Strategi Peningkatan Produksi Kakao Di Desa Karang Rejo Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG
REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Oleh :
NURCHALIS FARID 070304002 AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
(2)
ABSTRAK
NURCHALIS FARID (070304002/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM, Ph.D
dan Ir. Lily Fauzia, M.Si
Latar belakang penelitian ini adalah peningkatan permintaan kakao di pasar internasional terus terjadi. Hal ini diikuti dengan harga yang cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tidak diiringi dengan produksi nasional sebagai negara pengekspor Kakao. Produksi yang rendah disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu perlu kiranya untuk menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas Kakao. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012) 2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian.
Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun terahir. Secara serempak faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao. (lahan, bibit, pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi kakao. Secara parsial variabel luas lahan bibit BCL, bibi RCL, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi,sedangkan pupuk organik, pupuk non organik tidak berpengaruh nyata. Program - program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian adalah Program Pembimbingan Replanting Kakao Varietas RCL menjadi Varietas BCL, Program Teknologi Pasca Panen dan Program Pengadaan Lelang Panen Kelompok Tani
(3)
RIWAYAT HIDUP
NURCHALIS FARID, dilahirkan di Medan pada tanggal 31 Agustus 1989, sebagai anak dari Ayahanda Ir.Ahamad Arifin Hsb, dan Ibunda NurAini Rabe. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: pada tahun 1995 masuk sekolah dasar di SD Negeri 1. Binjai tamat tahun 2001. Tahun 2001 masuk sekolah menengah pertama di SMPN 1 Binjai tamat tahun 2004. Tahun 2004 masuk sekolah menengah atas di SMAN 5 Binjai tamat tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP. Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP).
Pada bulan April 2011 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa Karang Rejo, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Kemudian pada bulan Juli 2012 melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Air putih, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Iskandarini, MM selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk mengajar, dan membimbing serta memberi masukan dan semangat yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini
2. Ibu Lily Fauzia,M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan wawasan ilmiah secara detail, yang mengayomi dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.
3. Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku penguji saya yang memberikan
banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi saya.
4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku penguji dan Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
(5)
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh petani Kakao yang menjadi sampel dalam penelitian di Desa Karang rejo, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat
Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada Ibunda tersayang NurAini Rabe dan Ayahanda Ir. Ahmad Arifin Hsb dan keluarga besar atas motivasi, kasih sayang dan doa yang tiada hentinya yang diberikan kepada penulis selama menjalani kuliah, serta adik-adiku tersayang Akbar Arif, Debby Juwita Ayu, Tasya Rifa Nabila, Balqis Rafifa Artanti, Rizky Ananda Hafiz yang telah turut mendoakan dan menyemangati dalam penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih setulusnya penulis ucapkan kepada teman – teman Agribisnis FP USU stambuk 2007, kakak-kakak senior. Teman – teman seperjuangan yang teristimewa hakim, facreza, azhar, holong, rony, ella, rovil, dan kawan-kawan di PJK USU (bang Rizal, kak Rina, dan Bang Titok) yang telah banyak membantu, memberi semangat dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.
Medan Agustus 2013
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Kegunaan Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 5
2.1 Tinjauan Aspek Agronomi Kakao ... 5
2.2 Landasan Teori ... 8
2.3 Kerangka Pemikiran ... 13
2.4 Hipotesis Penelitian ... 15
III.METODOLOGI PENELITIAN ... 16
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 16
3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 17
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 17
3.4 Metode Analisa Data ... 18
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 25
Definisi Operasional ... 25
Batasan Operasional ... 25
IV.DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 26
4.1 Luas dan Letak Geografis ... 26
4.2 Keadaan Penduduk ... 26
4.3 Perekonomian Desa ... 27
4.4 Sarana dan Prasarana... 28
4.5 Karakteristik Petani Sampel ... 29
(7)
5.1 Usaha Kakao Kec.Stabat Kab. Langkat ... 32
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kakao Kec. Stabat Kab. Langkat ... 34
5.3 Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal Peningkatan Produksi Kakao ... 40
5.4 Strategi Peningkatan Produksi Kakao ... 44
IV.KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
6.1 Kesimpulan ... 53
6.2 Saran ... 53
(8)
No Judul Halaman
1. Matriks Posisi SWOT ... 18 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 22 3. Matriks Posisi SWOT Usahatani Kakao ... 50
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul
1. Karakteristik Petani Kakao di Desa Karang Rejo Tahun 2011
2. Jumlah Luas Lahan, Bibit, Umur Tanaman, Jarak Tanam, dan Jumlah Produksi Tahun 2011
3. Penggunaan Faktor Produksi Per Petani Pertahun pada Usahatani Kakao
4. Data Faktor Produksi dalam Bentuk
5. Skor Kekuatan Petani dalam Peningkatan Kakao 6. Skor Kelemahan Petani dalam Peningkatan Kakao 8. Skor Peluang dalam Peningkatan Produksi Kakao
8. Skor Ancaman Petani dalam Peningkatan Produksi Kakao
9. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Produksi Kakao
(10)
ABSTRAK
NURCHALIS FARID (070304002/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM, Ph.D
dan Ir. Lily Fauzia, M.Si
Latar belakang penelitian ini adalah peningkatan permintaan kakao di pasar internasional terus terjadi. Hal ini diikuti dengan harga yang cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tidak diiringi dengan produksi nasional sebagai negara pengekspor Kakao. Produksi yang rendah disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu perlu kiranya untuk menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas Kakao. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012) 2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian.
Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun terahir. Secara serempak faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao. (lahan, bibit, pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi kakao. Secara parsial variabel luas lahan bibit BCL, bibi RCL, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi,sedangkan pupuk organik, pupuk non organik tidak berpengaruh nyata. Program - program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian adalah Program Pembimbingan Replanting Kakao Varietas RCL menjadi Varietas BCL, Program Teknologi Pasca Panen dan Program Pengadaan Lelang Panen Kelompok Tani
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar ketiga di dunia hingga saat ini. Tahun 2009 produksi biji kakao mencapai 849.875 ton per tahun. Produsen terbesar kakao di dunia ditempati Pantai Gading sebesar 1,3 juta ton sementara Ghana sebanyak 750.000 ton. Produksi ini dihasilkan dari perkebunan rakyat, perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perkebunan swasta, serta perkebunan rakyat. Luas perkebunan kakao yang dimiliki masyarakat sekitar 92,7 persen dari luas total perkebunan kakao di Indonesia pada tahun 2009 yang mencapai 1.592.982 Ha (Anonimous a, 2012).
Permintaan kakao ke Indonesia khususnya Sumatera Utara pada tahun 2012 masih tetap tinggi di tengah harga jual di pasar internasional yang tren melemah atau sekitar Rp21.000 per kilogram. Padahal di 2011, harga kakao cukup mahal di kisaran Rp27.000 Rp28.000 per kg mengikuti mahalnya harga ekspor. Tetapi meski permintaan dari pasar internasioanl tetap kuat, eksportir kesulitan memenuhi permintaan karena pasokan dari petani semakin kecil. Pasokan ketat dari petani merupakan dampak produksi yang tidak banyak akibat faktor cuaca yang masih juga tidak menentu (Waspada, 2012).
