HUBUNGAN ANTARA SIKAP GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI KERJA GURU, DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DENGAN KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI WILAYAH ABUNG LAMPUNG UTARA

(1)

ii ABSTRACT

THE CORRELATION OF THE TEACHER’S TOWARD THE

HEADMASTER’S LEADERSHIP, WORK MOTIVATION AND

PEDAGOGIC COMPETENCE WITH TEACHER’S PERFORMANCE IN SMAN ABUNG NORTH LAMPUNG

By Tuti Rospasari

This research was aimed at finding out the significant level of correlations: 1) correlations among teacher’s toward the headmaster’s leadership, work motivation and pedagogic competence with teacher’s performance; 2) correlation between teacher’s toward the headmaster’s leadershipwith teacher’s performance;

3) correlation between work motivation with teacher’s performance; 4) correlations between pedagogic competence with teacher’s performance of

SMAN teacher in Abung North Lampung.

This research was basically a correlations research. The population was all SMAN teacher in Abung North Lampung. The number of sample was 64 teachers chosen by using proportional random sampling technique. Whereas, the instruments used are test for teacher’s toward the headmaster’s leadership, and questionnaire to teacher’s performance, work motivation, and pedagogic competence. Analysis technique of the data multiple and simple correlation.

The result of this research was shown that : 1) there were tight, significant, and positive correlations among teacher’s toward the headmaster’s leadership, work motivation and pedagogic competence with teacher’s performance, towards correlation coefficient rx123y = 0,755, 2) there was tight enough, significant, and positive correlation between teacher’s toward the headmaster’s leadership and teacher’s performance, towards correlation coefficient rx1y = 0,533, 3) there was tight, significant, and positive correlation between work motivation and teacher’s performance, towards correlation coefficient rx2y = 0,635, and 4) there was tight, significant, and positive correlation between pedagogic competence and teacher’s performance, towards correlation coefficient rx3y = 0,600.


(2)

iii ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA SIKAP GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI KERJA GURU, DAN KOMPETENSI

PEDAGOGIK DENGAN KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH

ATAS NEGERI DI WILAYAH ABUNG LAMPUNG UTARA

Oleh Tuti Rospasari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara : 1) sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja guru dan kompetensi pedagogik guru secara bersama-bersama dengan kinerja guru, 2) sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru, 3) motivasi kerja dengan kinerja guru, dan 4) kompetensi pedagogik dengan kinerja guru pada guru SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara.

Penelitian ini termasuk penelitan korelasional. Populasi yang dijangkau adalah seluruh guru SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara. Sampel penelitian sebanyak 64 orang yang ditetapkan secara Proportional random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah non tes berbentuk angket untuk menjaring data kinerja guru, sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja, dan kompetensi pedagogik guru. Teknik analisis data korelasi sederhana dan ganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) terdapat hubungan positif, erat dan signifikan antara sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja guru, dan kompetensi pedagogik guru secara bersama-sama dengan kinerja guru, dengan koefisien korelasi rx123y = 0,755, 2) terdapat hubungan positif, cukup erat dan signifikan antara sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru, dengan koefisien korelasi rx1y = 0,533, 3) terdapat hubungan positif, erat dan signifikan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru, dengan koefisien korelasi rx2y = 0,635, dan 4) terdapat hubungan positif, erat dan signifikan antara kompetensi pedagogik guru dengan kinerja guru, dengan koefisien korelasi rx3y = 0,600.


(3)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan dengan berbagai permasalahan pendidikan, salah satunya adalah masalah rendahnya mutu pendidikan. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Salah satu faktor penting dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan adalah peningkatan mutu guru. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dituntut meningkatkan kompetensinya sesuai perkembangan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas.

Guru yang profesional merupakan guru yang kompeten dan terampil mengelola pembelajaran dan harus dapat menjalankan fungsi pengelolaan pembelajaran yang merupakan ciri pokok pekerjaan seorang guru. Kompetensi dan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dapat menentukan keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sekolah dikembangkan menjadi lembaga pendidikan yang diberi kewenangan dan tanggung jawab secara luas untuk mandiri, maju, dan berkembang berdasarkan kebijakan dasar pengelolaan pendidikan yang ditetapkan pemerintah pusat. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan harus diimplementasikan secara efektif dan efisien. Oleh


(4)

karena itu, kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh kembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat bekerja, disiplin kerja, keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Lebih lanjut kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses pembelajaran, dengan melakukan supervisi kelas, membina dan memberikan saran-saran positif kepada guru, memperhatikan iklim sekolah yang kondusif, otonomi sekolah, kewajiban sekolah, kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan profesional, serta partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan pendidikan di sekolah.

Faktor-faktor yang dominan untuk meningkatkan mutu sekolah seperti yang disarankan oleh Danim ( 2005 : 56 ), yaitu :

1. Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikan layanan yang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.

2. Siswa; pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .


(5)

3. Guru; pelibatan guru secara maksimal, dengan meningkatkan kompetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.

4. Kurikulum; adanya kurikulum yang ajeg/tetap tetapi dinamis, dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals (tujuan) dapat dicapai secara maksimal;

5. Jaringan Kerjasama (masyarakat); jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang tua dan masyarakat ) tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan/instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap di dalam dunia kerja

Berdasarkan pendapat di atas, perubahan paradigma harus dilakukan secara bersama-sama antara kepala sekolah, guru, siswa, dan masyarakat sehingga mereka mempunyai langkah dan strategi yang sama yaitu menciptakan mutu dilingkungan kerja khususnya lingkungan kerja pendidikan. Khususnya kepala sekolah dan guru/karyawan harus menjadi satu tim yang utuh (teamwork) yang saling membutuhkan dan saling mengisi kekurangan yang ada sehingga target (goals) akan tercipta dengan baik.

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara adalah mutu pendidikan yang belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Hal ini terlihat pada perolehan nilai akreditasi sekolah yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Sekolah, seperti tertuang pada tabel berikut:


(6)

Tabel 1.1 Perolehan Nilai Akreditasi Sekolah di Wilayah Abung Lampung Utara

No Nama Sekolah Nilai Akreditasi

1 SMA N Abung Semuli B

2 SMA N Abung Selatan C

3 SMA N Abung Pekurun C

4 SMA N Abung Barat C

5 SMA N Abung Timur C

6 SMA N Abung Surakarta C

Sumber : Data Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara Tahun 2009

Berdasarkan tabel di atas, rata-rata perolehan nilai akreditasi SMAN di Wilayah Abung kabupaten Lampung Utara masih rendah (Rata-rata C). Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap perolehan nilai akreditasi pada SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara adalah kepala sekolah, guru dan siswa. Indikator nilai akreditasi yang muncul dari kepala sekolah dan guru adalah kinerja, sedangkan dari siswa tersebut antara lain adalah kelulusan, nilai rata-rata ujian nasional, dan siswa yang dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri.

Berdasarkan pemaparan hasil temuan Korwasda Lampung Utara kinerja guru SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara masih digolongkan rendah. Indikator rendahnya kinerja guru antara lain dalam perencanaan penyiapan perangkat pembelajaran masih mencopy dari perangkat yang telah ada tanpa melalui analisis konteks, dalam pelaksanaan pembelajaran masih ditemukan guru datang terlambat dan guru tidak masuk sekolah.


(7)

Selanjutnya, hasil observasi awal yang telah dilakukan memberi masukan adanya faktor-faktor yang menyebabkan kinerja guru SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara masih rendah.

Pertama: Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah; Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kinerja guru. Sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah adalah kecenderungan dan perasaan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang harus dipenuhi sebagai seorang pemimpin dalam organisasi belajar, meliputi: penguasaan pribadi (personal mastery), model mental (mental models), berbagi visi (shared vision), pembelajaran tim (team learning), dan berpikir sistemik (system thingking), hal ini tertuang dalam bentuk perasaan positip atau negatif dan kecenderungannya untuk melakukan suatu tindakan yang didasari atas setuju-tidak setujunya terhadap kepemimpinan kepala sekolah.

