Pengolahan Limbah Cair Radioaktif
2.5. Pengolahan Limbah Cair Radioaktif
Pengolahan limbah radioaktif cair cukup sering melibatkan aplikasi dari beberapa langkah seperti penyaringan, pengendapan, penyerapan, pertukaran ion, penguapan dan / atau membran pemisahan untuk memenuhi persyaratan yang baik sebelum melepaskan zat cair terkontaminasi ke lingkungan dan pengkondisian konsentrasi limbah sebelum pembuangan. Bahan baru dan lebih Pengolahan limbah radioaktif cair cukup sering melibatkan aplikasi dari beberapa langkah seperti penyaringan, pengendapan, penyerapan, pertukaran ion, penguapan dan / atau membran pemisahan untuk memenuhi persyaratan yang baik sebelum melepaskan zat cair terkontaminasi ke lingkungan dan pengkondisian konsentrasi limbah sebelum pembuangan. Bahan baru dan lebih
Penyerapan dikombinasikan dengan filtrasi membran dalam proses tahap tunggal dapat memberikan penghapusan efisien dari kedua kontaminan terlarut dan tersuspensi bahkan bentuk koloid. Kombinasi ini tidak hanya keuntungan dari peningkatan sorpsi kinetika karena luas permukaan yang sangat tinggi dari sorbents, tetapi juga menyediakan untuk pemisahan efektif dari sorbents dari limbah. Zeolit muraha mineral aluminosilikat alami yang terhidrasi, distribusi secara geografis yang luas dan ukuran deposit yang besar. Eksperimental penentuan mengenai perlakuan terhadap radioaktif limbah cair pada membran semipermeabel dilakukan dengan menggunakan perangkat filtrasi. Setiap sistem membran akan memerlukan beberapa jenis air umpan pretreatment, baik untuk melindungi integritas membran dan atau untuk mengoptimalkan kinerjanya [4]. Sorpsi radionuklida pada sorbents anorganik (zeolit) alam adalah sangat baik pretreatment untuk filtrasi membran. Berbagai kation dapat teradsorpsi pada zeolit dengan mekanisme pertukaran kation dan dengan memodifikasi permukaan, peningkatan kemampuan untuk menghapus polutan nonpolar dan anion air dapat diperoleh.
Efisiensi proses produksi yang tidak akan pernah mencapai 100 % berdampak dihasilkannya limbah terutama limbah cair dan gas yang harus dikelola dengan bijaksana, artinya bahwa pengelolaan limbah tersebut mampu mengoptimalkan tuntutan kepentingan dari berbagai pihak terkait, terutama kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Mengingat kompleksnya Efisiensi proses produksi yang tidak akan pernah mencapai 100 % berdampak dihasilkannya limbah terutama limbah cair dan gas yang harus dikelola dengan bijaksana, artinya bahwa pengelolaan limbah tersebut mampu mengoptimalkan tuntutan kepentingan dari berbagai pihak terkait, terutama kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Mengingat kompleksnya
Bidang radioekologi saat ini banyak menarik perhatian para pecinta lingkungan, terutama berkaitan dengan masalah limbah radioaktif. Limbah radioaktif selama ini tidak pernah dibuang ke lingkungan secara sembarangan karena telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional. Pengaturan limbah radioaktif dan paparan radiasi secara internasional ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan juga oleh International Commission on Radiological Protection (ICRP). Sedangkan di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 dilaksanakan melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Peraturan dan perizinan yang diberikan oleh BAPETEN juga memperhatikan Undang-ndang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang lainnya yang terkait beserta produk hukum dibawahnya.
