PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN PROGRAM DESA WISATA OLEH KELOMPOK SADAR WISATA KREBET BINANGUN DI KREBET, SENDANGSARI, PAJANGAN,BANTUL, YOGYAKARTA.

(1)

PEM PROG KREB MBERDAYA GRAM DE BET BINA D gu PROGRA JUR AAN MAS SA WISAT ANGUN DI BANT Diajukan kep Univer untuk Mem una Memper N AM STUD RUSAN PEN FAKULT SYARAKA TA OLEH KREBET, TUL, YOG SKRIP pada Fakult rsitas Neger menuhi Seba roleh Gelar Oleh Rosita De NIM 091022 I PENDID NDIDIKAN TAS ILMU T MELAL KELOMP , SENDAN GYAKARTA PSI

tas Ilmu Pen ri Yogyakar agian Persy Sarjana Pe h esiati 241019 IKAN LUA N LUAR S

PENDIDIK LUI PENGE OK SADA NGSARI, PA A ndidikan rta yaratan ndidikan AR SEKOL SEKOLAH KAN ELOLAAN AR WISATA AJANGAN LAH N A N,


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

1. Seseorang yang sukses adalah orang yang menerima banyak hal dari orang lain, biasanya lebih banyak dibandingkan dengan apa yang ia berikan kepada orang lain. Nilai seseorang seharusnya dilihat dari apa yang ia berikan dan bukan dari apa yang ia terima (Albert Einstein).

2. Aku bukanlah orang yang hebat, tapi aku mau belajar dari orang – orang yang hebat. Aku adalah orang biasa, tapi aku ingin menjadi orang yang luar biasa. Dan aku bukanlah orang yang istimewa, tapi aku ingin membuat seseorang menjadi istimewa (Penulis).

3. Sebuah senyum manis tidak akan pernah menyakitimu. Ia hanya akan menyakiti mereka yang pernah menyakitimu dan membuatmu menangis (Penulis).


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini adalah karya saya sendiri dan dengan rahmat Allah SWT dan penuh dengan rasa syukur yang dalam, karya ini saya persembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapakku tercinta

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta 3. Agama, Nusa, dan Bangsa


(7)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN PROGRAM DESA WISATA OLEH KELOMPOK SADAR WISATA

KREBET BINANGUN DI KREBET, SENDANGSARI, PAJANGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

Oleh Rosita Desiati NIM 09102241019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendiskripsikan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun. (2) Mendiskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun.

Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif.

Subjek penelitian ini meliputi pengurus dan anggota Pokdarwis Krebet Binangun, masyarakat dan pengunjung. Setting penelitian adalah Desa Wisata Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan/verifikasi. Keabsahan data dilakukan melalui triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pemberdayaan masyarakat oleh Pokdarwis Krebet Binangun diterapkan dengan menyelenggarakan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan, diskusi, kompetisi, percontohan dengan berbagai pelatihan dan perintisan dengan berbagai pementasan seni dan budaya. Pengelolaan yang dilakukan yaitu meliputi: (a) Perencanaan, (b) Pengorganisasian, (c) Penggerakan, (d) Evaluasi. (2) Permasalahan yang dihadapi oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun diantaranya adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang desa pariwisata, belum optimalnya kerja masing-masing bidang di Pokdarwis khususnya bidang pariwisata, kurangnya perhatian pemerintah, sarana dan prasarana pendukung pariwisata yang belum memadai, serta destinasi obyek wisata yang belum tertata dengan baik. Sedangkan faktor pendukung yang ada meliputi beragamnya potensi wisata yang tersedia, adanya dukungan dari pengurus dan tokoh masyarakat setempat, kerjasama antar warga masyarakat dan pengelola Pokdarwis yang terbuka, serta sikap kekeluargaan dan gotong royong yang masih sangat kental. Kata Kunci : Pemberdayaan Masyarakat, Pengelolaan Program, Kelompok Sadar


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Program Desa Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun Di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta” guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan kelancaran kepada penulis dalam menyusun skripsi.

3. Ibu SW. Septiarti, M. Si. sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Nur Djazifah ER, M. Si. sebagai dosen pembimbing II yang dengan sabar mengarahkan dan membimbing penulis hingga terselesaikannya tugas akhir skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

5. Ketua, wakil ketua, pengurus, anggota Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun dan seluruh masyarakat dusun Krebet yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian serta banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tuaku, mbak Dyah, mas Sugeng, Jeslyn dan Jesica yang selalu memberikan dukungan dan doa. Kalian adalah orang – orang yang luar biasa dalam hidup saya.

7. Semua teman – teman PLS angkatan 2009 khususnya PLS A yang telah banyak membantu serta memberikan dukungan dan semangat.


(9)

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik moril, materiil, selama penyelesaian skripsi ini.

Demikian skripsi ini penulis sampaikan. Kritik yang bersifat membangun penulis harapkan. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi diri sendiri dan umumnya bagi khalayak luas. Amin

Yogyakarta, Oktober 2013 Penulis


(10)

   

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 14

1. Kajian Tentang Pendidikan Luar Sekolah ... 14

a. Definisi Pendidikan Luar Sekolah ... 14

b. Satuan dan Jenis Pendidikan Luar Sekolah ... 15

2. Kajian Tentang Pemberdayaan Masyarakat ... 17

a. Definisi Pemberdayaan Masyarakat ... 17

b. Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Bentuk Pendidikan Luar Sekolah ... 21


(11)

   

Sekolah ... 23

a. Pengertian Pengelolaan Program ... 23

b. Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah ... 24

c. Fungsi – fungsi Pengelolaan Program ... 26

4. Kajian Tentang Desa Wisata ... 35

a. Definisi Desa Wisata ... 35

b. Kelompok Sadar Wisata Sebagai Pengelola Desa Wisata ... 36

B. Penelitian yang Relevan ... 36

C. Kerangka Berpikir ... 39

D. Pertanyaan Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 42

B. Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian ... 43

a. Penentuan Subyek Penelitian ... 43

b. Penentuan Obyek Penelitian ... 44

C. Setting Penelitian ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Instrumen Penelitian ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 48

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51

1. Keadaan Umum Dusun Krebet ... 51

2. Identifikasi Potensi Obyek Wisata di Dusun Krebet ... 54

3. Profil Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun ... 61

a. Tujuan Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun ... 62

b. Kepengurusan Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun ... 64

c. Sumber Pendanaan ... 65


(12)

   

4. Subyek Penelitian ... 66

B. Hasil Penelitian ... 68

1. Bentuk Pemberdayaan Masyarakat yang Dilakukan oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun ... 68

2. Pengelolaan Program Desa Wisata Krebet oleh Kelompok Sadar Wisata sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul ... 74

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Desa Wisata Krebet Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat ... 88

C. Pembahasan ... 93

1. Bentuk Pemberdayaan Masyarakat yang Dilakukan oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun ... 94

2. Pengelolaan Program Desa Wisata Krebet oleh Kelompok Sadar Wisata sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul ... 96

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Desa Wisata Krebet Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 114


(13)

   

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Sekarang ... 38

Tabel 2 : Cara Pengumpulan Data ... 47

Tabel 3 : Jumlah Penduduk Krebet Menurut Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4 : Jumlah Penduduk Krebet Menurut Mata Pencaharian ... 52

Tabel 5 : Paket Wisata Desa Wisata Krebet ... 60

Tabel 6 : Paket Wisata Pentas Seni ... 61

Tabel 7 : Sarana dan Prasarana ... 65 hal


(14)

   

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kerangka Berfikir ... 40 Gambar 2 : Struktur Organisasi Kelompok Sadar Wisata ... 64 hal


(15)

