Masalah-masalah Penting yang Menjadi Prioritas

2.1. Masalah-masalah Penting yang Menjadi Prioritas

Dari hasil household survey diketahui bahwa secara umum setidaknya ada 4 masalah – dari 10 kemungkinan masalah yang ditanyakan dalam kwesioner – yang umumnya dihadapi oleh responden selama 4 tahun terakhir ini. Masing-masing adalah (urutan non hirarki): (a) pengeluaran yang meningkat; (b) ada anggota rumah tangga yang meninggal/sakit berat; (c) panen gagal (karena kemarau, hama, banjir); dan (c) ternak mati atau sakit. Tentu ada variasi di antara kedelapan desa yang dijadikan lokasi penelitian. Namun, secara umum dapatlah dikatakan bahwa keempat masalah itulah yang paling umum dihadapi para responden (lihat Data Set Table 3).

Sementara itu, adapun rincian masalah-masalah penting yang menjadi prioritas yang terungkap melalui strategi ‘qualitative data collection’, yang menggunakan tehnik diskusi kelompok terarah, selengkapnya adalah

sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2.1. berikut 1 .

Tabel 2.1. : Rincian Masalah Penting Hasil Penelitian Tahap III

Desa Masalah Keselamatan Masalah Pelayanan Alam Masalah Peningkatan

Hidup

kesejahteraan Hidup

Mbay II

Padi terserang hama dan

Berkurangnya hasil panen padi

Kurangnya ketrampilan petani

penyakit

petani sawah

(SDM Rendah)

Pekarangan dan rumah

Padang penggembalaan

Harga beras turun

tergenang air

semakin sempit

Nggolonio

Menurunnya hasil panen

Air kurang

Perumahan masih darurat

Ternak mati

Sengketa tapal batas dgn.

Pelayanan kesehatan kurang

memadai (manusia & ternak) Totomala

hutan lindung

Hasil panen menurun

Air minum kurang

SDM Rendah

Ternak lepas merusak tanaman

Sengketa perbatasan dengan

Listrik tidak ada

desa Tendakinde

Langedhawe

Keresahan masyarakat atas

Hama dan penyakit menyerang

Jalan Aemali – Danga rusak

hilangnya peo suku Rendu

tanaman

parah

Terhentinya JPKM

Mutu dan ketersediaan hutan

Rendahnya harga komoditi

rakyat Takatunga

menurun

Sumber air yang terancam

Serangan hama bekicot

Sarana transportasi dan

karena penebangan hutan

komunikasi yang kurang memadai

Gizi buruk pada bayi dan

Ketersediaan lahan yang makin

Kemampuan pengorganisasian

balita

berkurang

wadah-wadah arganisasi yang ada

Sangadeto

Hasil panen menurun

Sengketa tanah Malawawo,

SDM rendah

Bheto Pere, Koba Tuwa

Air untuk sawah kurang

Sengketa persehatian batas

Jalan raya masuk kampung

rusak Todabelu

dengan desa Rowa

Ketersediaan lahan yang

Penebangan hutan secara liar

Pendistribusian air yang tidak

merata Ketidakpastian dampak Harga tanah rendah

semakin sempit

Biaya pendidikan tinggi

eksplorasi gas bumi

Mangulewa

Ternak lepas merusak tanaman

Kurang air minum

Banyak anak putus sekolah

Pencurian hasil pertanian

Tidak ada sarana penghubung

Tidak ada PPL

ke kantung-kantung produksi

Sumber: Data Lapangan LLI (2) Tahap III, diolah..

1 Beri catatan tentang penyelenggaraan FGD ini. Prosesnya; siapa saja yang ikut; bagaimana FGD dijalankan; berapa FGD yang terselenggarakan; apa kelemahan-kelemahan yang perlu diberikan bagi

penafsiran data-data/informasi-informasi yang dihasilkannya.

Jika dikelompokkan ke dalam ‘bidang-bidang kehidupan masyarakat’ maka rincian distribusi masalah-masalah penting yang menjadi prioritas masyarakat di masing-masing desa penelitian itu adalah sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 2.2. berikut.

