sebagai pemimpin Sumatera Utara. Sehingga pada saat pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten kota, partisipasi pemilih terus mengalami penurunan yang sangat drastis akibat
memburuknya citra tokoh-tokoh politik tersebut. Hal ini juga terlihat dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Pilgubsu 2013 di mana partisipasi pemilih hanya 48,50 . Hasil
tersebut sebagai bukti menurunnya minat memilih masyarakat Sumatera Utara. Berikut daftar kepala daerah yang pernah dan akan berhadapan dengan pengadilan
terkait kasus korupsi :
1. Syamsul Arifin, Gubernur Sumatera Utara, terpidana kasus korupsi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Kabupaten Langkat tahun 2000-2007.
2. Awang Faroek Ishak, Gubernur Kalimantan Timur, tersangka kasus divestasi
saham PT Kaltim Prima Coal.
3. Agusrin Najamudin, Gubernur Bengkulu, terpidana kasus korupsi pajak bumi dan
bangunan serta bea penerimaan hak atas tanah dan bangunan Bengkulu tahun 2006-2007.
4. Thaib Armaiyn, Gubernur Maluku Utara, tersangka kasus korupsi Dana Tak
Terduga tahun 2004 dan APBD Provinsi Maluku Utara tahun 2007.
5. Amran Batalipu, Bupati Buol, terdakwa kasus suap kepengurusan hak guna usaha
perkebunan kelapa sawit PT Hardaya Inti Plantations atau PT Cipta Cakra Murdaya 2011.
6. Mochtar Muhammad, Wali Kota Bekasi, terpidana kasus suap dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2010.
7. Sunaryo, Wakil Wali Kota Cirebon, terpidana kasus penyelewengan dana belanja
barang dan jasa senilai Rp 4,9 miliar APBD Kota Cirebon 2004.
8. Eep Hidayat, Bupati Subang, terpidana kasus korupsi biaya pemungutan pajak
bumi dan bangunan senilai Rp 14 miliar tahun 2005-2008.
Universitas Sumatera Utara
9. Satono, Bupati Lampung Timur, terpidana kasus korupsi penggelapan dana rakyat
dalam APBD sebesar Rp119 miliar dan menerima suap Rp 10,5 miliar dari pemilik Bank Perkreditan Rakyat, Tripanca Setiadana, pada 2005.
10. Fauzi Siin, Bupati Kerinci, terpidana kasus suap dana APBN 2008. 11. John Manuel Manoppo, Wali Kota Salatiga, tersangka kasus korupsi proyek
pembangunan Jalan Lingkar Selatan Salatiga. Para tokoh politik sudah seharusnya menyadari realita yang terjadi di tengah
masyarakat, tidak hanya para elit politik di Sumatera Utara, namun juga para elit politik di tanah air.
Ditambah lagi tahun 2013 menurut kalender KPU merupakan tahun politik dikarenakan banyak daerah-daerah yang melakukan pemilihan kepala daerah yang tentunya
akan mempengaruhi hasil Pilpres 2014. Citra yang buruk merupakan salah satu hal yang harus diperbaiki setiap tokoh-tokoh
politik yang memiliki niatan untuk maju mencalonkan diri, baik sebagai anggota legislatif, kepala daerah, dan tentunya presiden. Bukan hanya tokoh politik, partai yang merupakan
syarat untuk mengajukan calon juga harus berbenah untuk bersaing merebut hati rakyat. Politik memang meupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh jika ingin berperan
di dalam menetukan kebijakan yang sistemnya memang sudah di atur di dalam UUD 1945. Kebijakan Ekonomi salah satu yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat pada
umumnya. Kebijakan tersebut ditentukan oleh pimpinan birokrasi pemerintahan. Tentunya, untuk menjadi pimpinan di suatu daerah bukan merupakan hal yang mudah.