   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Observasi ... 117

Lampiran 2 : Pedoman Dokumentasi ... 119

Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Untuk Pengurus Pokdarwis... 120

Lampiran 4 : Pedoman Wawancara Untuk Anggota Pokdarwis ... 124

Lampiran 5 : Pedoman Wawancara Untuk Masyarakat Dusun Krebet ... 127

Lampiran 6 : Pedoman Wawancara Untuk Pengunjung Desa Wisata ... 129

Lampiran 7 : Analisis Data ... 130

Lampiran 8 : Catatan Lapangan ... 144

Lampiran 9 : Dokumentasi ... 159

Lampiran 10 : Surat Ijin Penelitian ... 162 hal


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pembangunan nasional Indonesia selama masa orde baru dilakukan dengan orientasi pada pencapaian pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, keterlibatan masyarakat baik dalam proses maupun dalam pemanfaatan hasil, belum mencapai tingkatan yang merata (adil). Sebaliknya, proses dan hasil pembangunan tersebut masih sangat terkonsentrasi pada sekelompok kecil masyarakat, terutama para pemilik modal. Pada gilirannya, kondisi ini menyebabkan keresahan sosial yang berujung pada krisis multidimensi dan ancaman disintegrasi nasional. Pengalaman tersebut mendorong berbagai ahli, untuk memikirkan perubahan model dan orientasi pembangunan nasional. Salah satu ide yang disarankan, sebagai alternatif dari model pembangunan orde baru yang lebih menitikberatkan peranan uang (capital centered development) adalah pembangunan sosial. Suatu model yang melihat bahwa pembangunan merupakan proses humanisasi (people centered development) dengan pemberdayaan masyarakat sebagai kuncinya, sehingga pertumbuhan ekonomi yang dicapai akan menjadi “pelayan” bagi pemenuhan berbagai aspek kebutuhan masyarakat secara berkeadilan (Munandar, 2002: 12).

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan


(17)

penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasar Pancasila. Dengan demikian pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir dan batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tentram, dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Implementasi pembangunan nasional adalah dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Sehingga tercipta kerjasama antar masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan modal dasar pembangunan nasional, oleh karena itu kualitas SDM harus senantiasa dikembangkan dan diarahkan agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan. SDM dapat dilihat dari 2 aspek yaitu aspek kualitas dan aspek kuantitas. Aspek kuantitas mencakup jumlah SDM yang tersedia/penduduk, sedangkan aspek kualitas mencakup kemampuan SDM baik fisik maupun non fisik/kecerdasan dan mental dalam melaksanakan pembangunan. Sehingga dalam proses pembangunan, pengembangan SDM sangat diperlukan sebab kuantitas Sumber Daya Manusia yang besar tanpa didukung kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa.

SDM merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan. SDM yang rendah menjadikan kondisi masyarakat kurang mampu dalam melihat serta mengatasi masalah hidupnya yang kemudian akan berdampak pada


(18)

meningkatnya jumlah pengangguran. Oleh karena itu usaha pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang harus dan perlu dilakukan.

Penciptaan Lapangan kerja baru merupakan sasaran utama pembangunan di bidang ketenagakerjaan dengan jumlah dan kualitas yang memadai sehingga dapat menyerap angkatan kerja. Di Kabupaten Bantul pada tahun 2011 memiliki Tingkat Partisipasi Kasar (TPAK) sebesar 68,83 persen. Artinya bahwa dari 100 penduduk usia 15 tahun keatas ada sekitar 68 penduduk berstatus sebagai angkatan kerja. Hal ini menurut data BPS Kabupaten Bantul tahun 2011 menunjukan jumlah pencari kerja di daerah Kabupaten Bantul sebanyak 3330 jiwa (Laporan BPS Kabupaten Bantul, 2011).

Dilihat dari letak geografisnya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini merupakan modal untuk mengembangkan industri pariwisata dengan memanfaatkan potensi alam dan budaya yang besar. Pemandangan alam gunung, lembah, air terjun, hutan, sungai, danau, goa, dan pantai merupakan sumber daya alam yang memiliki potensi besar untuk area wisata alam.

Pariwisata merupakan salah satu prioritas Pembangunan Nasional di Indonesia dalam bidang ekonomi yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah Tahun 2010 – 2014. Pariwisata merupakan sektor yang dapat memberikan peranan besar bagi pembangunan suatu daerah sekaligus memberikan kontribusi bagi perolehan devisa, mendorong kegiatan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat


(19)

maupun penciptaan kesempatan kerja. Melihat peranan dan kontribusi yang begitu besar terhadap pembangunan di Indonesia maka kekayaan pariwisata perlu dikembangkan secara berkelanjutan.

Indonesia berpeluang besar mengembangkan potensi wisata alam. Hal ini dapat dilihat dari potensi wisata alam yang dimilikinya seperti: (1) Alamnya yang indah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, (2) Sumber daya manusia yang bisa dikembangkan, (3) Seni budaya yang beranekaragam, (4) Letak geografis yang strategis, (5) Kondisi iklim yang relatif baik sepanjang tahun untuk kegiatan wisata. Kelima potensi tersebut merupakan modal yang dapat memberikan sumbangan besar pada pembangunan ekonomi lokal, regional dan terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan industri pariwisata (Iskandar, 2010: 4).

Perkembangan dalam industri pariwisata yang berbasis alam (natural tourism) saat ini mengalami kemajuan yang pesat. Menurut World Tourism Organization (WTO 1995), pertumbuhan per tahun untuk wisata umum (general international travel) hanya 5%, sedangkan wisata alam 30%. Di Indonesia pengembangan Wisata Alam lebih banyak berkembang pada Kawasan Pelestarian Alam (Iskandar, 2010: 5).

Untuk lebih memantapkan pertumbuhan sektor pariwisata dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pembangunan, sehingga perlu diupayakan pengembangan produk-produk yang mempunyai keterkaitan dengan sektor pariwisata. Pengembangan kepariwisataan berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai kepribadian dan pengembangan budaya bangsa, dengan


(20)

memanfaatkan seluruh potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti merubah secara total, tetapi lebih berarti mengelola, memanfaatkan dan melestarikan setiap potensi yang ada, dimana potensi tersebut dirangkaikan menjadi satu daya tarik wisata.

Pembangunan bidang pariwisata diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, karena sektor pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan di bidang ekonomi. Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor non-migas yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Negara. Namun kenyataanya pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata belum memberikan dampak yang cukup baik untuk perekonomian masyarakat. Usaha mengembangkan dunia pariwisata ini didukung dengan UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menyebutkan bahwa keberadaan obyek wisata pada suatu daerah akan sangat menguntungkan, antara lain meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya taraf hidup masyarakat dan memperluas kesempatan kerja mengingat semakin banyaknya pengangguran saat ini, meningkatkan rasa cinta lingkungan serta melestarikan alam dan budaya setempat

Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development paradigma). Pariwisata berbasis masyarakat merupakan peluang untuk menggerakkan segenap potensi dan


(21)

dinamika masyarakat, guna mengimbangi peran pelaku usaha pariwisata skala besar. Dari beberapa ulasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pariwisata berbasis masyarakat adalah pariwisata dimana masyarakat atau warga setempat memainkan peranan penting dan utama dalam pengambilan keputusan mempengaruhi dan memberi manfaat terhadap kehidupan dan lingkungan mereka (Gumelar, 2010: 1).

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan pendidikan di jalur non formal, Adapun salah satu bidang garapan PLS yaitu pemberdayaan masyarakat. Dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat terkandung didalamnya adalah konsep pemberdayaan masyarakat, upaya pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya selalu dihubungkan dengan karakteristik sasaran sebagai suatu komunitas yang mempunyai ciri, latar belakang, dan pemberdayaan masyarakat, yang terpenting adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi suasana, atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang.

