1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gaya hidup, lingkungan tercemar dan pola makan serta kebiasaan- kebiasaan yang berlaku pada masyarakat saat ini mampu merangsang tumbuhnya
radikal bebas yang dapat merusak tubuh kita. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang digoreng, berkadar lemak tinggi, kolesterol tinggi, dan berserat rendah dapat
menimbulkan penyakit jantung koroner, kanker payudara, prostat, pankreas, kolon, dan endometrium, sebaliknya peningkatan resiko terkena penyakit hipertensi,
stroke, dan kanker perut berkaitan dengan konsumsi yang tinggi terhadap makanan asin, dan makanan yang proses pembuatannya menggunakan asap.
Berbagai penyakit tersebut disebabkan oleh radikal bebas. Meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dewasa ini menyebabkan polusi udara juga
semakin meningkat. Udara yang telah tercemar dengan asap kendaraan bermotor saat kita hirup akan mengakibatkan terbentuknya radikal bebas didalam tubuh.
Sinar ultra violet dan asap rokok juga dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Steinberg 2009 menyatakan bahwa radikal bebas merupakan salah satu
penyebab timbulnya penyakit degeneratif antara lain kanker, aterosklerosis, stroke, rematik dan jantung.
Upaya untuk mencegah atau mengurangi timbulnya penyakit degeneratif yang ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas adalah dengan mengkonsumsi
makanan yang mengandung antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda dan mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam
oksidasi lipid Kochhar dan Rossel, 1990. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami.
Antioksidan sintetik misalnya butil hidroksi anisol BHA, butil hidroksi toluena BHT dan propil galat PG Pratt, 1992. Ada banyak bahan pangan yang dapat
menjadi sumber antioksidan alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat, sayur- sayuran, enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah
tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari
Sarastani dkk, 2002. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai
antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga, dan buah. Manfaat flavonoid antara lain
adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti- inflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik Waji dan Sugrani,
2009. Dalam tubuh manusia flavonoid berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Golongan flavonoid yang memiliki
aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon dan flavanon Trilaksani, 2003.
Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid telah diteliti oleh peneliti terdahulu. Julia 2008 telah mengkaji 26 senyawa turunan flavonoid dengan
menggunakan deskriptor molekular yang dihitung dengan menggunakan metode
semiempirik AM1 dengan pengolahan statistik menggunakan PCA dan PCR. Aktivitas antioksidan yang diperoleh khrisin yaitu 0,28 dan yang diperoleh
hesperitin yaitu 3,08 . Liu dkk 2010 telah melakukan isolasi 7 senyawa flavonoid dari Halostachys caspica C.A.Mey Chenopodiaceae melalui analisis
fisikokimia dan spektrofotometri. Aktivitas antioksidan khrisin yang dihasilkan yaitu 36,67
gmL. Hasil tersebut masih relatif rendah dari pada senyawa flavonoid lainnya.
Azra 2008 telah melakukan penelitian untuk menentukan dan menganalisis hubungan kuantitatif antara struktur dengan aktivitas antioksidan
dari satu seri senyawa turunan flavonoid. Dalam penelitian ini, optimasi geometri struktur dilakukan dengan metode MM+ dengan batas konvergensi 0,005 kkalA
dan metode AM1 dengan batas konvergensi 0,001 kkalA. Aktivitas antioksidan senyawa khrisin yang diperoleh yaitu -17,69 dan aktivitas antioksidan senyawa
hesperitin yang diperoleh yaitu 4,50. Ray 2012 telah melakukan penelitian aktivitas antioksidan senyawa turunan flavonoid menggunakan DPPH. Aktivitas
antioksidan senyawa khrisin yang diperoleh yaitu -2,692 dan aktivitas antioksidan senyawa hesperitin yang diperoleh yaitu -1,885. Berdasarkan penelitian-penelitian
terdahulu didapatkan bahwa senyawa khrisin memiliki aktivitas antioksidan lebih rendah dari pada hesperitin.
Hesperitin adalah senyawa flavanon yang ditemukan berlimpah dalam buah jeruk. Senyawa ini diperoleh dengan menghidrolisis hesperidin
menggunakan asam sulfat Swathi dkk, 2012 dan isolasi dari buah jeruk. Hesperitin memiliki sifat antioksidan dan anti-inflamasi. Aktivitas antioksidan
senyawa hesperitin lebih tinggi dibandingkan dengan khrisin dan paling tinggi diantara derivat flavanon yang lain. Namun senyawa hesperetin sukar disintesis.
Khrisin merupakan salah satu senyawa turunan flavanon yang mudah disintesis dengan floroglusinol Utami, 2012. Senyawa khrisin banyak terdapat pada madu
dan parsley, serta banyak dimanfaatkan untuk produk-produk kosmetik. Oleh karena itu perlu adanya modifikasi senyawa khrisin agar diperoleh
senyawa baru yang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari hesperitin. Penentuan senyawa flavonoid dengan aktivitas antioksidan terbaik
merupakan suatu penelitian yang cukup memakan waktu dan biaya. Salah satu pemanfaatan metode analisis kuantitatif struktur-aktivitas HKSA adalah
pengembangan senyawa antioksidan. HKSA merupakan hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas biologis, yang diterjemahkan kedalam bentuk persamaan
matematika antara struktur kimia yang dideskripsikan oleh deskriptor dengan aktivitas tersebut. Hubungan ini diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak
statistik untuk mendapatkan kombinasi yang linier dari aktivitas dengan deskriptor, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi aktivitasnya Rozaq,
2008. Dalam penelitian ini akan dicoba melakukan modifikasi senyawa khrisin
dengan mengganti salah satu gugus H dengan gugus alkoksi, hidroksi, amina, fluor dan klor. Gugus alkoksi yang di gunakan yaitu : etoksi, metoksi, propoksi,
isopropoksi, t-butoksi. Berbagai gugus alkoksi dipilih untuk mengetahui pengaruh panjang rantai karbon yang ditambahkan dan keruahan struktur terhadap aktivitas
antioksidan. Gugus alkoksi dan hidroksi merupakan gugus pendonor elektron dan
pengaktivasi cincin. Substituen pendonor elektron mampu meningkatkan aktivitas antioksidan sedangkan gugus penarik elektron akan menurunkan aktivitasnya
sebagai antioksid an O’Malley, 2002 dalam Aini dkk, 2006. Gugus amina dan
hidroksi merupakan gugus yang bersifat basa. Gugus tersebut dipilih untuk mengetahui tingkat kebasaan terhadap aktivitas antioksidan. Gugus fluor dan klor
dipilih untuk mengetahui pengaruh keelektronegatifan terhadap aktivitas antioksidan.
Berdasarkan penggantian gugus tersebut diharapkan dapat mengetahui beberapa pegaruh yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Senyawa yang
baru hasil modifikasi diharapkan dapat memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dari senyawa hesperitin. Senyawa baru yang terbentuk akan dianalisis aktivitas
antioksidannya dengan analisis HKSA menggunakan deskriptor molekuler yang dihitung menggunakan metode semiempirik Recife Model 1 RM1 dan Ab Initio
dengan basis set 6-31G.
1.2 Rumusan Masalah