Perlindungan Tindak Pidana Anak
c. Perlindungan Tindak Pidana Anak
Di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur mengenai bentuk penanganan terhadap anak yang rentan untuk terlibat atau dilibatkan dalam kenakalan atau suatu perbuatan melanggar hukum terhadap anak. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Peraturan ini sesuai dengan Convention of The Right of The Child , yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990
commit to user
terakhir dan untuk masa yang paling singkat dan layak. Selain itu juga diharmonisasikan dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 66 ayat 3 dan 4), bahwa pada intinya pemidanaan bagi anak merupakan ultimum remidium yang berarti menghindari penahanan pada anak dan mengutamakan putusan berupa tindakan daripada pidana penjara.
“Masalah perlindungan hukum bagi anak merupakan salah satu cara melindungi tunas bangsa di masa depan. Perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu karena anak merupakan bagian masyarakat yang mempunyai keterbatasan secara fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dan perawatan khusus“ (Marlina, 2009:42). Di dalam undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pengertian perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dalam hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatrisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Menurut Arif Gosita berpendapat bahwa perlindungan anak adalah suatu usaha untuk melindungi anak dapat agar dapat melaksanakan hak serta kewajibannya dengan baik. (Maidin Gulton, 2010:34)
Anak pelaku tindak pidana (delinquency) sangat membutuhkan perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum terhadap anak merupakan tanggung jawab negara untuk melindungi tunas bangsa di masa depan. Perlindungan ini perlu karena anak merupakan bagian masyarakat yang mempunyai keterbatasan secara fisik dan mentalnya. Oleh karena itu berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana Pusat tanggal 30 mei 1977, terdapat dua perumusan tentang perlindungan anak yaitu :
commit to user
maupun lembaga pemerintahan dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.
b) Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat, dan badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jaminan anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingan agar dapat mengembangakan dirinya seoptimal mungkin. (Maidin Gulton, 2010:34)
Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
1) Luas lingkup perlindungan :
a. Perlindungan yang pokok antara lain : sandang, pangan, pemukiman, pendidikan, kesehatan, hukum.
b. Meliputi hal-hal jasmani dan rohani.
c. Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder yang berakibat pada prioritas pemenuhannya.
2) Jaminan pelaksanaan perlindungan :
a. Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada jaminan terhadap pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui, dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat peraturan kegiatan perlindungan.
b. Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu peraturan tertulis baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah, yang perumusannya sederhana tetapi dapat dipertanggungjawabkan serta disebarluaskan secara merata dalam masyarakat.
c. Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia tanpa mengabaikan cara-cara perlindungan yang di negara lain, yang patut dipertimbangkan dan ditiru (peniruan yang kritis). (Maidin Gulton, 2010:35)
Dalam rangka upaya perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial maka alternatif terhadap anak yang dapat dijatuhi pidana dilakukan tindakan sebagai berikut :
- Mengembalikan kepada orangtua, wali, dan orangtua asuh;
commit to user
pembinaan, dan latihan kerja; - Menyerahkan kepada Departemen Sosial; - Organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang
pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. (Ds. Dewi & Fatahillah A. Syukur, 2011:16 )
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial. “ Untuk itu anak perlu dihindarkan dari perbuatan pidana yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental dan rohaninya tersebut. Menyadari kenyataan demikian di samping norma sosial, moral/etika, dan norma hukum yang memberikan perlindungan demikian khusus diberikan kepada anak, karena kalau dilakukan terhadap orang dewasa tidak dikualifikasi sebagai tindak pidana atau pelanggaran hukum akan tetapi apabila dilakukan terhadap anak itu menjadi tindak pidana”. (Darwan Pirnst, 1997:98)
commit to user
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
AN
AK
Korban Tindak Pidana
(Victim)
Anak Bermasalah dan Perilakunya
Pelaku Tindak Pidana
( Delinquency )
Sarana Penal
Sarana Non Penal
Pencegahan
( Preventif)
Dampak buruk:
· Fisik · Psikologi · Sosial
Penindasan
(Represif)
Proses Rehabilitas Pemeriksaan
Tidak sesuai dengan UU
No. 23 th 2002 tentang
Perlindungan Anak
PERAN PSMP ANTASENA MAGELANG
Upaya Restoratif
Justice
Diversi Polisi /
Ketetapan Kejaksaan
Prins ip Kesejahteraan Anak
commit to user
Kedudukan anak dalam suatu tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua hal, yakni anak sebagai korban tindak pidana (victim) dan anak sebagai pelaku tindak pidana (delinquency). Berdasarkan latar belakang sebelumnya dalam penulisan hukum (skripsi) ini penulis lebih tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai anak sebgai pelaku tindak pidana (delinquency). Anak pelaku tindak pidana biasanya terdapat faktor penyebabnya, baik faktor dari diri anak maupun dari dorongan lingkungannya anak tersebut. Sehingga mampu membentuk kepribadian anak untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Tindakan-tindakan itulah yang dinamakan anak bermasalah dalam perilakunya atau lebih jelasnya disebut tindak pidana anak.
Tindak pidana yang dilakukan oleh anak dapat diselesaikan melalui
2 (dua) jalur, yakni melalui sarana “penal” dan sarana “non penal”. Melalui sarana penal atau yang sering disebut dengan penerapan sanksi pidana dengan proses pemeriksaan perkara pidana anak, mulai dari tahap penyidikan,
pemasyarakatan. Penanggulangan melalui sarana penal lebih bersifat “repressive” (penindasan), hal ini dapat menimbulkan trauma berupa gangguan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial. Sehingga bertentangan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 khusunya mengenai kesejahteraan dan terdapat pelanggaran terhadap hak anak, untuk itu penulis lebih memilih penggunaan sarana non penal dalam penyelesaian terhadap anak pelaku tindak pidana. Hal ini karena melalui sarana non penal lebih bersifat ”preventive” (pencegahan). Untuk iu penulis lebih tertarik mengkaji upaya penanggulangan non penal, karena upaya ini merupakan jalur penggulangan dengan cara peningkatan nilai keagamaan, penyuluhan melalui upaya pemuka masyarakat, dan kegiatan lainnya tanpa harus menggunakan hukum pidana. Konsep diversi dan restorative justice merupakan bentuk alternatif penyelesaian tindak pidana yang diarahkan
commit to user
terkait dalam tindak pidana yang terjadi. Dengan menggunakan metode restorative justice dalam saran non penal diharapakan mampu memberikan kesejahteraan yang terbaik bagi anak pelaku tindak pidana tanpa harus mengabaikan hak-hak anak. Untuk itu penerapan restorative justice dalam penaganan anak pelaku tindak pidana di Panti Soisial Marsudi Putra (PSMP) ANTASENA diperlukan untuk memulihkan kondisi dan fungsi psikososial anak sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi SDM yang berguna, produktif, berkualitas, dan berakhlak mulia.
commit to user