Pengertian Anak Tunarungu HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA TUNARUNGU KELAS DASAR IV DI SLB B KARNNAMANOHARA, KABUPATEN SLEMAN.
15 pendapat tersebut, Tin Suharmini 2009: 38-39 menjelaskan bahwa anak
tunarungu kurang mampu mengembangkan fungsi intelegensinya, meskipun secara potensial sama dengan anak pada umumnya.
Hal tersebut disebabkan keterbatasan kemampuan fungsi auditori yang mengakibatkan kurangnya kemampuan penguasaan bahasa,
gangguan dalam komunikasi, dan keterbatasan informasi. Ketunarunguan mengakibatkan terhambatnya proses pencapaian pengetahuan yang lebih
luas. Dengan demikian perkembangan intelegensi secara fungsional terhambat.
b. Segi bahasa dan bicara Ketunarunguan mengakibatkan terhambatnya perkembangan bahasa
seseorang, hal ini disebabkan karena tidak terjadinya proses peniruan suara setelah masa meraban. Penjelasan lebih lengkap diungkapkan oleh
Suparno 2001: 14, bahwa anak tunarungu mengalami: “a miskin kosakata, b sulit mengartikan ungkapan dan kata-kata
yang abstrak, c sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat panjang serta bentuk-bentuk kiasan, dan d anak tunarungu
kurang menguasai irama dan gaya bahasa”.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Edja Sadjaah 2005: 109 mengenai karakteristik anak tunarungu dari segi bahasa yaitu
perbendaharaan kata terbatas, kesulitan memahami kata-kata abstrak dan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Penggunaan irama dan gaya
bahasa cenderung monoton, bicaranya sering terputus-putus, serta biasa diikuti gerakan isyarat.
16 Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan, hambatan
pendengaran sangat mempengaruhi kemampuan berbahasa seseorang. Hal ini disebabkan kemampuan berbahasa erat kaitannya dengan kemampuan
mendengar. Anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif agar kemampuan bahasanya dapat berkembang.
c. Segi emosi dan sosial Kehilangan kemampuan mendengar yang dialami anak tunarungu
juga berpengaruh pada emosi dan sosialnya. Edja Sadjaah 2005: 111 menjelaskan bahwa emosi dan sosial anak tunarungu mengalami hambatan
karena sulit mengadakan kontak sosial dengan orang lain. Kesulitan ini disebabkan keterbatasan berbahasa yang merupakan alat untuk kontak
sosial dan mengekspresikan emosinya. Diperkuat oleh pendapat Suparno 2001: 13, anak tunarungu mengalami banyak kegagalan yang
menyebabkan emosinya tidak stabil seperti selalu ragu-ragu, sering cemas, curiga terhadap lingkungan, dan kurang percaya diri.
Menurut Sutjihati Soemantri 2006: 98, emosi anak tunarungu selalu bergolak disatu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di pihak
lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Kekurangan akan pemahaman bahasa dan pengaruh negatif dari lingkungan ini sering
menjadi tekanan bagi emosi anak tunarungu. Ketunarunguan juga dapat menjadikan anak terasingkan dari pergaulan sehari-hari.
Pendapat-pendapat tersebut
menegaskan bahwa
kehilangan kemampuan mendengar juga berdampak pada perkembangan emosi dan