Tabel 2.2. : Rincian Masalah Penting Berdasarkan Bidang Kehidupan Masyarakat

Desa Ekonomi 2 Sarana Pemukiman 3

Tata Batas Pendidikan &

Mbay II Padi terserang

Kurangnya hama dan

Pekarangan

dan rumah

ketrampilan petani

penyakit

tergenang air 4

Berkurangnya hasil panen padi di sawah Padang penggembalaan yang menyempin Harga beras

turun Menurunnya

Nggolonio 5

Tapal batas hasil panen

air kurang

dengan hutan lindung

Ternak mati 6 Perumahan masih darurat

Totomala Hasil panen

Perbatasan SDM masih menurun

Air minum

kurang

tanah dengan rendah desa Tendakinde

Ternak lepas

Listrik tidak

merusak

ada

tanaman Langedhawe

Hama dan

Jalan Aemali –

Keresahan

Terhentinya

Mutu dan

penyakit

Danga rusak

masy. karena

peo suku

hutan

tanaman

Rendu dicuri

menurun

Rendahnya harga komoditi yang dihasilkan rakyat

Takatunga Hama bekicot

Kemampuan yang merusak

Sarana

Gizi buruk

Sumber air bersih

berorganisasi tanaman

transportasi

pada balita

yang terancam

dan

dan bayi

punah

rendah

komunikasi yang tidak memadai

2 Masalah ekonomi, termasuk di dalamnya masalah sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi.

3 Masalah sarana pemukiman, termasuk sarana MCK dan air bersih.

4 Masalah ini dapat juga dikategorikan sebagai masalah sarana pemukiman. Namun, karena dalam diskusi yang menonjol adalah akibatnya, yaitu masalah kesehatan yang kemudian diderita penduduk

maka maasalah ini kemudian dikategorikan sebagai masalah kesehatan.

5 Dalam kasus desa Nggolonio ini perlu ditambahkan catatan bahwa dalam diskusi maupun dalam penelitian LLI (2) Tahap I, tergali pula adanya kasus konflik antara suku Nggolonio (penduduk

mayoritas desa Nggolonio) dengan penduduk asal suku lain yang juga warga desa Nggolonio soal penguasaan sebidang lahan padang garam. Kasus ini telah menimbulkan ketegangan antar suku di desa yang bersangkutan. Kasus ini dalam proses penyelesaian yang melibatkan pemerintah. Untuk tidak mengganggu proses penyelesaian itu para peserta diskusi kelompk terarah saat studi lapangan Tahap

III dilakukan sepakat untuk tidak memasukkan kasus ini sebagai salah satu masalah penting yang tengah dihadapi oleh warga desa yang bersangkutan.

6 Perlu pula dikemukakan bahwa ternak dalam sistem budaya masyarakat di Ngada ataupun kelompok- kelompok masyarakat lain di NTT memiliki makna sosial dan budaya tertentu (Lihat, misalnya, Hans

J. Daeng, “Pesta, Persaingan dan Harga Diri Pada Beberapa Kelompok Etnis di Flores”, dalam Michael R. Dove, ed., Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985). Sehingga masalah ini dapat pula dikategorikan sebagai masalah yang berkaitan dengan identitas sosial dan budaya. Meski begitu, karena dalam diskusi nuansa ekonomi yang lebih banyak diungkapkan maka dalam tabel ini masalah ini dikategorikan saja sebagai masalah ekonomi.

Kekurangan ketersediaan lahan

Sangadeto Hasil panen

Sengketa SDM rendah menurun

Jalan raya

Bheto Pere, Koba Tuwa

Air untuk Sengketa tapal sawah kurang

batas dgn desa Rowa

Todabelu Ketersediaan

Biaya lahan yang

Pendistribusian

Ketidakpastian

pendidikan makin sempit

air minum

dampak

yang tidak

kegiatan

yang tinggi

merata

eksplorasi gas bumi

Harga tanah

Penebangan

rendah

hutan secara liar

Mangulewa Ternak lepas

Banyak anak merusak

Kurangnya air

putus sekolah tanaman Pencurian hasil pertanian Tidak ada sarana jalan yang menghubung- kan sentra- sentra produksi Tidak ada PPL

minum

Sumber : Data lapangan LLI (2) Tahap III, diolah.