Dalam mencapai tujuan pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam pendekatan. Salah satu pendekatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat adalah desa wisata. Menurut Soemarno (2011: 1) desa wisata merupakan :

“Suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi, makanan-minuman, cindera-mata, dan kebutuhan


(22)

Keaslian desa wisata juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Dengan demikian, untuk mengembangkan identitas atau ciri khas daerah desa wisata harus dikelola dengan baik dengan melakukan fungsi – fungsi manajemen.

Membangun dan mengembangkan desa wisata bukan hal sulit, tetapi melakukan pengelolaan itu lebih rumit bila dibandingkan dengan membangun dan mengembangkan. Pengelolaan itu merupakan pekerjaan yang rutin harus dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan, sehingga pada pengelolaan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk menghasilkan produk desa wisata sesuai harapan.

Pengembangan desa wisata dari tahun ke tahun tampaknya masih belum menggembirakan terutama pariwisata yang berbasis masyarakat yang bersentuhan langsung, dengan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan bisnis. Pasalnya kemampuan pengelola desa wisata untuk menyerap wisatawan belum maksimal. Masih banyak pengelola dan Sumber Daya Manusia yang berada di desa wisata yang belum mampu mengemas desa wisata agar memiliki nilai jual (Solo Pos, Selasa 20 april 2010).

Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari 5 kabupaten/Kota yang di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan luas 50,885 km atau 15,90% dari luas wilayah Provinsi DIY. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan dan 75 desa. Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Bantul


(23)

terletak antara 1100 12' 34'' sampai 1100 31' 08'' Bujur Timur dan antara 70 44' 04'' sampai 80 00' 27'' Lintang Selatan (Data Statistik Kabupaten Bantul).

Menurut Badan Pusat Statistika Kabupaten Bantul pada tahun 2011 tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Dusun Krebet berjumlah 800 jiwa. Dengan luas wilayah 104 Ha dan terbagi atas 5 (lima) Rukun Tetangga (RT). Mayoritas penduduk bermata pencaharian membuat kerajinan batik kayu. Saat ini di Dusun Krebet telah terbentuk Pokdarwis yaitu Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun yang menghimpun masyarakat yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan Dusun Krebet menjadi dusun tujuan wisata. Pokdarwis tersebut merupakan kelompok masyarakat yang peduli terhadap kemajuan daerah melalui pariwisata. Salah satu tujuan dari Pokdarwis yaitu memberdayakan masyarakat melalui program - program yang diselenggarakan di kelompok tersebut. Pemberdayaan masyarakat sendiri bertujuan agar seluruh potensi yang dimiliki masyarakat yang ada di desa wisata Krebet bisa dikembangkan. Kegiatannya diselenggarakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ada di desa wisata Krebet.

Pariwisata di Dusun Krebet ini sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dapat mendatangkan banyak wisatawan baik wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Untuk dapat mengembangkan dan memajukan kegiatan wisata tersebut diperlukan sebuah pengelolaan yang baik dengan didukung oleh sumber daya manusia yang ahli di bidang pariwisata.


(24)

Desa wisata Krebet perlu dikembangkan agar bisa menarik banyak wisatawan manca (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnu). Dengan banyaknya wisatawan yang datang ke desa wisata Krebet akan memberi banyak kontribusi bagi warga Krebet khususnya dan Kelurahan Sendangsari pada umumnya.

Potensi wisata yang ada di desa wisata Krebet ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu kerajinan, kesenian, home stay dan kuliner. Potensi kerajinan batik kayu menjadi andalan di desa ini. Namun tidak hanya batik kayu, tapi ada tatah sungging kayu, genteng kayu dan beberapa kerajinan dalam skala kecil seperti pisau dapur, irus dan anyaman mendong. Selain kerajinan, desa wisata Krebet juga mulai mengembangkan berbagai kesenian yang dijualnya dalam paket wisata seni dan budaya seperti : ketoprak, jatilan versi modern dan klasik, kerawitan dan mocopat. Disini juga menawarkan paket wisata untuk keluarga, maupun untuk instansi/sekolah yang ingin belajar membuat kerajinan batik kayu.

Mayoritas penduduk Dusun Krebet bermata pencaharian sebagai pengrajin batik kayu. Namun seiring berjalannya waktu penduduk di desa wisata Krebet ini belum bisa mengelola dan mengembangkan potensi yang ada di daerah tersebut, seperti dalam hal berinovasi produk kerajinan. Oleh karena itu, produk yang dihasilkan belum menarik minat konsumen dan belum bisa bersaing dengan produk lain. Pemasaran produk juga belum merambah pasar Internasional sehingga pendapatan yang mereka terima juga belum maksimal. Pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan oleh


(25)

Pokdarwis ini diharapkan dapat memberikan ketrampilan dan pengetahuan – pengetahuan dalam mengelola dan mengembangkan potensi yang ada di desa wisata Krebet. Mengingat potensi yang ada di desa wisata Krebet ini banyak dan belum dimanfaatkan secara maksimal.

Bentuk pemberdayaan masyarakat yang ada di Pokdarwis dengan memberikan pelatihan – pelatihan, sosialisasi tentang desa wisata, pemanfaatan sumber daya alam dan seluruh potensi yang ada kepada masyarakat agar dapat dimanfaatkan secara maksimal. Diharapkan produk – produk yang ditawarkan di desa wisata Krebet dapat memiliki nilai jual yang tinggi sehingga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat desa wisata Krebet.

Berangkat dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Program Desa Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti mengidentifikasi masalah yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masih tingginya angka pengangguran di Kabupaten Bantul. 2. Pengembangan desa wisata yang belum optimal.

3. Masih banyaknya potensi yang belum dikembangkan secara maksimal 4. Terbatasnya kemampuan sumber daya manusia yang profesional untuk


(26)

C. Batasan Masalah

Identifikasi masalah di atas sangat luas, baik secara konsep, teori maupun cakupannya. Mengingat adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan materi yang dimiliki peneliti, maka penelitian ini difokuskan pada “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Program Desa Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Desa Wisata Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pemberdayan masyarakat melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayan masyarakat melalui Pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendiskripsikan Pemberdayan Masyarakat melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta.


(27)

2. Mendiskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti:

a. Untuk menambah pengalaman dan wawasan baru dalam kegiatan pengelolaan organisasi terutama dalam sektor pariwisata.

b. Memperoleh pengalaman nyata dan mengetahui secara langsung situasi dan kondisi yang nantinya akan menjadi bidang garapan PLS serta mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang sudah didapat di bangku perkuliahan.

2. Bagi Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun :

a. Sebagai referensi untuk menambah wawasan dalam upaya pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata.

b. Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan dan pengelolaan program dalam pengembangan Desa Wisata.

3. Bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah :

a. Dapat menambah pemahaman dan wawasan mengenai manajemen program dalam pemberdayaan masyarakat.


(28)

b. Menambah pemahaman bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat melalui program desa wisata.

4. Bagi Pemerintah Daerah:

a. Sebagai referensi untuk menambah wawasan dalam upaya pengembangan kawasan Desa Wisata.

b. Sebagai bahan masukan untuk membuat program – program dalam pengembangan Desa Wisata.


(29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Kajian tentang Pendidikan Luar Sekolah a. Definisi Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan luar sekolah atau yang sering disebut dengan pendidikan nonformal merupakan salah satu dari sekian banyak istilah yang muncul dalam studi kependidikan. Menurut Phillips H. Combs (Dalam Soelaiman, 2008: 50) mengungkapkan bahwa

“Pendidikan luar sekolah adalah Setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan belajar.”