Peran kepala sekolah dan kewenangan yang diberikan kepada sekolah mengakibatkan kepala sekolah memiliki peranan yang krusial dan kuat dalam keputusan politik pendidikan di sekolah. Dampak yang terjadi adalah skill, wawasan, kemampuan analisis dari kepala sekolah makin bervariasi. Kemampuan sekolah ini tentu akan berdampak pula pada efek positif terhadap kinerja guru sebagai akibat dari tumbuhnya etos kerja baru dalam sekolah. Setiap kepala sekolah mempunyai sifat, kebiasan, watak dan kepribadian yang unik dan khas, dan juga setiap kepala sekolah mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda


(8)

antara kepala sekolah satu dengan yang lain, hal inilah yang dapat membedakan dirinya dari orang yang lain.

Kedua: Motivasi kerja guru; meskipun gaya kepemimpinan seorang kepala sekolah mempunyai ciri khas tersendiri tetapi tetap saja seorang kepala sekolah yang bertangung jawab terhadap semua kegiatan di sekolah, termasuk menumbuhkan motivasi kerja guru. Motivasi kerja guru yang terdiri dari dorongan dalam diri guru seperti: 1) pengembangan pribadi, yang meliputi: dedikasi, tanggung jawab, kemandirian, kepuasan pribadi dan percaya diri, 2) prestasi, yang meliputi senang bekerja keras, menginginkan hasil terbaik, dan tidak cepat merasa puas, dan 3) rasional dalam bertindak, yang meliputi: menetapkan tujuan secara rasional, dan hati-hati dalam memilih metode sesuai dengan pekerjaan.

Seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi jika ia memiliki kompetensi pedagogik tinggi. motivasi kerja guru yang ada pada diri seorang guru perlu diarahkan melalui kepemimpinan yang baik, disinilah pentingnya peran kepala sekolah.

Ketiga: Kompetensi guru; seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi jika ia memiliki kompetensi pedagogik tinggi. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


(9)

Selanjutnya, berdasarkan survey awal yang dilakukan langsung pada beberapa SMA Negeri di wilayah Abung, dijumpai bahwa perencanaan pembelajaran yang tertuang dalam perangkat pembelajaran (seperti: Pemetaan SI, Pengembangan Silabus, RPP, dan Penilaian) belum semua guru menyusunnya. Selanjutnya, Pelaksanaan pembelajaran (seperti: kehadiran guru, pemanfaatan sumber belajar yang ada) juga belum maksimal. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja guru masih rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru, menurut Sedarmayanti (2001: 67) antara lain: (1) sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja atau budaya

kerja); (2) pendidikan; (3) keterampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat penghasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan sosial atau

kesejahteraan; (8) iklim kerja; (9) sarana prasarana yang memadai; (10) teknologi; (11) kesempatan untuk berprestasi. Semakin tinggi faktor di atas, semakin besarlah prestasi kerja seseorang. Seseorang yang telah memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru adalah kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman


(10)

terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan

pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Peningkatan kompetensi pedagogik guru dapat diupayakan melalui penataran dan pelatihan yang diadakan MGMP (Musyawarah Kerja Guru Mata Pelajaran), dan sejenisnya yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah yang mereka temui dalam kegiatan pembelajaran. Permasalahan yang berkaitan dengan hal tersebut diantaranya pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaat teknologi pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar.

Pada dasarnya pemberdayaan guru melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru terjadi melalui beberapa tahapan. Pertama, guru-guru mengembangkan sebuah kesadaran awal, mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik. Tahap kedua, mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidak mampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan diri. Akhirnya, ketiga, seiring dengan tumbuhnya keterampilan dan kepercayaan diri, para guru bekerja sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan (Mulyasa, 2003: 186)


(11)

Peningkatkan kualitas pendidikan sangat diperlukan kinerja yang tinggi, sebab orang yang memiliki kompetensi pedagogik yang tinggi seharusnya mempunyai motivasi yang tinggi terhadap pekerjaannya. Motivasi tersebut dapat ditunjukan pada disiplin kerja, bekerja sungguh-sungguh, menjaga kualitas atau mutu pembelajaran, dan bertanggungjawab terhadap seluruh sistem pembelajaran.

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kinerja guru dan menjadi masalah klasik adalah persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraannya, yang selama ini telah menjadi salah satu faktor penghambat guru untuk berkembang. Kondisi kesejahteraan yang belum baik membuat guru harus menggunakan waktu luangnya untuk mencari penghasilan tambahan, misalnya berdagang, bertani, bahkan ada yang menjadi tukang ojeg (informasi dari kepala sekolah). Hal tersebut membuat motivasi guru dalam proses pembelajaran masih rendah dimana guru hanya sekedar menggugurkan jam wajib mengajar, dan kurang melakukan inovasi-inovasi baru.

Kepala sekolah adalah seorang pemimpin dalam unit sekolah yang memiliki tugas melakukan supervisi dan pembinaan. Salah satu fungsi penting dari kepala sekolah adalah melakukan supervisi. Aqib (2008; 31) menyebutkan bahwa supervisi akademik adalah bantuan profesional kepada guru melalui siklus perencanaan yang sistematis, pengamatan yang cermat, serta umpan balik yang objektif dan segera. Dengan cara itu, guru dapat menggunakan balikan tersebut untuk memperbaiki kompetensi yang dimilikinya. Selain faktor tingkat pendidikan dan supervisi akademik hal yang perlu diperhatikan dalam


(12)

peningkatan kompetensi profesional guru adalah fasilitas kerja. Dengan fasilitas kerja yang memadai, maka diharapkan para guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan lebih baik serta dapat mengoptimalkan kemampuan pada dirinya. Sehingga kemampuan guru dalam penguasasaan materi pembelajaran akan lebih luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Guru dalam perencanaan program sekolah kurang dilibatkan bahkan yang sifatnya menyangkut dana kepala sekolah cenderung tertutup atau kurang transparan sehingga menimbulkan kesan negatif pada diri guru yang pada akhirnya dapat menyebabkan guru cenderung pasif sehingga kepala sekolah perlu menciptakan suasana kerja yang mampu memberikan rasa nyaman dan kondusif untuk berkarya dan berkreasi. Penciptaan lingkungan atau motivasi kerja yang kondusif merupakan prasarat terselenggaranya sebuah pembelajaran yang baik. (Mulyasa, 2003: 185) lingkungan yang aman tertib, optimis dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah,dan kegiatan-kegiatan lain yang memungkinkan guru mempunyai kinerja yang baik. Jika hal tersebut tidak dilakukan dampak yang muncul guru kurang merasa ikut bertanggung jawab atau memiliki persepsi yang negatif terhadap kepemimpinan kepala sekolah, termasuk didalamnya bagaimana komunikasi dengan bawahan.

Kinerja guru dalam pembelajaran ini, dimungkinkan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah,


(13)

kompetensi pedagogik guru yaitu kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, motivasi kerja atau kondisi fisik dan non fisik sekolah berupa ketertiban, keamanan, optimis, harapan dan persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu pendapat atau tanggapan tentang kepemimpinanya, penegakan disiplin, peningkatan kesejahteraan, dan komunikasi.

Uraian di atas merupakan sebagian sisi lain dalam dunia pendidikan, walaupun penyebab dan berbagai permasalahan itu tidak sepenuhnya ada pada guru tetapi faktor-faktor tersebut secara garis besar persoalan yang menyangkut guru antara lain, kompetensi guru belum maksimal. Motivasi guru masih rendah atau cenderung hanya melaksanakan tugas semata. Guru di sekolah belum sepenuhnya mempunyai motivasi yang tinggi terhadap pekerjaan, hal tersebut menyebabkan seseorang akan sulit melakukan sesuatu pekerjaan dengan tekun jika pekerjaan. Penghargaan yang diberikan kepala sekolah baik berupa materil, mesalnya gaji, bonus, insentif, tunjangan kesehatan atau imbalan lain berupa non materil, misalnya, kenaikan pangkat, pujian, atau pemberian tugas khusus yang sesuai dengan prestasinya masih kurang dilakuan dan menejemen sekolah yang kurang transparan sehingga dapat menimbulkan kesan negatif pada guru dalam melaksanakan tugas.

Berdasarkan uraian tersebut,maka diadakan penelitian dengan judul: ”Hubungan antara sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja guru dan kompetensi pedagogik dengan kinerja guru”.


