Peran Karang Taruna dalam aksi sosial
“Seperti yang kita ketahui, kan sekarang era digital mas. Film- film di televisi banyak membawa pengaruh khususnya bagi
perilaku para pemuda, untuk itu kami selaku pihak Karang Taruna mengajak mulai dari pengurus, anggota, sampai para pemuda
untuk tidak terpengaruh dengan budaya-budaya luar dan tetap memegang buda
ya sendiri.” wawancara dengan saudari UK pada 29 Maret 2015 pukul 09.50 WIB
Para pemuda banyak meniru perilaku yang ada di televisi, dalam
kehidupan sehari-hari misalnya, sekelompok pemuda di sore dan tengah malam berkumpul untuk mengadakan balap motor di jalan desa. Dengan
adanya himbauan yang beberapa kali dilakukan oleh Karang Taruna Sejati, hal ini dipatuhi oleh sekelompok pemuda tersebut, meskipun
hanya sebatas memindahkan tempat berkumpul yang tidak lagi di Desa Sendangsari melainkan berpindah ke desa lain. Disamping itu ada begitu
banyak perilaku menyimpang, seperti beberapa pemuda yang suka mencorat-coret tembok sembarangan dengan tulisan-tulisan tidak jelas,
padahal di Desa Sendangsari terdapat situs yang harus dijaga. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak W, bahwa:
“Daerah Sendangsari dahulu merupakan wilayah dari Perdikan Mangir. Sebagaimana orang umum ketahui bahwa Perdikan
Mangir dengan pemimpinnya Ki Ageng Mangir merupakan wilayah yang sangat kuat pada saat itu, sehingga tidak takluk oleh
Kerajaan Mataram, maka Perdikan Mangir dibebaskan secara otonomi dan pajak oleh kerajaan. Berbeda dengan kebanyakan
orang, menganggap Ki Ageng Mangir sebagai pemberontak, tidak, Ki Ageng Mangir tidak lah seperti itu. Disini kami sangat
menghormati Ki Ageng Mangir, dan terus menjaga situs-situs
peninggalannya.” wawancara dengan bapak W pada 29 Maret 2015 pukul 08.30 WIB
Desa Sendangsari pada zaman dahulu merupakan bagian dari
wilayah Perdikan Mangir Perdikan adalah daerah otonom dan bebas dari
pajak yang ditetapkan oleh kerajaan, Mangir adalah nama wilayah atau daerah perdikan yang dipimpin oleh pemimpin yang bergelar Ki Ageng
Mangir di masa lalu memiliki peradaban sama tuanya dengan Kerjaan Mataram Yogyakarta, dengan adanya perbedaan status yakni antara
wilayah kerajaan dan wilayah perdikan maka adat istiadat dan norma yang ada di wilayah perdikan tidak sepenuhnya sama dengan daerah lain
yang ada di wilayah kerajaan. Dalam pandangan Weber kontrol sosial tidak terlihat secara jelas
dalam mempengaruhi interaksi. Namun untuk melakukan interaksi diperlukannya suatu kesamaan arti terhadap apa yang dikomunikasikan
oleh individu. Interaksi tentunya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika orang-orang yang saling berinteraksi tidak memiliki
kesamaan arti. Bahkan perbedaan arti dalam berinteraksi dapat menimbulkan permasalahan, contoh yang paling sederhana misalnya, jika
para orang tua dahulu tidak membolehkan menunjuk dengan menggunakan telunjuk, maka para pemuda saat ini tidak sungkan untuk
melakukannya. Dalam hal ini, Karang Taruna Sejati berperan dalam memberikan pemahaman pada masyarakat khususnya para pemuda
mengenai tata krama yang ada di desa Sendangsari, sehingga akan tercipta apa yang disebut Weber sebagai “kesamaan arti”, yang mana
dampak dari pemahaman yang sama ini adalah kontrol sosial, khususnya untuk para pemuda.