Selain itu definisi dan fungsi dari pendidikan nonformal sebagaimana yang tercantum di dalam Undang – undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 26 yaitu :

“Pendidikan luar sekolah adalah jalur pendidikan yang diselenggarakan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.”

Sudjana (2000: 10) mengemukakan bahwa pengertian pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut :


(30)

“Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan belajar membelajarkan, diselenggarakan luar jalur pendidikan sekolah dengan tujuan untuk membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi diri berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, lembaga, bangsa, dan negara.”

Sedangkan menurut Umberto (2000: 12) menyatakan bahwa : “Pendidikan luar sekolah adalah usaha sadar yang diarahkan untuk menyiapkan, meningkatkan, dan mengembangkan sumber daya manusia, agar memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan daya saing untuk merebut peluang yang tumbuh dan berkembang, dengan mengoptimalkan penggunaan sumber – sumber yang ada di lingkungannya.”

Pendidikan luar sekolah dapat dikatakan sebagai proses memanusiakan manusia untuk meningkatkan kualitas berpikir moral dan mental sehingga mampu memahami, mengungkapkan, membebaskan dan menyesuaikan dirinya terhadap realitas yang melingkupinya.

Dari beberapa definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, guna membantu peserta didik dalam mengaktualisasikan potensi diri dalam mengembangkan tingkat pengetahuan, penalaran, keterampilan sesuai dengan usia dan kebutuhannya.

b. Satuan dan Jenis Pendidikan Luar Sekolah

Pengertian satuan pendidikan luar sekolah menurut Soelaiman Joesoef (2004: 63) yaitu :

“Satuan pendidikan luar sekolah adalah wahana untuk melaksanakan program – program belajar dalam usaha menciptakan suasana menunjang perkembangan peserta didik


(31)

dalam kaitannya dengan perluasan wawasan peningkatan ketrampilan dan kesejahteraan keluarga.”

Bentuk – bentuk kegiatan Pendidikan Luar Sekolah meliputi : (1) Kursus, (2) Kelompok Belajar, (3) Pusat Pemagangan, (4) Pusat Kegiatan Belajar, (5) Keluarga, (6) Belajar Sendiri, (7) Kegiatan – kegiatan lain.

1) Kursus adalah suatu lembaga kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.

2) Kelompok belajar adalah lembaga kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu tergantung pada kebutuhan warga belajar.

3) Pusat pemagangan adalah suatu lembaga kegiatan belajar mengajar yang merupakan pusat kegiatan kerja atau bengkel sehingga peserta didik dapat belajar dan bekerja.

4) Pusat kegiatan belajar terdapat di dalam masyarakat luas seperti pesantren, perpustakaan, gedung kesenian, toko, rumah ibadah, dll.

5) Keluarga adalah lembaga pertama dan utama yang dialami oleh seseorang di mana proses belajar yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu.

6) Belajar sendiri. Di pihak lain setiap individu dapat belajar sendiri di manapun dan kapanpun melalui buku – buku bacaan ilmiah, modul, buku paket belajar dan sebagainya.

7) Kegiatan – kegiatan lainnya. Sering kali terdapat wadah lain yang kegiatan dapat menunjang kegiatan Pendidikan Luar Sekolah.

Dalam UU Sisdiknas pasal 26 ayat 3 Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa “pendidikan non formal terdiri dari pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.”


(32)

Sedangkan pada ayat 4 disebutkan bahwa “satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga Kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa satuan dan jenis pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan orang tua.

2. Kajian tentang Pemberdayaan Masyarakat a. Definisi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang artinya memiliki atau mempunyai daya atau kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari bahasa Inggris empowerment.

Menurut Judistira (dalam Samiaji, 2011: 138) secara etimologis, “pemberdayaan adalah terjemahan dari kata empowerment, yang berasal dari kata empowerment yang mengandung dua pengertian yaitu (1) to give power to (memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas pada pihak lain) dan (2) to give ability to, enable (usaha untuk memberi kemampuan)”. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas pada pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Konsep pemberdayaan menurut Ginanjar (dalam Chatarina, 2009: 66) adalah “untuk membangun daya dengan mendorong, memotivasi dan


(33)

membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.” Dalam mengembangkan potensi tersebut diperlukan upaya untuk membantu meningkatkan kemampuan dan mendayagunakan sumber potensi yang dimiliki agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut Suharto (2011: 57: 99) menyatakan bahwa pemberdayaan dilakukan melalui tiga hal, yaitu:

1) Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.

2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. 3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi.

Sedangkan Edi Suharto (2010: 58) berpendapat bahwa pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam :

1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan;

2) Menjangkau sumber – sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang – barang dan jasa – jasa yang mereka perlukan; dan 3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan –

keputusan yang mempengaruhi mereka.

Pemberdayaan pada hakikatnya bertujuan untuk terwujudnya perubahan. Perubahan tersebut dilihat dari individu yang tergerak untuk melakukan suatu sikap atau perilaku kemandirian, termotivasi dan


(34)

memiliki ketrampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dalam nilai – nilai dan norma yang memberikannya rasa keadilan yang ingin dicapai.

Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi yang ada di lingkungannya.

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat menurut Chatarina Rusmiyati (2011: 16) menyatakan bahwa “pemberdayaan adalah suatu cara rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai kehidupanya, atau pemberdayaan dianggap sebuah proses menjadikan orang cukup kuat untuk berpartisipasi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga yang mempengaruhi kehidupanya.”

Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai individu ataupun masyarakat. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat pula dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kecenderungan ini merupakan makna primer dari pemberdayaan.


(35)

Kecenderungan kedua merupakan makna sekunder, yaitu menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog (Samiaji, 2011: 147).

Proses pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan bagaimana upaya menimbulkan perubahan tata cara kehidupan anggota masyarakat kearah tujuan yang akan dicapai serta bagaimana agar tujuan tersebuut dapat diterima oleh individu. Dalam kata lain, anggota masyarakat harus mampu menanamkan partisipasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat tersebut.

Menurut Hutomo (2000: 7-10) secara umum kegiatan pemberdayaan masyarakat terdiri dari empat bentuk yaitu :

1) Bantuan modal

2) Bantuan pembangunan prasarana.

3) Bantuan pendampingan, yaitu memfasilitasi proses belajar atau refleksi menjadi mediator untuk masyarakat

4) Bantuan kelembagaan. Kelembagaan sangat penting untuk menciptakan keberdayaan. Adanya lembaga di tengah – tengah masyarakat akan mempermudah untuk berkoordinasi sehingga akan memberikan kemudahan dalam melakukan akses – akses yang diinginkan oleh masyarakat.

Pemberdayaan menjadi acuan dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang mumpuni. Dengan demikian masyarakat tidak diposisikan sebagai obyek sasaran layanan pendidikan, tetapi diposisikan sebagai subyek yang aktif. Masyarakat dilibatkan dalam merancang, melaksanakan, mengembangkan, melembagakan, membiayai kebutuhan pendidikan


(36)

yang diperlukan, sebagai wujud dari upaya mengaktualisasikan pemberdayaan masyarakat guna menghasilkan masyarakat yang cerdas, terampil dan mandiri sebagai prasyarat masyarakat yang mampu menghadapi masa depan (Umberto, 2000: 14).

Menurut beberapa pengertian di atas, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kekuatan kepada masyarakat dalam mengembangkan potensinya sehingga masyarakat tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan dapat mengaktualisasikan dirinya melalui berbagai kegiatan.

b. Pemberdayaan Masyarakat sebagai Bentuk Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan luar sekolah sebagai bagian dari pendidikan nasional mempunyai peranan penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut menekankan pada pada peningkatan kemampuan individu maupun kelompok dalam mencapai kedudukan yang diharapkan dalam masyarakat.