Produksi perkebunan kakao rakyat Sumatera Utara masih menunjukkan peluang pengembangan yang baik. Meskipun dari 23 kabupaten/kota yang memiliki lahan perkebunan kakao, Deli Serdang merupakan kabupaten dengan lahan paling luas, yakni mencapai 7.840,5 ha dengan produksi sebesar 6.459,16
(12)
ton, disusul Nias Utara 6.239,5 ha dengan produksi 2.116,3 ton, Simalungun 5.705,26 ha dengan produksi 5.508,80 ton dan Nias Selatan 3.654,5 ha dan produksi 1.904 ton. Sementara itu, untuk produksi kakao perkebunan swasta dari 7 kabupaten di Sumut, yakni Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Tapanuli Selatan, Asahan, Mandailing Natal dan Serdang Bedagai di tahun 2009, sebesar 6.419 ton dan persentase peningkatan sebesar 4,25 %, sedangkan produksi perkebunan PTPN, di tahun 2009 di 7 kabupaten yang sama sebanyak 20.340 ton dengan presentase peningkatan sebesar 0,09 %. Tapi khusus untuk Kabupaten Langkat pertumbuhannya masih sangat rendah (anonimous b, 2012).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010), produktivitas rata-rata kakao dari Kabupaten Langkat hanya 0,66 ton per hektar. Angka ini masih belum mencapai produktivitas 1 ton per hektar. Padahal produktivitas kakao per hektar per tahun mencapai 1,75 ton per hektar. Di bawah ini terdapat data luas dan produksi tanaman kakao di kabupaten Langkat
Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman Kakao Menurut per Kecamatan di Kabupaten Langkat
No. Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas Ton/Ha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Bahorok Serapil Salapian Kutambaru Sei Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Batang Serangan Sawit Seberang Padang tualang Hinai 116 122 179 113 306 110 171 57 175 145 105 81 74 40 230 176 83 87 143 87 216 79 114 44 133 101 58 42 43 15 169 117 0,716 0.713 0,799 0,770 0,706 0,718 0,667 0,772 0,760 0,697 0,552 0,519 0,606 0,375 0,735 0,665
(13)
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. Secanggang Tanjung Pura Gebang Babalan Sei Lepan Berandan Barat Besitang Pangkalan Susu Pematang jaya 59 11 46 38 164 86 62 36 6 33 24 110 62 40.3 0,610 0,545 0,717 0,632 0,671 0,721 0,650
Jumlah 2.666 1.842,30 0,69
Sumber :BPS Kabupaten Langkat dalam Angka 2012
Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang strategi peningkatan produktivitas kakao dengan mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal serta faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kakao di daerah penelitian.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat produktivitas dari usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun terahir (2008-2012)?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian?
3. Bagaimana strategi untuk meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penellitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012)
(14)
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian
3. Untuk menentukan strategi peningkatkan produksi kakao di daerah penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan bagi petani dan pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 3. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana di
(15)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Aspek Agronomi Kakao
Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi Perkebunan Unggulan, hal ini tergambar dari banyaknya permintaan bibit Kakao yang bermutu dari petani/kelompok tani. Hal ini didukung oleh banyak potensi lahan yang cocok secara ekologis untuk tanaman ini disamping harga yang cukup stabil dan baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani/masyarakat pertanian. Sesuai dengan sifat tumbuhnya tanaman Kakao memerlukan pelindung maka dapat dikembangkan pada lahan-lahan yang ada tanaman kelapa, karet, lamtoro sekaligus dalam rangka meningkatkan produktifitas lahan usaha tani. Dalam usaha tani Kakao membutuhkan teknik budidaya yang baik dan benar agar memperoleh produksi yang optimal, juga memperhatikan kondisi lingkungan dan agroklimat di lokasi pembukaan kebun kakao harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao (Pertanian Centre. Com, 2008).
Syarat Tumbuh
1. Tanah
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7 (Suhardjo dan Butar-butar, 1979).
(16)
Menurut Situmorang (1988), tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah. Tanaman kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya tanaman kurang kuat.
2. Iklim
Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis, dengan demikian curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin merupakan faktor pembatas penyebaran tanaman kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 600 meter diatas permukaan laut. suhu yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kakao adalah sekitar 25 - 27˚ C dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13 - 21˚ C dan rata-rata suhu maksimum adalah 30 - 32˚ C. Berdasarkan kesesuaian terhadap suhu tersebut maka tanaman kakao secara komersial sangat baik dikembangkan di daerah tropis. intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman kakao berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kebutuhan tanaman terhadap intensitas cahaya matahari bervariasi, tergantung pada fase pertumbuhan dan umur tanaman. Intensitas cahaya yang ideal bagi tanaman kakao adalah antara 50 – 70% (Siregar, et.al, 1989).
(17)
Jenis-jenis Kakao
Ada tiga jenis kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini merupakan tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya berbentuk bulat telur beruuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador, Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman kakao yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ± 93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika barat, brasil dan dominika.
Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari jenis criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Destian, 2010).
(18)
2.2. Landasan Teori
Produksi dan Produktivitas
Produksi adalah suatu kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi output. Produksi dapat juga didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai masukan untuk menghasilkan keluaran. Sedangkan produktivitas dalam bidang pertanian adalah produksi yang dihasilkan dibagi dengan luas lahan yang digunakan (Agung, dkk., 2008).
Faktor Produksi
Faktor produksi adalah segala input produksi yang digunakan untuk menghasilkan output atau keluaran. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, modal, tanah, dan keahlian keusahawanan. Untuk faktor-faktor produksi usahatani meliputi bibit/benih, tenaga kerja, luas lahan, pupuk, pengendali hama penyakit dan gulma serta faktor lainnya (Sukirno, 1996).
Fungsi Produksi
Di dalam ilmu ekonomi dikenal dengan yang namanya fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik dengan faktor-faktor produksi. Fungsi produksi digambarkan dalam persamaan yang menunjukkan hubungan ketergantungan fungsional antara tingkat input yang digunakan dalam proses produksi dengan tingkat output yang dihasilkan.
(19)
Perkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan disebut dengan fungsi produksi. Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1,X2, X3,…., Xn)
Dimana :
Y = hasil produksi fisik X1, X2…, Xn = faktor-faktor produksi (Mubyarto, 1994).
Strategi
Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber daya dan kemampuan yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah rencana yang mengandung cara komperhensif dan integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk memenangkan kompetisi. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung pada kriteria yang digunakan.
Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu: 1. Tahap pengumpulan data
2. Tahap analisis
3. Tahap pengambilan keputusan
Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Data dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal yang diperoleh dari dalam perusahaan, model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu:
(20)
− Matriks faktor strategi internal − Matriks faktor strategi eksternal (Soepeno, 1997).
Sebelum melakukan analisis, maka diperlukan tahap pengumpulan data yang terdiri atas tiga model yaitu:
a. Matrik Faktor Strategi Internal
Sebelum membuat matriks faktor strategi internal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel IFAS.
− Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan).
− Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi internal, mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1 (tidak baik) terhadap kekuatan dan nilai “rating” terhadap kelemahan bernilai negatifnya.
− Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot (kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan.
− Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh skoring dalam kolom 4.
− Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
(21)
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi internalnya.
Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor Strategi Internal (IFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian diperbandingkan antara total skor kekuatan dan kelemahan.
b. Matrik Faktor Strategi Eksternal
Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel EFAS.
− Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor eksternalnya (peluang dan ancaman).
− Beri rating dalam masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1 (tidak baik) terhadap peluang dan nilai “rating” terhadap ancaman bernilai negatif.
− Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot (kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan.
− Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh skoring dalam kolom 4.
− Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
(22)
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya.
Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor Strategi eksternal (EFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian diperbandingkan antara total skor peluang dan ancaman.
Matrik SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis yaitu:
a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi ST
Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki petani untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks analisis SWOT dapat dilihat pada tabel matriks di bawah ini.
(23)
IFAS EFAS
STRENGTHS (S)
Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
STRATEGI SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang
TREATHS (T)
Tentukan 5-10 faktor ancaman Eksternal
STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan dan menghindari ancaman
2.3. Kerangka Pemikiran
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena kakao termasuk salah satu dari tiga komoditas dari sektor perkebunan yang memberikan sumbangan devisa yang sangat tinggi bagi Indonesia. Namun di beberapa daerah penghasil biji kakao masih terjadi penurunan produksi yang disebabkan beberapa faktor seperti penyakit buah kakao dan hama pengganggu.
Peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas buah kakao mutlak diperlukan untuk memenuhi permintaan lokal dan dunia terhadap biji kakao. Harga kakao yang terus meningkat menjadikan usahatani kakao menjadi cukup menjanjikan bagi para petani yang ada di daerah Kabupaten Langkat. Selain kondisi tanah dan iklimnya yang cocok juga karena petani yang mengusahakan usahatani kakao cukup berpengalaman.
Sama halnya dengan usahatani kamoditas yang lain, usahatani kakao juga memiliki kelemahan dalam kegiatan budidayanya. Hal inilah yang berpengaruh terhadap kualitas dan jumlah produksi yang dihasilkan. Meskipun memiliki
(24)
beberapa kelemahan, usahatani ini memiliki kekuatan dan peluang pasar yang cukup signifikan. Untuk itu perlu dikaji analisis faktor internal dan eksternal. Kajian ini digunakan untuk dapat merumuskan strategi yang tepat untuk usahatani kakao guna meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas ini.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani kakao (lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja) juga perlu dilakukan untuk mengetahui faktor mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi kakao. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar skema berikut ini.
