pylori Perjalanan Alamiah H. pylori
6
Pilihan tes untuk H. pylori tergantung pada ketersediaan sarana dan biaya termasuk perbedaan tujuan antara tes yang digunakan, apakah untuk menegakkan
diagnosis atau untuk mengkonfirmasi terapi eradikasi. Tes untuk H. pylori dibedakan menjadi dua: tes invasif dengan biopsi dan tes non-invasif Atherton,
2010. Pemeriksaan H. pylori: 1.
Tes invasif: H. pylori dideteksi dengan pemeriksaan endoskopi dengan biopsi yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histologi, kultur atau tes urea.
a. Pemeriksaan histologi, dari bahan biopsi menggunakan pewarnaan Giemsa
atau Warthin-Starry untuk mengidentifikasi bakteri. Bahan biopsi diambil dari antrum dan korpus. Pemeriksaan histologi dapat memberikan
informasi tambahan tentang derajat, pola inflamasi, atrofi, metaplasia, dan displasia Atherton, 2010; Micu et al., 2010.
b. Pemeriksaan kultur, isolasi mikrobiologi secara teori merupakan standard
baku untuk mengidentifikasi berbagai infeksi bakteri. Spesifisitasnya tinggi, tapi kurang sensitif karena sulitnya mengisolasi H. pylori Hunt et
al., 2011. c.
Rapid urea test RUT, tes biopsi urease dengan bahan biopsi dari antrum yang ditempatkan pada gel berisi urea dan sebuah indikator, hindari
konsumsi antibiotik dan PPI minimal 2 minggu untuk menghindari hasil positif palsu Atherton, 2010.
d. Polymerase chain reaction PCR digunakan untuk mengidentifikasi
genom spesifik H. pylori dengan sensitivitas 90 dan spesifisitasnya hampir 100 Micu et al., 2010.
7
2. Tes non-invasif
a. Urea breath test UBT, untuk mendapatkan
aktivitas urease pada lambung, secara kualitatif dapat mendeteksi infeksi dengan sensitivitas dan
spesifisitas lebih dari 90. Tes ini diindikasikan pada diagnosis awal adanya infeksi dan untuk follow-up terapi eradikasi Suerbaum, 2002.
Deteksi H. pylori non-invasif dengan urea
13
C berdasarkan prinsip bahwa larutan berlabel urea dengan karbon 13 akan dihidrolisis dengan cepat oleh
enzyme urease yang diproduksi oleh H. pylori. UBT mendeteksi aktivitas urease lambung dengan mengukur perubahan
13
C pada sampel pernapasan ekspirasi setelah mengkonsumsi urea berlabel
13
C. Bahan yang mirip tetapi bersifat radioaktif yaitu urea
14
C Logan, 2001. Test
14
C tidak direkomendasikan untuk diagnosis awal tetapi lebih untuk evaluasi terapi
eradikasi H. pylori Bakri, 2012. b.
Tes serologi, digunakan secara luas untuk mendiagnosis infeksi H. pylori pada pasien sebelum diberikan terapi Suerbaum, 2002.
Antibodi IgG H. pylori dapat dideteksi dengan enzyme-linked immunosorbent assay
ELISA atau tes aglutinasi lateks. Tes ini umumnya sederhana, dapat direproduksi, dan dapat dilakukan pada sampel yang telah disimpan
sebelumnya Logan, 2001, sebagai prediktor pada infeksi dengan prevalensi tinggi di negara berkembang Hunt et al., 2011.
c. Pemeriksaan antigen feses, tes ini memiliki sensitivitas 89-98 dan
spesifisitas lebih dari 90 Suerbaum, 2002, mendeteksi adanya antigen H. pylori pada feses dengan menggunakan ELISA, tes ini dapat
8
dilakukan pada studi epidemiologi dengan skala yang luas Logan, 2001. Perbandingan tes untuk infeksi H. pylori seperti pada Tabel 2.2 meliputi
sensitivitas, spesifisitas, ketersediaan dan perkiraan biaya. Tabel 2.2
Perbandingan akurasi, ketersediaan dan biaya tes H. pylori Logan, 2001 Tes
Sensitivitas Spesifisitas
Ketersediaan Biaya
Invasif Histologi
88-95 90-95
√ √ √ √ + + + +
Kultur 80-90
95-100 √ √
+ + + Tes Urease
90-95 90-95
√ √ √ √ + + +
Non-Invasif
13
C UBT 90-95
90-95 √ √ √ √
+ + +
14
C UBT 86-95
86-95 √ √ √
+ + Serologi
ELISA 80-95
80-95 √ √ √
+ NPT
60-90 70-85
√ √ √ √ + +
Antigen Feses 90-95
90-95 √ √
+ +