Pada dasarnya tingkat bahaya limbah radioaktif tidak berbeda dengan limbah berbahaya lainnya, yang membedakan adalah penyebab dan mekanisme terjadinya interaksi dengan target. Karakteristik bahaya dari limbah radioaktif
adalah memancarkan radiasi yang dapat mengionisasi atau merusak target sehingga menjadi tidak stabil/disfungsi, sedangkan karakteristik bahaya dari limbah B3 antara lain: mudah meledak, mudak terbakar, beracun, reaktif, menyebabkan infeksi dan bersifat korosif. Dalam pengelolaan limbah B3 dikenal konsep Cradle to Grave yaitu pengawasan terhadap limbah B3 dari sejak dihasilkan hingga penanganan akhir. Makalah ini akan membahas implementasi dari sistem pengelolaan limbah dengan konsep Cradle to Grave untuk limbah radioaktif dengan treatment dari setiap fase akan menyesuaikan dengan karakteristik limbah radioaktif.
2.5.1. Limbah Cair Radioaktif
Pada fasilitas produksi radioisotop, limbah radioaktif cair dihasilkan dari proses pelindihan atau pendinginan material, dalam jumlah kecil akan mengandung pengotor yang bersifat radioaktif sehingga bersifat aktif. Di bidang kesehatan, limbah radioaktif cair antara lain hasil ekskresi pasien yang mendapat terapi atau diagnostik kedokteran nuklir. Zat radioaktif yang
digunakan pada umumnya berumur paro pendek (100 < hari), misalnya 125 I,
131 99m
I, 32 Tc, P, sehingga cepat mencapai kondisi stabil. Fasilitas penelitian di bidang kesehatan juga memberikan kontribusi limbah radioaktif cair melalui
hasil ekskresi binatang percobaan. Dengan umur paro sangat pendek, maka penanganan limbah radioaktif tersebut dilakukan dengan menampung sementara sebelum dilepas ke badan air.
Limbah radioaktif cair untuk jenis organik kebanyakan diproduksi oleh fasilitas penelitian, yang dapat terdiri dari: minyak pompa vakum, Limbah radioaktif cair untuk jenis organik kebanyakan diproduksi oleh fasilitas penelitian, yang dapat terdiri dari: minyak pompa vakum,
H dan sebagian kecil 35 C, I dan S. Dalam pengelolaan limbah cair tersebut harus diperhitungkan pula aktivitas konsentrasi zat radioaktif yang
3 14 125
digunakan, terutama jika zat radioaktif yang digunakan untuk tujuan penandaan umumnya mempunyai konsentrasi aktivitas sangat tinggi sehingga harus dipisahkan dengan zat radioaktif yang mempunyai konsentrasi aktivitas rendah.
2.5.2. Sumber Radioaktif Bekas
Sumber radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi memerlukan pengkondisian dan disposal yang sesuai. Sumber radioaktif bekas dibedakan menjadi:
1. Sumber dengan umur paro ≤ 100 hari dengan aktivitas sangat tinggi.
2. Sumber dengan aktivitas rendah, misalnya untuk tujuan kalibrasi.
3. Sumber yang berpotensi memberikan bahaya kontaminasi dan kebocoran.
4. Sumber dengan umur paro >100 hari yang memiliki aktivitas tinggi maupun rendah.
2.5.3. Implementasi Konsep Cradle Grave dalam Penglolaan Limbah
Pengawasan limbah dengan pendekatan Cradle to Grave yaitu pengawasan limbah dari sejak ditimbulkan sampai dengan di tempat pengolahan, penyimpanan, negara asal sumber radioaktif dan pada setiap fase terdapat kegiatan dengan tujuan mencegah terjadi pencemaran ke lingkungan. Implementasi dari konsep ini melalui pengawasan terhadap jalur perjalanan
limbah dari penghasil limbah sampai dengan pihak pengolah atau penyimpan sehingga keberadaan dan tanggungjawab terhadap limbah dapat diketahui. Karena kegiatan tersebut melibatkan beberapa pihak maka memerlukan pengawasan dan dokumen perjalanan yang sesuai sebagai indikator keberadaan limbah. Salah satu tujuan pengawasan limbah radioaktif dengan pendekatan cradle to grave untuk menunjukkan perjalanan limbah radioaktif dari penghasil (industri, rumah sakit, laboratorium penelitian) sampai lokasi tujuan pengiriman limbah radioaktif melalui rangkaian perjalanan dokumen. Dalam setiap tahapan dari rangkaian perjalanan limbah radioaktif disertai dengan tindakan keselamatan terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungan.