Keterangan : : Ada hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Petani Kakao
Usahatani kakao Faktor-faktor produksi:
1. Luas lahan 2. Tenaga
Kerja 3. Bibit 4. Pupuk 5. Pengalaman
Bertani Produksi
Strategi peningkatan
produksi Kekuatan
(strength) Kelemahan (weakness) Peluang (opportunities) Ancaman (threat)
(25)
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun terahir.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao (lahan, bibit, pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi kakao
(26)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), yaitu Desa Banyumas Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Berdasarkan hasil pra survey dan wawancara yang dilakukan diketahui bahwa daerah ini merupakan daerah dengan produksi yang masih rendah padahal kondisi lingkungan kecamatan ini mendukung dan potensial untuk mengembangkan usahatani kakao. Seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Luas Tanaman Keras Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman dan Desa/Kelurahan Kec. Stabat tahun 2012 (Ha)
Desa/Kelurahan Kelapa Karet Aren Kakao Sawit Pinang
Banyumas 66 6 0 10,5 44 4
Kwala Bingai 0 0 0 1 841 0
Sidomulyo 7 0 0 0 7 0
Pantai Gemi 27 27 0 10 299 18
Perdamaian 5 0 0 0 15 0
Stabat Baru 0 0 0 0 0 0
Ara Condong 0 1 1 0 0 0
Kwala Begumit 0 0 0 0 59 0
Mangga 5 1 0 2 73 0
Karang Rejo 0 0 0 2 73 2
Dendang 12 0 0 1 44 3
Paya Mabar 0 0 0 5 229 0
Jumlah 122 34 1 31,5 1.683 27
Sumber : BPS Kabupaten Langkat, 2012
Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang strategi peningkatan produktivitas kakao dengan mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal serta faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kakao di daerah penelitian.
(27)
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Populasi penelitian adalah petani yang melakukan usahatani Kakao di Kecamatan Stabat. Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat antara lapisan-lapisan tersebut. Presisi dan hasil yang dapat di capai dengan penggunaan suatu metode pengambilan sampel, antara lain dipengaruhi oleh derajat keseragaman populasi yang bersangkutan.
Dalam praktek sering dijumpain populasi yang tidak homogen. Untuk dapat menggambarkan secara tepat mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus di bagi-bagi dalam lapisan-lapisan yang seragam, dan dari setiap lapisan dapat dapat di ambil sampel secara acak. Dalam sampel berlapis, peluang untuk terpilih antara satu srata dengan yang lain mungkin sama, mungkin berbeda.
Populasi di daerah penelitian sebanyak 75 KK. Metode penentuan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling yaitu pemilihan sampel secara acak sebanyak 30 KK dikarenakan populasi yang terdapat di daerah penelitian homogen (Azwar, 2010).
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil wawancara peneliti langsung dengan responden yang menjadi sampel dengan daftar kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait, literatur, buku, dan media internet yang sesuai dengan penelitian ini.
(28)
3.4. Metode Analisis Data Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2 peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda ialahsebagai berikut :
Y= a + biX1 + b2X2 + b3X3 +...+ bnXn + e
Dimana :
Y = Produksi (Ton) a = Intersep
b1,b2,..bn = Koefisien Variabel Bebas X1 = Lahan (Ha)
X2 = Bibit (Batang) X3 = Pupuk (Kg)
X4 = Biaya Tenaga Kerja X5 = Herbisida (cc) X6 = Insectisida (cc)
e = Error
(Ilmu Statistik.com, 2008).
Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yakni tidak terdapat
(29)
heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Dalam model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Apabila nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
2. Uji Normalitas
Normalitas dalam statistik parametric seperti regresi dan Anova merupakan syarat pertama. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid atau bias terutama untuk sampel kecil. Uji normalitas dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu melalui pendekatan grafik (histogram dan P-P Plot) atau uji kolmogorov-smirnov, chi-square, Liliefors maupun Shapiro-Wilk.
(30)
(Supriana, 2009).
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis. Analisis ini digunakan untuk menemukan faktor intenal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada suatu organisasi. Dari hasil analisis akan ditemukan strategi yang menyajikan kombinasi terbaik diantara keempatnya. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, selanjutnya petani tersebut dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan untuk memperkecil atau mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang ada (Rangkuti, 2008).
Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi secara sederhana dan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.
a. Untuk menyelesaikan hipotesis 1 digunakan analisis deskriptif dengan cara menggambarkan dan menjelaskan produktivitas kakao di daerah penelitian dan membandingkannya dengan produktivitas kakao pada 5 tahun sebelumnya.
b. Untuk menyelesaikan hipotesis 2 digunakan regresi linear berganda. Untuk mengetahui faktor produksi yang mana yang berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas kakao. Di gunakan analisis regresi linier berganda dengan rumus sebagai berikut :
(31)
Y= a + biX1 + b2X2 + b3X3 +...+ bnXn + e
Dimana :
Y = Produksi (Ton) a = Intersep
b1,b2,..bn = Koefisien Variabel Bebas X1 = Luas Lahan (Ha)
X2 = Bibit BCL (Batang) X3 = Bibit RCL (Batang) X4 = Pupuk Organik (Kg) X5 = Pupuk Non Organik (Kg) X6 = Biaya Tenaga Kerja (HKO) X7 = Pengalaman Bertani (Tahun) e = Error
Kriteria uji F :
F hitung > F tabel = Ho ditolak, H1 diterima F hitung < F tabel = Ho diterima, H1 ditolak Dimana :
• Ho ditolak, H1 diterima berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL, pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman petani secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
• Ho diterima, H1 ditolak berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL, pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman petani secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
(32)
Kriteria uji t :
t hitung > t tabel = Ho ditolak, H1 diterima t hitung < t tabel = Ho diterima, H1 ditolak Dimana :
• Ho ditolak, H1 diterima berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL, pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman petani secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
• Ho diterima, H1 ditolak berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL, pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman petani secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
c. Untuk menyelesaikan masalah 3, digunakan metode analisis SWOT. Sesuai dengan teori yang telah dikemukakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, seperti digambarkan pada tabel di bawah ini :
(33)
IFAS EFAS
STRENGTHS (S)
Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
STRATEGI SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang
TREATHS (T)
Tentukan 5-10 faktor ancaman Eksternal
STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman Sebelum melakukan analisis data seperti diatas maka terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan model matrik faktor strategi internal, matrik faktor strategi eksternal seperti dibawah ini :
Tabel 3. Penilaian Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal
Rating Kategori Faktor internal Faktor Eksternal
4 Sangat Baik Kekuatan Peluang
3 Baik Kekuatan Peluang
2 Cukup Baik Kekuatan Peluang
1 Tidak Baik Kekuatan Peluang
-4 Sangat Baik Kelemahan Ancaman
-3 Baik Kelemahan Ancaman
-2 Cukup Baik Kelemahan Ancaman
-1 Tidak Baik Kelemahan Ancaman
Total skor
Setiap faktor internal kekuatan dan faktor eksternal peluang diberi kategori sangat baik sampai tidak baik dan diberi rating mulai dari 4 untuk ketegori sangat baik sampai 1 untuk kategori tidak baik. Sedangkan setiap faktor
(34)
internal kelemahan dan faktor eksternal ancaman diberi kategori sangat baik sampai tidak baik dan diberi rating mulai dari -4 untuk kategori sangat baik sampai -1 untuk kategori tidak baik.
Tabel 3. Penilaian Bobot Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi internal/eksternal
Rating Bobot Skoring
(Rating x Bobot)
Kekuatan/Peluang: 1.
2. 3. 4. 5.
Total Bobot kekuatan/peluang 100
Kelemahan/Ancaman: 1.
2. 3. 4. 5.
Total bobot kelemahan/ancaman
100
Selisih Kekuatan-Kelemahan/ Peluang-Ancaman
Berdasarkan tabel diatas, tahapan yang dilakukan dalam menentukan faktor strateginya adalah menentukan faktor-faktor yang menjadi kelemahan-kekuatan serta peluang ancaman dalam kolom 1, lalu beri bobot masing-masing faktor tersebut yang jumlahnya tidak boleh melebihi total 100 pada kolom 2. kemudian peringkatkan setiap faktor dari 4 (sangat baik) sampai 1 (tidak baik) dalam kolom 3 berdasarkan respon petani terhadap faktor itu. Kemudian yang terakhir, kalikan setiap bobot faktor dengan rating untuk mendapatkan skoring dalam kolom 4. Setelah itu hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dipetakan pada matriks posisi.