Jika diperhatikan informasi yang ada pada tabel-tabel di atas maka dapatlah dikatakan bahwa macam masalah yang dihadapi warga desa-desa penelitian relatif amat beragam. Mulai dari masalah-masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (masalah keberlangsungan keselamatan hidup, khususnya dalam bidang ekonomi) hingga masalah- masalah identitas sosial dan budaya maupun masalah-masalah keterbatasan sumberdaya manusia.

Meski begitu, berbagai informasi yang tercantum dalam tabel-tabel dimaksud juga menunjukkan bahwa, pada umumnya, masalah-masalah penting yang menjadi prioritas bagi masyarakat adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi masyarakat (20 kasus). Berturut-turut urutan masalah prioritas berikutnya adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan sarana permukiman (9 kasus); masalah pendidikan & SDM (6 kasus); masalah kesehatan, lingkungan, dan tata batas lahan/SDA (masing-masing 4 kasus); dan masalah yang berkaitan dengan identitas dan budaya masyarakat yang bersangkutan (1 kasus).

Dapat pula dikatakan bahwa, meskipun macam masalah penting yang menjadi prioritas di setiap desa relatif beragam, data-data dalam tabel-tabel dimaksud menunjukkan pula bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar desa. Setidaknya jika dilihat dari distribusi 3 kategori masalah yang paling dominan (ekonomi, sarana pemukiman, dan pendidikan & SDM).

Jika dicermati lebih jauh maka, pada dasarnya, keempatpuluh delapan masalah penting yang menjadi prioritas yang tergali melalui strategi ‘qualitative data collection’ di delapan desa penelitian itu dapat diringkas menjadi 22 (duapuluh dua, A - V) kategori masalah penting saja. Distribusi kejadian keduapuluh dua macam masalah tersebut di masing-masing desa penelitian adalah sebagaimana tersaji dalam Tabel 2.3. berikut.

Tabel 2.3. : Distribusi 22 Macam/Kategori Masalah Penting di Masing-masing Desa Penelitian

No. Deskripsi Masalah

II Nggolonio Totomala Langedhawe Takatunga Sangadeto Todabelu Mangulewa Penting yes no yes no yes no yes no yes no yes no yes no yes no A Padi terserang hama

Mbay

o- - - - - o - o - - - - - - - dan penyakit; serangan hama bekicot B Pekarangan dan rumah

o ------ ------ --- tergenang air C Hasil panen menurun

- - - - D Ternak mati

--o--- - - ------- - E Ternak lepas merusak

-- - - o- - - - - - - -- o - tanaman F Keresahan masyarakat ------o - ------- -

atas hilangnya peo G Sumber air yang

--o - o- - - o - o -o- o - terancam;air kurang; air minum kurang; pendistribusian air tidak merata; air untuk sawah kurang

H Gizi buruk

- o - - - - - - - I Ketersediaan lahan

o - - - - - o - o - - - o/o - - - yang semakin sempit; ketersediaan dan mutu hutan menurun; padang penggembalaan menyempit;penebangan hutan secara liar

J Ketidakpastian dampak - ------ ----- o --- eksplorasi gas bumi K Pencurian hasil

-- - - -- - - - - - - -- o - pertanian L Terhentinya JPKM

------o - ------- - M

Sengketa tapal batas - - o - o - - - - - o/o - - - - - (hutan lindung dll.) N

Harga tanah rendah; o-----o - ----o-- - harga beras turun; rendahnya harga komoditi

O Tidak ada sarana ------o -o-o---o- penghubung (jalan rusak, dll.)

P Kurangnya o- - - o- - - o - o - - - - - ketrampilan/SDM rendah

Q Perumahan masih --o--- - - ------- - darurat R Pelayanan kesehatan

--o--- - - ------- - kurang memadai S

Listrik tidak ada

Banyak anak putus -- - - -- - - - - - - -- o - sekolah U

- - o - V Biaya pendidikan

Tidak ada PPL

- ------ ----- o --- tinggi Sumber : Data lapangan LLI (2) Tahap III, diolah.