(14)

1.2 Identifikasi Masalah

Berbagai masalah yang muncul berdasarkan latar belakang masalah di atas, sebagai berikut :

1.2.1 Mutu SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara masih rendah. 1.2.2 Gaya kepemimpinan kepala sekolah otoriter.

1.2.3 Disiplin kerja guru dan karyawan SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara masih rendah.

1.2.4 Motivasi kerja guru SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara masih rendah.

1.2.5 Pengetahuan kompetensi pedagogik guru SMA Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara masih rendah.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan dalam identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kinerja guru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja, dan kompetensi pedagogik guru. 1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :


(15)

1.4.1 Apakah terdapat hubungan positif, erat dan signifikan antara sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja guru dan kompetensi pedagogik secara bersama-bersama dengan kinerja guru? 1.4.2 Apakah terdapat hubungan positif, erat dan signifikan antara sikap

guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru? 1.4.3 Apakah terdapat hubungan positif, erat dan signifikan antara motivasi

kerja dengan kinerja guru?

1.4.4 Apakah terdapat hubungan positif, erat dan signifikan antara kompetensi pedagogik dengan kinerja guru?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui :

1.5.1 Hubungan antara sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja guru dan kompetensi pedagogik secara bersama-sama dengan kinerja guru.

1.5.2 Hubungan antara sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru.

1.5.3 Hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru.

1.5.4 Hubungan antara kompetensi pedagogik dengan kinerja guru. 1.6 Kegunaan Penelitian

1.6.1 Secara Teoritis

Secara teoritis, kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan data informasi empirik dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya teknologi


(16)

pendidikan kawasan pemanfaatan untuk pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi belajar dibawah kepemimpinan kepala sekolah yang berhubungan dengan kinerja guru.

1.6.2 Secara Praktis

a. Penelitian lanjutan untuk meneliti indikator yang belum diteliti pada penelitian ini.

b. Memberikan informasi kepada kepala sekolah dalam mensupervisi dan mengembangkan kemampuan guru.

c. Memberikan informasi kepada guru tentang pentingnya profesionalisme guru dalam menyongsong perubahan yang begitu cepat. Sebagai agen pembelajaran untuk menyiapkan generasi yang akan datang.

d. Memberikan informasi kepada Dinas Pendidikan sehinggga peningkatan kinerja guru lebih terarah.

e. Bagi peneliti merupakan penambahan informasi dan memenuhi persayaratan dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan.


(17)

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Teoritik

2.1.1 Hakikat Kinerja Guru

Kata Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga kerja. Kinerja atau kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Tetapi, kata kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job performance, tetapi dalam sering disingkat perfomance saja.

Performance atau kinerja yang berarti penampilan. Menurut Arikunto (2002: 23) performance merupakan sesuatu yang dapat diamati orang lain. Suatu tindakan yang mengacu pada perbuatan atau tingkah laku seseorang yang dapat diamati di dalam suatu kelompok. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena kinerja sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja antara lain kemampuan dan kemauan. Kemampuan tanpa kemauan tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya kemauan tanpa kemampuan, juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau yang


(18)

diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja atau produktivitas dalam Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah faktor kepemimpinan dalam hal ini kepala sekolah (Mulyasa, 2003: 117), diluar faktor pendidikan, teknologi, tata nilai, iklim kerja, derajat kesehatan dan tingkat upah minimal. Sedangkan, menurut Sedarmayanti (2001: 67) faktor-faktor yang memepengaruhi kinerja antara lain: (1) sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja atau budaya kerja); (2) pendidikan; (3) keterampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat peng-hasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan sosial atau kesejahteraan; (8) iklim kerja; (9) sarana prasarana yang memadai; (10) teknologi; (11) kesempatan untuk berprestasi.

Selanjutnya, Simamora (1999: 423) menyatakan bahwa: Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Hasibuan (2001: 94) mendefinisikan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin besarlah prestasi


(19)

kerja seseorang. Seseorang yang telah memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku (Hasibuan, 2001: 126) secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2)kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja. Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.

Kinerja menurut Nawawi (2003: 13) menyebutkan bahwa kinerja adalah a) sesuatu yang dicapai, b) prestasi yang diperlihatkan, c) kemampuan kerja dalam

hal ini kinerja yang dimaksud adalah prestasi atau kemampuan meliputi perencanaan, pelaksanaan, hubungan antar pribadi. Kinerja guru atau prestasi kerja (performance) adalah hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan tercermin baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Kinerja guru dapat tercapai dengan baik pada suatu instansi terlihat dari kehadiran guru di sekolah dan rajin


(20)

dalam mengajar dengan sungguh-sungguh, guru mengajar dengan semangat dan senang hati. Tolok ukur kinerja dapat dikatakan berhasil jika dapat menunjukan hasil dari kinerjanya tersebut mempunyai hasil baik di tinjau dari berbagai faktor. Tolok ukur kinerja guru tertuang pada standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran penilaian hasil pembelajaran, .dan pengawasan proses pembelajaran.

a. Perencanaan Proses Pembelajaran

Berdasarkan lampiran Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses, perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

1) Silabus

Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajaran.

2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta


(21)

didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

3) Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP

- memperhatikan perbedaan individu siswa - mendorong partisipasi aktif peserta didik - mengembangkan budaya membaca dan menulis - memberikan umpan balik dan tindak lanjut - keterkaitan dan keterpaduan

- menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

Menurut Mulyasa (2003: 183) menyatakan bahwa karakteristik perencanaan pembelajaran adalah: 1) merupakan proses rasional, sebab berkaitan dengan tujuan sosial dan konsep-konsepnya di rancang oleh banyak orang, 2) Merupakan konsep dinamik,sehingga dapat dan perlu di modifikasi jika informasi yang masuk mengharapkan demikian, 3) Perencanaan terdiri dari beberapa aktivitas itu banyak ragamnya,namun dapat dikatagorikan menjadi prosedur-prosedur dan pengarahan, 4) Perencanaan pembelajaran berkaitan dengan pemilihan sumber dana sehingga harus mampu mengurangi pemborosan, duplikasi, salah penggunaan dan salah dalam manajemennya.

Perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru hendaknya cermat dan akurat sehingga dapat dipalikasikan dalam pembelajaran yang sesungguhnya di dalam kelas, oleh karena itu seorang guru harus memahami fungsi strategis dan substansi


(22)

dari suatu perencanaan. Masalah pokok dalam perencanaan pembelajaran adalah format perencanaan pembelajaran selain perlu mempertimbangkan faktor-faktor penghambat, yang umumnya bersifat eksternal, masih ada hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian yang serius dari para perencana, jika diinginkan perencanaan agar pendidikan memberi manfaat optimal. Tujuan dan fungsi pendidikan yang harus diprioritaskan dengan masing-masing subsistemnya (termasuk disetiap tahap, lembaga tingkatan pendidikan, kelas). Alternatif apa yang terbaik yang mungkin dilaksanakan untuk mencapai bermacam-macam tujuan dan fungsi dalam hal ini termasuk pertimbangan alternatif teknologi pendidikan, biaya, waktu yang dibutuhkan, kemampuan praktis, efektifitas pendidikan.

Keuntungan suatu perencanaan sebagai manusia, kita semua menyadari bahwa ada hal-hal yang kita tidak mampu untuk mengontrolnya dalam hal ini pendekatan sistem (Sistem Approach) memberikan kepada kita suatu alat untuk menganalisis, untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah sesuatu yang kita inginkan, dengan menggunakan perencanaan yang sistematis. Perencanaan pembelajaran terjadi pada dua tingkatan, yakni : tingkat kurikulum umum dan tingkat instruksional yang spesifik untuk pembelajaran dalam kelas (tingkat mikro).

Perencanaan pembelajaran dapat dilakukan berdasarkan unit yang mungkin makan waktu beberapa minggu untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini guru dapat membuat rencana mingguan dan harian. Jenis unit yang dipilih tergantung pada pendekatan organisasi bahan pelajaran, apakah a) berpusat pada mata pelajaran (subject centered) ataukah b) berpusat pada guru (student centered).