(35)
3.5. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
1. Petani Kakao adalah petani yang mengusahakan kakao
2. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi untuk menghasilkan buah kakao yang meliputi luas lahan (Hektar), tenaga kerja (HKO), bibit RCL (Batang), bibit BCL (Batang), pupuk organik (Kg) dan pupuk non organik (Kg).
3. Produksi adalah jumlah semua hasil panen tanaman kakao (kg).
4. Strategi peningkatan produksi adalah hal-hal yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi kakao
5. Strengths adalah kekuatan-kekuatan yang dimiliki petani kakao 6. Weaknesses adalah kelemahan-kelemahan yang dimiliki petani kakao. 7. Opportunities adalah berbagai peluang yang muncul terhadap petani
kakao.
8. Threats adalah berbagai ancaman yang muncul terhadap petani kakao.
Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.
2. Sampel penelitian ini adalah petani yang mengusahakan tanaman kakao Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.
(36)
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1. Luas dan Letak Geografis
Kecamatan Stabat merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat. Kecamatan Stabat terbagi ke dalam enam Desa dan enam Kelurahan. Desa Banyumas letaknya sangat strategis dalam rangka pengembangan kota / tata ruang kota umtuk pengembangan kota stabat sebagai ibu kota Kabupaten Langkat dengan luas 424,5 ha. Desa Banyumas memiliki 2040 mm curah hujan per tahun dan terletak 9 meter diatas permukaan laut. Jarak desa Banyumas dengan Kecamatan Stabat / kantor bupati Langkat sekitar ±5 km. Secara administratif, Desa Banyumas mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan PTPN II Kwala Bingai.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN II Kwala Bingai dan Desa Perdamaian Kec. Binjai.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pertumbukan Kec. Wampu • Sebelah Timur berbatsan dengan Desa Perdamaian Kec. Binjai.
4.2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Banyumas sebanyak 1555 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki berjumlah 2891 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 2780 jiwa. Keadaan penduduk menurut kelompok umur adalah sebanyak 632 orang laki-laki dan 586 orang perempuan untuk kelompok umur 0 sampai dengan 14 Tahun, 1977 orang laki-laki dan 1912 orang perempuan untuk kelompok umur 15 sampai dengan 64 Tahun dan 282 orang laki-laki dan 282
(37)
orang perempuan untuk kelompok umur 65 tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel :
Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Usia Laki - Laki Perempuan
(Tahun) (Orang) (Orang)
0-14 632 586
15-64 1977 1912
>65 282 282
Jumlah 2891 2780
Demografi Desa banyumas 2012
Menurut kepercayaan penduduk desa Banyumas umumnya beragama Islam dan hanya 7 orang yang beragama budha. Total ada 2890 orang laki – laki dan 2774 orang wanita yang memeluk islam dan 1 orang laki – laki dan 6 orang perempuan yang memeluk budha. Hal ini dapat dilihat pada tabel :
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Kepercayaan
Kepercayaan Laki - Laki Perempuan
/ Agama (Orang) (Orang)
Islam 2890 2774
Budha 1 6
Lainnya - -
Jumlah 2891 2780
Demografi Desa banyumas 2012
4.3. Perekonomian Desa
Sebagian besar mata pencaharian penduduk desa adalah petani. Selain petani, penduduk juga berprofesi sebagai buruh tani, pegawai negeri sipil, ahli kesehatan, pembantu rumah tangga, pensiunan, dan pekerjaan lainnya.
(38)
Tabel 6. Persentase Mata Pencaharian Penduduk di Desa Banyumas Berdasarkan Tahun 2012
Pekerjaan Laki - Laki Perempuan Persentase
(Orang) (Orang)
Petani 271 229 56.18 Buruh Tani 145 105 28.09 PNS 32 23 6.18 Ahli Kesehatan 5 6 1.24 PRT - 28 3.15 Polisi dan POLRI 35 - 3.93 Arsitektur 1 - 0.11 Seniman 1 - 0.11 Pensiunan 9 - 1.01 Jumlah 499 391 100.00
Sumber: Monografi desa 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk di Desa Banyumas Induk adalah Petani (kelapa, kelapa sawit, kakao, cengkeh, kakao, dan tanaman lainnya) dengan persentase 55,18%. Sedangkan mata pencaharian penduduk paling banyak kedua adalah buruh tani sebesar 28,09 %, dan yang paling sedikit adalah arsitektur dan seniman dengan persentase sebesar 0,11%.
4.4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana dalam suatu desa akan sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan desa. Sarana dan prasarana di Desa Banyumas Induk cukup memadai. Hal ini dapat dilihat bahwa sarana penting seperti sarana pendidikan tersedia mulai dari TK hingga SMA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
(39)
Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Banyumas Berdasarkan Tahun 2010.
No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1. Sarana Pendidikan - TPA/MDA
- Taman Kanak-kanak (TK) - Sekolah Dasar (SD)
- Sekolah Menengah Pertama (SMP)
- Sekolah Menengah Atas (SMA) Tempat Ibadah - Gereja - Mesjid - Mushalla Sarana Kesehatan - Puskesmas 2 1 2 1 1 0 3 5 1
Sumber: Monografi Desa 2012 4.5. Karakteristik Petani Sampel
Umur
Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur petani kecenderungan kemampuan bekerja semakin menurun. Hal ini berpengaruh pada produktivitasnya dalam mengelola usahataninya. Kegiatan usahatani banyak mengandalkan fisik. Keadaan umur petani rata-rata 34,7 tahun dengan interval antara 21-66 tahun. Klasifikasi petani menurut kelompok umur terlihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Umur Petani Responden di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.
No. Kelompok
Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 2. 20-50 >50 28 2 93,33 6,66
Jumlah 30 100
Sumber: Lampiran 1
Berdasarkan tabel diatas persentase terbesar di daerah penelitian berada pada kisaran umur 20-50 tahun dengan persentase sebesar 93,33%. Artinya petani
(40)
sampel di daerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya.
Pendidikan
Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usahatani. Respon petani dalam hal menerima teknologi untuk mengoptimalkan usahataninya sangat erat dengan pendidikan formal. Berikut ini tabel tingkat pendidikan petani di daerah penelitian:
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Sampel di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4
Sekolah Dasar
Pendidikan Menengah (SMP) Pendidikan Menengah (SMA) Strata 1
0 1 28
1
0 3,33 93,33
3,33
Total 30 100
Sumber: Data dari lampiran 1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata petani memiliki tingkat pendidikan menengah, yaitu 90% sedangkan sisanya memiliki tingkat sekolah dasar dan tidak sekolah.
Pengalaman Bertani
Faktor yang cukup berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan usahatani adalah pengalaman bertani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka akan semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman petani mengolah usahatani kakao dapat dilihat pada tabel berikut:
(41)
Tabel 10. Klasifikasi Petani Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.
No. Pengalaman
Bertani (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
0-10 11-20 21-30 31-40 >40
13 12 4 0 1
43,33 40 13,33
0 3,33
Jumlah 30 100
Sumber: Data dari lampiran 1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase jumlah yang mempunyai pengalaman bertani paling lama adalah berada pada kisaran 11-20 tahun, dengan persentase 43%. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman bertani sangat bervariasi.
(42)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Usahatani Kakao Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Kakao mulai menghasilkan buah ketika berumur 2 tahun. Umur produktif dari tanaman ini adalah 2tahun sampai dengan 25 tahun. Pada umur 25 tahun ke atas produktivitas sudah mulai menurun. Tidak hanya produktivitas, tetapi juga kualitasnya. Hal ini disebabkan pada umur tanaman yang semakin tua hama dan penyakit sudah mulai menyerang. Oleh karena itu banyak petani yang menyetek atau mengganti batang tanaman kakao dengan bibit yang baru tanaman lama sehingga tanaman dapat berumur panjang. Berikut luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman kakao di Kecamatan Stabat 5 tahun terakhir :
Tabel 11 .Rekapitulasi Produktivitas Perkebunan Kakao 5 Tahun Terakhir
No Tahun TM (Ha) TBM
(Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (ton/Ha)
1 2008 152.00 16.00 129.00 0.85
2 2009 153.00 18.00 130.00 0.85
3 2010 153.00 20.00 134.00 0.88
4 2011 153.00 22.00 133.00 0.87
5 2012 153.00 22.00 145.35 0.95
Rerata 152.80 19.60 134.27 0.88
Sumber : Lampiran 2 dan 3
Pada tahun 2007 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 152 ha dan 16 ha. Dari 152 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 129 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 0,85 ton per ha per tahun. Pada tahun 2008 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 18 ha. Dari 153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 0,85 ton per ha per tahun. Pada tahun 2009 jumlah
(43)
tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 20 ha. Dari 153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 129 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 0,88 ton per ha per tahun. Pada tahun 2010 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 22 ha. Dari 153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 0,87 ton per ha per tahun. Pada tahun 2011 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 22 ha. Dari 153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 0,95 ton per ha per tahun.
