HASIL PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

Penelitian dengan topik faktor-faktor risiko terjadinya epilepsi pada anak telah selesai dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2012. Sampel penelitian yang digunakan adalah seluruh pasien yang sedang menjalani pengobatan di Rawat Jalan maupun Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi. Sampel yang tergolong dalam kasus adalah pasien dengan diagnosis epilepsi berdasarkan rekaman EEG, sedangkan sampel yang tergolong dalam kontrol adalah pasien yang tidak didiagnosis menderita epilepsi ataupun penyakit neurologis lainnya. Jumlah sampel yang diteliti adalah 84, dengan perincian 42 anak sebagai kasus dan 42 anak sebagai kontrol. Berikut ini disampaikan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk tabel dan gambar.

1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan umur, jenis

llllll kelamin, dan tingkat pendidikan

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata umur anak pada penelitian yaitu 8 tahun. Untuk umur anak yang paling banyak dijumpai pada penelitian adalah 3 tahun. Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jumlah anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada jenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 23 anak (55%). Sedangkan untuk tingkat pendidikan anak dalam penelitian terbagi menjadi 4 tingkat, yaitu belum sekolah, Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah

Epilepsi (-)

Umur

a. Mean

b. Mode

c. Std. Deviation

d. Minimum

e. Maximum

Jenis kelamin

Tingkat pendidikan

a) Belum sekolah

b) TK

c) SD

d) SMP

2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Gambaran Kejang

Tabel 4.2 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan gambaran kejang

Karakteristik Sampel

(Gambaran Kejang)

Jumlah

Kontrol : epilepsi (-)

Kasus : epilepsi (+)

a. General tonik-klonik

b. Parsial sederhana

c. Parsial kompleks

d. Mioklonik

e. General sekunder

f. Absance

g. Tonik

Tabel 4.2 menunjukkan, gambaran kejang/tipe epilepsi yang paling banyak diderita anak dalam penelitian adalah general tonik-klonik dengan jumlah

26 pasien.

Tabel 4.3 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan usia pertama kali

kejang

Karakteristik Sampel (umur pertama kejang dalam tahun)

Jumlah

Kontrol : epilepsi (-)

Kasus : epilepsi (+)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa umur pertama kali kejang yang dialami oleh anak yang tergolong dalam kasus paling banyak adalah umur kurang dari atau sama dengan 1 tahun, yaitu 22 pasien.

Tabel 4.4 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan jumlah kejang

dalam 1 bulan

Karakteristik Sampel (jumlah kejang dalam 1 bulan)

Jumlah

Kontrol : epilepsi (-)

Kasus : epilepsi (+)

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa anak yang tergolong kasus dapat mengalami kejang dengan jumlah yang bervariasi dalam setiap bulannya. Dari data penelitian, pasien mengalami kejang paling banyak dengan jumlah 3 kali setiap bulannya.

Kejang

Gambar 4.1 Persentase sampel penelitian berdasarkan kondisi kesehatan

di luar kejang

Gambar 4.1 menunjukkan kondisi kesehatan responden yang tergolong kasus pada saat di luar serangan (kejang). Sebanyak 36 (86%) pasien dalam keadaan sehat, sedangkan 6 (14%) pasien mengalami kelainan di luar kejang. Kelainan yang dialami pasien tersebut antara lain speech delay sebanyak 3 orang, global delay sebanyak 2 orang, dan retardasi mental sebanyak 1 orang.

B. Analisis Bivariat

Pada tahap ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan dengan variabel bebas (riwayat herediter, asfiksia, prematur, kejang demam, dan trauma kepala) terhadap variabel terikat (penyakit epilepsi). Uji statistik menggunakan Chi-square Test dengan Confidence Interval (CI) = 95%.

86%

14%

sehat

kelainan

Tabel 4.5 Analisis bivariat tentang hubungan riwayat herediter dengan terjadinya epilepsi pada anak

Epilepsi (-)

Dari Tabel 4.5 didapatkan pasien epilepsi yang memiliki riwayat herediter epilepsi dari keluarga inti positif sebanyak 20 orang (48%) dan riwayat herediter negatif sebanyak 22 orang (52%). Sedangkan pasien yang tidak menderita epilepsi sebanyak 42 orang (100%) seluruhnya tidak memiliki riwayat herediter epilepsi dari keluarga inti. Analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat herediter dengan terjadinya epilepsi pada anak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan p-value < 0,05 (OR =

39,261; Cl 95% 4,96 s.d. 310,835; p = 0,001).

