HAK ASASI MANUSIA SIPIL dan POLITIK

BAB IV HAK ASASI MANUSIA SIPIL dan POLITIK

Hak asasi adalah hak yang bersifat mendasar dan pokok yang dimiliki manusia. Asal usul gagasan mengenai hak asasi manusia bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory ) dan awal mula teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law theory ), dan dapat dirunut kembali sampai jauh ke belakang hingga ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga ke zaman modern melalui tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas. Dalam teori hukum kodratinya, Santo Thomas Aquinas berpijak pada pandangan thomistik yang mempotulasi hukum kodrati sebagai bagian dari hukum Tuhan yang sempurna dan dapat diketahui melalui penggunaan

nalar manusia. 55 Hak –hak asasi manusia (HAM) adalah hak– hak dasar atau hak –hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak –hak asasi ini menjadi dasar dari hak –hak dan kewajiban–kewajiban

yang lain. 56 Yang seharusnya melindungi HAM sepenuhnya adalah

negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Dalam Deklarasi

55 Rhona K. M. Smith, op.cit, hlm. 12. 56 Zaenuddin HM, Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2001), hlm. 11.

Universal Hak Asasi Manusia, maka kita akan melihat penjelasan

dalam komentar umum menyatakan bahwa perwujudan HAM sepenuhnya adalah kewajiban negara. Negara harus menjalankan kewajiban pemenuhan HAM dalam bentuk antara lain penghormatan (to respect), melindungi (to

protect), dan memenuhi (to fullfil). 57

Hak asasi merupakan perangkat asas-asas yang timbul dari nilai-nilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan manusia yang lain. Hak asasi adalah hak yang melekat secara otomatis pada manusia itu sendiri. Dapat dilihat jika secara struktural hak asasi masnusia merupakan kontrak sosial antara negara dan warganegara. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan keharusan negara agar warganegaranya dapat hidup sesuai dengan harkat martabat kemanusiaannya. Hak asasi manusia yang di jamin oleh negara tertulis dalam undang-undang nomor 39 Tahun 1999.

UUD 1945 sebelum diubah dengan Perubahan Kedua pada tahun 2000, hanya memuat sedikit ketentuan yang dapat dikaitkan dengan pengertian hak asasi manusia. Pasal-

57 Yosep Adi Prasetyo, Hak –Hak Sipil dan Politik, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2010), hlm. 3.

pasal yang biasa dinisbatkan dengan pengertian hak asasi

manusia adalah: 58

1) Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya ”;

2) Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”;

3) Pasal 28 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang ”;

4) Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu ”;

5) Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara ”;

6) Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran ”;

58 Jimly Asshiddiqie, S.H, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 352.

7) Pasal 34 yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara ”. HAM di dalam UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi

empat kelompok, yaitu hak sipil dan politik; hak ekonomi, sosial, dan budaya; hak atas pembangunan dan hak khusus lain; serta tanggung jawab negara dan kewajiban asasi manusia. Selain itu, terdapat hak yang dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) yang meliputi hak untuk hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Adapun hak sipil politk adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil politik yang pemenuhannya ditanggung oleh negara. Salah satu bentuk hak sipil politik adalah hak untuk memperoleh kedudukan yang sama dalam pemerintahan, hak tersebut mencakup hak untuk bebas memilih dan dipilh. Hak dalam membangun negara secara langsung dan ikut serta Adapun hak sipil politk adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil politik yang pemenuhannya ditanggung oleh negara. Salah satu bentuk hak sipil politik adalah hak untuk memperoleh kedudukan yang sama dalam pemerintahan, hak tersebut mencakup hak untuk bebas memilih dan dipilh. Hak dalam membangun negara secara langsung dan ikut serta