Gambar 2. Produksi Kakao Kec. Stabat
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa produksi kakao di selama 5 tahun terkahir mengalami tren menaik walaupun pada tahun 2010 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya serangan hama dan pengalihan tanaman dari bibit BCL ke bibit RCL karena bibit RCL lebih tahan terhadap hama dan penyakit tanaman yang dihadapi tanaman kakao yang diusahakan olah petani selain itu hasil panen yang lebih tinggi dari tanaman kakao jenis RCL.
(44)
Gambar 3. Produktivitas Kakao Kec. Stabat
Dari penjelasan dan gambar 3 dapat diambil kesimpulan bahwa Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun terahir.
5.2. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Produksi Usahatani Kakao Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Faktor produksi adalah komponen utama yang mutlak harus diperlukan dalam melaksanakan proses produksi untuk menghasilkan barang. Di daerah penelitian, digunakan berbagai input produksi untuk menunjang kegiatan usahatani kakao. Input-input produksi tersebut antara lain luas lahan, bibit, pupuk, dan tenaga kerja.
Adapun variable-variabel yang digunakan dalam model fungsi penduga variabel yang tidak bebas yaitu produksi kakao (Y), dan variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi produksi kakao (X) yang terdiri dari Luas Lahan (X1), Bibit BCL (X2), Bibit RCL (X3), Pupuk Organik (X4), Pupuk Non Organik (X5) Biaya Tenaga Kerja (X6) dan Pengalaman Bertani (X7)
(45)
Dari data penelitian yang dilakukan di lapangan dan telah diolah dengan menggunakan SPSS didapat hasil pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Analisis Fungsi Produksi Kakao
Variabel Koefisien Regresi thitung Sig.
Konstanta 88,893 7,153 *
Luas Lahan (Ha) 1.952,412 3,239 *
Bibit BCL (Batang) 1,283 4,596 *
Bibit RCL (Batang) -0,410 -2,341 *
Pupuk Organik (Kg) -0,870 -1,000 **
Pupuk Non Organik (Kg) -0,122 -0,149 **
Tenaga Kerja (HKO) -2,786 -0,440 **
Pengalaman Bertani 8,589 2,756 *
R2=0,934 Keterangan :Nyata pada α 0,05
R=0,967 * = Nyata
ttabel=2,045 ** = Tidak Nyata
Sumber : Data Diolah, lampiran 5
Berdasarkan Tabel 12 di atas, maka dibuatlah model fungsi produksi pada usahatani kakao, yaitu :
Y = 88,893 + 1.952,412X1 + 1,283X2 – 0,410X3 – 0,870X4 – 0,122X5 – 2,786X6
+ 8,589X7 + e
Untuk nilai koefisien regresi X1 (Luas Lahan) yang menunjukkan besaran
yaitu sebesar 1.952,412 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan luas lahan sebesar 1 Ha dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi rata-rata akan meningkat sebesar 1.952,412 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X2 (Bibit BCL) yang menunjukkan besaran
yaitu sebesar 1,283X2 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan bibit
BCL sebesar 1 batang dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar 1,283 Kg.
(46)
Untuk nilai koefisien regresi X3 (Bibit RCL) yang menunjukkan besaran yaitu sebesar –0,410 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan bibit BCL sebesar 1 batang dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi rata-rata kakao akan berkurang sebesar –0,410 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X4 (Pupuk Organik) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar –0,870 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan Pupuk Organik sebesar 1 Kg dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar –0,870 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X5 (Pupuk Non Organik) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar –0,122 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan pupuk kandang sebesar 1 Kg dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar –0,122 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X6 (Tenaga Kerja) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar –2,786 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar 1 HKO dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi rata-rata kakao akan berkurang sebesar –2,786 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X7 (Pengalaman Bertani) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar 8,589 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan pengalaman bertani sebesar 1 tahun dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar 8,589 Kg.
Secara Serempak
Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan input terhadap produksi kakao secara serempak terhadap produksi, maka digunakan uji F. Dari hasil SPSS telah didapat bahwa Fhitung yang diperoleh sebesar 44,738 dan juga dilihat Ftabel
(47)
sebesar 2,34. Dari nilai tersebut diketahui bahwa nilai Fhitung (44,738) > Ftabel
(2,34). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 dtolak yang artinya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao (lahan, bibit, pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) secara serempak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi kakao diterima.
Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL, pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman petani secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi kakao dapat diterima.
Secara Parsial
Kemudian untuk melihat hubungan antara input produksi secara parsial (masing-masing) terhadap produksi kakao, yaitu apakah ada pengaruh penggunaan input produksi secara parsial terhadap produksi kakao, maka digunakan uji t. Secara parsial variabel luas lahan (X1) berpengaruh terhadap hasil produksi kakao (Y), dimana thitung = 3,239 lebih besar daripada ttabel. = 2,045.
Variabel bibit BCL (X2) berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y) dimana thitung = 4,296 lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini dapat disebabkan
karena varietas yang digunakan bersifat resisten terhadap hama dan penyakit sehingga hasil panennya terjaga.
Variabel bibit RCL (X3) berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y) dimana thitung = |- 2,341| lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini berarti setiap
penambahan 1 batang bibit akan mengurangi produksi sebesar 2,341 Ton. Hal ini disebabkan karena varietas yang digunakan bersifat kurang resisten terhadap hama dan penyakit tanaman
(48)
Variabel Pupuk Organik (X4) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y) dimana thitung = |- 1,000| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal ini
disebabkan karena dosis pemberian pupuk yang tidak merata.
Variabel Pupuk Non Organik (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y) dimana thitung = |- 0,149| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal
ini disebabkan karena dosis pemberian pupuk yang berlebihan.
Variabel tenaga kerja (X6) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y) dimana thitung = |- 0,44| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal ini
disebabkan karena satuan yang digunakan adalah hari kerja per orang (HKO) bukan Hari Kerja Pria (HKP). Petani di daerah penelitian menghitung upah untuk tenaga kerja yang digunakannya per hari..
Variabel Pengalaman Bertani (X7) berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y) dimana thitung = 2,756 lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini
disebabkan oleh semakin tingginya pengalaman petani akan bercocok tanam tanaman kakao maka semakin tahu dengan mendatail mengenai cara berbudidaya, penanganan hama dan penyakit dan serta penanganan prapenanaman hingga pasca panen malah ada yang sampai mengembangkan usaha penyetekan batang kakao varietas RCL kepada tanaman kakao varietas BCL
Dari Tabel dapat kita lihat bahwa ada empat variabel yang memiliki nilai
thitung > ttabel. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa input produksi yang
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi adalah lahan, bibit BCL, bibit RCL dan pengalaman bertani sedangkan input lainnya yaitu pupuk organik, pupuk non organik dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
(49)
Untuk mengetahui sejauh mana persentase variasi produksi kakao (Y) dapat ditentukan oleh input produksi (Xi), maka digunakanlah nilai koefisien determinasi (R2) = 0,934. Hal ini menyatakan bahwa 93,4% variasi produksi ditentukan oleh variabel faktor-faktor produksi, dan sisanya 6,6% ditentukan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Dan untuk mengetahui keeratan antara variabel tidak bebas (Y) dan variabel bebas dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien korelasi (R). Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa besarnya nilai R adalah 0,967. Dari nilai ini dapat dikatakan bahwa variabel produksi kakao (Y) memiliki keeratan hubungan dengan semua variabel bebasnya (Xi).
Uji Gejala Multikolinearitas
Setelah melihat tabel Coefficient terdapat nilai VIF untuk masing-masing variabel mempunyai nilai < 10 dan nilai Tolerance > 0,1 (Lampiran 5), elain itu pada tabel correlation (Lampiran 5) diketahui bahwa tidak ada nilai pearson correlation yang melebihi 0,8. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa gejala multikolinearitas tidak terdapat dalam persamaan ini.