Menurut Sudjana (2004: 19) proses pemberdayaan apabila dilakukan dalam wahana pendidikan memiliki delapan unsur pokok yaitu :

1) Belajar dilakukan dalam kelompok – kelompok kecil,

2) Pemberian tanggung jawab yang besar kepada warga belajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung,

3) Kepemimpinan kelompok diperankan oleh warga belajar, 4) Sumber belajar bertindak sebagai fasilitator,

5) Proses belajar berlangsung secara demokratis,

6) Adanya kesatuan pandangan dan langkah (dalam menciptakan tujuan),


(37)

7) Menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang dapat menimbulkan rasa percaya diri pada warga belajar,

8) Bertujuan akhir untuk meningkatkan status sosial, ekonomi, dan / atau politik warga belajar dalam masyarakat.

Menurut Chambers (Dalam Ginandjar, 1997: 8) “pemberdayaan masyarakat merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai – nilai sosial, yaitu bersifat people centered (berpusat pada masyarakat), participatory (partisipasi), empowering (pemberdayaan) dan sustainable (berkelanjutan).” Upaya pemberdayaan tersebut harus dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.

Konsep pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan PLS, menempatkan masyarakat sebagai subjek. Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki kemampuan untuk mengendalikan program-program yang berupaya untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf kehidupanya. Dengan demikian program pemberdayaan masyarakat diarahkan agar masyarakat tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat yang berdaya, dimana masyarakat tersebut memiliki kemampuan dalam mengatasi kebutuhan dan masalah yang dihadapi berdasarkan sumber daya yang dimiliki.

Pendidikan luar sekolah sebagai proses pemberdayaan merupakan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk meningkatkan pemahaman dan pengendalian terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan politik sehingga warga belajar mampu meningkatkan


(38)

3. Kajian tentang Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah a. Pengertian Pengelolaan Program

Manajemen atau yang sering dikenal dengan nama pengelolaan program berasal dari Bahasa Inggris Management yang secara umum berarti mengurusi atau mengelola. “Pengelolaan program adalah cara kerja yang sistemik dan sistematis pada suatu lembaga dalam melakukan atau menyelesaikan sesuatu yang harus dikerjakan” (Umberto, 2000: 51). Sedangkan menurut Hersey dan Blanchard (dalam Sudjana, 2004: 17) yang memberi arti sebagai berikut : “Management as working with and through individuals and groups to accomplish organizational goals” yang artinya “pengelolaan merupakan kegiatan yang dilakukan bersama dan melalui seseorang serta kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi.”

Menurut Stoner (dalam Sudjana, 1992: 12) mengemukakan bahwa “Management is the process of planning, organizing, leading, and controlling the efforts of organizing members and of using all other organizational to achieve stated organizational goals”. Kesimpulan dari pengertian tersebut adalah

“Manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, mengembangkan segala upaya di dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, secara efektif dan efisien. Dalam kegiatan mengembangkan sebagaimana dikemukakan di atas terdapat upaya pembaharuan atau perubahan secara inovatif.”


(39)

Dari para pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan program adalah suatu proses kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan/penggerakan, dan pengawasan dengan memanfaatkan sumber daya manusia.

b. Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan luar sekolah dirancang untuk membelajarkan masyarakat agar memiliki kecerdasan, ketrampilan dan kemandirian dalam bersikap sehingga mereka mampu menghadapi dan menyongsong perubahan yang datang dengan cepat yang mungkin tidak dapat diperhitungkan sebelumnya. Masyarakat dengan demikian mampu memecahkan persoalan yang dihadapi sebagai akibat dari perubahan dan memanfaatkannya untuk memperbaiki taraf dan mutu hidup dan kehidupannya.

Memberdayakan masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk melepaskan masyarakat dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat adalah meningkatnya kemampuan dan kemandirian masyarakat. Pemberdayaan bukan meliputi penguatan individu dan anggota masyarakat, tetapi juga pranata – pranata yang ada di masyarakat. Menanamkan nilai – nilai modern seperti kerja keras, hemat, terbuka dan bertanggungjawab adalah bagian pokok dari pemberdayaan ini menurut Djuju Sudjana (Engking, 2012: 6).


(40)

Pengelolaan program (manajemen) merupakan proses pendayagunaan bahan dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Proses ini melibatkan organisasi, arahan, koordinasi, dan evaluasi orang – orang yang mencapai tujuan tersebut. Pokok dari manajemen adalah aktivitas bekerja melalui orang lain untuk meraih berbagai hasil. Pengaruh lingkungan strategi, baik tinjauan global, regional dan pengaruh nasional terhadap pengembangan dan perubahan pembangunan suatu bangsa menunjukkan bahwa suatu pembinaan kualitas sumber daya manusia merupakan dasar untuk mencapai keberhasilan pembangunan masyarakat. Pertumbuhan masyarakat yang maju melahirkan kelompok – kelompok masyarakat yang mandiri. Hal ini di dorong oleh sifat manusia yang membutuhkan pengakuan atas kehadirannya di tengah – tengah masyarakat (Engking, 2012: 7).

Pendidikan merupakan proses budaya, karena itu ia tumbuh dan berkembang dalam dalam alur kebudayaan di setiap masyarakat. Sehingga kehadirannya mempunyai akar yang kuat pada budaya masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dengan menanamkan nilai – nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, terbuka, bertanggungjawab adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan masyarakat. Kondisi ini merupakan potensi dalam strategi menciptakan manusia kreatif produktif yang berwawasan ke masa depan dan melahirkan manusia berdaya unggul. Beberapa alternatif strategi dan upaya menciptakan manusia yang bersumber daya unggul, tidak terlepas dari pengoptimalan


(41)

pendidikan luar sekolah yang bersumber pada strategi pemberdayaan masyarakatnya.

c. Fungsi-fungsi Pengelolaan Program

Sejalan dengan sejarah perkembangan pengelolaan program dan berdasarkan situasi penerapannya, pengelolaan program meliputi berbagai fungsi. Fungsi pengelolaan program menurut Moris (dalam Sudjana, 2004: 48) adalah

“Pengelolaan program adalah rangkaian berbagai kegiatan wajar yang telah ditetapkan dan memiliki hubungan saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, dan dilaksanakan oleh orang – orang, lembaga atau bagian – bagiannya, yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan – kegiatan tersebut.”

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa fungsi – fungsi pengelolaan program itu berwujud kegiatan yang berurutan dan berhubungan sehingga satu kegiatan menjadi syarat bagi kegiatan lainnya.

Fungsi pengelolaan program pendidikan nonformal menurut Sudjana (2004: 52) terdiri dari enam fungsi yang berurutan. “Keenam fungsi tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian, dan pengembangan.” Fungsi pengelolaan program tersebut adalah :

1) Perencanaan

Untuk mencapai tujuan organisasi, perencanaan merupakan fungsi awal dari manajemen. Perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada


(42)

waktu yang akan datang. Sistematis karena perencanaan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip – prinsip tertentu. Prinsip – prinsip tersebut mencakup proses pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik, secara ilmiah, serta tindakan atau kegiatan yang terorganisasi.

Menurut Waterson (dalam Sudjana, 2004: 57) mengemukakan bahwa “hakekatnya perencanaan merupakan usaha sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif tindakan guna mencapai tujuan.” Sedangkan menurut A. Faludi (dalam Sudjana, 2004: 58) “perencanaan adalah proses mempersiapkan seperangkat keputusan tentang kegiatan – kegiatan untuk masa yang akan datang dengan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan melalui penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Hicks and Gullet (dalam Winardi, 2007: 163) yang menyebutkan bahwa “perencanaan berurusan dengan (1) penentuan tujuan dan maksud – maksud organisasi, (2) prakiraan – prakiraan lingkungan dimana tujuan hendak dicapai, dan (3) penetapan pendekatan dimana tujuan dan maksud organisasi hendak dicapai.”