Hak sipil dan politik merupakan salah satu hak dasar warga negara dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi. Demokrasi yang bertumpu pada kedaulatan warga, dengan alasan apapun tidak bisa menghilangkan hak sipil dan politik warga negara. Apalagi bersangkutan dengan persoalan mekanisme atau prosedur demokrasi. Selain itu, hak sipil dan politik warga negara merupakan bagian hak konstitusi yang harus di laksanakan, tanpa kecuali. Hak- hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Hak sipil dan politik merupakan hak yang dimiliki warga negara ketika berhadapan dengan entitas negara yang memiliki kedaulatan. Hak – hak yang dimiliki warga negara sebagai warga sipil dalam sebuah negara, dan juga hak politik warga, yang memiliki kedudukan yang sama dalam pandangan negara, tidak ada diskriminasi dan sebagainya dalam kedudukannya sebagai warga negara maupun sebagai subjek hukum. Vierdag mengkategorikan hak sipil politik Hak sipil dan politik merupakan salah satu hak dasar warga negara dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi. Demokrasi yang bertumpu pada kedaulatan warga, dengan alasan apapun tidak bisa menghilangkan hak sipil dan politik warga negara. Apalagi bersangkutan dengan persoalan mekanisme atau prosedur demokrasi. Selain itu, hak sipil dan politik warga negara merupakan bagian hak konstitusi yang harus di laksanakan, tanpa kecuali. Hak- hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Hak sipil dan politik merupakan hak yang dimiliki warga negara ketika berhadapan dengan entitas negara yang memiliki kedaulatan. Hak – hak yang dimiliki warga negara sebagai warga sipil dalam sebuah negara, dan juga hak politik warga, yang memiliki kedudukan yang sama dalam pandangan negara, tidak ada diskriminasi dan sebagainya dalam kedudukannya sebagai warga negara maupun sebagai subjek hukum. Vierdag mengkategorikan hak sipil politik

freedom from (bebas dari). 59 Hak sipil dan politik dikemukakan dalam kovenan

internasional

PBB yaitu International Covenant on Civil and Political Rights – ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak – hak Sipil dan Politik). Kovenan tersebut kemudian diratifikasi oleh Indonesia dan dituangkan dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak – Hak Sipil dan Politik). Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok hak asasi manusia di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights sehingga menjadi ketentuanketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 6 bab dan 53 pasal. Kovenan ini merupakan hasil tarik menarik antara kepentingan Blok Timur dan Blok Barat pasca perang dingin. Blok Timur yang didukung oleh negara – negara berkembang menginginkan

59 Mahrus Ali dan Syarif Nurhidayat, Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat : In Court System and Out Court System; Jakarta, Gramata

Publishing; 2011, hlm. 9.

kovenan hak sipil politik digabung dengan hak ekonomi sosial dan budaya, karena hak ekonomi sosial budaya merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia akan sebuah kebebasan, namun Blok Barat menolak, sehingga terjadilah pemisahan kovenan hak sipil politik dan kovenan tentang hak ekonomi sosial dan

budaya. 60 Hak sipil dan politik membuka jalan bagi terpenuhinya empat kebebasan dasar yang mencakup hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Saat ini rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan hak sipil politik. Rakyat tidak hanya bebas mendirikan partai- partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan aspirasi politiknya. Rakyat bebas pula untuk mendirikan perkumpulan masyarakat adat, dan lain sebagainya. Perwujudan hak atas kebebasan berorganisasi ini sangat vital bagi upaya rakyat untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan memperkuat masyarakat sipil

60 Ibid, hlm 9.

yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.

menyebutkan pengertian tentang hak sipil dan politik, namun dapat di simpulkan bahwa hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik yang pemenuhannya menjadi

Secara

jelas undang-undang tidak

tanggung jawab negara. 61 Dengan kata lain, hak sipil dan politik adalah hak asasi dan kebebasan dasar manusia yg pemenuhan, penghormatan dan perlindungannya sangat ditentukan ada atau tidaknya hukum yg menjamin dan kekuasaan yang taat hukum serta memberikan kepastian

hukum menjamin penegakannya jika ada pelanggaran. 62 Indonesia pada 30 September 2005 meratifikasi dua perjanjian internasional tentang hak –hak manusia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak –hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and

Cultural Rights – ICESCR) dan Kovenan Internasional tentang Hak – hak Sipil dan Politik (International

61 KontraS, Hak Sipil dan Hak Politik, 2010, op.cit; hlm 1. 62 Suparman Marzuki, Hak Sipil dan Politik, (Yogyakarta: Pusham UII,

2010), hlm 17.

Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR). 63 Ratifikasi

konsekuensi terhadap pelaksanaan hak-hak manusia, karena negara Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum. Antara lain pemerintah telah melakukan kewajiban untuk mengadopsi perjanjian yang telah diratifikasi ini ke dalam perundang-undangan, baik yang dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai UU.

ini

menimbulkan

63 Yosep Adi Prasetyo, op.cit.; hlm 4.

Berikut adalah rincian hak – hak sipil dan politik sebagaimana tercantum dalam UU No 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikasi terhadap Kovenan Internasional

tentang hak sipil dan politik. 64 No. Pasal

Hak-Hak Sipil dan Politik

Pasal 6 Hak untuk hidup (tidak dibunuh/dihukum mati setidaknya bagi anak di bawah umur 18 tahun)

Pasal 7 Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia (termasuk tidak

diculik,

diperdagangkan secara

paksa, dan kerja paksa)

Pasal 8 Ha katas kebebasan dan keamanan pribadi

Pasal 9 Hak

dan terdakwa (diperlakukan secara manusiawi, anak dipisahkan dari orang dewasa, sistem penjara bertujuan untuk reformasi dan rehabilitasi)

sebagai tersangka

Pasal 10 Hak untuk tidak dipenjara atas kegagalan

64 Ibid hlm 5.

memenuhi kewajiban kontraktual

Pasal 11 Hak

atas

kebebasan

bergerak dan

berdomisili

Pasal 12 Hak sebagai orang asing (dapat diusir hanya sesuai hukum atau alasan yang meyakinkan mengenai kepentingan keamanan nasional)

Pasal 13 Hak atas kedudukan yang sama di muka hukum (dibuktikan kesalahannya oleh pengadilan yang berwenang dan tidak memihak, jaminan minimal, dapat ditinjau kembali, tidak diadili dua kali dalam perkara yang sama)

Pasal 14 Hak untuk tidak dipidana berdasarkan hukum yang berlaku surut ( jika keluar ketentuan hukum sebelum tindak pidana, si pelaku harus mendapatkan keringanan)

Pasal 15 Hak sebagai subyek hukum (hak perdata setiap orang seperti kewarganegaraan)

Pasal 16 Hak pribadi (tidak dicampuri atau diganggu

urusan

pribadi

seperti

kerahasiaan, kerahasiaan,

Pasal 17 Hak atas kebebasan berpikir, beragama dan

berkeyakinan

ideology atau orientasi politik, memeluk agama dan kepercayaan)

(menganut

Pasal 18 Ha katas kebebasan berpendapat (termasuk

bentuk karya seni/ekspresi atau melalui sarana lainnya)

dalam

Pasal 19 Hak untuk bebas dari propaganda perang dan hasutan rasial (kebencian atas dasar kebangsaan, ras, agama atau golongan)

Pasal 20 Hak atas kebebasan berkumpul (mengadakan pertemuan, arak-arakan atau keramaian)

Pasal 21 Hak atas kebebasan berserikat (bergabung dengan perkumpulan, partai politik atau serikat buruh)

Pasal 22 Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (tidak dipaksa, termasuk tanggungjawab Pasal 22 Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (tidak dipaksa, termasuk tanggungjawab

Pasal 23 Hak anak untuk mendapatkan perlindungan

dan

jaminan (setiap

kelahiran anak

Pasal 24 Hak untuk berpartisipasi dalam politik (termasuk memilih, dipilih dan tidak memilih).

Pasal 25 Hak untuk bebas dari deskriminasi dalam hukum (semua orang dilindungi hukum tanpa deskriminasi)

Pasal 26 Hak

perlindungan khusus)

Ratifikasi ini menimbulkan konsekuensi terhadap pelaksanaan hak-hak manusia, karena negara Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum. Antara lain pemerintah telah melakukan kewajiban untuk mengadopsi perjanjian yang telah diratifikasi ini ke dalam perundang-undangan, baik yang dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai UU.

Hak sipil dan politik membuka jalan bagi terpenuhinya empat kebebasan dasar yang mencakup hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Saat ini rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan hak sipil politik. Rakyat tidak hanya bebas mendirikan partai- partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan aspirasi politiknya. Rakyat bebas pula untuk mendirikan perkumpulan masyarakat adat, dan lain sebagainya. Perwujudan hak atas kebebasan berorganisasi ini sangat vital bagi upaya rakyat untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan memperkuat masyarakat sipil yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.

