand and Y. Quilichini. 1996. Effect of duration of feed withdrawal and transportation time on muscle characteristic and quality in Friesian Holstein calves. J. Anim. Sci. 74 : 1576-1783

Foyer, C. 1993. Scorbic Acid. dalam : Antioxidants in Higher Plants. R.G. Alssher dan J.L. Hess (Eds.) Boca Raton: Journal CPC Press. Pp. 31-58

Guntara, Y. 2012. Sapi Jabar: Pasokan dari Luar Daerah Susut 15% Akibat Transportasi Buruk.

http://bandung.bisnis.com/read/20121227/5/287407/sapi-jabar-pasokan-dari-luar-daerah-susut-15-akibat-transportasi-buruk. diakses 13 Mei 2015 Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin C Sebagai Antioksidan Terhadap Radikal

Bebas Pada Lanjut Usia. Jurnal MIPA vol 14 No.1. Surakarta. UMS. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT Gramedia


(37)

32

Ilham N, Yusdja Y. 2004. Sistem Transportasi Perdagangan Ternak Sapi dan Implikasi Kebijakan di Indonesia. Jurnal Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian AKP2:37-53.

Iwantoro, S. 2013. Pentingnya Dukungan Infrastruktur dalam Program Swasembada Daging.

http://www.sayangi.com/ekonomi/read/10988/dirjen-peternakan-bobot-sapi-tergangung-infra-struktur. diakses 13 Mei 2015

Kannan, G., T.H. Terrill, B.Kouakou, O.S. Gazal, S. Gelaye, E.A. Amoah, and S.Samake.2000. Transportation of Goats: Effects On Physiological Stres Responses and Live Weight Loss Journal of Animal Science 78:1450-1457. Karina, M.B. 2007. Dampak Lama Transportasi Terhadap Penyusutan Bobot

Badan, pH Daging Pasca Potong dan Analisa Biaya Transportasi Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Shorthorn.(Skripsi). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah dan Editor: Azwar A. Buku 2. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Kementerian Pertanian. 2013. Populasi Sapi Menurut Daerah 2011-2013

www.deptan.go.id. diakses 28 Mei 2015.

Khan, R.M. dan Iqbal, M.P. 2006. Deficiency of Vitamin C in South Asia. Pak. J. Med. Sci. Vol 22 (3). Hal 347-355.

Lawrie, F. A. 1991. Ilmu Daging. Terjemahan. A. Parakkasi. Ed ke-5. UI Press, Jakarta.

Levine, M, K.R.. Dhariwal, R.W. Welch, Y. Wang, dan J.B. Park 1995.

Determination of Optimal Vitamin C Requirements in Humans. dalam: The Amrerican Journal of Clinical Nutrition. 62(Suppl) 1347S-1356S.

McGilvery, R.W. dan Goldstein, G.W. 1996. Biokimia : Suatu Pendekatan Fungsional. 3ed. Erlangga Press, Surabaya.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ruminansia. Universitas Of Indonesia Press. Jakarta.

Pilliang, W.G. 1995. Nutrisi Vitamin. Volume II. Penerbit IPB, Bogor.

Raharjo, Y.C., T. Murtisari, Sajimin, B. Wibowo, Nurhayati. 2004. Pemanfaatan Aneka Ternak Sebagai Sumber Pangan Hewani dan Produk Lain yang Bermutu Tinggi. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2003. Buku II. Ternak Non Ruminansia . Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.


(38)

33

Rucker, R.B., J.W. Suttie, D.B. McCormick and L.J. Machlin. 2001. Handbook of Vitamins. Marcel Dekker Inc, New York.

Santosa, U.1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Santosa, U. 2004. Aplikasi Manajemen Pemilihan Bibit Induk Sapi Potong pada Peternakan Tradisioinal. Dinas Peternakan Propinsi DT I, Bandung. Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. PAU Pangan dan Gizi UGM,

Yogyakarta.

Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian.Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. Edisi keenam, Bandung, Tarsito. Suhartono E, Fachir H dan Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres

Oksidatif Dasar dan Penyakit. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Pustaka Benua.

Suryana. 2007. Pengembangan Integritas Ternak Ruminansia Pada Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26(1): 35–40. Talib, C. dan A.R. Siregar. 1999. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Pedet PO dan Crossbreednya dengan Bos Indicus dan Bos Taurus dalam Pemeliharaan Tradisional. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1-2 Desember 1998. Hal. 200-207.

Wahyuni, D. 2000. Populasi Sapi Bali dan Pemenuhan Daging. PT. Gramedia. Jakarta.

Wicaksono, C. 2014. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Susut Bobot Selama Pengangkutan Sapi Dari Provinsi Lampung Ke Palembang.(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Windupraja, B. 2013. Distribusi Ternak di Indonesia yang Teramat Mahal. http://www.jpnn.com/read/2011/08/12/100468/index.php?mib=berita.detail &id=157804. diakses 13 Mei 2015

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.

