Proteksi Efektif

Proteksi Efektif

Tingkat proteksi simultan antara kebijakan input-output dapat diindikasikan oleh besaran nilai Effective Protection Coefficient (EPC). Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa secara umum petani hortikultura di daerah penelitian tidak memperoleh kebijakan protektif input- output (kecuali usahatani bawang merah di Kabupaten Indramayu pada MH 2000/01dan MK II 2001 dan petani bawang merah di Majalengka pada MK II 2001). Hal ini ditunjuk- kan oleh besaran nilai EPC yang nilainya lebih besar dari satu. Sementara itu nilai EPC untuk komoditas lain di lokasi dan musim yang lainnya berkisar antara 0,91 – 0,99. Hal ini terkait dengan digunakannya harga aktual untuk komo- ditas hortikultura yang dianalisis dalam menen- tukan harga sosial output (kecuali bawang merah). Dalam kondisi demikian wajar apabila efek simultan dari kebijakan protektif hanya ditentukan oleh kebijakan proteksi input. Dengan demikian sebagian besar petani horti- kultura di desa-desa penelitian (kecuali bawang merah) tidak menerima manfaat protektif dari output dan menanggung harus membayar tradable input lebih mahal dari harga di pasar internasional.

Apabila diamati data pada Tabel 4, terlihat Bawang Merah. Produktivitas pada titik bahwa dengan kebijakan yang ada, secara

impas untuk bawang merah di Indramayu umum petani hortikultura (kecuali petani

berkisar antara 5.935 – 6.120 kg/ha atau bawang merah di Indramayu pada MH dan MK

berkisar antara 60-68 persen dari produktivitas

II dan petani bawang merah di Majalengka pada aktual, sementara di Majalengka berkisar antara MK II 2001) harus membayar biaya produksi

2.806 – 3.784 kg/ha atau 43 – 75 persen dari lebih tinggi dari biaya imbangan (opportunity

produksi aktual. Titik impas harga pada tingkat cost) untuk berproduksi. Hal ini tercermin dari

produktivitas aktual di Indramayu berkisar besaran nilai SRP (subsidy ratio to producer)

antara Rp 1.796 – Rp 2.084 per kg dan di yang bernilai negatif. Namun demikian besaran

Majalengka Rp Rp 1.688 – Rp 2.271 per kg. nilai SRP relatif kecil, secara rataan petani

Perbedaan titik impas produksi dan harga antar hortikultura di lokasi penelitian mengeluarkan

musim dan antar lokasi disebabkan karena biaya produksi 2 – 8 persen lebih mahal dari

perbedaan produktivitas antar lokasi dan biaya produksi imbangannya.

musim.

Menyimak kebijakan perdagangan output Cabai Merah dan Cabai Keriting. Pro- produk hortikultura yang relatif bebas, saat ini

duktivitas pada cabai merah dan cabai keriting petani dan pelaku tataniaga masih mendapat-

berkisar antara 1.640 – 3.655 kg per ha atau kan harga yang lebih baik dari harga sosialnya.

berkisar antara 41–66 persen dari prduktivitas Hal ini disebabkan oleh: (1) sebagian besar

aktual. Sementara usahatani titik impas harga tujuan pasar masih terbatas pada pasar

bervariasi antara Rp 1.330 – Rp 3.366 per kg. domestik, (2) aliran perdagangan antar negara

Hasil analisis usahatani cabai merah di terganggu oleh situasi keamanan dan sosial

Kabupaten Kediri pada berbagai jenis lahan dan politik dalam negeri yang kurang kondusif. Hal

musim menunjukkan bahwa produktivitas berki- ini menyebabkan seakan-akan terjadi segmen-

sar antara 1.640 – 3.655 kg per ha dan titik tasi pasar ke dalam pasar domestik secara

impaas harga antara Rp 1.333 – Rp 2.509 per alami.

kg. Secara umum toleransi penurunan harga dan produktivitas pada pada musim MH dan MK

I lebih besar dibandingkan dengan MK II

Sensitivitas Terhadap Produktivitas dan

sementara toleransi antar desa menurut tipe

Harga

irigasi tidak memberikan gambaran yang Upaya mengantisipasi terjadinya perubah-

spesifik. Titik impas produktivitas cabai keriting an dan harga suatu komoditas terhadap kebera-

di Kabupaten Agam pada berbagai jenis lahan daan tingkat keunggulan komparatif dalam

dan musim berkisar antara 1.663 – 1.895 kg menghasilkan suatu komoditas dapat dilakukan

dan titik impas harga Rp 1.750 – Rp 3.366 per melalui analisis sensitivitas. Dengan menga-

kg, lebih tinggi dibandingkan dengan cabai sumsikan kondisi impas pada titik marjin

merah di Kabupaten Kediri. (DRCR=1), maka dapat diketahui seberapa jauh

Tomat. Titik impas produktivitas tomat di tingkat efisiensi usahatani hortikultura terhadap

Kabupaten Agam berkisar antara 5.569 – perubahan harga dan produktivitas. Efisiensi

14.983 kg per ha atau sekitar 39 – 75 persen didefinisikan sebagai sebagai ukuran kemampu-

dari produktivitas aktual. Sementara titik impas an usahatani hortikultura untuk menciptakan

harga bervariasi antara Rp 294 – Rp 678 per kg. keuntungan, pada kondisi tidak ada kebijakan

Hasil analisis pada berbagai jenis lahan pemerintah yang mempengaruhi produksi. Hasil

menunjukkan bahwa proporsi toleransi penurun- perhitungan sensitivitas terhadap produktivitas

an produksi dan harga di desa tadah hujan dan harga pada usahatani hortikultura di daerah

relatif lebih besar dibandingkan desa contoh penelitian disajikan pada Tabel 6.

lain. Hal ini karena ada perbedaan produktivitas Secara umum hasil analisis untuk semua

dan harga aktual masing-masing desa contoh. komoditas hortikultura yang dikaji di masing-

Melon. Titik impas produktivitas melon di masing lokasi penelitian menunjukkan bahwa

Kabupaten Ngawi berkisar antara 11.886 – produktivitas maupun harga pada titik impas

30.914 kg per ha atau berkisar antara 43 – 70 lebih rendah dari produktivitas maupun harga

persen dari produktivitas aktual. Sementara titik aktual di tingkat petani. Adapun hasil analisis

impas harga bervariasi antara Rp 600 – Rp 896 untuk masing-masing komoditas diuraikan pada

per kg. Hasil analisis pada berbagai jenis lahan bagian berikut.

Tabel 6. Titik Impas Produksi dan Harga Usahatani Hortikultura pada Kabupaten Terpilih, Tahun 2000-2001

Produktivitas

Total Biaya

Produktivitas

Harga Aktual

Harga pada

DRC=1 (Rp) Bawang merah, a. Indramayu

Sosial (Rp)

Aktual (Kg/Ha)

(Rp)

pada DRC=1 (Kg/Ha)

Baik - MH, 2000/2001