(23)

Dalam hal pertama pembelajaran akan menggunakan pendekatan sistem dan teknologi pendidikan, sedangkan yang kedua akan bersifat humanistik dan menggunakan inkuiri dan metode pemecahan masalah.

Pedoman kurikulum telah memberikan petunjuk umum tentang perencanaan pembelajaran, misalnya yang berkenaan dengan: 1) Tujuan, 2) Materi Pokok, Topik serta Sub Topik, 3) Alternatif strategi mengajar untuk tiap unit, topik, sub-topik. 4). Alternatif sumber belajar, 5) Persyaratan bagi guru, 6) Disain penilaian dan standar keberhasilan (Mulyasa, 2003: 40)

Suatu unit pembelajaran biasanya direncanakan untuk periode beberapa minggu sampai beberapa bulan. Unit itulah dijadikan dasar bagi perencanaan yang lebih terinci bagi pembelajaran mingguan dan harian di dalam kelas. Perencanaan yang sistematis mempunyai daya ramal dan kontrol yang baik. Proses ini dapat berjalan baik karena kita: 1) Merumuskan secara spesifik dan nyata akan kebutuhan yang diperlukan (need assistment). 2) Menggunakan logika, perubahan setapak demi setapak untuk menuju perubahan yang diharapkan, 3) Memperhatikan bermacam-macam pendekatan dan memilih yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi, 4) Menetapkan mekanisme “Feedback”, yang memberitahukan kemajuan kita, identifikasi hambatan, dan menunjukkan perubahan-perubahan yang diperlukan, 5) Menggunakan istilah dan langkah yang jelas, mudah dikomunikasikan dan dipahami orang lain, sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda atau terjadi kesalahan penafsiran walaupun dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pihak lain.


(24)

Perencanaan secara sistematis pada hakikatnya sama dengan proses pemecahan masalah secara umum ( a general problem solving process). Sebuah model menurut Kaufman (1999:10) adalah: 1) Identifikasi masalah berdasarkan kebutuhan, 2) Tentukan syarat-syarat dan alternatif pemecahannya 3) Pilih strategi pemecahannya, 4) Laksanakan strategi yang telah dipilih untuk mencapai hasil yang diharapkan, 5) Tentukan efektifitas hasilnya dengan jalan mengadakan evaluasi, 6) Adakan revisi bila perlu pada setiap langkah dari proses tersebut.

b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada tingkat mikro, yakni dalam menghadapi situasi belajar mengajar dalam kelas, peranan guru ialah membantu guru agar tumbuh dan berkembang dalam kedua dimensi itu dan oleh sebab itu pembelajaran harus disesuaikan dengan kesiapan guru berdasarkan kedua skala itu. Pembelajaran di kelas merupakan situasi real dari suatu perencanaan, agar dapat melaksanakan perencanaan yang telah disusun dan berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka seorang guru selanjutnya harus mampu menyusun dan memilih strategi pembelajaran yang akan dijalankan selama berlangsungnya pembelajaran.

Pembelajaran adalah proses interaktif yang berlangsung antara guru dengan guru guru dengan siswa atau juga antara sekelompok siswa, dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap serta memantapkan apa yang dipelajari itu. Selama dua dekade ini telah dilakukan usaha untuk


(25)

mengidentifikasi karakteristik guru yang efektif. Efektifitas guru mengajar nyata dari keberhasilan guru menguasai apa yang diajarkan guru itu. Gambaran Kinerja guru dalam pembelajaran, walaupun tidak terjadi kemufakatan penuh terhadap ciri-ciri guru efektif dibawah ini boleh dikatakan merangkum hasil penemuan dan kesimpulan para peneliti.

Guru yang efektif: 1) harus dapat mulai mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya, 2) Berada terus di dalam kelas dan menggunakan sebagian besar dari jam pelajaran untuk mengajar dan membimbing pelajaran, 3) Memberi ikhtisar pelajaran lampau sebelum memulai pelajaran baru. 3) Mengemukakan tujuan pelajaran pada permulaan pelajaran, 4) Menyajikan pelajaran baru langkah demi langkah dan memberi latihan pada akhir tiap langkah, 5) Memberi latihan praktis yang mengaktifkan semua siswa, 6) Memberi bantuan pada guru khususnya pada latihan permulaan, 7) Mengajukan banyak pertanyaan dan berusaha memperoleh jawaban dari semua atau sebanyak-banyaknya guru untuk mengetahui pemahaman tiap siswa, 8) Bersedia membelajarkan kembali apa yang belum dipahami siswa, 9) Memantau kemajuan guru memberi balikan yang sistematis dan memperbaiki tiap kesalahan, 10 ) Mengadakan review atau ulangan tiap minggu secara teratur, 11) Mengadakan evaluasi berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan.(Mulyasa, 2003: 185)

Guru mempunyai gaya pembelajaran yang menurut watak, keyakinan, dan kepribadian masing-masing, namun penelitian menunjukkan bahawa ciri-ciri yang tercantum di atas boleh dikatakan terdapat secara konsisten dalam semua gaya


(26)

mengajar dan pribadi guru yang efektif. Seseorang yang ingin mengajar efektif, ciri-ciri itu dapat dijadikan sebagai pegangan. Semua patokan itu dapat diterapkan di SMP, maupun jengjang lainnya. Salah satu fungsi membelajarkan yang paling penting ialah membantu guru melatih dan memantapkan pelajaran. Walaupun aspek ini telah dimasukkan dalam pembelajaran efektif, tugas ini cukup penting untuk dibicarakan secara khusus. Selama fase coaching guru bertanggung jawab untuk memantapkan apa yang telah diajarkan. Untuk itu guru bertindak sebagai coach. Ia membantu, mendorong, memperbaiki, memotivasi dan memberi balikan selama fase kritis dalam proses belajar mengajar ini. Meng”coach” biasanya dilakukan secara individual, akan tetapi juga dalam kelompok kecil yang menuntut partisipasi aktif dari setiap siswa.

Kegiatan coaching dapat meliputi : 1) Menyediakan lembaran kerja bagi tiap siswa, 2) Memajukan pertanyaan yang medorong guru mengadakan analisis, sintesis dan penilaian, 3) Memimpin diskusi, 4) Mengembangkan proyek penelitian, 5) Membantu guru berfikir kritis, memecahkan masalah, dilema atau situasi yang mengandung konflik.

Kegiatan latihan atau coaching telah selesai maka dianggap sudah mencapai tahap akhir dalam lingkaran proses pembelajaran. Coachin” (latihan dan reinforcement) sebagai usaha untuk mementapkan penguasaan bahan pelajaran oleh siswa, harus direncanakan kegiatan-kegiatannya dan harus dipandang sebagai bagian integral dari persiapan pelajaran harian atau mingguan. Harus kita akui bahwa coaching ini sangat diabaikan oleh para pengajar. Di sini kita lakukan asesmen akhir untuk


(27)

mendiagnosis keberhasilan belajar. Ada dua kemungkinan, yakni pelajaran berhasil atau pelajaran tidak berhasil. Jika berhasil, maka kita mengadakan perencanaan pelajaran baru berdasarkan pelajaran lampau. Jika tidak berhasil, maka kita harus membuat rencana untuk mengulangi pelajaran itu.

c. Penilaian Hasil Pembelajaran

Penilaian atau evaluasi pada dasarnya ialah proses memberikan pertimbangan atau nilai tentang sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Pengertian evaluasi pembelajaran secara umum dapat dikatakan evaluasi pembelajaran adalah penilaian/penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum. Hasil penilaian ini dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan kemampuan atau perilaku yang diharapkan dimiliki guru setelah menyelesaikan kegiatan belajar. Untuk dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran serta kualitas proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, perlu dilakukan suatu usaha penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar siswa.