Zakaria, F.R. 1996. Peranan Zat-zat Gizi dalam Sistem Kekebalan Tubuh : Buletin Teknologi dan Indistri Pangan. 7(3): 75-81.


(1)

20

Pemberian vitamin C dilakukan pada sapi nomor genap dan pemberian vitamin C dilakukan dengan cara oral.

Data yang digunakan adalah sebanyak 60 ekor sapi dengan perlakuan vitamin C dan sebanyak 60 ekor sapi sebagai kontrol. Setiap pemberangkatan sapi dilakukan dengan 1--2 truk dengan jumlah sapi bervariasi 6--8 ekor/truk.

Pemberangkatan dilakukan sebanyak sembilan kali. Jumlah sapi per truk

bervariasi (6--8) sesuai dengan kondisi lapangan. Rincian jumlah sapi per truk per pemberangkatan disajikan dalam lampiran.

3.4.2 Peubah yang diamati

Peubah yang akan diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Bobot badan sapi sebelum pengangkutan, yakni bobot badan sapi di Kecamatan Karang Endah, Bandar Jaya, Provinsi Lampung, dan

2. Bobot badan sapi setelah pengangkutan, yakni bobot badan sapi di lokasi penampungan di Bengkulu, Provinsi Bengkulu.

3.4.3 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistic uji t-student. Data yang dianalisis adalah data hasil pemberian vitamin C dan yang tidak diberikan vitamin C. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data. Sebelum dilakukan analisis data penelitian, terlebih dahulu diadakan uji prasyarat analisis yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Liliefors (Sudjana, 2002).


(2)

21

2. Uji satu pihak (Sudjana, 2002).


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: Pemberian vitamin C sampai dengan 500 mg tidak berpengaruh terhadap

persentase penurunan bobot susut selama perjalanan sapi dari Provinsi Lampung ke Provinsi Bengkulu.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan, maka disarankan

1. diadakan penelitian lanjutan dengan penambahan dosis vitamin C. 2. perlu dikembangkan lebih lanjut berbagai jenis suplemen untuk


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta. Bambang, Y.S. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Blakely, J. & D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan : B. Srigandono. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Borell, E. H. V. 2001. The Biology of Stress and its Application to Livestock Housing and Transportation Assessment. Institute of Animal Breeding and Husbandry with Veterinary Clinic. American Society of Animal Science 79:260-267.

deMan, J.M.1997. Kimia Makan. Terjemahan: K. Padmawinata. Edisi ke-2. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. 1995. Identifikasi dan Kajian Agribisnis Peternakan di 13 Provinsi di Indonesia. Volume III Buku I,III, dan IV, Nexus Indo Consultama, Jakarta.hlm. 467.

Direktoral Jendral Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktoral Jendral Peternakan. Jakarta.

Fernandez, X., G. Yamin, J. Culioli, I. Legrand and Y. Quilichini. 1996. Effect of duration of feed withdrawal and transportation time on muscle characteristic and quality in Friesian Holstein calves. J. Anim. Sci. 74 : 1576-1783

Foyer, C. 1993. Scorbic Acid. dalam : Antioxidants in Higher Plants. R.G. Alssher dan J.L. Hess (Eds.) Boca Raton: Journal CPC Press. Pp. 31-58

Guntara, Y. 2012. Sapi Jabar: Pasokan dari Luar Daerah Susut 15% Akibat Transportasi Buruk.

http://bandung.bisnis.com/read/20121227/5/287407/sapi-jabar-pasokan-dari-luar-daerah-susut-15-akibat-transportasi-buruk. diakses 13 Mei 2015 Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin C Sebagai Antioksidan Terhadap Radikal

Bebas Pada Lanjut Usia. Jurnal MIPA vol 14 No.1. Surakarta. UMS. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT Gramedia


(5)

32

Ilham N, Yusdja Y. 2004. Sistem Transportasi Perdagangan Ternak Sapi dan Implikasi Kebijakan di Indonesia. Jurnal Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian AKP2:37-53.

Iwantoro, S. 2013. Pentingnya Dukungan Infrastruktur dalam Program Swasembada Daging.

http://www.sayangi.com/ekonomi/read/10988/dirjen-peternakan-bobot-sapi-tergangung-infra-struktur. diakses 13 Mei 2015

Kannan, G., T.H. Terrill, B.Kouakou, O.S. Gazal, S. Gelaye, E.A. Amoah, and S.Samake.2000. Transportation of Goats: Effects On Physiological Stres Responses and Live Weight Loss Journal of Animal Science 78:1450-1457. Karina, M.B. 2007. Dampak Lama Transportasi Terhadap Penyusutan Bobot

Badan, pH Daging Pasca Potong dan Analisa Biaya Transportasi Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Shorthorn.(Skripsi). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah dan Editor: Azwar A. Buku 2. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Kementerian Pertanian. 2013. Populasi Sapi Menurut Daerah 2011-2013

www.deptan.go.id. diakses 28 Mei 2015.

