BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Penyakit gigi dan mulut merupakan suatu penyakit yang tersebar luas pada sebagian besar penduduk di seluruh dunia, sehingga benar-benar menjadi masalah
kesehatan masyarakat karena dapat memengaruhi kesehatan secara umum dan kualitas hidup. Karies gigi menjadi penyakit kronis yang paling banyak diderita anak
usia 5-17 tahun dengan kasus lima kali lebih banyak dibandingkan asma dan 7 kali lebih besar dari demam akibat alergi The National Institutes of Health, 2012
Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor perilaku dan non perilaku Notoatmodjo, 2005. Menurut Bahar
2000 salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut penduduk di negara berkembang adalah perilaku.
Di negara-negara Eropa dan Amerika, 90 -100 anak-anak di bawah umur 18 tahun menderita penyakit karies dentis. Sebanyak 60-90 anak usia sekolah dan
orang dewasa pada umumnya di seluruh dunia memiliki permasalahan gigi dan mulut WHO Oral Health Media Center, 2012
Ketidakpedulian pada kesehatan gigi dan mulut secara ekonomis juga merugikan. Di beberapa negara penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit keempat
yang paling mahal pengobatannya. Mengobati gigi berlubang diperkirakan mencapai US3.513 per 1.000 anak. Melebihi biaya anggaran kesehatan untuk anak-anak di
negara yang rendah pendapatan perkapitanya International Dental Journal, 2002
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, 70-80 penduduk mengalami masalah gigi berlubang yang masih berada di atas rata-rata global atau lebih dari 2 gigi. 72,3 anak-anak di bawah
usia 12 tahun juga menderita masalah yang sama Okezone.com, 2012 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004, penyakit karies gigi
dan periodontal telah dialami 90 masyarakat Indonesia serta menduduki peringkat pertama penyakit yang paling sering dikeluhkan masyarakat. Penyakit gigi dan mulut
juga termasuk kategori progresif artinya bila tidak dirawatdiobati akan semakin parah dan bersifat irreversible yaitu jaringan yang rusak tidak dapat utuh kembali
Depkes RI, 2006 Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting
dalam pembangunan kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia sekolah terhadap gangguan kesehatan gigi. Banyak orang tua
tidak pernah membayangkan bahwa masalah gigi dan mulut anak dapat berpengaruh pada perkembangan anak. Maka,orang tua harus memberikan perhatian terhadap
kesehatan gigi dan mulut anak N Sihite, 2011 Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan 72,1 penduduk
Indonesia mempunyai pengalaman gigi berlubang karies dan sebanyak 46,5 diantaranya karies aktif yang belum dirawat. Penelitian Pepsodent Tahun 2004
menunjukkan 60 kaum ibu baru mengetahui adanya masalah dengan gigi anak-anak mereka ketika anak-anak mengeluhkan sakit pada giginya Nasution,2009
Pada anak usia sekolah 6-12 tahun pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting karena pada masa ini merupakan waktu dimana terjadi pergantian
Universitas Sumatera Utara
gigi susu ke gigi tetap Muhariani, 2009. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan upaya promotif, preventif, dan kuratif.
WHO menganjurkan berbagai usaha untuk mencegah dan memberantas penyakit gigi dan mulut. Salah satu usaha yang telah dilakukan di berbagai negara
dan berhasil baik ialah dengan pemelihaaraan kesehatan gigi anak-anak sekolah secara teratur dan sistematis Entjang, 2000. Upaya pemeliharaan kesehatan gigi
anak sekolah dilakukan melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah UKGS yang melibatkan tim yang terdiri dari dokter gigi, perawat gigi, dan petugas UKGS.
Pertumbuhan gigi, baik yang sementara maupun tetap harus diawasi dengan kunjungan teratur pada dokter gigi setiap 6 bulan sekali. Tidak adanya rasa sakit
bukan berarti tidak adanya penyakit atau karies gigi Pearce, 2002 Pengaruh orang tua sangat kuat pada anak, terutama ibu karena ibu adalah
orang terdekat anak yang memberikan pengaruh baik sikap maupun perilaku mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Ibu berperan dalam memberikan
pengertian,mengingatkan,membimbing dan menyediakan fasilitas dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang terserdia. Pengetahuan ibu
mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung kebersihan gigi dan mulut seperti memeriksakan gigi tiap 6 bulan sekali Moeis, 2005
Rayner mengatakan bahwa kebiasaan ibu dalam menjaga kesehatan gigi merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kesehatan gigi anak.
Bullen dkk menyimpulkan bahwa kesehatan gigi anak paling dipengaruhi oleh arahan dari orang tua sebagaimana orang tua menjaga kesehatan gigi mereka.
Universitas Sumatera Utara
Ibu adalah orang yang pertama kali dijumpai seorang anak dalam kehidupan. Semua perilaku ibu, cara mendidik anak dan kebiasaannya dapat dijadikan contoh
bagi anak. Kaum ibu paling berperan dalam mewujudkan dan mengembangkan kesehatan secara umum dan memelihara kesehatan gigi dalam keluarga secara khusus
Lina N, 2007 Menurut Dian 2011 yang mengutip pendapat Effendy, peranan seorang ibu
dalam kesehatan gigi anak adalah sebagai motivator, edukator dan fasilitator. Motivator adalah orang yang memberikan motivasi atau mendorong seseorang untuk
bertindak. Secara klinis, motivasi diperlukan untuk mendapatkan kekuatan pada pasien yang mendapat perawatan. Motivasi didasari atas suatu kebutuhan, tujuan dan
tingkah laku yang khas. Sebagai edukator, seorang ibu wajib memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarganya dalam menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi
perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Sebagai fasilitator, seorang ibu dapat dijadikan panutan bagi anak-anaknya
dalam memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan yang dihadapi sehari-hari.