2.5.4. Penghasil Limbah Radioaktif
Sebelum limbah radioaktif dikirimkan, penghasil limbah berkewajiban melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkannya dengan tujuan meminimalisasi volume, kompleksitas, biaya dan resiko. Pengelolaan yang dilakukan meliputi mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara. Pengumpulan dan pengelompokkan limbah berdasarkan aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik dan kimia, sifat racun dan asal limbah radioaktif atau mengolah limbahnya apabila memiliki fasilitas pengolahan.
Limbah cair yang berupa sisa zat radioaktif dan limbah cair hasil samping kegiatan dekontaminasi yang memiliki aktivitas tinggi atau umur paro panjang ditempatkan secara terpisah dengan limbah aktivitas rendah atau umur paro pendek. Untuk limbah cair hasil ekskresi atau hasil kegiatan mandi Limbah cair yang berupa sisa zat radioaktif dan limbah cair hasil samping kegiatan dekontaminasi yang memiliki aktivitas tinggi atau umur paro panjang ditempatkan secara terpisah dengan limbah aktivitas rendah atau umur paro pendek. Untuk limbah cair hasil ekskresi atau hasil kegiatan mandi
Penghasil limbah wajib memberikan informasi dengan lengkap dan benar secara tertulis (dalam manifes dokumen) kepada pengangkut tentang identitas limbah, bahaya radiasi, dan sifat bahaya lain yang mungkin terjadi dan cara penanggulangannya. Penghasil limbah juga berkewajiban memberikan tanda, label, atau plakat pada kendaraan angkutan.
2.5.5. Pengangkut
Pengangkut merupakan mata rantai yang sangat penting dalam sistem ini dan bertanggung jawab atas keselamatan pengangkutan limbah sejak menerima dari penghasil sampai kepada penerima. Apabila terjadi kerusakan atau kecelakaan selama pengangkutan, pengangkut harus memberitahukan kepada Badan Pengawas dan Penghasil. Saat ini pengangkutan limbah radioaktif hanya boleh dilakukan oleh pihak-pihak yang telah mempunyai izin pemanfaatan dari BAPETEN dalam bentuk persetujuan pengangkutan.
2.5.6. Pengolah Penympan Negara asal Sumber Radioaktif
Pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif saat ini dilakukan secara terpadu di PTLRBATAN meskipun dalam menjalankan tugasnya, Badan Pelaksana sebetulnya dapat menunjuk dan atau bekerja sama dengan BUMN, swasta dan Koperasi. Sehingga sampai saat ini pihak pengolah atau penyimpan
PTLR-BATAN. Pihak
pengolah/penyimpan /negara asal sumber radioaktif berkewajiban memeriksa kesesuaian limbah yang diserahkan oleh pengangkut dengan kualifikasi limbah sebagaimana tercantum dalam dokumen pengiriman limbah. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka pihak pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif wajib memberitahukan ke Badan Pengawas dan penghasil limbah guna investigasi lebih lanjut. Namun apabila limbah radioaktif yang diterima oleh pengolah sudah sesuai dengan dokumen pengiriman limbah maka pihak pengolah/penyimpan dapat melakukan pengolahan/penyimpanan limbah radioaktif dengan teknologi yang sesuai. Sedangkan negara asal sumber radioaktif dapat melakukan penanganan sumber radioaktif bekas yang diterimanya sesuai dengan kebijakan pengelolaan limbah radioaktif Negara tersebut.
Pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh pihak pengolah dimaksudkan untuk mereduksi volume limbah dan mengurangi paparan radiasi dari limbah radioaktif agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan sehingga dosis radiasi yang diterima oleh pekerja akibat adanya limbah tersebut tidak akan melebihi ketentuan dosis tahunan yang telah ditetapkan.