Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

26 karena menyangkut objek perjanjian, yang disepakati para pihak sebagai subyek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan pejanjian yang disepakatinya. Akan tetapi, apabila para pihak tidak ada yang keberatan, maka perjanjian itu tetap dianggap sah meskipun pada suatu waktu dapat dibatalkan. Apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya, dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada. 42

2.3. Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

Kaitan dengan pembahasan tentang definisi batal demi hukum berikut ini Penulis menguraikan sedikit asas-asas hukum perjanjian. Asas perjanjian yang pertama, yaitu asas konsensualisme. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 Ayat 1 KUH Perdata. Dalam Pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak seperti telah Penulis uraikan di atas. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuain antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Hal 42 ibid, hal., 9-11. 27 ini telah Penulis kemukakan di atas, menjadi obyek perjanjian dan apabila tidak ada maka perjanjian null and void. Asas konsensualisme diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman di mana kedua hukum positif di negara-negara tersebut juga belajar dari Kontrak sebagai nama ilmu hukum. Di dalam hukum Germani tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal adalah perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata kontan dalam hukum Adat. Sedangkan yang disebut perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis baik berupa akta autentik maupun akta dibawah tangan. Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innomat. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsesualisme yang dikenal dalam KUH Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian. Dalam kaitannya dengan asas batal demi hukum, apabila para pihak bersepakat bahwa perjanjian yang mereka buat itu tidak terpenuhi formalitasnya maka kedua belah pihak dengan demikian sejak semula bersepakat bila tidak ada perjanjian di antara mereka. Asas berikut yakni asas iktikad baik, dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat 3 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. 28 Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif. Dalam kaitan dengan asas batal demi hukum, apabila para pihak, baik dengan tingkah laku mereka, misalnya menulis kata-kata di atas suatu dokumen bahwa menurut akal sehat kedua belah pihak itu perjanjian mereka harus memeroleh assent dari suatu otoritas, dan menetapkan bahwa apabila assent itu tidak ada perjanjian mereka batal demi hukum, maka perjanjian mereka itu beriktikad baik apabila sejak semula memang tidak ada perjanjian bagi mereka Asas selanjutnya asas kepribadian, merupakan asas yang menetukan bahwa seseorang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Dalam Pasal 1315 KUH Perdata dinyatakan: “ Pada umumnya seorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUH Perdata juga dinyatakan: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Ini berarti perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. 29 Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata, bahwa: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Pedata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan: dirinya sendiri, ahli warisnya, dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata, ruang lingkupnya luas. 43 Ketentuan Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata, mengatur tentang asas kebebasan berkontrak yaitu “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 1 membuat atau tidak membuat sesuatu; 2 mengadakan perjanjian dengan siapapun; 3 menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, 43 Salim H.S, Hukum Kontrak “Teori Teknik Penyusunan Kontrak”, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal., 10, 12. Lihat juga pada buku tulisan H.R. Daeng Naja, Contract Drafting “Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis”, PT. Citra Aditya Bakti, 2006 , hal., 8-13. 30 dan persyaratannya; 4 menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Dalam kaitan null and void, kebebasan freedom of contract tidak ada, maka mutlak, perjanjian itu batal demi hukum. Akhirnya mengenai asas pacta sunt servanda disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt sevanda menggariskan bahwa Hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”. Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal di dalam hukum Gereja. Di dalam hukum Gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah. Ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Adapun nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja, 44 dan apabila tidak ada pactum maka null. 44 Ibid, hal., 2-3. 31

2.4. Arti Penting Tinjauan Kepustakaan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga dalam Mewujudkan Kota Layak Anak T1 312009038 BAB II

0 0 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Null and Void Perjanjian Kerja Sama No 2 Tahun 1991 antara Pemerintah kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera T1 312009033 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Null and Void Perjanjian Kerja Sama No 2 Tahun 1991 antara Pemerintah kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera T1 312009033 BAB IV

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Null and Void Perjanjian Kerja Sama No 2 Tahun 1991 antara Pemerintah kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Null and Void Perjanjian Kerja Sama No 2 Tahun 1991 antara Pemerintah kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera

0 0 73

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Lingkungan Kerja dengan Kinerja Karyawan Bagian Produksi PT. Patria Prima Jaya Tugu Salatiga T1 BAB II

0 0 12

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Mas dan Mbak Duta Wisata dalam Mempromosikan Kota Salatiga T1 BAB II

0 1 34

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Keberadaan Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga T1 BAB II

1 5 60