Kegiatan politik kedepan harus beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini di tengah-tengah masyarakat. Tentunya strategi yang digunakan untuk memperoleh
dukungan masyarakat saat ini sangat berbeda dengan yang sudah ada selama ini. Partai
Universitas Sumatera Utara
tentunya tidak hanya memberikan bantuan saja kepada masyarakat, karena masyarakat sudah sangat berhati-hati di dalam memilih pemimpin mereka untuk jangka panjang. Dalam hal ini,
Partai Politik juga harus bersih-bersih kader, artinya setiap kader mereka yang pernah tersandung kasus korupsi, kriminal, harus dikeluarkandari partai.
Partai Politik sendiri tidak lagi mampu berbuat banyak di dalam memenangkan setiap persaingan di dalam pemilukada. Citra dari tokoh politik itu sendiri yang sangat menentukan
tingkat kepercayaan masyarakat untuk memilih atau tidak. Karena masyarakat sudah menganggap bahwa setiap partai tidak ada lagi yang benar-benar tulus memperjuangkan
kepentingan rakyat. Dampaknya, tidak ada lagi dikatakan partai besar dan partai kecil, karena semuanya ditentukan dari citra tokoh dari partai itu sendiri. Jika tokoh tersebut dikenal
masyarakat sebagai tokoh yang jujur dan memiliki kapabilitas untuk menjadi pemimpin mereka, maka tokoh tersebut dapat menarik simpati masyarakat dan pastimya dapat
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suaranya sebagai warga negara.
Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jokowi merupakan salah satu tokoh politik yang mampu menarik simpati warga, dan terbukti mampu mengungguli
pesaingnya dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Hebatnya lagi, Jokowi mampu mengungguli pasangan incumbent yang ikut berkompetisi saat itu, terlebih
Jokowi bukanlah warga Jakarta yang tentunya tidak memilik hak untuk memilih dirinya sendiri. Banyak fakta-fakta lain yang membuktikan keberhasilan Jokowi merupakan hal
mutlak yang terjadi karena citra dirinya yang bersih, jujur, dan merakyat. Jokowi sebelumnya merupakan Walikota Solo yang sudah menjabat selama 2 periode,
yang selama menjadi walikota banyak perubahan yang terjadi di kota Surakarta tersebut. Terjun langsung menangani masyarakat membuat dia dikagumi warga solo sehingga
pada pencalonan kembali dirinya untuk periode kedua tidak lagi membutuhkan kampanye
Universitas Sumatera Utara
dan tidak mengeluarkan dana untuk memperoleh kepercayaan masyarakat. Terbukti pada pemilihan Walikota Solo berikutnya, Jokowi kembali terpilih dengan menang mutlak lebih
dari 90 suara. Suatu hal yang sangat fantastis saat itu sekaligus membuktikan bahwa citra tokoh politik merupakan faktor yang sangat penting untuk memenangkan pemilihan.
Dalam ajang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta awalnya banyak yang meragukan langkah seorang Jokowi di dalam pencalonannya sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur DKI Jakarta, hal ini sebenarnya cukup beralasan, selain karena Jokowi bukan merupakan warga Jakarta, Figur calon incumbent Fauzi Bowo serta Nachrowi juga
merupakan alasan beberapa kalangan meragukan pancalonan Jokowi yang saat itu berpasangan dengan Basuki Tjahya Purnomo.
Sudah merupakan hal umum bahwa Betawi merupakan penduduk asli DKI Jakarta, yang tentunya punya pengaruh besar dalam pemenangan calon yang bersaing. Tentunya
Fauzi Bowo yang merupakan orang betawi asli diuntungkan akan hal itu, terlebih lagi pasangannya Nachrowi Ramli merupakan Ketua Perhimpunan Masyarakat Betawi.
Sedangkan Jokowi serta Basuki tidak memiliki keturunan dari darah Betawi. Jokowi sendiri memiliki suku Jawa, dan Basuki yang lebih dikenal Ahok merupakan keturunan Tionghoa.
Selain suku, agama juga merupakan isu yang dimanfaatkan untuk menjatuhkan pasangan Jokowi-Ahok.