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa perencanaan merupakan proses untuk mempersiapkan serangkaian pengambilan keputusan untuk mencapi tujuan – tujuan yang akan dicapai.


(43)

Menurut Sudjana (2004: 102) mengungkapkan, secara sederhana “langkah – langkah perencanaan meliputi persiapan, pelaksanaan, dan penilaian”. Pada langkah persiapan dilakukan kegiatan : pertama, penelaahan kebijakan atau program yang akan dilaksanakan. Kedua, penelaahan terhadap kebutuhan belajar masyarakat. Kegiatannya adalah mengidentifikasi langsung kepada kelompok sasaran dan/atau melakukan studi literatur tentang hasil – hasil penelitian.

Pada langkah penyusunan program dilakukan identifikasi potensi dan seleksi sasaran program, pengolahan data, menyusun proposal, memotivasi calon warga belajar, melaksanakan evaluasi dan menganalisis hasil evaluasi. Pelaksanaan identifikasi dilakukan upaya mengumpulkan warga masyarakat dengan bantuan tokoh – tokoh masyarakat, menjelaskan tujuan, mengidentifikasi dan mengumpulkan data dengan menggunakan instrumen yang telah disipkan melalui teknik – teknik wawancara, angket dan observasi. Sedangkan langkah yang terakhir adalah penilaian. Penilaian mencakup keseluruhan penyelenggaraan kegiatan dari perencanaan; pelaksanaan dan evaluasi yang meliputi proses, hasil, dan dampak program yang telah berlangsung. 2) Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan langkah kedua dalam proses manajemen. Pengorganisasian adalah kegiatan mengidentifikasi dan memadukan sumber – sumber yang diperlukan dalam kegiatan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber –


(44)

sumber itu meliputi tenaga manusia, fasilitas, alat – alat, dan biaya yang tersedia atau yang dapat disediakan. Manusia adalah sumber yang paling pokok dalam pengorganisasian. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa pengorganisasian adalah upaya melibatkan semua sumber manusia dan non-manusia ke dalam kegiatan yang terpadu untuk mencapai tujuan lembaga atau organisasi penyelenggaraan pendidikan nonformal.

Menurut Longenecher (dalam Sudjana, 2004: 105) secara umum mendefinisikan “pengorganisasian sebagai aktivitas menetapkan hubungan antara manusia dan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.” Dalam pengertian ini terkandung makna bahwa kegiatan pengorganisasian berkaitan dengan upaya melibatkan orang – orang ke dalam kelompok, dan upaya melakukan pembagian kerja diantara anggota kelompok itu untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan menurut Filippo dan Musinger (dalam Sudjana, 2004: 106) mengemukakan bahwa “pengorganisasian adalah kegiatan merancang dan menetapkan komponen pelaksanaan suatu proses kegiatan.” Komponen tersebut terdiri atas tenaga manusia, fungsi dan fasilitas. Secara lebih khusus dikemukakan bahwa pengorganisasian ialah kegiatan menetapkan sumber daya manusia yang dilibatkan dalam suatu kegiatan, menetapkan tugas setiap orang yang terlibat dalam kegiatan,


(45)

dan menyusun aturan kegiatan yang dimuat dalam ketentuan lembaga. Setiap orang yang terlibat di dalamnya dapat mendayagunakan fasilitas dan alat – alat yang tersedia untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan yang telah disusun dalam rencana.

Menurut Koontz and O’donnel (dalam Winardi, 2007: 161), menyatakan bahwa

“Pengorganisasian adalah pembinaan, wewenang dan dimaksudkan untuk mencapai koordinasi yang struktural, baik secara vertikal maupun horizontal diantara posisi – posisi yang telah diserahi tugas – tugas khusus yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan/organisasi.”

Hal yang sama juga di kemukakan oleh Pierce II dan Robinson Jr. (dalam Hasibuan, 2007: 60) menyebutkan bahwa pengorganisasian adalah “proses menentukan hubungan – hubungan yang esensi diantara orang – orang, tugas – tugas dan aktivitas – aktivitas dengan cara mengintegrasikan dan mengkoordinasikan semua sumber organisasi kea rah pencapaian suatu tujuan secara efektif dan efisien.”

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian adalah proses kegiatan untuk membentuk organisasi yang diberi tugas melaksanakan rencana yang telah ditetapkan guna mencapai tujuan organisasi. Organisasi ini mencakup sumber daya manusia yang akan mendayagunakan sumber daya lainnya untuk menjalankan kegiatan sebagaimana yang telah direncanakan.


(46)

3) Penggerakan

Penggerakan (motivating) dapat diartikan sebagai upaya pimpinan untuk menggerakan (memotivasi) seseorang atau kelompok orang yang dipimpin dengan dengan menumbuhkan dorongan atau motive dalam diri orang – orang yang dipimpin untuk melakukan tugas atau kegiatan yang diberikan kepadanya sesuai dengan rencana dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dorongan atau motive ada dalam diri seseorang, sedangkan upaya menggerakkan (motivasi) sering dilakukan oleh pihak luar dirinya.

Penggerakan atau motivating (kegiatan memotivasi), menurut Hersey dan Blanchard (dalam Sudjana, 2004: 147) adalah “kegiatan untuk menumbuhkan situasi yang secara langsung dapat mengarahkan dorongan – dorongan yang ada dalam diri seseorang atau kelompok orang kepada kegiatan – kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.” Menurut Knoll (dalam Sudjana, 2004: 148) mengemukakan bahwa “motivasi sering diartikan sebagai pembentukan pemahaman tentang tujuan – tujuan yang perlu dicapai oleh orang – orang dengan melakukan kegiatan – kegiatan tertentu.”

Menurut Koontz and O’Donnel (dalam Hasibuan, 2007: 64), “pergerakan adalah hubungan erat antara aspek – aspek individual yang ditimbulkan adanya peraturan terhadap bawahan untuk dapat dimengerti dan pembagian kerja yang efektif dan efisien untuk tujuan organisasi yang nyata.”


(47)

Fungsi penggerakan adalah untuk mewujudkan tingkat penampilan dan partisipasi yang tinggi dari setiap pelaksana yang terlibat dalam kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Penggerakan (motivasi) dapat dilakukan melalui upaya menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan, semangat, percaya diri, dan partisipasi atau dengan menghargai nilai – nilai kemanusiaan setiap pihak yang terlibat dalam proses manajemen.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penggerakan adalah upaya pemimpin untuk memberikan dorongan kepada pihak yang dipimpin atau pelaksana kegiatan supaya pihak yang dipimpin mengarahkan perbuatannya, dengan menggunakan potensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4) Pembinaan

Pembinaan dapat diartikan sebagai upaya memelihara atau, membawa, sesuatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya terlaksana. Dalam manajemen pendidikan nonformal, pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan.

Secara lebih luas, pembinaan dapat diartikan sebagai rangkaian upaya pengendalian secara profesional terhadap semua unsur organisasi agar unsur – unsur tersebut berfungsi sebagaimana mestinya sehingga


(48)

rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pembinaan diarahkan untuk mengetahui, menganalisis, dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan. Sasaran pembinaan adalah rangkaian tugas sesuai dengan kegiatan yang telah ditetapkan, ketepatan dalam pengorganisasian sumber – sumber, kecocokan antara tugas staf atau pelaksana dengan keahlian, prosedur kegiatan, penggunaan wewenang dan kedudukan, serta pembiayaan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah upaya untuk memelihara efisiensi dan efektivitas kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 5) Penilaian atau evaluasi

Penilaian dilakukan terhadap seluruh atau sebagian unsur - unsur program serta terhadap pelaksanaan program pendidikan. Penilaian merupakan kegiatan penting untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah program sesuai dengan rencana, dan atau dampak apa yang terjadi setelah program dilaksanakan. Penilaian berkaitan dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajian informasi untuk dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan.