Tujuan evaluasi pembelajaran antara lain adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan mengukur sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan kurikuler/pembelajaran. Secara garis besar dalam proses belajar mengajar, evaluasi memiliki fungsi pokok sebagai berikut: 1) Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didikserta melakukan kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu, 2)


(28)

Untuk mengukur sampai dimana keberhasilan sistem pembelajaran, 3) Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar, 4)Evaluasi pembelajaran secara fungsinya juga dapat digunakan untuk, 5) Bahan pertimbangan bagi bimbingan individual peserta didik, 6) Membuat diagnosis mengenal kelemahan-kelemahan dan kemampuan, 7) Bahan pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum. (Mulyasa, 2003: 38)

Kegunaan evaluasi adalah untuk mengetahui: 1) Seberapa jauh guru telah menguasai tujuan pelajaran yang telah ditetapkan 2) Bagian-bagian mana dari program pembelajaran yang masih lemah dan perlu diperbaiki. Berdasarkan fungsi tersebut di atas, guru dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran, dalam hal ini standar kompetensi yang ingin dicapai, tingkat penguasaan pelajaran dengan ini dapat diketahui seberapa besar pemahaman yang telah dimiliki oleh para siswa. Guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh para guru bukan semata-mata disebabkan oleh guru itu sendiri, tetapi dapat juga disebabkan oleh kurang berhasilnya proses pembelajaran yang dilaksanakan guru.

Evaluasi merupakan bagian integral dari proses instruksional idealnya keefektifan pelaksanaan proses instruksional diukur dari dua aspek, yaitu: 1) bukti-bukti empiris mengenai hasil belajar guru yang dihasilkan oleh sistem instruksional, dan 2) bukti-bukti yang menunjukkan beberapa banyak kontribusi (sumbangan) media atau media program terhadap keberhasilan dan keefektifan proses instruksional itu. Evaluasi tentang kedua aspek tersebut masih terasa sulit untuk dikerjakan


(29)

untuk saat ini karena seringkali program media tidak ada dalam proses pembelajaran.

Evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti diskusi kelas dan kelompok intervieu perorangan, observasi mengenai perilaku guru dan evaluasi media yang telah tersedia. Evaluasi bukanlah akhir dari siklus pembelajaran, tetapi ia merupakan awal dari suatu siklus pembelajaran. Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi program yang dilaksanakan untuk melihat sejauh mana kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan. Efektivitas dan seberapa jaun program tersebut dapat direalisasikan.

Pengertian kinerja guru berdasarkan beberapa pendapat di atas merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan atau kemampuan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan tercermin baik secara kuantitas maupun kualitasnya didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi, meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan hubungan antar pribadi.

2.1.2 Hakikat Sikap Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah

Sikap diartikan sebagai sesuatu yang abstrak mempunyai pengertian yang bermacam-macam. Menurut Thurstone dalam Walgito (2002: 109):

“An Attitude as the degree of positive or negative affect associated with some


(30)

phrase, slogan, person, institution, ideal, or idea, toward which people can differ

with respect to positive or negative affect”.

Sikap sebagai tingkat afeksi/ perasaan positif atau negatif dihubungkan dengan beberapa obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi; simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya.

Rokeach dalam Walgito (2002: 110) memberikan pengertian tentang sikap yaitu “An attitude is a relatively enduring organization of belief around an object or situation predisposing one to respon in some preferential manner”. Pengertian sikap terkandung komponen kognitif dan konatif yaitu sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku.

Definisi lain tentang sikap dikemukakan Krech dalam Hastuti (2001: 39) mengatakan:

“Attitude as enduring system of positive or negative evaluations, emotional

feelings, and pro or con action tendencies with respect to social objects. As a system attitude has three component: the cognitive component-the beliefts of the individual about the object; the feeling component- the emotions connected with the object; the action tendency component- the action tendencies toward the

object”.

Sikap adalah suatu sistem yang berlangsung terus menerus tentang sesuatu yang menyangkut positif atau negatifnya suatu obyek, perasaan emosional dan kecenderungan orang untuk melakukan suatu tindakan setuju-tidak setuju. Ada tiga komponen sikap yang menonjol, yaitu perasaan, pemikiran dan perilaku,


(31)

dimana masing-masing komponen memiliki karakteristik tersendiri namun saling terkait antara satu dengan yang lain.

Menurut Berkowitz dalam Azwar (2000: 4), bahwa sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Reaksi hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Reaksi evaluasi berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap didasari oleh proses evaluasi dari individu yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau, negatif, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek. Cronbach dalam Ahmadi (1999: 164-165), sependapat bahwa sikap melibatkan tiga komponen yakni: (1) komponen kognitif, berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan objek; (2) komponen afektif menunjuk dimensi emosional, yaitu emosi yang berkaitan dengan objek. Objek ini dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan; (3) komponen behavior atau konatif, melibatkan salah satu predisposisi untuk bertindak terhadap objek.

Mengenai komponen-komponen sikap Mar’at (1984: 13) menerangkan bahwa sikap mempunyai tiga komponen yaitu: (1) komponen kognisi yang menyangkut dengan kepercayaan, ide dan konsep; (2) komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang; dan (3) komponen konasi yang menyangkut kecenderungan bertingkah laku.


(32)

Antara komponen kognisi, afeksi dan konasi berinteraksi selaras dan konsisten, artinya bahwa apabila dihadapkan pada obyek sikap yang sama maka ketiga komponen ini membuat pola sikap yang sama. Komponen kognisi mempengaruhi komponen afeksi dan selanjutnya akan mempengaruhi komponen konasi seseorang. Perubahan komponen kognisi mengenai suatu obyek cenderung akan menimbulkan perubahan pada komponen afeksi dan konasi terhadap obyek tersebut.

Penggunaan kata sikap dalam kehidupan sehari-hari sering kali terjadi, namun apabila penggunaan tersebut tidak diikuti dengan suatu obyeknya maka akan mengaburkan makna dari kata sikap tersebut. Menurut Rakhmat (1992: 40), penggunaan kata sikap harus diikuti dengan oleh kata “terhadap “ atau “pada” obyek sikap, sehingga apabila ada orang yang berkata “ sikap saya positif”, kita harus mempertanyakan “sikap terhadap apa atau siapa?”

Sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung nilai menyenangkan dan tidak menyenangkan. Sikap timbul dari pengalaman tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan prestasi belajar karenanya sikap dapat diperteguh atau diubah. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Kecenderungan-kecenderungan yang ada pada seseorang didasarkan kepada keyakinan dan penilaiannya terhadap suatu obyek tertentu yang dihadapinya,


(33)

maka seseorang memutuskan untuk bersikap, apakah positif atau negatif terhadap obyek-obyek tertentu yang ada di lingkungannya, dan pada akhirnya seseorang akan memutuskan untuk berperilaku sesuai dengan sikap yang telah ditentukan. Sikap negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, membenci, menghindari atau tidak menyukai keberadaan suatu obyek, sedangkan sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati, menerima atau mengharapkan kehadiran obyek tertentu.

Sikap terhadap kepemimpinan kepala sekolah secara konseptual tidak berbeda dengan konsepsi sikap pada umumnya. Hal yang sangat menentukan yaitu objek yang menjadi perhatiannya. Mengacu pada beberapa pengertian sikap yang diuraikan dimuka dapat dikatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu obyek psikologis, misalnya kepemimpinan kepala sekolah, dapat ditafsirkan sebagai mengandung makna adanya suatu kecenderungan apakah orang tersebut positif atau negatif dan suka atau tidak suka terhadap kepemimpinan kepala sekolah. Sikap guru yang positif terhadap kepemimpinan kepala sekolah merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar mengajar, sebaliknya sikap guru yang negatif terhadap kepemimpinan kepala sekolah apalagi jika diiringi rasa benci dapat menimbulkan kesulitan bagi proses belajar mengajar tersebut.

Triandis dalam Slameto (1995: 188), mendifinisikan sikap sebagai berikut: An attitude is an idea charged withemotion which predisposes aclass af actions to a particular class of social situations.


(34)

Rumusan di atas menyatakan bahwa sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek, dan sikap terhadap obyek disertai dengan perasaan positif atau negatif. Orang mempunyai sikap positif terhadap obyek yang bernilai dalam pandangannya, dan ia bersikap negatif terhadap sesuatu yang tidak bernilai atau merugikan. Sikap kemudian mendasari dan mendorong ke arah perbuatan yang berhubungan dengan bidang yang akan atau telah ditekuninya. Dalam interaksi belajar mengajar guru akan senangtiasa diobservasi, dilihat, didengar, ditiru semua perilakunya oleh siswanya. Dari proses observasi mungkin juga terjadi proses internalisasi sehingga menumbuhkan proses penghayatan pada setiap siswa untuk bersikap.