Kemenangan Jokowi-Ahok tidak terlepas dari peran anak muda yang membuktikan kreatifitas mereka mampu mendongkrak popularitas Jokowi-Ahok. Mahasiswa merupakan
salah satu kelompok pemuda yang saat itu banyak memberikan pengaruh yang mengarahkan warga DKI Jakarta untuk lebih percaya kepada pasangan Jokowi-Ahok untuk memimpin DKI
Jakarta. Pola pikir yang kritis serta didasari ilmu pengetahuan yang membuat pilihan kalangan
akademis merupakan salah satu hal yang mempengaruhi masyarakat untuk mempercayai
Universitas Sumatera Utara
salah satu calon. Alasan inilah yang mendasari bahwa setiap tokoh politik harus mampu meyakinkan anak muda dari kalangan akademis untuk menjatuhkan pilihan mereka. Citra
positif dari seorang Jokowi merupakan modal kuat untuk Jokowi agar maju menjadi calon Presiden RI pada tahun 2014 nanti.
Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, citra dari Jokowi diperkirakan ikut berperan dalam meningkatnya partisipasi pemilih. Ketua Kelompok Kerja Pokja Pemungutan dan
Penghitungan Suara KPU Provinsi DKI Jakarta Sumarno mengatakan, jumlah golput menurun karena partisipasi pemilih pada putaran kedua naik sekitar 2,2 persen menjadi 66,8
persen. http:nasional.kompas.comread2012092714505319Pilkada.DKI.Putaran.Kedua.Golput.
Jakarta.Menurun. Untuk itu, saya tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh citra dari Jokowi untuk mempengaruhi niat memilih mahasiswa pada Pilpres 2014.
Hasil survei Pusat Data Bersama PDB beberpa waktu menunjukkan Jokowi bertengger di urutan teratas capres potensial 2014. Walikota nomor tiga sedunia itu
mengalahkan muka-muka lama lainnya.
Tabel 1.2 13 Besar Capres Potensial
No Nama Calon Persentase
1 Joko Widodo
21,2 persen 2
Prabowo Subianto 18,4 persen
3 Megawati Soekarnoputri
13,0 persen 4
Rhoma Irama 10,4 persen
5 Aburizal Bakrie
9,3 persen 6
Jusuf Kalla 7,8 persen
7 Wiranto
3,5 persen 8
Mahfud MD 2,8 persen
9 Dahlan Iskan
2,0 persen 10 Surya Paloh
1,3 persen 11 Hatta Rajasa
1,2 persen 12 Chairul Tanjung
0,4 persen 13 Djoko Suyanto
0,3 persen Sumber : http:news.detik.comread20130212044742216738610taufiq- kiemas-pdip-
tolak-jokowi-maju-capres-2014
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh citra dari seorang tokoh politik untuk mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan
umum, khusunya pemilihan presiden 2014. Penelitian ini saya lakukan di kalangan mahasiswa di fakultas ilmu sosial dan politik. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan
pemilih pemula yang tentunya sangat kritis di dalam menentukan pilihan berdasarkan ilmu yang mereka peroleh serta pengetahuan yang mereka dapat dari rekam jejak setiap calon yang
akan muncul untuk bersaing dalam Pemilihan Presiden tahun 2014. Mahasiswa juga merupakan salah satu kalangan akademis muda yang gemar berbicara tentang politik, bahkan
sebagian kelompok mahasiswa yang aktif berorganisasi merupakan pelaku politik walaupun masih dalam ruang lingkup yang kecil yaitu lingkungan kampus. Mencalonkan diri menjadi
pengurus himpunan mahasiswa merupakan salah satu langkah mahasiswa sebagai pelaku politik di lingkungan kampus.
Uraian di atas merupakan ide yang mendasari dilakukannya penelitian dengan judul
“Pengaruh Kepercayaan dan Citra Jokowi Terhadap Minat Memilih Mahasiswa Pada Pemilihan Presiden 2014 Studi Kasus Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara”
1.2 Perumusan Masalah