Dari Tabel 2.3. di atas dapat terlihat ada 9 (sembilan) macam masalah penting yang terjadi lebih dari satu desa saja. Masing-masing adalah (1) ‘sumber air yang terancam/air kurang’/Kategori G (6 kejadian); (2) ‘ketersediaan lahan yang makin menyempit’/Kategori I (5 kejadian); (3) ‘sengketa tapal batas tanah/lahan’/Kategori M (4 kejadian); (4) ‘tidak adanya sarana penghubung/jalan yang memadai’/Kategori O (4 kejadian); (5)

‘Kurangnya ketrampilan/SDM yang rendah’/Kategori P (4 kejadian); (6) ‘hasil panen menurun’/Kategori C (4 kejadian); (7) ‘harga beras/komoditi/tanah turun/rendah’/Kategori N (3 kejadian); (8) ‘padi terserang hama dan penyakit’/Kategori A; (3 kejadian); dan (9) ‘ternak lepas merusak tanaman’ (2 kejadian). Sisanya, yaitu 13 macam masalah penting lainnya hanya terjadi masing-masing sekali pada satu desa tertentu saja.

Jika dikaitkan dengan kinerja hasil upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah penting yang bersangkutan, sebagaimana yang akan dibahas lebih lanjut dalam bagian-bagian berikut, diketahui pula bahwa masalah-masalah penting yang menonjol, artinya terjadi lebih dari 3 kejadian tetapi relatif tidak mampu diupayakan jalan keluarnya, artinya hanya dapat di atasi pada satu kasus saja, adalah sebagaimana yang tercantum dalam Tabel

2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 : Distribusi masalah penting menonjol tapi (relatif) tidak bisa/tidak mampu diupayakan

jalan keluarnya

No. Deskripsi Masalah

II Nggolonio Totomala Langedhawe Takatunga Sangadeto Todabelu Mangulewa Penting yes no yes no yes no Yes no yes no yes no yes no yes no G Sumber air yang

Mbay

---o-o - - -o-o-o - o terancam;air kurang; air minum kurang; pendistribusian air tidak merata; air untuk sawah kurang I Ketersediaan lahan

--o--- o/o -- yang semakin sempit; ketersediaan dan mutu hutan menurun; padang pengembalaan menyempit;penebangan hutan secara liar C Hasil panen menurun

-o - - - - o

-- ----o ---- M

-- o- ---- o/o ---- (hutan lindung dll.) O

Sengketa tapal batas

--o

Tidak ada sarana --- --- - o -o-o-- - o penghubung (jalan rusak, dll.)

P Kurangnya

-- --o - - -o-o-- - - ketrampilan/SDM rendah

N Harga tanah rendah;

o- - -- - o - - - -o- - - harga beras turun; rendahnya harga komoditi

Sumber : Data lapangan LLI (2) Tahap III, diolah.

Seperti ditunjukkan oleh Tabel 2.4 di atas, masalah-masalah yang menonjol di desa-desa penelitian adalah masalah-masalah (1) Kategori G (6 kejadian); (2) Kategori I (5 kejadian); (3) kategori C; (4) Kategori M, (5) Kategori O; (6) Kategori P (masing-masing 4 kejadian); serta (7) Kategori N (3 kejadian).

Kecuali itu, selain seperti apa yang telah diuraikan di atas, diketahui pula bahwa masalah pertanahan merupakan satu masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Masalah ini relatif menonjol, setidaknya jika dikaitkan dengan ketiga strategi penelitian yang dilakukan. Melalui strategi ‘household survey’ terungkap bahwa persentase -- baik pada tingkatan rumah tangga maupun sekelompok warga, bahkan dalam bentuk satuan desa -- yang Kecuali itu, selain seperti apa yang telah diuraikan di atas, diketahui pula bahwa masalah pertanahan merupakan satu masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Masalah ini relatif menonjol, setidaknya jika dikaitkan dengan ketiga strategi penelitian yang dilakukan. Melalui strategi ‘household survey’ terungkap bahwa persentase -- baik pada tingkatan rumah tangga maupun sekelompok warga, bahkan dalam bentuk satuan desa -- yang