Purwanto (1987: 141), berpendapat sikap adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap situasi yang dihadapi. Sikap adalah kecenderungan seseorang terhadap rangsangan yang diterima dari suatu obyek. Sikap merupakan faktor psikis yang penting dalam kehidupan manusia, karena sikap dapat memberikan arah kepada tingkah laku untuk menyukai atau tidak menyukai tentang suatu hal. Keadaan ini disadari atau tidak disadari oleh seserang karena adanya interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak hanya mengenai tingkah laku yang sudah terjadi tetapi juga tingkah laku yang akan terjadi. Sikap adalah sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin terjadi dalam kegiatan sosial. Ahmadi (1999: 53). Berdasarkan pengertian diatas bahwa sikap adalah kecenderungan yang berasal dari dalam diri


(35)

seseorang yang berhubungan dengan obyek yang dihadapinya dan dalam kehidupan sehari-hari yang akan terwujud dalam tingkah laku atau perbuatan untuk bertindak.

b. Ciri-ciri Sikap

Agar mudah memahami sikap perlu kiranya mengenali ciri-ciri sikap.

Menurut Gerungan (2000: 152), mengemukakan ciri-ciri sikap (attitude) sebagai berikut:

1. tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk dan dipelajarinya sepanjang pekembangan dalam hubungannya dengan obyek;

2. dapat diubah-ubah karena dapat dipelajari;

3. tidak berdiri sendiri, melainkan mempunyai hubungan tertentu dengan obyek; 4. dapat berkenaan dengan satu obyek saja, juga dapat berkenaan dengan obyek

yang lain;

5. mempunyai segi-segi motivasi dan perasaan.

Karena sikap tidak dibawa sejak lahir, ini berarti bahwa seseorang pada waktu dilahirkan belum memiliki sikap tertentu. Sikap tertentu ditentukan oleh perkembangan individu yang bersangkutan, oleh karena itu sikap dapat berubah-ubah dan dapat dipelajari. Sikap senantiasa terarah pada suatu obyek oleh karena itu terbentuk dan dipelajari dalam hubunganya dengan obyek. Hubungan tersebut dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap obyek. Sikap dapat berupa respon positif jika seseorang merasa nyaman untuk berada di dalam hal tersebut dan akan bersikap negatif jika diri seseorang merasa kurang nyaman, kurang


(36)

menyenangkan sehingga yang timbul perasaan antipati. Kalau ciri-ciri sikap positif dapat muncul maka harapan untuk mendapatkan prestasi belajar sangat memungkinkan.

c. Komponen-komponen Sikap

Menurut Azwar (2000: 4), sikap merupakan kontelasi komponen kognitif, afektif dan konasi yang berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu obyek. Komponen yang pertama adalah kognitif, yaitu komponen yang berhubungan dengan persepsi, pengetahuan, keyakinan terhadap suatu obyek. Komponen kedua adalah afektif, yaitu komponen yang menyangkut perasaan seseorang terhadap suatu obyek yaitu menunjukkan arah sikap positif dan negatif. Komponen ketiga konasi yang menunjukkan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap suatu obyek, apabila obyek tersebut dirasakan bermanfaat maka akan ada respon untuk mendukung obyek tersebut, demikian juga sebaiknya. Sikap terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfaroable) pada obyek tersebut.

Soekrisno (1991: 10), lebih lanjut mengemukakan tiga komponen sikap:

1. komponen kognitif terdiri dari keseluruhan kognisi yang dimiliki seseorang mengenai sikap, berupa fakta, pengetahuan dan keyakinan;


(37)

3. komponen konasi terdiri dari kesiapan seseoarng untuk bereaksi dan bertingkah laku terhadap obyek.

Hal ini sesuai dengan Ahmadi (1999: 164), menyatakan bahwa sikap melibatkan tiga komponen yaitu:

1. Komponen Kognitif, berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasaran pada informasi, yang berhubungan dengan obyek;

2. komponen afektif, menunjukan dimensi emosional dari sikap yaitu emosi dengan obyek baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan;

3. komponen behavior (konative) melibatkan keinginan untuk bertindak terhadap obyek.

Mengenai komponen sikap Mar’at (1984: 13), menerangkan bahwa sikap mempunyai tiga komponen yaitu: (1) komponen kognisi yang menyangkut kepercayaan, ide, dan konsep; (2) komponen afeksi menyangkut kehidupan emosional seseorang dan (3) komponen konasi menyangkut kecenderungan tingkah laku. Sikap juga dipandang sebagai hasil belajar dari perkembangan atau sutu hasil yang diturunkan. Ketiga komponen ini sangat erat hubunganya dengan penelitian yang dimaksud. Komponen kognitif dapat menimbulkan kepercayaan tetang apa yang di lihat atau di alami dan munculah gagasan atau ide mengenai sifat dan karakteristik obyek. Melalui Afektif seseorang dapat memberikan evaluasi dari obyek dan dapat bersifat positif ataupun negative berdasarkan emosinya. Sedangkan konatif melahirkan sikap atau tingkah laku.


(38)

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Sikap dapat terbentuk dengan adanya interaksi sosial yang dialami individu. Interaksi sosial mengandung pengertian lebih dari sekedar kontak sosial. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap menurut Azwar (2000: 30)adalah: pengalaman pribadi, kebudayaan;orang lain yang di anggap penting;media massa;lembaga pendidikan dan lembaga agama;emosi.

Slameto (1995: 190), mengemukakan faktor yang mempengaruhi sikap yaitu: 1. adanya dukungan dari lingkungan terhadap sikap yang bersangkutan; 2. adanya peranan tertentu dari sutu sikap dalam kepribadian seseorang;

3. bekerjanya atas selektivitas informasi yang bertahan lama adalah informasi yang sejalan dengan pandangan atau sikapnya yang sudah ada;

4. bekerjanya prinsip mempertahankan keseimbangan;

5. adanya kecenderungans eseorang untuk menghindari dari data yang bertentangan dengan sikapnya.

Lebih lanjut Slameto menjelaskan beberapa metode untuk mengubah sikap antara lain: (1) dengan mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan, (2) dengan cara kontak langsung dengan obyek sikap, (3) dengan memaksa tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap-sikap yang sudah ada.

e. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan (leadership) menurut Mc. Farland (1978) dalam Herpratiwi (2009:3) adalah suatu proses dimana pemimpin dilukiskan akan memberi perintah


(39)

atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan, menurut J.M. Piffner (1980) dalam Herpratiwi (2009:3) kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi social untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur pembuatan, dan dengan begitu akan membangkitkan kerjasama kearah terciptanya tujuan.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang memimpin, yang dapat memberikan arah kepada individu atau kelompok dalam organisasi tertentu guna mencapai tujuan. Atau kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain agar bekerjasama di bawah pimpinannya, sebagai tim guna mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Sekolah sebagai organisasi belajar atau Learning Organization (LO). Learning Organization (LO) atau Organisasi Belajar (OB) menurut Herpratiwi (2009: 32) adalah organisasi yang memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu yang ada dalam sekolah tersebut untuk terus belajar dan memperluas kapasitas dirinya. Selanjutnya Herpratiwi menyatakan komponen-komponen yang ada dalam Organisasi Belajar (OB) tersebut antara lain learning (belajar), organization (organisasi), people (orang), knowledge (pengetahuan), dan technology (teknologi).


(40)

Senge (1996: 10-11) mengungkapkan lima disiplin yang harus dipenuhi agar organisasi dapat menjadi organisasi belajar, yaitu :

a. Penguasaan pribadi (personal mastery) b. Model mental (mental models)

c. Berbagi visi (shared vision) d. Pembelajaran tim (team learning) e. Berpikir sistemik(system thingking)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah adalah kecenderungan dan perasaan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang harus dipenuhi sebagai seorang pemimpin dalam organisasi belajar, meliputi: penguasaan pribadi (personal mastery), model mental (mental models), berbagi visi (shared vision), pembelajaran tim (team learning), dan berpikir sistemik (system thingking). Perasaan ini tertuang dalam bentuk perasaan positip atau negatif dan kecenderungannya untuk melakukan suatu tindakan yang didasari atas setuju-tidak setujunya terhadap kepemimpinan kepala sekolah.