Menurut Wilbur Harris (dalam Sudjana, 2004: 249) dalam “The Nature and Functions of Educational Evaluation” menjelaskan bahwa “penilaian adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan,


(49)

efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.”

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Mugiadi (dalam Sudjana, 2004: 250) menjelaskan bahwa

“Penilaian adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengembilan keputusan seperti untuk penyempurnaan suatu kegiatan lebih lanjut, penghentian suatu kegiatan, atau penyebarluasan gagasan yang mendasari suatu kegiatan.”

Sedangkan menurut Koontz and O’Donnell (dalam Hasibuan, 2007: 98) mengartikan bahwa “evaluasi adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelakasanaan kerja seluruh anggota organisasi agar supaya rencana – rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan organisasi dapat terselenggara.”

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, mendeskripsikan, dan menyajikan data atau informasi yang diperlukan sebagai masukan untuk pengambilan keputusan.

6) Pengembangan

Pengembangan diambil dari bahasa Inggris yaitu development. Menurut Morris (dalam Sudjana, 2004: 331) dalam “The American Herritage Dictionary of the English Language”, dikemukakan bahwa

“Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi – potensi, membawa sesuatu keadaan secara bertingkat kepada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih besar, atau lebih


(50)

akhir atau dari yang sederhana kepada tahapan perubahan yang lebih kompleks.”

Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengembangan dalam manajemen pendidikan nonformal, dapat diartikan sebagai upaya memajukan program pendidikan ini ke tingkat program yang lebih sempurna, lebih luas, dan lebih kompleks.

Pengembangan yang dimaksud adalah perluasan dan peningkatan kegiatan pendidikan nonformal yang telah dan/atau sedang dilakukan. Pengembangan pada dasarnya merupakan pelaksanaan kembali (recycling) program pendidikan nonformal melalui fungsi – fungsi pengelolaan program yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian sampai dengan pengembangan. 4. Kajian Tentang Desa Wisata

a. Definisi Desa Wisata

“Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku” (Nuryanti, 1993: 2-3).

Sedangkan menurut Ahimsa (dalam Hidayat, 2002: 10) pengertian desa wisata yaitu :

“Suatu kawasan permukiman di luar kota, didaerah pedesaan yang lebih baik secara sengaja maupun tidak, telah menjadi sebuah kawasan yang menjadi tujuan kunjungan wisatawan karena daya tarik/objek wisata yang ada di kawasan tersebut dan desa ini pula para wisatawan menginap.”


(51)

b. Kelompok Sadar Wisata Sebagai Pengelola Desa Wisata

Kelompok Sadar Wisata atau di singkat “Pokdarwis” merupakan kelompok swadaya dan swakarsa yang tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat serta bertujuan untuk meningkatkan pengembangan pariwisata daerah dan mensukseskan pembangunan pariwisata nasional. Dengan demikian kelompok sadar wisata merupakan kelompok yang tumbuh atas inisiatif dan kemauan serta kesadaran masyarakat sendiri guna ikut berpartisipasi aktif memelihara dan melestarikan berbagai obyek dan daya tarik wisata dalam rangka meningkatkan pembangunan kepariwisataan di daerah. Kelompok Sadar Wisata sebagai pengelola terselenggaranya desa wisata diharapkan dapat lebih mengoptimalkan pengembangan desa wisata.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian :

1. Hasil penelitian dari Nur Rika Puspita Sari pada tahun 2012 mengenai Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Obyek Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Dewabejo Di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Program yang dilakukan Kelompok Sadar Wisata Dewabejo dalam mengembangkan obyek wisata sebagai usaha memberdayakan masyarakat, diantaranya pelatihan managemen organisasi, pelatihan Standart Operating Procedure, pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja, pelatihan bahasa inggris,


(52)

bahasa Indonesia, pelatihan kepemanduan, pelatihan pengenalan batu karst, dan pelatihan tata ruang yang baik. (2) Kontribusi Kelompok Sadar Wisata Dewabejo dalam mengembangkan obyek wisata sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, meliputi pemikiran, penyediaan fasilitas akomodasi, dan memberikan inisiatif sumbangsih dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pariwisata disana, (3) Bentuk pemberdayaan dan perubahan yang ada di masyarakat dengan adanya Kelompok Sadar Wisata Dewabejo meliputu filosofi hidup, sikap, pendidikan, keterampilan, aturan

bermasyarakat, adat, dan penampilan, (4) Kendala yang dihadapi dalam

kegiatan Kelompok Sadar Wisata Dewabejo, kecemburuan sosial diantara masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap perubahan yang ada di lingkungan mereka, dan kurangnya perhatian dari pihak dinas terkait. Adapun faktor pendukung yang ada meliputi, semangat dan motivasi dari semua pengurus maupun anggota, sikap kekeluargaan yang ada, sikap gotong royong yang masih kental, dan pengurus yang kreatif dan mampu mengayomi anak buahnya.

2. Hasil penelitian dari Abdur Rohim pada tahun 2013 mengenai Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata (Studi di Desa Wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, DIY). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Adanya Desa Wisata berawal dari gagasan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul yang kemudian mendapatkan respon positif dari para penggerak lokal masyarakat. Keberhasilan Desa Wisata Bejiharjo juga


(53)

mendapatkan stimulan dari program PNPM Mandiri Pariwisata dan instansi lainnya. (2) Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang dilakukan oleh Pokdarwis Dewa Bejo diterapkan dalam bidang atraksi dan akomodasi wisata. (3) Pengembangan Desa Wisata Bejiharjo berdampak pada bidang ekonomi yang meliputi peningkatan masyarakat serta penciptaan lapangan kerja baru. (4) Pengembangan Desa Wisata Bejiharjo memiliki dampak sosial-budaya.

Tabel 1.

Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Sekarang

No Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Nur Rika

Puspita Sari Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Obyek Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Dewabejo Di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul

Dalam penelitian ini Pemberdayaan Masyarakat dalam mengembangkan obyek wisata dilakukan dengan berbagai macam kegiatan, serta dilihat kontribusi dan bentuk pemberdayaan masyarakat. Kendala yang dihadapi diantaranya yaitu kecemburuan sosial di masyarakat. Meneliti Pemberdayaan Masyarakat - Tempat penelitian berbeda - Tidak meneliti pengelolaan program Desa Wisata 2. Abdur Rohim Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata (Studi di Desa Wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, DIY)

Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa adanya desa wisata berawal dari gagasa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, kemudian mendapatkan respon positif dari para

penggerak lokal masyarakat. Meneliti Pemberdayaan Masyarakat - Tempat penelitian berbeda - Tidak meneliti pengelolaan program Desa Wisata


(54)

C. Kerangka Berfikir

Pengembangan obyek desa wisata di desa wisata dusun Krebet dimulai dengan melihat potensi yang ada di daerah tersebut maupun kelompok sasaran program. Pengembangan pariwisata tersebut tidak lepas dari peranan kelompok sadar wisata Krebet Binangun.