Pada tingkat konflik antar sekelompok warga dengan sekelompok warga dari desa lain angkanya lebih menakjubkan lagi. Ada desa yang mencapai angka 60%. Dapat pula dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara desa-desa di Kec. Golewa dan Kec. Aesesa (lebih jauh lihat Data Set

Table 4) 7 . Sementara itu, ketika penelitian lapangan Tahap I berlangsung, dalam pertemuan antara anggota DPRD Kabupaten Ngada dengan aparat pemerintahan Kecamatan Aesesa yang langsung dipimpin oleh Camat yang bersangkutan, terungkap pula bahwa setidaknya ada 13 masalah pertanahan yang kalau tidak diselesaikan secara cepat dan arif akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Di samping itu, dilaporkan pula bahwa seluruh desa di Kecamatan Aesesa (terdapat 22 desa) memiliki masalah

perbatasan tanah/wilayah antar desa 8 .

Dalam wawancara mendalam dengan Kepala Pengadilan Negeri Bajawa terungkap pula fenomena yang dilaporkan di atas sejatinya hanya bagian kecil saja dari realitas lapangan yang sebenarnya. Kepala Pengadilan Negeri Bajawa, yang wilayah pelayanannya adalah Kabupaten Ngada, memperkirakan, setidaknya dalam 10 tahun terakhir ini, dari rata-rata 18 kasus perdata per tahun yang ditanganinya, 60% di antaranya adalah masalah tanah atas dasar klaim hukum adat. Baik kasus perorangan, perorangan lawan kelompok, maupun antar kelompok, termasuk sengketa tanah antar suku. Meski begitu, jumlah ini diperkirakan jauh sangat kecil dari realitas di lapangan. Menurut Kepala Pengadilan Negeri Bajawa, kasus-kasus yang ada di Pengadilan Negeri hanya puncak gunung es dari masalah yang sebenarnya. Bahkan Kepala Pengadilan Negeri Bajawa berani memperkirakan bahwa kenyataan lapangan bisa mencapai 100 kali lipat lebih. Artinya, setiap kasus yang akhirnya di bawa

ke Pengadilan Negeri ‘mewakili’ 100 kasus yang sebenarnya ada di lapangan 9 . Data-data tentang konflik pertanahan yang terungkap melalui ‘household survey’ dan yang terkumpulkan dalam penelitian Tahap I (‘etnography case studies’ ) terkonfirmasi pula oleh data-data lain yang terungkap melalui strategi ‘qualitative data collection’. Dari proses ‘qualitative data collection’ ini

7 Angka-angka persentase konflik tanah di NTT ini jauh lebih tinggi dari angka-angka persentase untuk Jambi dan Jawa Tengah.

8 Presentasi lisan Servas Dino, anggota DPRD Kabupaten Ngada, dalam pertemuan dengan aparat pemerintahan Kecamatan Aesesa, akhir September 2000. Data-data ini merupakan hasil kunjungan

kerja anggota DPRD Kabupaten Ngada dari wilayah pemilihan Kecamatan Aesesa selam sekitar satu bulan (Agustus – September 2000). Pertemuan antara anggota DPRD Kabupaten Ngada dengan aparat pemerintahan Kec. Aesesa ini berlangsung pada akhir kegiatan kunjungan kerja dimaksud. Peristiwa ini terjadi ketika strategi ‘ethnography case studies’ (LLI (2) Tahap I) tengah berlangsung.

9 Angka rata-rata perkara per tahun yang ‘hanya 18 perkara’ itu kurang lebih sama dengan apa yang ditemukan Kebeet von Benda-Beckmann (dalam Goyahnya Tangga Menuju Mufakat, Jakarta: PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia dan Perwakilan Koninklijk Instituut voor Taal-Land- en Volkenkunde, 2000: hal. 16) di nagari Candung Kota Lawas, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Dalam buku itu dilaporkan, antara tahun 1968 – 1974, sekitar 6 tahun, terdapat 13 perkara yang diajukan ke Pengadilan Negeri setempat. Jadi, kira-kira rata-rata 2 perkara dalam setahun. Karena di Kabupaten Ngada terdapat 9 kecamatan, maka angka rata-rata untuk masing-masing kecamatan juga kurang lebih 2 perkara per tahunnya.