Uji Gejala Autokorelasi
Uji Autokorelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson yang bernilai 2,244 (Lampiran 5) dengan signifikansi 0,05%. Berdasarkan syarat pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi diperoleh kesimpulan sesuai dengan poin 4 yakni autokorelasi pada tidak dapat disimpulkan dikarenakan nilai Durbin Watson (2,244) berada diantara nilai (4 – du) dan (4 – dL) yakni 2,0092<2,244<3,2087 dengan nilai du sebesar 1,9908 dan nilai dL sebesar 0,7918.
(50)
5.3. Analisis Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) pada Peningkatan Produksi Kakao di Desa Banyumas
Berdasarkan peninjauan ke lapangan dan sesuai dengan beberapa metode yang digunakan, untuk mengetahui faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada usahatani kakao. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah “Tahap Pengumpulan Data”. Melalui tahap ini maka diketahui faktor internal dan eksternal sebagai berikut:
Beberapa kekuatan pada usahatani kakao di daerah penelitian.
1. Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai.
Di daerah penelitian memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan ketinggian diatas 0 – 600 mdpl. Selain itu, agroklimat setempat sangat cocok untuk budidaya kakao. Hal ini didukung dengan suhu yang sesuai.
2. Petani setempat berpengalaman dalam membudidayakan kakao.
Hampir setiap warga memiliki pengalaman dalam membudidayakan kakao.Budidaya Kakao sudah dilakukan secara turun temurun karena hampir setiap warga memiliki kebun kakao sejak dahulu.
3. Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan.
Buah kakao dan biji kakao sangat mudah untuk dijual karena banyaknya pedagang pengumpul dan ada kelompok tani yang menampung hasil panen kakao. 4. Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah Lain.
Kakao memiliki produksi dan kualitas yang lebih baik. Hal ini dilihat dari implementasi bibit BCL yang yang cepat berbuah dengan hasil yang tinggi dan lebih mudah dalam penanganan hama dan penyakit dan mudah dalam penanganan pasca panen.
(51)
5. Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama.
Bibit Kakao BCL di daerah penelitian tahan terhadap hama helopeltis dan penggerek buah kakao yang biasanya menyerang tanaman kakao serta jarangnya ditemui serangan penyakit yang parah.
Beberapa kelemahan yang ada pada usahatani kakao.
1. Masih banyak petani yang menggunakan bibit RCL.
Bibit BCL masih belum mendapat kepercayaan bagi petani meskipun sudah diadakan pengarahan bagi penyuluh. Petani masih enggan mereplanting semua tanaman kakaonya menjadi bibit kakao varietas BCL
2. Tingkat serangan penggerek buah kakao timggi
Penggerek buah kakao menjadi momok utama bagi petani petani. Hal ini disebabkan banyak tanaman yang diusahakan oleh petani sudah menjelang masa tua sehingga rentan terhadap serangan penggerek buah kakao dan hama lainnya. 3. Luas lahan rata-rata masih sempit.
Petani di daerah penelitian masih membagi lahan mereka dengan tanaman lain seperti tanaman kakao Kakao, jagung, padi sawah, dan tanaman hortikultura lainnya. Sebagian petani memiliki lahan dibawah 1 hektar. Hal ini meyebabkan produksi Kakao masih rendah bila dibandingkan daerah lain.
4. Banyaknya tanaman yang berumur tua
Tanaman kakao memiliki masa produktif kurang lebih 20 tahun. Setelah itu petani harus melakukan penanaman tanaman baru (replanting). Banyak tanaman yang diusahakan petani merupakan tanaman tua hasil sengketa dengan PTPN 2
(52)
5. Kekurangan modal dan pemasaran.
Petani mengalami kekurangan modal untuk membeli input produksi dan biaya tenaga kerja. Selain itu pemasaran yang ada hanya kepada pengumpul saja
Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai faktor pendorong peningkatan produksi kakao.
1. Harga jual kakao kering tinggi.
Harga kakao kering Rp. 18.000- Rp. 21.000/kg. Kakao hasil panen dikeringkan minimal 2 sampai dengan 5 hari dan djual kepada pengumpul.
2. Terdapat jenis varietas unggul baru.
Bibit BCL yang yang cepat berbuah dengan hasil yang tinggi dan lebih mudah dalam penanganan hama dan penyakit dan mudah dalam penanganan pasca panen. Petani saharusnya menerima dan melakukan replanting ataupun stek batang dengan varietas jenis ini.
3. Produksi produksi daerah lain lebih rendah dibanding tempat penelitian Produksi daerah lain di langkat lebih rendah dari pada rata – rata produksi kakao yang ada di daerah penelitian hal ini yakni sekitar 2 ton per ha.
4. Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan.
Selama beberapa satu tahun belakangan ini harga kakao membaik yang mulanya dilevel Rp. 15.000,00 an menjadi Rp.18.000,00- Rp 20.000,00 an untuk kakao kering.
5. Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar
Beberapa dari petani tidak lagi hanya menggantungkan dirinya dari budidaya kakao. Mereka mengembangkan usaha penjualan bibit dan penyetekan
(53)
batang kakao jenis BCL ke batang kakao RCL yang sudah tua. Sehingga umur ekonomis dari tanaman kakao bisa diperbaharui.
Beberapa ancaman yang dihadapi usahatani kakao.
1. Serangan hama penyakit.
Meskipun tanaman Kakao di daerah penelitian cenderung tahan hama utama (penggerek batang kakao) dan penyakit utama (karat daun), namun petani juga harus siap menghadapi hama dan penyakit lain.
2. Penyimpangan iklim.
Pada saat ini sering terjadi penyimpangan iklim (anomali cuaca) yang ditandai dengan musim hujan dan musim kemarau yang berubah dari periode yang seharusnya. Hal ini berdampak pada waktu panen, jumlah produksi, dan masalah pengeringan kakao.
3. Kelangkaan tenaga kerja.
Petani setempat mengalami kesulitan dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit. Setiap petani membutuhkan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan pemanenan.
4. Perkembangan produksi di daerah lain.
Perkembangan kakao di daerah lain seperti di simalungun dan beberapa daerah lain cukup pesat. Hal ini menjadi ancaman bagi usahatani kakao daerah penelitian.
5. Pihak luar kurang tertarik buah kakao di tempat penelitian
Sebelumnya pihak luar ada yang meminati kakao dari desa penelitian, namun semenjak harga turun dan kualitas kakao menurun akibat serangan hama tidak ada lagi pihak luar yang tertarik dengan kakao di tempat penelitian.
(54)
Strategi Peningkatan Produksi Kakao
Strategi adalah perencanaan, arah dan pengelolaan untuk mencapai suatu tujuan. Strategi merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi dengan tantangan lingkungan. Strategi dirancang untuk mengetahui apakah tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.
Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data adalah kegiatan pengumpulan data dan pengklasifikasian serta pra analisis. Pada tahap ini data akan dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Model yang dapat digunakan dalam tahap ini adalah:
i. Matriks faktor strategi internal ii. Matriks faktor strategi eksternal
(55)
Matriks Faktor Strategi
Tabel . Matriks Faktor Strategi Internal
Sumber: data diolah dari lampiran 9 Matriks Faktor Strategi Eksternal
Tabel . Matriks Faktor Strategi Eksternal
Faktor dan Elemen Strategi Eksternal Rating Bobot
Skoring (Rating x
Bobot) Peluang:
Harga jual kakao kering tinggi 4 12 48 Terdapat jenis varietas unggul baru 4 12 48 Produksi daerah lain lebih rendah dibanding
tempat penelitian
2 7 14
Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan
4 10 40
Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar
4 9 36
Ancaman:
Serangan hama penyakit -3 12 -36
Penyimpangan iklim -2 7 -14
Kelangkaan tenaga kerja -3 12 -36
Perkembangan produksi di daerah lain -3 12 -36 Pihak luar kurang tertarik buah kakao di
tempat penelitian
-2 7 -14
Sumber: Data diolah dari lampiran 10
Faktor dan Elemen Strategi Internal Rating Bobot
Skoring (Rating x
Bobot) Kekuatan:
Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai 4 15 60 Petani setempat berpengalaman dalam
membudidayakan kakao 4 12 48
Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan 3 10 30 Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao
Daerah Lain di Langkat 2 6 12
Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama 2 7 14
Kelemahan:
Masih banyak petani yang menggunakan bibit
RCL. -4 8 -32
Tingkat serangan penggerek buah kakao timggi -4 14 -56 Luas lahan rata-rata masih sempit -2 15 -30 Banyaknya tanaman yang berumur uzur -2 5 -10 Kekurangan modal dan pemasaran -4 8 -32
(56)
Tabel . Gabungan Matrik Faktor Strategi Internal-Eksternal Usahatani Kakao
Faktor dan Elemen Strategi Internal dan Eksternal Rating Bobot
Skoring (Rating x
Bobot) Kekuatan:
Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai 4 15 60 Petani setempat berpengalaman dalam membudidayakan
kakao 4 12 48
Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan 3 10 30 Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah
Lain di Langkat 2 6 12
Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama 2 7 14
Total Skor Kekuatan 50 164
Kelemahan:
Masih banyak petani yang menggunakan bibit RCL. -4 8 -32 Tingkat serangan penggerek buah kakao timggi -4 14 -56
Luas lahan rata-rata masih sempit -2 15 -30
Banyaknya tanaman yang berumur uzur -2 5 -10
Kekurangan modal dan pemasaran -4 8 -32
Total Skor Kelemahan 50 -160
Selisih Skor Kelemahan Dan Kekuatan 4
Peluang:
Harga jual kakao kering tinggi 4 12 48
Terdapat jenis varietas unggul baru 4 12 48
Produksi daerah lain lebih rendah dibanding tempat penelitian 2 7 14 Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan 4 10 40 Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar 4 9 36
Total Skor Peluang 50 186
Ancaman:
Serangan hama penyakit -3 12 -36
Penyimpangan iklim -2 7 -14
Kelangkaan tenaga kerja -3 12 -36
Perkembangan produksi di daerah lain -3 12 -36 Pihak luar kurang tertarik buah kakao di tempat penelitian -2 7 -14
Total Skor Ancaman 50 -136
Selisih Skor Anacaman Dan Peluang 50
(57)
Setelah melakukan perhitungan bobot dari masing-masing faktor internal maupun eksternal kemudian dianalisis dengan menggunakan matrik posisi. Matrik ini digunakan untuk melihat posisi strategi peningkatan produksi kakao di daerah penelitian. Berdasarkan Tabel diperoleh nilai X > 0 yaitu 4, dan nilai Y > 0 yaitu 50. Posisi titik kordinatnya dapat dilihat pada kordinat Cartesius berikut ini.
Y(+)
Kuadran III Kuadran I
Strategi Turn-around Strategi agresif
X(-) X(+)
Kuadran IV Kuadran II
Strategi Defensif Strategi Diversifikasi
Y(-)
Gambar 3. Matriks Posisi SWOT Usahatani Kakao
Dari hasil hasil matriks internal-eksternal yang diperoleh dari nilai total skor pembobotan pada usaha peningkatan pendapatan petani kakao oleh petani di daerah penelitian adalah untuk faktor internal, bernilai 4 yang artinya nilai ini merupakan selisih antara kekuatan dan kelemahan dimana kekuatan lebih besar dibandingkan dengan kelemahan. Untuk faktor eksternal, bernilai 50 yang artinya
EKSTERNAL FAKTOR
50
(58)
nilai ini merupakan selisih antara peluang dan ancaman dimana ternyata nilai peluang lebih besar daripada ancaman.
Hasil ini menunjukkan bagaimana usahatani tersebut memperoleh strategi lebih detail dan mengetahui reaksi besar kecilnya usaha peningkatan produksi produksi kakao, maka usaha peningkatan produksi ini berada pada daerah I (Strategi Agresif). Situasi pada daerah I menguntungkan. Petani memiliki peluang yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan, selain itu usahatani ini juga memiliki beberapa kekuatan yang lebih dominan dari kelemahannya. Oleh karena itu, kekuatan – keuatan itu tersebut harus didukung dengan beberapa strategi yang tepat. Strategi agresif ini lebih fokus kepada strategi SO (Strenghs-Opportunities), yaitu dengan memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Tahap Analisis Data
Matriks SWOT
INTERNAL
EKSTERNAL
STRENGTHS (S)
• Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai
• Petani setempat berpengalaman dalam membudidayakan kakao
• Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan
• Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah Lain di Langkat.
• Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama
WEAKNESSES (W)
• Masih banyak petani yang menggunakan bibit RCL. • Tingkat serangan
penggerek buah kakao timggi • Luas lahan
rata-rata masih sempit • Banyaknya tanaman yang berumur uzur • Kekurangan modal dan pemasaran
OPPORTUNITIES (O)
• Harga jual kakao kering tinggi
STRATEGI SO
1) Menjual kakao dalam bentuk buah basah jika
STRATEGI WO
1. Menanam bibit
(59)
• Terdapat jenis varietas unggul baru
• Produksi daerah lain lebih rendah dibanding tempat penelitian
• Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan • Peluang usaha
dari bisnis kakao terbuka lebar
umur kakao sudah tua dan jika petani tidak memiliki cukup waktu untuk mengolahnya menjadi kakao kering
2) Meningkatkan produksi dan luas areal tanam untuk investasi di masa depan meningkatkan pendapatan dari harga kakao yang cenderung tinggi dan mengaplikasikan tehnik budidaya kakao sebagai mata pencaharian lain (S2,S3,O4,O5).
3) Mengganti tanaman kakao varietas RCL dengan kakao varietas BCL (S4,S5, O2).
cepat berbuah dan lebih tahan terhadap hama dan penyakit (W1,W2,W4, O2). 2. Mengaktifkan
kembali kelompok tani dan lelang panen untuk dapat mengajukan pinjaman
modal dan
mempermudah
penjualan hasil panen (W5,O4,O2).
3. Memanfaatkan harga dan peluang usaha budidaya kakao dengan
memaksimalkan luas areal dan merawat tanaman kakao
dengan teratur (W3,O4,O5).
THREATS (T)
• Serangan hama penyakit • Penyimpangan iklim • Kelangkaan tenaga kerja • Perkembangan produksi daerah lain
• Pihak luar kurang tertarik buah kakao di tempat penelitian
STRATEGI ST
1) Meningkatkan produksi kakao dengan penggunaan mengganti dengan varietas baru yang tahan dengan hama dan penyakit dan iklim yang tidak menentu serta mengimbangi produksi daerah lain (S1,S4,S5,T1,T2,T3). 2) Menutupi ketergantungan
akan tenaga kerja dengan anggota keluarga yang ada (S2,T3).
3) Menggiatkan lelang panen untuk menunjukkan kualitas dan produksi kakao yang ada kepada pihak luar (S4,T5).
STRATEGI WT
1) Menggiatkan kembali Kelompok Tani untuk pemberian
pengarahan akan keunggulan bibit BCL dibandingakan RCL yang mana tahan hama, penyakit dan resistan terhadap perubahan iklim (W1,W2,W4, T1,T2). 2) Menggiatkan kembali
Kelompok Tani dengan metode gotong royong
(W3,W5, T3).
3) Menggiatkan kembali Kelompok Tani untuk lelang panen dan mengimbangi
produksi daerah lain (W5,T4,T5)
(60)
Tahap Pengambilan Keputusan
Tahap terakhir yaitu tahap “pengambilan keputusan” yaitu tahap yang bertujuan untuk menyusun strategi yang telah digambarkan oleh matrik SWOT, sehingga strategi yang muncul dapat dijadikan acuan untuk dapat meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian. Adapun strategi yang dimaksud adalah:
Strategi SO
1. Menjual kakao dalam bentuk buah basah jika umur kakao sudah tua dan jika petani tidak memiliki cukup waktu untuk mengolahnya menjadi kakao kering
2. Meningkatkan produksi dan luas areal tanam untuk investasi di masa depan meningkatkan pendapatan dari harga kakao yang cenderung tinggi dan mengaplikasikan tehnik budidaya kakao sebagai mata pencaharian lain 3. Mengganti tanaman kakao varietas RCL dengan kakao varietas BCL
Strategi WO
1. Menanam bibit unggul yang lebih cepat berbuah dan lebih tahan terhadap hama dan penyakit
2. Mengaktifkan kembali kelompok tani dan lelang panen untuk dapat mengajukan pinjaman modal dan mempermudah penjualan hasil panen 3. Memanfaatkan harga dan peluang usaha budidaya kakao dengan
memaksimalkan luas areal dan merawat tanaman kakao dengan teratur
Strategi ST
1. Meningkatkan produksi kakao dengan penggunaan mengganti dengan varietas baru yang tahan dengan hama dan penyakit dan iklim yang tidak menentu serta mengimbangi produksi daerah lain.