Puskesmas merupakan suatu tempat upaya perawatan dan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengusahakan semakin meningktanya derajat
kesehatan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan seperti yang diharapkan pada tujuan nasional bangsa Indonesia Depkes, 2004. Salah satu bentuk pelayanan di
Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi. Pelayanan kesehatan gigi dilakukan di poliklinik gigi yang melayani berbagai masalah kesehatan gigi.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut ditujukan pada keluarga serta masyarakat di wilayah kerjanya, secara menyeluruh baik promotif, preventif, dan kuratif Rukasa,
2005. Dalam pelaksanaanya, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh Rumah Sakit, Puskesmas, dan Balai Pengobatan gigi atau praktek dokter gigi swasta.
1,3 penduduk yang mengeluh sakit gigi hanya 13 yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan. Diantara yang mengeluh tersebut 35,5 berobat ke Puskesmas ,
25,5 ke dokter gigi dan 17,8 ke tenaga kesehatan, selebihnya berobat ke fasilitas lainnya Depkes RI, 2000
Pemanfaatan unit pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang rendah pada puskesmas menunjukkan fenomena yang memengaruhi tercapainya hidup sehat.
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia Tahun 2001, gambaran pemanfaatan unit pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada puskesmas rata-rata 5 orang perhari
sedangkan target nasional pemanfaatan puskesmas sebanyak 9 orang perhari Depkes RI, 2001. Pemanfaatan poliklinik gigi puskesmas yaitu rata-rata 11 orang per bulan
atau 0,5 orang per hari Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2007 Dalam hal pemanfaaatan pelayanan kesehatan, tiap individu memiliki
kecenderungan yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh perilaku kesehatan menurut Green 1980 ditentukan oleh 3 faktor yaitu : faktor predisposisi
predisposing factor yang terdiri dari pengetahuan, nilai, kepercayaan, tingkah laku dan sosial ekonomi yang mendasari perubahan perilaku; Faktor pendukung enabling
factor terwujud dalam lingkungan fisik seperti tersedianya sarana kesehatan, obat- obatan, dan lain sebagainya; faktor pendorong reinforcing factor terwujud dalam
Universitas Sumatera Utara
sikap petugas kesehatan, guru, keluarga, teman dan sebagainya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat Notoadmodjo, 2007
Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 penyakit gigi dan mulut merupakan urutan ke Sembilan dari sepuluh penyakit
terbesar dengan jumlah kunjungan sebanyak 1.482 kunjungan yang terdiri dari 62,8 berusia lebih dari 15 tahun dan 37,2 kunjungan usia 15 tahun kunjungan pasien ke
poli gigi umumnya menderita gangguan gigi dan mulut , dan 43,9 diantaranya menderita karies gigi, dan 56,1 lainnya menderita gangguan periodontal.
Hasil penelitian Pratiwi 2007 yang dikutip oleh Dian 2011 menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan kesehatan gigi orang tua mengakibatkan perilaku
mencari pengobatan ke Puskesmas maupun Rumah Sakit juga rendah. Hal ini disebabkan karena persepsi orang tua bahwa sakit gigi pada anak tidak perlu segera
diobati, sehingga orang tua pada umumnya membawa anaknya untuk berobat setelah terjadi pembengkakan pada daerah gusi dan pipi anak.
Hasil penelitian Dian 2011 di Padang Selatan menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, pendidikan, status ekonomi orang tua dan jarak rumah
berhubungan dengan pemanfaatan fasilitas kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan menjadi faktor yang paling dominan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut. Hasil penelitian Agus Muliadi 2008 di Pematang Siantar menunjukkan
bahwa pendapatan dan kepemilikan asuransi berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Lilik Rosdawati 2004 di Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa
pengetahuan siswa yang cenderung baik kurang memotivasi siswa untuk bersikap dan melakukan tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, sehingga status
kesehatan gigi dan mulut siswa SMU di kabupaten Langkat relatif rendah. Hal tersebut merupakan dampak kurang berhasilnya pelaksanaan program UKGS yang berjalan
selama ini di tingkat dasar SD.
Dari survei awal yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Desa Lama Kecamatan Sei Lepan diketahui bahwa dalam tiga tahun terakhir rata-rata kunjungan
anak SD di poli gigi dan mulut berkisar antara 1-2 orang setiap bulannya bahkan nol kunjungan. Ibu membawa anak berkunjung ke poli gigi hanya ketika ada keluhan
gigi anak, padahal baiknya pemeriksaan gigi dilakukan setiap 6 bulan sekali baik ketika ada keluhan maupun tidak. Dalam hal pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi,
anak tidak dapat bertindak sendiri namun ibu lah yang berperan dalam menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah dari Puskesmas Desa Lama sudah berjalan di beberapa Sekolah Dasar yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Sei lepan. Salah satunya adalah program UKGS yang ada di SDN 054936 Wonorejo. Kegiatan UKGS yang terlaksana antara lain pemeriksaan gigi dan mulut, sikat gigi
masal, penyuluhan, dan pencabutan gigi susu. SDN 054936 Wonorejo adalah SD yang berjarak paling dekat 200 m dengan Puskesmas tersebut. Namun angka
kunjungan dari siswa SD ini sangat kecil dan kejadian karies anak masih cukup tinggi yakni dari 10 orang anak yang diperiksa diketahui 8 orang anak mengalami karies
dan penyakit gigi lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui perilaku ibu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di SDN 054936
Wonorejo Kecamatan Sei Lepan Tahun 2013.
1.2. Rumusan masalah