Pendahuluan Keindahan Sastra Melayu Klasik.

1. Pendahuluan

Ketika muncul pertanyaan mengenai “kemelayuan,” jawaban dalam konteks wilayah saja ternyata tidak cukup untuk menjelaskannya. Melayu pada dasarnya tidak cukup hanya dijelaskan dengan mengatakan bahwa daerahnya adalah Riau dan Riau Kepulauan, dengan salah satu daerah yang merepresentasikan kebudayaan Melayu itu adalah Pulau Penyengat. Ketika berbicara mengenai bahasa Melayu, wilayah perbincangannya pun tidak cukup hanya pada wilayah Riau dan Kep.Riau. Bahasa Melayu dengan berbagai dialeknya telah dijelaskan oleh beberapa peneliti linguistik, tersebar luas di wilayah Indonesia. Dan ketika berbicara mengenai aspek ‘kemelayuan’ lainnya seperti adat-istiadat, kepribadian, dan sejarah, masing-masing dijelaskan dalam konteks yang berbeda hingga batasan mengenai “kemelayuan” itu pun sulit dideskripsikan. Satu hal yang menarik jika membicarakan Melayu adalah kesusastraannya, khususnya kesusastraan Melayu Klasik. Ketika kita membicarakan kesusastraan Melayu, khususnya Melayu Klasik, kita memang harus membatasinya ke karya-karya yang muncul atau ditulis pada masa lalu di wilayah kekuasaan kerajaan Melayu Riau. Salah satu fokusnya ada Pulau Penyengat yang memang diakui sebagai salah satu daerah tempat tumbuh dan berkembangnya sastra Melayu Klasik yang juga hingga saat ini menjadi penanda utama budaya Melayu. Kesusastraan Melayu klasik ini dapat dibedakan berdasarkan bentuk penulisannya, yaitu karya prosa seperti hikayat, dan puisi seperti syair dan pantun. Liaw Yock Fang 1991 lebih spesifik lagi melihat karya-karya prosa Melayu Klasik ini yang kemudian dibedakannya lagi menjadi kesusastraan yang mendapat pengaruh epos India, mendapat pengaruh cerita panji dari Jawa, kesusastraan zaman peralihan Hindu-Islam, kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai, sastra kitab, sastra sejarah, serta undang-undang Melayu lama. Selain hikayat, syair juga merupakan karya sastra Melayu Klasik yang unik dan menarik. Syair Melayu klasik ini juga sangat beragam isinya hingga Liaw 1991 menggolongkannya menjadi lima kelompok, yaitu syair panji, syair romantik, syair 2 kiasan, syair sejarah, dan syair agama. Begitu indah dan menariknya syair-syair Melayu Klasik ini sehingga sampai saat ini masih sering dibicarakan, dibahas, diteliti, dan juga ditulis ulang. Salah satunya adalah Syair Ikan Terubuk yang menurut Azmi 2006:V hingga saat ini sudah terdapat lebih kurang dua puluh versi yang diterbitkan. Syair Ikan Terubuk ini menurut Liaw termasuk kepada syair kiasan. Syair kiasan atau simbolis ini menurut Overbeck dalam Liaw,1991:222 biasanya mengandung kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Syair Ikan Terubuk ini sendiri dikatakan merupakan sindiran terhadap anak Raja Malaka yang waktu itu berusaha meminang Putri Siak. Ditinjau dari bentuk serta isinya, syair ini penuh dengan ungkapan-ungkapan keindahan. Keindahan itu sendiri merupakan pengalaman yang dirasakan oleh setiap pribadi sehingga sudut pandangnya pun akan berbeda-beda. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap keindahan-keindahan yang terdapat dalam Syair Ikan Terubuk berdasarkan konsep keindahan dalam karya sastra Melayu Klasik seperti yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli sastra Melayu Klasik. Sebagai objek penelitian, penulis memilih Syair Ikan Terubuk yang telah diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan penerbit Adicita Karya Nusa pada tahun 2006. Berbeda dengan terbitan syair- syair pada umumnya, BKPBM mencetaknya di kertas art paper dan penuh dengan warna sehingga syair ini dari tampilan bukunya saja sudah indah dan akan semakin menarik untuk dibaca.

2. Konsep Keindahan dalam Sastra Melayu Klasik