(61)
2. Menutupi ketergantungan akan tenaga kerja dengan anggota keluarga yang ada.
3. Menggiatkan lelang panen untuk menunjukkan kualitas dan produksi kakao yang ada kepada pihak luar.
Strategi WT
1. Menggiatkan kembali Kelompok Tani untuk pemberian pengarahan akan keunggulan bibit BCL dibandingakan RCL yang mana tahan hama, penyakit dan resistan terhadap perubahan iklim
2. Menggiatkan kembali Kelompok Tani dengan metode gotong royong 3. Menggiatkan kembali Kelompok Tani untuk lelang panen dan
mengimbangi produksi daerah lain
Berdasarkan analisis strategi yang diatas, maka adapun program-program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian adalah:
1) Program Pembimbingan Replanting Kakao Varietas RCL menjadi Varietas BCL
Program ini diperlukan untuk memberikan pengarahan akan keunggulan tanaman kakao varietas BCL akan varitas yang ada sebelumnya yakni RCL dan lokal. Sebaiknya bimbingan diberikan oleh LSM setempat, penyuluh dan petani yang sudah berhasil mengaplikasi replanting Kakao varietas BCL dimana diwadahi oleh kelompok tani, perangkat desa dan dinas terkait.
2) Program Teknologi Pasca Panen.
Kegiatan pengolahan buah kakao adalah pengeringan. Program ini berguna untuk memberikan pengetahuan teknologi kepada petani untuk mengolah buah
(62)
kakao basah menjadi kakao kering dengan kadar air seminimal mungkin. Pengetahuan ini berguna untuk menghadapi cuaca yang tidak tetap.
3) Program Pengadaan Lelang Panen Kelompok Tani
Pengadaan Lelang Panen kelompok tani di daerah penelitian sudah lama tidak berjalan. Pemerintah setempat perlu mendukung pengadaan lelang panen kelompok tani yang ada untuk meningkatkan nilai jual panen dan meminimalisir anjloknya harga jual kketika panen raya.
(1)
Tahap Pengambilan Keputusan
Tahap terakhir yaitu tahap “pengambilan keputusan” yaitu tahap yang bertujuan untuk menyusun strategi yang telah digambarkan oleh matrik SWOT, sehingga strategi yang muncul dapat dijadikan acuan untuk dapat meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian. Adapun strategi yang dimaksud adalah:
Strategi SO
1. Menjual kakao dalam bentuk buah basah jika umur kakao sudah tua dan jika petani tidak memiliki cukup waktu untuk mengolahnya menjadi kakao kering
2. Meningkatkan produksi dan luas areal tanam untuk investasi di masa depan meningkatkan pendapatan dari harga kakao yang cenderung tinggi dan mengaplikasikan tehnik budidaya kakao sebagai mata pencaharian lain 3. Mengganti tanaman kakao varietas RCL dengan kakao varietas BCL
Strategi WO
1. Menanam bibit unggul yang lebih cepat berbuah dan lebih tahan terhadap hama dan penyakit
2. Mengaktifkan kembali kelompok tani dan lelang panen untuk dapat mengajukan pinjaman modal dan mempermudah penjualan hasil panen 3. Memanfaatkan harga dan peluang usaha budidaya kakao dengan
memaksimalkan luas areal dan merawat tanaman kakao dengan teratur
Strategi ST
1. Meningkatkan produksi kakao dengan penggunaan mengganti dengan varietas baru yang tahan dengan hama dan penyakit dan iklim yang tidak menentu serta mengimbangi produksi daerah lain.
(2)
2. Menutupi ketergantungan akan tenaga kerja dengan anggota keluarga yang ada.
3. Menggiatkan lelang panen untuk menunjukkan kualitas dan produksi kakao yang ada kepada pihak luar.
Strategi WT
1. Menggiatkan kembali Kelompok Tani untuk pemberian pengarahan akan keunggulan bibit BCL dibandingakan RCL yang mana tahan hama, penyakit dan resistan terhadap perubahan iklim
2. Menggiatkan kembali Kelompok Tani dengan metode gotong royong 3. Menggiatkan kembali Kelompok Tani untuk lelang panen dan
mengimbangi produksi daerah lain
Berdasarkan analisis strategi yang diatas, maka adapun program-program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian adalah:
1) Program Pembimbingan Replanting Kakao Varietas RCL menjadi Varietas BCL
Program ini diperlukan untuk memberikan pengarahan akan keunggulan tanaman kakao varietas BCL akan varitas yang ada sebelumnya yakni RCL dan lokal. Sebaiknya bimbingan diberikan oleh LSM setempat, penyuluh dan petani yang sudah berhasil mengaplikasi replanting Kakao varietas BCL dimana diwadahi oleh kelompok tani, perangkat desa dan dinas terkait.
2) Program Teknologi Pasca Panen.
Kegiatan pengolahan buah kakao adalah pengeringan. Program ini berguna untuk memberikan pengetahuan teknologi kepada petani untuk mengolah buah
(3)
kakao basah menjadi kakao kering dengan kadar air seminimal mungkin. Pengetahuan ini berguna untuk menghadapi cuaca yang tidak tetap.
3) Program Pengadaan Lelang Panen Kelompok Tani
Pengadaan Lelang Panen kelompok tani di daerah penelitian sudah lama tidak berjalan. Pemerintah setempat perlu mendukung pengadaan lelang panen kelompok tani yang ada untuk meningkatkan nilai jual panen dan meminimalisir anjloknya harga jual kketika panen raya.
(4)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
− Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun terahir.
− Secara serempak faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao. (lahan, bibit, pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi kakao. Secara parsial variabel luas lahan bibit BCL, bibi RCL, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi,sedangkan pupuk organik, pupuk non organik tidak berpengaruh nyata.
− Program - program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao di daerah penelitian adalah Program Pembimbingan Replanting Kakao Varietas RCL menjadi Varietas BCL, Program Teknologi Pasca Panen dan Program Pengadaan Lelang Panen Kelompok Tani
6.2. Saran
Kepada petani kopi Arabika
1. Untuk meningkatkan efisiensi usahatani Kakao, petani dapat melakukan upaya sebagai berikut.
- Mengurangi penggunaan jumlah luas lahan dengan mengatur jarak tanam, pupuk kompos, dan pupuk NPK.
- Menambah jumlah bibit yang ditanam agar penggunaan luas lahan yang sedikit dapat lebih optimal.
(5)
2. Untuk meningkatkan produksi kakao, petani dapat melakukan strategi seperti menanam bibit unggul, menanam tanaman pelindung, dan memanfaatkan peluang harga dengan memaksimalkan potensi alam dan lahan yang ada.
3. Sebaiknya dilakukan replanting bibit kakao varietas BCL kepada tanaman petani yang umumnya masih menggunakan bibit varietas RCL
Kepada pemerintah
Pemerintah melalui dinas pertanian dan penyuluhan menggiatkan kembali pasar lelang kakaodan kelompok tani sebagai wadah pemasaran petani dan wadah mengemukakan masalah pada usahatani mereka dan menyelesaikan masalah tersebut secara bersama-sama. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan kepada petani mengenai pengolahan pasca panen agar biji kakao yang dijual baik mutunya, betul-betul kering sehingga harga yang jual petani dapat lebih tinggi. Selain itu juga perlu dilakukan pelatihan dan pemberian informasi mengenai proses pengeringan dan penyimpanan agar kakao tidak busuk dan dimakan hama.
Kepada peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan lebih lanjut mengenai analisis pendapatan petani melalui usahatani tumpang sari antara tanaman Kakao dengan tanaman hortikultura lain seperti jagung, cabai, tomat, dan tembakau dalam rangka memperoleh tambahan dari tanaman hortikultura yang lain
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I.G.N., N.H.A. Pasay, Sugiharto. 2008. Teori Ekonomi Mikro, Suatu Analisis Produksi Terapan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Anonimous. 2008. Analisis Regresi Linier Berganda. Dari http://www.ilmustatistik.com
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Ghalia Indonesia. Bogor
Destian, R. 2010.Rangkuti, F. 2008. Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hasan, M.I. 2002. Metodologi penelitian dan Aplikasinya.Jakarta: Ghalia Indonesia
Soekartawi. 2001. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.
Soekartawi. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soepeno, B. 1997. Statistik Terapan: Dalam Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sugiarto. 2001. Tehnik Sampling. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sukirno, S. 1996. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.