Sebagai mahluk sosial (zoon politicon), manusia dalam berinteraksi satu sama lain seringkali tidak dapat menghindari

kepentingan (conflict of interest) di antara mereka. Konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian, karena biasanya disertai pelanggaran hak dan kewajiban dari pihak satu terhadap pihak lain. Konflik-konflik semacam itu tidak

adanya

bentrokan-bentrokan bentrokan-bentrokan

Tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia dalam mempertahankan hak dan kewajibannya. Selain untuk mempertahankan hak dan kewajiban, hukum hadir sebagai representatif dari suatu keadilan, dimana hukum hadir sebagai suatu kepastian yang menjamin sebuah

keadilan. “Bila hukum ditegakkan sudah pasti ada keadilan, bila ingin menegakkan keadilan maka harus menegakkan hukum”, bila diumpamakan dalam bahasa mungkin demikian. Namun keadilan bersifat abstrak dan tidak dapat

diukur antara perspektif diri sendiri, orang lain maupun negara, begitu pula sifat hukum yang mengatur seluruh warga negara tanpa terkecuali dan sifatnya mengikat seperti kontrak meskipun tidak ada perjanjian sebelumnya.

Hukum yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin Hukum yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin

bertaut yang merupakan “conditio sine qua non” bagi yang lainnya. Supremasi hukum yang selama ini diidentikkan dengan kepastian hukum sehingga mengkultuskan undang-undang, menjadi titik awal timbulnya masalah penegakan hukum. Pemikiran ini sebenarnya tidak salah, namun bukan berarti absolut benar adanya. Undang-undang memàng harus ditempatkan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan karena merupakan manifestasi konsensus sosial (walaupun dalam banyak hal undang-undang tidak lebih dan sebuah

manipulasi hukum). 66 Hukum

berkembangnya masyarakat. Hukum sejatinya diciptakan untuk kepastian, keadilan, dan kemanfaatan bagi segenap individu di masyarakat. Apabila ketiga unsur tersebut telah tercermin di dalam kehidupan, maka masyarakat cenderung lebih hidup

65 Suparman Marzuki, Politik Hukum: Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Erlangga, 2014), hlm. 31.

66 Baca Hubungan Hukum dan Keadilan, Ardiansyah, Terdapat dalam https://customslawyer.wordpress.com/2014/06/21/hubungan-hukum-dan-

keadilan/ , diakses pada 20 Oktober 2017.

dalam suasana yang tenteram karena tujuan dasar hukum tersebut benar-benar dapat dirasakan di dalam masyarakat.

Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang kongkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku; pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang: fiat justitia et pereat mundus

(meskipun langit ini runtuh, hukum harus ditegakkan). 67

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, manusia memiliki hak sipil dan politik yang tertuang dalam konvenan hak asasi sipil dan politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan secara jelas tercantum dalam Undang-Undang Dasar Indonesia. Dalam Pasal 24 dikatakan bahwa Hak untuk berpartisipasi dalam politik (termasuk memilih, dipilih dan tidak memilih), maksud dari pernyataan tersebut adalah semua warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih anggota legislatif, yudikatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku. Selain itu, seluruh warga negara memiliki hak untuk dipilih, dalam hal ini berarti siapa saja memiliki hak yang sama untuk ikut serta dalam dunia politik di Indonesia.

67 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010), hlm. 207.

Bila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tersebut direvisi menjadi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang yaitu Pasal 7 huruf s, penulis berpendapat bahwa terdapat kesenjangan dalam penerapan pasal tersebut. Semua orang sudah pasti memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota namun apabila calon yang akan maju sebagai kepala daerah tersebut berasal dari anggota dewan seperti DPR, DPRD, dan DPD maka para calon tersebut tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya saat itu. Sedangkan bagi calon yang berasal dari TNI, PNS dan BUMN harus mengundurkan diri saat mereka mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Hal ini tidak sejalan dengan Pasal 28 J ayat (2), Pasal

28 D ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:

Pasal 28 J ayat (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi Pasal 28 J ayat (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi

Pasal 28 D ayat (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Pasal 7 huruf s UU Pilkada 2015 yang menyebutkan “memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil

Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau kepada Pimpinan DPRD bagi anggota DPRD;” tersebut dinyatakan oleh Mahkamah telah berlaku diskriminatif, karena tidak mengharuskan anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk berhenti dari jabatannya, melainkan cukup hanya memberitahukan

pencalonannya kepada pimpinan masing-masing. 68

dapat diperlakukan diskriminasi di mata hukum. Larangan diperlakukan nya diskriminatif dan harus diperlakukan sama di atur dalam Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak bebas dari

68 http://www.antaranews.com/berita/505942/mk-legislator-ikut-pilkada- harus-mengundurkan-diri. Pada tanggal 20 Oktober 2017 pukul 21.10.

perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. ..”