terungkap bahwa, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 2.5. berikut, tidak ada desa penelitian yang tidak memiliki masalah konflik tanah dan/atau

masalah-masalah pertanahan lainnya 10 . Lebih dari itu, menurut persepsi

penduduk yang mengikuti diskusi-diskusi kelompok terarah yang diselenggarakan pada Tahap III penelitian LLI 2 ini, masalah konflik tanah dan/atau masalah pertanahan itu umumnya dikategorikan sebagai masalah yang berkaitan dengan keselamatan hidup (survival) dan keberlanjutan pelayanan alam. Bahkan, pada 5 dari 8 desa penelitian masalah konflik tanah dan/atau masalah pertanahan lainnya itu terjadi pada 2 dari 3 kemungkinan

kategori masalah yang ada 11 . Selain itu, hampir selalu masalah konflik tanah

dan/atau masalah pertanahan lainnya itu menjadi salah satu dari dua masalah yang dianggap terpenting dari sejumlah masalah yang tergali selama diskusi kelompok terarah berlangsung.

Tabel 2.5 : Distribusi Kejadian Masalah Konflik Tanah (A) dan/atau Masalah Pertanahan

Lainnya (B)

Desa Masalah Keselamatan Hidup Masalah Pelayanan Alam

Masalah Peningkatan kesejahteraan Hidup

Mbay II

(B) Padi terserang hama dan

(B) Berkurangnya hasil panen

penyakit

padi petani sawah

(B) Pekarangan dan rumah

(B) Padang pengembalaan

tergenang air

semakin sempit

Nggolonio

(B) Menurunnya hasil panen

(A) Sengketa Tapal batas dgn.

hutan lindung

Totomala

(B) Hasil panen menurun

(A) Sengketa perbatasan

dengan desa Tendakinde

(B) Ternak lepas merusak

tanaman

Langedhawe

(B) Hama dan penyakit

menyerang tanaman (B) Mutu dan ketersediaan

hutan menurun

Takatunga

(B) Ketersediaan lahan yang

makin berkurang

Sangadeto

(B) Hasil panen menurun

(A) Sengketa tanah

Malawawo, Bheto Pere, Koba Tuwa (A) Sengketa persehatian

batas dengan desa Rowa

10 Perlu dikemukakan bahwa, selain yang tercantum dalam tabel ini, wujud konflik tanah (atau bentuk- bentuk SDA lainnya, seperti padang penggembalaan, padang garam, bahan galian C/pasir dan batu,

sumber air bersih, air untuk pertanian, saluran limpahan air, misalnya) yang terekam selama penelitian berlangsung dapet berupa masalah yang berkenaan dengan perebutan hak penguasaan atas suatu persil tanah, baik antar orang/keluarga (termasuk antar orang dalam satu keluarga tertentu), antar sekelompok warga dengan orang/keluarga tertentu, maupun antar sekelompok orang dengan sekelompok orang lainnya; dan sengketa tapal batas. Begitu pula, yang termasuk dalam kategori ‘masalah pertanahan/SDA lainnya’ dapat pula berupa masalah tidak jelasnya aturan-aturan peralihan hak atas tanah; banyaknya KK yang tidak memiliki/menguasai tanah (untuk rumah dan lahan garapan); kesuburan yang menurun; hasil panen menurun; padang pengembalaan yang menyempit; menurunnya mutu dan ketersediaan hutan; ketersediaan tanah/lahan; pajak atas tanah; tidak jelas/pastinya status penguasaan tanah; tidak adanya pengukuan terhadap hak adat atas tanah; tidak adanya registrasi tanah- tanah adat/suku; harga & ganti rugi tanah yang rendah; pelepasan hak oleh pihak yang ‘tidak berwenang’ (menurut persepsi penduduk tentunya); penyerobotan/perusakan lahan pertanian oleh ternak, dan bentuk-bentuk sejenis lainnya.

11 Perlu dikemukakan bahwa dalam daftar masalah penting yang tergali ketika penelitian Tahap III berlangsung seringkali terdapat lebih dari satu masalah konflik tanah dan/atau masalah pertanahan

lainnya.