Tabel 4.6 Analisis bivariat tentang hubungan riwayat asfiksia dengan terjadinya epilepsi pada anak

Epilepsi (-)

Dari Tabel 4.6 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat asfiksia positif sebanyak 4 orang (10%) dan riwayat asfiksia negatif sebanyak 38 orang (90%). Sedangkan pasien yang tidak menderita epilepsi sebanyak 42 orang (100%) seluruhnya tidak memiliki riwayat asfiksia pada waktu baru lahir. Analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat asfiksia dengan terjadinya epilepsi pada anak menunjukkan hubungan yang tidak signifikan

dengan p-value > 0,05 (OR = 5,658; Cl 95% 0,633 s.d. 50,604; p = 0,121).

Tabel 4.7 Analisis bivariat tentang hubungan riwayat prematur dengan terjadinya epilepsi pada anak

Epilepsi (-)

Dari Tabel 4.7 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat kelahiran prematur positif sebanyak 9 orang (21%) dan riwayat kelahiran prematur negatif sebanyak 33 orang (79%). Sedangkan pasien yang tidak menderita epilepsi sebanyak 6 orang (14%) memiliki riwayat kelahiran prematur positif dan sebanyak 36 orang (86%) memiliki riwayat kelahiran prematur negatif. Analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat kelahiran prematur dengan terjadinya epilepsi pada anak menunjukkan hubungan

yang tidak signifikan dengan p-value > 0,05 (OR = 1,636 ; Cl 95% 0,52 s.d. 5,09 ; p = 0,393).

Anak

Tabel 4.8 Analisis bivariat tentang hubungan riwayat kejang demam dengan

terjadinya epilepsi pada anak

Kejang Demam

Epilepsi (-)

Dari Tabel 4.8 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat kejang demam kompleks yang positif sebanyak 30 orang (71%) dan riwayat kejang demam negatif sebanyak 12 orang (29%). Sedangkan pasien yang tidak menderita epilepsi sebanyak 8 orang (19%) memiliki riwayat kejang demam kompleks yang positif dan sebanyak 34 orang (81%) memiliki riwayat kejang demam negatif. Analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat kejang demam kompleks dengan terjadinya epilepsi pada anak menunjukkan hubungan yang

signifikan dengan p-value < 0,05 (OR = 10,625 ; Cl 95% 3,83 s.d. 29,47 ; p = 0,000).

Anak

Tabel 4.9 Analisis bivariat tentang hubungan riwayat trauma kepala dengan

terjadinya epilepsi pada anak

Trauma Kepala

Epilepsi (-)

3 (7%)

39 (93%)

Dari Tabel 4.9 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat trauma kepala positif sebanyak 15 orang (36%) dan riwayat trauma kepala negatif sebanyak

27 orang (64%). Sedangkan pasien yang tidak menderita epilepsi sebanyak 3 orang (7%) memiliki riwayat trauma kepala positif dan sebanyak 39 orang (93%) memiliki riwayat trauma kepala negatif. Analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat trauma kepala dengan terjadinya epilepsi pada anak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan p-value < 0,05 (OR = 7,222 ; Cl 95% 1,90 s.d. 27,39 ; p = 0,001).

C. Analisis Regresi Logistik

Setelah melakukan analisis bivariat terhadap variabel bebas (riwayat herediter, asfiksia, prematur, kejang demam, dan trauma kepala) dengan variabel terikat (epilepsi pada anak) didapatkan riwayat asfiksia dan kelahiran prematur tidak signifikan, sedangkan riwayat herediter, kejang demam

dilakukan analisis regresi logistik ganda dengan memperhitungkan variabel bebas yang mendapatkan nilai signifikan pada hasil analisis uji kebebasan (Chi-Square Test) untuk mengetahui pengaruh variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat. Untuk variabel dengan jumlah kontrol 0 pada faktor risiko positif tidak diikutsertakan dalam analisis regresi logistik karena akan mempengaruhi hasil akhir meskipun variabel tersebut memiliki nilai p yang signifikan. Tabel 4.10 Analisis regresi logistik tentang hubungan riwayat kejang demam

dengan riwayat trauma kepala pada anak

Batas bawah

Batas atas Kejang demam

Trauma kepala

79,801 0,001 N observasi = 84

Dari Tabel 4.10 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat kejang demam kompleks dan trauma kepala memiliki hubungan dengan terjadinya epilepsi pada anak karena didapatkan nilai p-value < 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik baik riwayat kejang demam kompleks maupun riwayat trauma kepala memiliki pengaruh dalam terjadinya epilepsi pada anak, dengan kejang demam kompleks memiliki pengaruh lebih tinggi (ExpB/OR = 18,267) daripada riwayat trauma kepala (ExpB/OR = 16,341).