2.1.3 Hakikat Motivasi Kerja Guru a. Pengertian Motivasi

Menurut Sardiman (2003: 12) motivasi berasal dari kata motif yang artinya sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan daya upaya yang sudah menjadi aktif disebut motivasi. Manusia merupakan mahluk yang memiliki daya gerak dari dalam dirinya yang disebut dengan


(41)

motivasi. Menurut Ahmadi ( 1999: 193) motivasi diartikan sebagai keinginan untuk mencurahkan segala tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Mc Clelland et al. (1953: 111-112) dan Mc Cl Clelland (1967: 43) dalam Sopah (2000: 123) menggunakan istilah Need for Achievement adalah dorongan pada sesorang untuk berhasil dalam berkompetensi dengan suatu standar keunggulan (Standar of Exellend).

Motivasi juga dapat menjadi dorongan seseorang untuk melakukan suatu tindakan, seperti yang dikatakan oleh Frederick JM dalam Soemanto (1998: 203) motivasi adalah perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan melalui kemampuannya dalam menentukan tindakan yang hendak dicapai.

Selanjutnya Syah (1997: 136) menyatakan bahwa: “Motivasi ialah keadaan internal organisme (baik manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti memberikan energi untuk bertingkah laku secara terarah”.

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, terlihat ada tiga fungsi motivasi yaitu : (1) mendorong manusia untuk melakukan suatu aktifitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan, (2) menentukan arah tujuan yang hendak dicapai, (3) menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dilakukan guna mencapai tujuan yang diharapkan.


(42)

Kebutuhan merupakan sumber utama motivasi. Maslow dalam Hutauruk (1986: 119) mengemukakan teori motivasi yang menekankan bahwa suatu hirarki kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan afiliasi, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan perwujudan diri. Keinginan dan kebutuhan untuk melakukan sesuatu, baik karena keinginan berprestasi maupun keinginan memenuhi kebutuhan fisik didasari oleh motivasi. Seberapa besar motivasi tergantung pada: (1) kekuatan motivasi yang berasal dari diri sendiri, (2) harapan akan hasil kegiatan yang dilakukan dan (3) seberapa besar keinginan untuk lepas dari pekerjaan.

Motivasi merupakan masalah yang kompleks dalam organisasi karena perbedaan kepentingan, kehendak, keinginan setiap pekerja. Kepentingan kehendak dan keinginan merupakan tuntutan dari kehidupan manusia yang harus dilakukan oleh manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam.

Berbagai pengertian dan pandangan yang diungkapkan diatas maka dapat diungkapkan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan atau tenaga yang menimbulkan dorongan terhadap keinginan batin seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

b. Motivasi kerja

Setiap tindakan dan perilaku manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang beraneka ragam. Perilaku yang dimotivasi memiliki tiga ciri khusus, yaitu: perilaku yang dimotivasi berkelanjutan, perilaku yang diarahkan ke arah pencapaian tujuan, dan perilaku yang muncul karena adanya sesuatu


(43)

kebutuhan yang dirasakan. Daya dorong yang ada dalam diri setiap individu dan perilakunya selalu mengarah kepada tujuan yang dikehendaki.

Menurut Gray dan Starke dalam Sinurat (2001: 42) motivasi yaitu sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu yang menimbulkan sikap entusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menunjukkan bahwa seseorang tersebut memiliki motivasi.

Motivasi kerja adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan usaha atau pekerjaan. Kemauan seseorang untuk mengambil keputusan, bertindak dan menggunakan seluruh kemampuan psikis, sosial dan kekuatan fisiknya dalam rangka mencapai tujuan tertentu merupakan motivasi kerja. Berdasarkan analisis dan pendapat di atas dapat digambarkan bahwa kuat lemahnya motivasi kerja seorang guru ikut menentukan besar kecil prestasi kerjanya.

Dalam lingkungan pendidikan, seorang guru bekerja terutama untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin atau untuk menyumbangkan tenaga dan fikiran bagi perkembangan generasi muda, pasti akan mewarnai tingkah laku guru itu sendiri, apakah itu disadari atau tidak. Guru yang pertama-tama memikirkan pendapatan atau penghasilan maka guru tersebut akan memandang pekerjaannya sebagai sarana untuk mendapatkan uang, bahkan sekolah dipandang sebagai organisasi penjamin kesejahteraan guru (Winkel; 1996: 196). Apabila hal ini terjadi maka akan mengaburkan semua dedikasi guru untuk hadir dan berada di sekolah.


(44)

Guru akan cenderung berpikiran supaya penerimaan guru baru ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi, dan cenderung memberikan pelajaran materi sebanyak mungkin yang honornya diatur sendiri serta mengajar di berbagai sekolah sebagai tenaga tidak tetap. Akibatnya guru guru tidak akan sempat mempersiapkan pelajaran dengan baik, jangankan memeriksa pekerjaan atau memberikan penilaian terhadap pekerjaan guru dengan obyektif. Membaca literature profesionalpun tidak sempat, sehingga satu-satunya cara mendorong guru untuk meningkatkan profesionalitasnya ialah mengharuskan guru untuk mengikuti penataran.

Guru yang pertama-tama berniat untuk menyumbangkan keahliannya demi kemajuan pendidikan akan memandang pekerjaan guru sebagai sumber kepuasan pribadi, biarpun tidak terlepas dari tantangan, hambatan dan rintangan guru akan rela mengorbankan waktu dan tenaga yang lebih banyak dari pada yang dituntut secara formal, sikap ini akan diketahui dan dihargai oleh anak didik dan masyarakat di lingkungan pendidikan. Guru pun akan berusaha meningkatkan profesionalitasnya tanpa disuruh mengikuti penataran, karena tidak ingin bersikap minimalis dalam menghayati tugas pendidikan yang diserahkan kepadanya.

Masalah pendapatan tentu dipikirkan juga, akan tetapi hal ini tidak mewarnai pikiran dan tindakan secara dominan, sampai hingga menaburkan cita-cita keguruan. Bagaimanapun juga motivasi kerja guru tidak akan tinggal persoalan batin saja, dan pasti akan tercetus dalam kata-kata dan perbuatan. Semuanya ini menyampaikan pesan kepada guru, apakah kepentingan mereka menjadi prioritas


(45)

ataukah kepentingan guru sendiri. Hal ini membutuhkan pemikiran yang sempurna untuk menentukan pilihan yang paling tepat dan baik sesuai dengan perannya.

Bertolak dari berbagai teori yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa faktor-faktor motivasi kerja, meliputi: keinginan berprestasi, kesempatan untuk maju, pekerjaan itu sendiri, hubungan dengan atasan dan status, keamanan pekerjaan dan kehidupan pribadi, tempat kerja yang baik dan menyenangkan, gaji atau imbalan yang layak, pengakuan dan penghargaan, kepercayaan melakukan pekerjaan, dan perlakuan adil.

Berdasarkan teori dan konsep yang telah dipaparkan, digaris bawahi: motivasi kerja merupakan kondisi usaha batin yang menggerakkan suatu keinginan, dan dorongan untuk menimbulkan kegiatan atau gerakan. Keinginan dan dorongan yang timbul dari dalam diri manusia akan terwujud melalui tingkah laku nyata yang dapat memenuhi kebutuhan yang dikehendaki. Pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan wujud tingkah laku nyata motivasi yang dimiliki setiap manusia.

Motivasi kerja adalah sesuatu keinginan internal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau pekerjaan. Motivasi kerja juga dapat ditafsirkan dan diartikan berbeda pada setiap orang sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan masing-masing orang, baik secara individu, maupun individu dalam kelompok.


(46)

Orang yang mau bekerja akan termotivasi oleh keinginan atau kehendak hati dengan tindakan yang rasional untuk mencapai tujuan.

Motivasi seorang guru dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) internal (persepsi diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan ,keinginan, rasional, prestasi kerja) dan(2) eksternal, (jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja, organisasi tempat bekerja, situasi lingkungan pekerjaan, dan sistem imbalan).