Todabelu

(B) Ketersediaan lahan yang

(B) Penebangan hutan secara

semakin sempit

liar (B) Harga tanah rendah

Mangulewa

(B) Ternak lepas merusak

tanaman

- Sumber: Data Lapangan LLI (2) Tahap III, diolah.

Seperti terlihat pada Tabel 2.5, hanya ada tiga dari 8 desa penelitian di mana masalah konflik pertanahan dan/atau masalah pertanahan lainnya tidak menjadi salah satu dari dua masalah yang dianggap terpenting. Itu pun segera harus diberi catatan bahwa, pertama, dalam kasus desa Langedhawe, diduga terjadi ‘kesalahan teknis’ perekaman dan perangkuman hasil diskusi kelompok terarah. Sebab, sejauh informasi yang dapat dikumpulkan selama penelitian LLI 2 ini berlangsung, khususnya melalui strategi ‘ethnographic case studies’ dan ‘qualitative data collection’ terungkap bahwa kasus konflik tanah antara suku Rendu dan suku Raja (lihat uraian pada Bab 4 berikut) pada dasarnya merupakan salah satu kasus konflik tanah yang menonjol untuk Kabupaten Ngada. Hal ini ditandai oleh perjalanan kasus konflik itu sendiri, yang ditandai oleh peristiwa-peristiwa konflik terbuka antara warga suku Rendu dan suku Raja dan disiksanya tokoh-tokoh suku Rendu yang berjuang mendapatkan tanah sukunya kembali oleh aparat keamanan maupun oleh beberapa warga suku Raja. Boleh jadi, tidak terangkatnya kasus konflik tanah antara suku Rendu dan suku Raja dalam daftar masalah penting terjadi karena ‘tertutupi’ – atau dianggap telah tercakup -- oleh masalah ‘hilangnya Peo suku’ di desa Langedhawe, yang memang dianggap sebagai ‘puncak’ dari penafian keberadaan suku Rendu (dan pengambilan/perampasan tanah berada di dalamnya) oleh pihak lain. Catatan kedua, dalam hal kasus desa Takatunga, masalah konflik tanah dan/atau masalah pertanahan lainnya itu hanya dikategorikan sebagai hal yang berkaitan upaya peningkatan kesejahteraan hidup, di samping merupakan masalah yang relatif telah ditemukan jalan

pemecahannya secara mantap 12 .

Jika diperhatikan secara lebih mendalam, dan jika digunakan pula definisi survival yang ‘lebih longgar’, maka dapat pula dikatakan bahwa umumnya masalah-masalah penting yang menjadi prioritas ini pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai masalah-masalah yang berkaitan dengan

kelangsungan keselamatan hidup 13 . Penilaian ini penting karena berkaitan erat

dengan dampak dari kinerja kapasitas masyarakat di masing-masing desa yang diteliti. Sebagaimana yang akan terlihat nanti, kinerja upaya penanggulangan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah keselamatan hidup ini relatif baik kinerjanya ketimbang pada upaya-upaya penanggulangan pada dua kategori masalah lainnya. Setidaknya dalam arti upaya-upaya pada bidang masalah keselamatan hidup lebih banyak ketimbang dua bidang masalah lainnya. Hanya saja, jika dikaitkan pada hasilnya, kinerja upaya dalam bidang keselamatan hidup relatif lebih rendah. Setidaknya jika dibandingkan dengan

12 Dalam diskusi terungkap bahwa masalah kekurangan lahan adalah masalah yang sudah lama dihadapi oleh penduduk desa Takatunga. Dalam diskusi disebutkan bahwa masalah kekurangan lahan ini dapat

digolongkan sebagai masalah dalam peningkatan kesejahteraan hidup. Namun, ketika dilakukan penilaian tingkat kepentingan, masalah ini tidak ditempatkan ke dalam dua masalah prioritas. Salah satu alasan yang terekam adalah bahwa karena masalah ini relatif telah ditemukan jalan keluarnya (membeli tanah-tanah di desa lain), meski belum seluruh warga mampu melakukannya.

13 Lihat kembali uraian tentang Perekonomian Penduduk di Desa-desa Penelitian pada Bab 1 terdahulu.

masalah bidang pelayanan alam, seperti yang akan dibahas lebih lanjut dalam bagian lain.