Khan, R.M. dan Iqbal, M.P. 2006. Deficiency of Vitamin C in South Asia. Pak. J. Med. Sci. Vol 22 (3). Hal 347-355.

Lawrie, F. A. 1991. Ilmu Daging. Terjemahan. A. Parakkasi. Ed ke-5. UI Press, Jakarta.

Levine, M, K.R.. Dhariwal, R.W. Welch, Y. Wang, dan J.B. Park 1995.

Determination of Optimal Vitamin C Requirements in Humans. dalam: The Amrerican Journal of Clinical Nutrition. 62(Suppl) 1347S-1356S.

McGilvery, R.W. dan Goldstein, G.W. 1996. Biokimia : Suatu Pendekatan Fungsional. 3ed. Erlangga Press, Surabaya.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ruminansia. Universitas Of Indonesia Press. Jakarta.

Pilliang, W.G. 1995. Nutrisi Vitamin. Volume II. Penerbit IPB, Bogor.

Raharjo, Y.C., T. Murtisari, Sajimin, B. Wibowo, Nurhayati. 2004. Pemanfaatan Aneka Ternak Sebagai Sumber Pangan Hewani dan Produk Lain yang Bermutu Tinggi. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2003. Buku II. Ternak Non Ruminansia . Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.


(6)

33

Rucker, R.B., J.W. Suttie, D.B. McCormick and L.J. Machlin. 2001. Handbook of Vitamins. Marcel Dekker Inc, New York.

Santosa, U.1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Santosa, U. 2004. Aplikasi Manajemen Pemilihan Bibit Induk Sapi Potong pada Peternakan Tradisioinal. Dinas Peternakan Propinsi DT I, Bandung. Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. PAU Pangan dan Gizi UGM,

Yogyakarta.

Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian.Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. Edisi keenam, Bandung, Tarsito. Suhartono E, Fachir H dan Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres

Oksidatif Dasar dan Penyakit. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Pustaka Benua.

Suryana. 2007. Pengembangan Integritas Ternak Ruminansia Pada Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26(1): 35–40. Talib, C. dan A.R. Siregar. 1999. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Pedet PO dan Crossbreednya dengan Bos Indicus dan Bos Taurus dalam Pemeliharaan Tradisional. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1-2 Desember 1998. Hal. 200-207.

Wahyuni, D. 2000. Populasi Sapi Bali dan Pemenuhan Daging. PT. Gramedia. Jakarta.

Wicaksono, C. 2014. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Susut Bobot Selama Pengangkutan Sapi Dari Provinsi Lampung Ke Palembang.(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Windupraja, B. 2013. Distribusi Ternak di Indonesia yang Teramat Mahal. http://www.jpnn.com/read/2011/08/12/100468/index.php?mib=berita.detail &id=157804. diakses 13 Mei 2015

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.

Zakaria, F.R. 1996. Peranan Zat-zat Gizi dalam Sistem Kekebalan Tubuh : Buletin Teknologi dan Indistri Pangan. 7(3): 75-81.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Kadar Hormon Estrogen dan Gambaran Histopatologi Tulang Alveolar Mencit (Mus musculus L.) yang Melakukan Latihan Fisik Maksimal

1 43 78

Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Gambaran Histologis Tubulus Proksimal Ginjal Pada Mencit Betina Dewasa (Mus musculus L) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal

0 59 66

Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Gambaran Histologis Testis Dan Jumlah Sel Sperma Mencit (Mus musculus, L.) Yang Dipapari Tuak

2 64 72

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran Histologis Hati Mencit (Mus- Musculus L) Yang Dipapari Monosodium Glutamate

2 55 69

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya)

0 26 69

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Ktivitas Enzim Delta Aminolevulinic Acid Dehydratase (o-ALAD, Kadar Hemoglobin Dan Basophilic Stippling Pada Mencit Yang Dipapar Plumbum

0 80 72

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Leydig Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa ( Mus musculus, L. ) Yang Dipapari Monosodium Glutamate (MSG)

0 62 54

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT SELAMA PENGANGKUTAN SAPI DARI PROVINSI LAMPUNG KE PALEMBANG

1 23 37

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT SAPI SELAMA PENGANGKUTAN DARI PROVINSI LAMPUNG KE PALEMBANG

0 3 53

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT SAPI SELAMA PENGANGKUTAN SAPI DARI PROVINSI LAMPUNG KE PALEMBANG Effect Of Vitamin C Dosages On Cattle Body Weight Lost During Transportation From Lampung To Palembang Province

0 0 6