Dalam hal larangan diskrminatif juga diatur dalam Undang-Undang HAM. Pasal 3 ayat (3) UU HAM menyatakan, “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia

dan kebebasan da sar manusia, tanpa diskriminasi.” Penjelasan dari diskriminasi menurut Pasal 1 angka 3 UU HAM adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan

yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.”

Berdasarkan uraian diatas Pasal 7 huruf s Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2015 sangat jelas bertentangan dengan UUD 1945, sehingga Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon agar Pasal tersebut inkonstitusional Berdasarkan uraian diatas Pasal 7 huruf s Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2015 sangat jelas bertentangan dengan UUD 1945, sehingga Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon agar Pasal tersebut inkonstitusional

Pasal tersebut tidak diartikan “mengundurkan diri sejak calon ditetapkan memenuhi persyaratan oleh KPU/KIP

sebagai calon Gubernur, calon Wakil Gubernur, calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Walikota, dan calon Wakil Walikota bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daera 69 h”. Dalam hubungan ini prosedur yang berlaku terhadap

PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat/pegawai BUMN/BUMD sebagaimana diuraikan pada paragraf di atas juga berlaku terhadap anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, yaitu kepada anggota DPR, anggota DPD, atau anggota DPRD dipersyaratkan untuk membuat pernyataan yang menyatakan bahwa apabila telah ditetapkan secara resmi oleh penyelenggara pemilihan sebagai calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah maka yang bersangkutan membuat surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali, yaitu

69 Ibid, hlm, 158 69 Ibid, hlm, 158

Negara tak boleh melakukan intervensi dalam rangka menghormati hak ‐hak setiap orang, terutama hak‐ hak yang tak dapat ditangguhkan. Karena campur tangan negara justru mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas hak ‐hak individu/kelompok. Sebaliknya, intervensi dapat dilakukan atas dua hal; pertama, dalam situasi atau alasan khusus untuk membatasi atau mengekang hak ‐hak atau kebebasan berdasarkan UU; kedua, dalam rangka untuk menegakkan hukum atau keadilan bagi korban tindak pidana. Karena itu, dalam menghormati dan melindungi hak ‐hak sipil dan politik, ada dua jenis pelanggaran yang bertalian dengan kewajiban negara. Pertama, seharusnya menghormati hak ‐hak manusia, tapi negara justru melakukan tindakan yang dilarang atau bertentangan ICCPR melalui campur ‐tangannya dan disebut pelanggaran melalui tindakan (violation by action). Kedua, seharusnya aktif secara terbatas untuk melindungi hak ‐hak melalui tindakannya negara justru tak melakukan apa ‐apa baik karena lalai dan lupa maupun absen, disebut pelanggaran melalui pembiaran (violation by omission) . Jenis pelanggaran lainnya adalah tetap Negara tak boleh melakukan intervensi dalam rangka menghormati hak ‐hak setiap orang, terutama hak‐ hak yang tak dapat ditangguhkan. Karena campur tangan negara justru mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas hak ‐hak individu/kelompok. Sebaliknya, intervensi dapat dilakukan atas dua hal; pertama, dalam situasi atau alasan khusus untuk membatasi atau mengekang hak ‐hak atau kebebasan berdasarkan UU; kedua, dalam rangka untuk menegakkan hukum atau keadilan bagi korban tindak pidana. Karena itu, dalam menghormati dan melindungi hak ‐hak sipil dan politik, ada dua jenis pelanggaran yang bertalian dengan kewajiban negara. Pertama, seharusnya menghormati hak ‐hak manusia, tapi negara justru melakukan tindakan yang dilarang atau bertentangan ICCPR melalui campur ‐tangannya dan disebut pelanggaran melalui tindakan (violation by action). Kedua, seharusnya aktif secara terbatas untuk melindungi hak ‐hak melalui tindakannya negara justru tak melakukan apa ‐apa baik karena lalai dan lupa maupun absen, disebut pelanggaran melalui pembiaran (violation by omission) . Jenis pelanggaran lainnya adalah tetap

by judicial). 70

Apabila dilihat dari pertimbangan-pertimbangan hakim diatas memang betul adanya diskriminasi antara DPR, DPD, dan DPRD dengan PNS,TNI/POLRI, pejabat BUMN/BUMD dalam persyaratan pencalonan Pilkada dari segi kesamaan hak setiap warga dalam ikut andil dalam pemerintahan dan kesamarataan dalam berpolitik.

70 Yosep Adi Prasetyo, op.cit, hlm. 6.