Motivasi kerja guru di dalam penelitian ini adalah setiap dorongan pada diri guru sebagai individu, baik dorongan dari dalam dirinya seperti: (1) pengembangan pribadi; meliputi dedikasi, tanggung jawab, kemandirian, kepuasan pribadi, percaya diri, (2) Prestasi; (senang bekerja keras, menginginkan hasil terbaik, dan tidak cepat merasa puas),(3) rasional dalam bertindak;(menetapkan tujuan secara rasional, dan hati-hati dalam memilih metode sesuai dengan pekerjaan)

2.14 Hakikat Kompetensi Pedagogik

Kompetensi menurut Louise Moqvist dalam Sudrajat (2008:2) adalah “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”


(47)

Menurut Syah dalam Sugeng (2005: 2), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhui syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya Sugeng, mengemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu dengan yang lain saling berhubungan dan saling mendukung.

Menurut Sanjaya (2008:17) Kompetensi diartikan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan berupa pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Arti lain dari kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan. Suatu kompetensi ditunjukan dengan penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability)


(48)

dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..

Sebagai suatu profesi terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, tetapi dalam penelitian ini hanya akan melihat kompetensi pedogogik. Seperti halnya pendapat di atas, (Sudrajat, 2008: 4) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :

1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses pembelajaran yang diselenggarakannya.

2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.

3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani


(49)

Selanjutnya Hamalik (2008:53) mengemukakan bahwa di setiap Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (IKIP dan FKIP) calon guru dididik agar mereka dapat memiliki tiga kemampuan, yaitu 1) kemampuan profesional, 2) kemampuan Personal, dan 3) kemampuan sosial. Dengan memiliki ketiga kemampuan tersebut setiap guru diharapkan dapat menampilkan kinerjanya sebagai pendidik dan guru yang handal. Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:

Pertama, Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kedua, Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a)mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f)berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h)mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Ketiga, Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan


(50)

teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun

Keempat, Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.

National Board for Profesional Teaching Skill dalam Sudrajat (2008: 5) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu: 1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a)

penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.

2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran


(51)

lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).

3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.

4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.

5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam


(52)

mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.

Bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak atau orang lain yang belum dewasa, disebut pendidikan (pedagogik). Setelah itu pedagogik berarti suatu usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompopk orang lain menjadi dewasa atau tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi. Dalam bentuk lain, pedagogik itu dipandang sebagai suatu proses atau aktifitas yang bertujuan agar tingkah laku manusia mengalami proses tersebut mendapat perubahan. Tingkah laku seseorang adalah setiap respons yang dapat dilihat atau diperlihatkan oleh orang lain. Disamping itu pedagogik juga merupakan suatu ilmu, sehingga orang menyebutnya ilmu pedagogik. Ilmu pedagogik adalah ilmu yang membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan,


(53)

cara melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya. Pedagogik termasuk ilmu yang sifatnya teoritis dan praktis. Oleh karena itu pedagogik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti: ilmu sosial, ilmu psikologi, psikologi belajar, metodologi pengajaran, sosiologi, filsafat dan lainya. (Gusti ; 2007: 1)

Selanjutnya Gusti menyatakan bahwa dalam standar nasional pendidikan (SNP), (2006) pasal 28 ayat (3) butir a: “menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya”.

Menurut Aswandi (2006: 2) kompetensi pedagogik adalah satu dari empat kompetensi guru sebagai agen pembelajaran, sebagaimana terdapat pada PP. No. 19 tahun 2005. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik. Tim Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan tahun 2006 telah merumuskan secara substantif kompetensi pedogogik yang mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.


(1)

NO NAMA MAHASISWA PERBAIKAN TANDA TANGAN

5 Dr. Herpratiwi, M.Pd. 1) Latar belakang jangan zig zag

2) Data latar belakang tentang variabel Y & X 3) Perbaiki pada

catatan-catatan di tesis saat ujian

Bandar Lampung, Juli 2010 Peneliti,

TUTI ROSPASARI


(2)

vii

vii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung seluruhnya hasil karya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Tesis yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sangsi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sangsi-sangsi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Bandar Lampung, Juli 2010


(3)

viii

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul : Hubungan antara Sikap Guru Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja Guru, dan Kompetensi Pedagogik dengan Kinerja Guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Wilayah Abung Lampung Utara.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Bambang Sumitro, M.S. (pembimbing I) dan Dr. Sulton Djasmi, M.Pd. (pembimbing II), sebagai pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini dari awal hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Peneliti juga berterima kasih kepada Rektor Unila Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., Direktur Program Pascasarjana Unila beserta segenap jajaranya


(4)

ix

ix

yang berupaya meningkatkan situasi kondusif pada Program Pascasarjana Unila, dan Dekan FKIP Unila Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. Tak lupa penulis berterima kasih kepada Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan Prof. Dr. Bambang Sumitro, M.S., dan Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik, beserta jajaran Program Studi Teknologi Pendidikan. Demikian juga penulisan menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf administrasi PPs TP FKIP Unila, termasuk rekan-rekan mahasiswa yang telah menaruh simpati dan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Nurdin Habim dan ketiga putra dan putri tersayang Fauzan Al-Ghifary, Syifa Say Putri dan Zalfa Say Putri, yang dengan setia dan kesabarannya mendorong penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Kiranya penulis berharap tesis ini mudah-mudahan dapat memberi sumbangsih bagi dunia pendidikan yang selalu menghadapi tantangan seiring dengan tuntutan jaman.

Bandar Lampung, Juli 2010 Penulis


(5)

x

x

MOTTO

Allah akan mengangkat orang-orang yang

beriman dan suka menuntut ilmu ketingkat

beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah ; 11)

Siapa saja yang menginginkan kehidupan dunia

maka dia harus beriman dan berilmu, dan siapa

saja yang menginginkan kehidupan akhirat maka

dia harus beriman dan berilmu, dan siapa saja

yang menginginkan keduanya maka ia harus

beriman dan berilmu. (HR. Bukhari)


(6)

RIWAYAT HIDUP

Tuti Rospasari lahir di Kotabumi Lampung Utara, 25 Oktober 1972. Putri kedua dari enam bersaudara, pasangan Almarhum Pasidin dan Saprihani.

Menyelesaikan pendidikan SD Negeri I Penagan Ratu kecamatan Abung Timur Lampung Utara tahun 1985, SMP Negeri 1 Penagan Ratu kecamatan Abung Timur Lampung Utara tahun 1988, SMA Negeri 1 Kotabumi Lampung Utara tahun 1991, dan meraih Gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 1997 setelah menjalani pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada tahun 2008 melanjutkan S-2 pada PPs Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

Pada tahun 1998 diangkat menjadi Pegawai negeri Sipil bertugas sebagai guru di SMPN 3 Bahuga Way Kanan dan tahun 1996 pindah tempat tugas di SMAN 1 Abung Timur Lampung Utara, mengasuh pelajaran Biologi. Pada bulan November 2002 menikah dengan Nurdin Habim dan telah dikaruniai tiga orang putra-putri yakni Fauzan Al-Ghifary, Syifa Say Putri dan Zalfa Say Putri.


Dokumen yang terkait

Upaya kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru di SMP Negeri 177 Jakarta

1 14 141

HUBUNGAN ANTARA SIKAP GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI KERJA GURU, DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DENGAN KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI WILAYAH ABUNG LAMPUNG UTARA

0 8 23

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP KERJA GURU TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SMP NEGERI DI KECAMATAN GADINGREJO

1 24 56

HUBUNGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK, MOTIVASI KERJA, DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN SIDOMULYO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 5 91

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN WONOGIRI

0 5 144

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KOMPETENSI Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Terhadap Kompetensi Pedagogik Guru.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI KECAMATAN JUWANGI Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru SMP Negeri Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali Tahun 2011.

0 1 18

PENGARUH MOTIVASI GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP SIKAP KINERJA GURU KEJURUAN.

0 1 57

Hubungan supervisi kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru sekolah menengah atas : survei guru-guru Sekolah Menengah Atas se-Kota Yogyakarta.

1 3 125

Hubungan antara kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja guru dengan kinerja guru di SMA Negeri Surakarta bab I

0 0 7