Sistem Akustik Sistem Jaringan Air Kotor

2 Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25 C dan kelembaban relative 60. b. Penghawaan Buatan Penghawaan buatan hanya dilakukan pada tempat-tempat tertentu yang membutuhkan pengkodisian udara maksimal. Sistem tata udara disesuaikan dengan tingkat kebutuhan suatu ruang. Sistem tata udara dibagi dua yaitu sistem tata udara langsung dan tidak langsung. 1 Sistem tata udara langsung direct cooling Sistem yang dimaksud ini adalah dengan menggunakan AC Air Conditioner dan exhaust fan serta blower pada ruang tertentu.. Penggunaan AC dibagi menjadi dua jenis yaitu AC split dan AC sentral. AC split biasanya juga disebut dengan AC setempat karena udara dikondisikan hanya pada salah satu ruangan, seperti pada ruangan retail, ruang pengelola, unit kamar. Sedangkan AC sentral merupakan sistem yang memerlukan Menara pendingin water cooling tower yang ditempatkan di luar bangunan. Pada bangunan ini, AC sentral diletakkan di ruang-ruang public seperti lobby, koridor, function room. Untuk mengalirkan udara, sistem ini menggunakan sistem ducting. Sedangkan exhaust fan digunakan pada lavatory, pantry, dapur dan ruang-ruang servis untuk mekanikal elektrikal dan blower digunakan pada ruang generator. 2 Sistem tata udara tidak langsung indirect cooling Seperti AHU, chiller, kondensor dan cooling tower, digunakan pada ruang- ruang yang besar seperti restoran, ruang konvensi, lobby dan ruang lainnya yang dianggap perlu. Penghawaan buatan yang dapat diterapkan pada bangunan hotel konvensi a g ter a tu dala kriteria Greenship u tuk Ba gu a Baru a tara lai : a Menggunakan peralatan air conditioning dengan COP minimum 10 lebih besar dari standar SNI 03-6390-2000. b Tidak mengkondisikan tidak memberi AC ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta melengkapi ruangan tersebut dengan ventilasi alami ataupun mekanik. c Tidak menggunakan Chloro Fluoro Carbon CFC sebagai refrigeran. d Ruangan dengan kepadatan tinggi, yaitu 2.3 m2 per orang dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida CO2 yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga konsentrasi CO2 di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm, sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grille atau return air duct. IHC 1 : CO2 Monitoring e Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai dengan Standar ASHRAE 62.1-2007 atau Standar ASHRAE edisi terbaru. IHC P : Outdoor Air Introduction

4.3.3 Sistem Akustik

Sistem akustik diterapkan pada ruang-ruang yang memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi seperti ruang konvensi dan ruang-ruang lainnya yang dianggap perlu. Sistem akustik diaplikasikan pada ruang-ruang tersebut dengan memanfaatkan bahan- bahan peredam suara seperti : 1 Finishing lantai dengan menggunakan karpet. 2 Dinding dengan menggunakan bahan kayu, pemakaian material kaca dan konstruksi dinding berbahan karet atau busa. 3 Plafon dengan menggunakan bahan kayu atau gypsum board yang bertekstur atau bermotif.

4.3.4 Sistem Jaringan Air Bersih

Penyediaan air bersih dapat diperoleh dari PAM atau sumur artetis dengan kedalaman 100 meter. Dalam sistem pendistribusian air bersih terdapat dua macam, yaitu: a. Down Feed System Air bersih yang berasal dari PAM masuk ke dalam distribusi bangunan dan ditampung pada ground reservoir, lalu dengan menggunakan pompa dialirkan dan ditampung di water tank, yang terletak di atap bangunan. Selanjutnya, distribusi air menurun ke bawah menggunakan hukum gravitasi. Dalam penyaluran ke bawah, sistem ini tidak bergantung pada listrik dan menghasilkan kukuatan air tiap lantai relatif sama. b. Up Feed Syste Air bersih yang berasala dari PAM masuk ke dalam distribusi bangunan dan ditampung pada ground reservoir, lalu menggunakan pompa didistribusikan ke tiap lantai. Sistem ini efektif untuk bangunan bertingkat rendah, namun memiliki ketergantungan pada aliran listrik dan kekuatan air menjadi kecil, bila terbatas pada bangunan tingkat tinggi Persyaratan sistem jaringan air bersih yang diatur dalam standar Greenship untuk bangunan baru, yaitu :

1. Mengontrol penggunaan air bersih dengan pemasangan alat meteran air yang

ditempatkan pada lokasi tertentu di lokasi-lokasi tertentu pada sistem distribusi air. WAC P1 : Water Metering.

2. Mengisi worksheet air standar GBCI yang telah disediakan. WAC P2 : Water

Calculation. 3. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80 dari sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per orang. Penurunan konsumsi air bersih dari sember primer sebesar 5 pada poin 1 akan mendaptakan nilai 1 dengan nilai maksimum sebesar 7. WAC 1 : Water Use Reduction.

4. Penggunaan water fixture kran dan shower yang sesuai dengan kapasitas

buangan dibawah standar maksimum untuk penghematan air. WAC 2 : Water Fixtures.

5. Instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh

sistem penyiraman flushing, irigasi dan membuat menara air pendingin make up cooling tower. WAC 3 : Water Recycling.

6. Menggunakan salah satu dari tiga sumber air alternatif sebagai berikut : air

kondensasi AC, air bekas wudhu atau air hujan. Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas. WAC 4 : Alternative Water Resources. 7. Instalasi penyimpanan air hujan untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama. WAC 5 : Water Harvesting. 8. Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah danatau PDAM. Mengontrol kebutuhan air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan taman. WAC 6 : Water Efficiency Landscaping.

4.3.5 Sistem Jaringan Air Kotor

Sistem pembuangan air kotor dibedakan menjadi 2, yaitu: a. Sistem pembuangan air kotor black water Air kotor black water merupakan air buangan yang berasal dari kloset, urnal, bidet, dan alat buangan lainnya, diteruskan menuju shaft air kotor padat, disalurkan ke STP Sewage Treatment Plant dengan bahan kimia yang bersifat mengencerkan limbah. Selanjutnya, limbah dianggap layak di buang di roil kawasan. b. Sistem pembuangan air bekas grey water Air bekas ialah air westafel, shower, air bekas cuci piring atau peralatan masak. Air bekas ini dapat dibuang setelah treatment atau diloah kembali untuk dimanfaatkan kembali. Terdapat upaya penghematan air jika melakukan pengolahan kembali. Adapun beberapa cara untuk mengolah air bekas, yaitu: 1 Penyaringan oleh tanaman Limbah ini dialirkan ke bak tanam, adapaun tanaman yang dapat menyerap zat kimia, diantaranya yaitu; Jaringoa, Lily Air, Pontederia, Melati air. kemudian tanaman akan menyerap nitrogen dan fosfor. Sehingga air yang tersisa adalah air limbah yang relatif aman untuk di salurkan ke selokan lingkungan. 2 Pengolahan khusus Membuat instalasi pengolahan yang disebut Sistem Pengolahan Air Limbah SPAL, dimana air bekas dialirkan ke bak penampungan inlet, lalu diolah ke sand filter dan water treatment. Setelah itu dialirkan ke bak penampungan outlet. Setelah itu dapat digunakan kembali untuk untuk menyiram tanaman dan mengguyur kloset. 3 Persyaratan sistem jaringan air kotor yang diatur dalam standar Greenship untuk bangunan baru, yaitu mengurangi beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan. ASD 7 : Storm Water Management.

4.3.6 Sistem Pembuangan Sampah