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) merupakan organisasi sosial yang sangat berperan dalam membangun bidang pariwisata. Pengembangan sektor pariwisata oleh kelompok sadar wisata dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain program pemberdayaan masyarakat yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan pariwisata. Hal tersebut dilakukan agar desa wisata dapat berkembang pesat dan pengelolaan program yang di laksanakan di desa wisata sesuai dengan sasaran. Diharapkan dengan adanya pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program desa wisata ini akan tercipta masyarakat yang dapat meningkatkan potensi dan kemampuannya melalui berbagai kegiatan serta dapat meningkatkan income atau pendapatan masyarakat. Namun demikian dalam pengelolaan program yang dilaksanakan pada obyek wisata tidak lepas dari faktor penghambat ataupun faktor-faktor pendukung didalamnya. Sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program di desa wisata, perlu dikaji sejauh mana dan bagaimana pengelolaan program yang ada di desa wisata.


(55)

Gambar 1. Kerangka Berfikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka dapat diajukan pertanyaan penelitian yang dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti, sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk pemberdayaan masyarakat melalui Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun?

2. Bagaimana perencanaan program desa wisata yang dikelola Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun sebagai upaya pemberdayaan masyarakat?

Kelompok Sadar Wisata

Program Peningkatan

Income

Potensi Wisata

Faktor pendukung dan penghambat Peningkatan

Kemampuan Kelompok Sasaran

Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan, Evaluasi


(56)

3. Bagaimana pengorganisasian program desa wisata yang dikelola Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun sebagai upaya pemberdayaan masyarakat?

4. Bagaimana pelaksanaan/penggerakan program desa wisata yang dikelola Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun sebagai upaya pemberdayaan masyarakat?

5. Bagaimana evaluasi pengelolaan program dapat memberdayakan masyarakat di desa wisata Krebet?

6. Apa faktor pendukung yang mempengaruhi pengelolaan program desa wisata yang dikelola Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun?

7. Apa faktor penghambat yang mempengaruhi pengelolaan program desa wisata yang dikelola Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun?

8. Bagaimana hasil dari kegiatan pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun?

9. Adakah peningkatan pendapatan setelah adanya kegiatan pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun?


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Program Desa Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta ini menggunakan pendekatan kualitatif. “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.” Penelitian kualitatif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis (Nurul Zuriah, 2007: 47).

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah berupa deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu. Sedangkan analisisnya menggunakan analisis kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam (Lexy J. Moeleong, 2011: 4) “penelitian kualitatif sebagai proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang diamati”. Dalam penelitian kualitatif informasi atau data yang terkumpul, terbentuk dari kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Kalau ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang.


(58)

Melalui pendekatan ini peneliti berusaha menggali dan mengungkapkan data di lapangan tentang pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program desa wisata oleh kelompok sadar wisata Krebet Binangun, serta faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program desa wisata oleh kelompok sadar wisata Krebet Binangun.

B. Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian 1. Penentuan Subyek Penelitian

Subyek Penelitian adalah orang–orang yang bisa memberikan informasi–informasi utama yang dibutuhkan dalam penelitian. Sumber data (informan) bisa berupa orang, dokumentasi (arsip), atau berupa kegiatan. Dalam menentukan subyek penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2011: 85) “teknik purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.” Disini peneliti menentukan sendiri subjek penelitian yang diambil. Teknik ini digunakan karena peneliti menganggap bahwa unsur–unsur mengenai informasi penelitian sudah terpenuhi pada subjek penelitian yang diambil tidak secara acak tapi ditentukan sendiri oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian yang ditentukan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil subyek penelitian, yaitu:

a) Pengurus kelompok sadar wisata Krebet Binangun. b) Anggota kelompok sadar wisata krebet Binangun. c) Masyarakat Dusun Krebet.


(59)

d) Pengunjung Desa Wisata Krebet. 2. Penentuan Obyek Penelitian

Objek adalah apa yang akan diselidiki dalam kegiatan penelitian. Objek dari penelitian ini adalah Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Program Desa Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun di Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta.

C. Setting Penelitian

Tempat penelitian dalam penelitian ini adalah di Desa Wisata Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta dengan alasan sebagai berikut : 1. Desa Wisata Krebet merupakan salah satu desa wisata yang ada di

kecamatan Pajangan yang sedang berkembang dan menjadi perhatian pemerintah karena mengalami perkembangan yang pesat.

2. Keterbukaan dari pengelola Desa Wisata Krebet sehingga memungkinkan lancarnya dalam memperoleh informasi atau data yang berkaitan dengan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu data utama dan data pendukung. Data utama diperoleh dari informan yang terlibat langsung dalam fokus penelitian yaitu pengurus, anggota, masyarakat dan pengunjung. Data pendukung bersumber dari dokumen–dokumen berupa catatan, rekaman, gambar atau foto-foto, dan bahan–bahan lain yang dapat mendukung penelitian.


(60)

1. Observasi

Menurut Margono (dalam Djam’an, 2009: 105) mengungkapkan bahwa “observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.” Sedangkan menurut Bungin (dalam Djam’an, 2009: 105) menyatakan bahwa “observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.” Dari definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung utuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan atau hanya pengamatan, dengan maksud mengamati langsung mengenai obyek yang diteliti yang meliputi pemberdayaan masyarakat desa wisata serta faktor pendorong dan penghambatnya.

Observasi dilakukan pada aspek kondisi fisik dan non fisik di Desa Wisata Krebet. Kondisi fisik berupa kondisi geografis, keadaan tempat, serta sarana dan prasarana yang digunakan. Sedangkan kondisi non fisik mencakup kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan berlangsung di Desa Wisata Krebet.

2. Wawancara

Wawancara merupakan suatu percakapan dengan maksud tertentu atau dengan kata lain bertujuan guna memperoleh informasi.


(61)

“Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara ( interviewer ) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai ( interviewee ) yang memberikan jawaban atas itu” ( Lexy J. Moleong, 2002:135).

Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara pewawancara dan informan dengan menggunakan panduan wawancara yang sudah disiapkan terlebih dahulu.

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari semua pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan di Desa Wisata Krebet. Peneliti sebagai pewawancara akan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak yang diwawancarai yaitu pengurus, anggota, masyarakat, dan pengunjung. Tujuan wawancara untuk memperoleh informasi dan data yang obyektif dan lengkap yang dibutuhkan oleh peneliti.

3. Dokumentasi

Dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pencatatan atau pengutipan data dari dokumen yang ada di lokasi penelitian. Studi dokumen dimaksudkan untuk melengkapi data dari wawancara dan observasi. Dokumentasi yang dibutuhkan oleh peneliti berupa gambar atau foto kegiatan, data pengelola, data anggota, struktur organisasi, profil Desa Wisata, agenda kegiatan atau pertemuan rutin dan catatan lain yang berhubungan dengan penelitian. Informasi yang bersifat dokumentatif sangat bermanfaat guna pemberian gambaran


(62)

secara keseluruhan dalam mendapatkan informasi yang lebih mendalam yang ada pada Kelompok Sadar Wisata di Desa Wisata Krebet.

Tabel 2.

Cara Pengumpulan Data

No Aspek Sub Aspek Sumber Data Teknik 1. Profil Kelompok Sadar

Wisata Krebet Binangun

Lokasi, kepengurusan, tujuan, kegiatan Pengurus, anggota Pokdarwis Krebet Binangun, masyarakat, pengunjung, arsip dan foto kegiatan

Observasi, wawancara dan dokumentasi 2. Pemberdayaan masyarakat

melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun Perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian atau evaluasi dan pengembangan Pengurus, anggota Pokdarwis Krebet Binangun, masyarakat, pengunjung, arsip dan foto kegiatan

Observasi, wawancara dan dokumentasi

3. Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Kelompok Sadar Wisata Krebet Binangun

Faktor pendukung dan faktor penghambat Pengurus, anggota Pokdarwis Krebet Binangun, masyarakat, pengunjung, arsip dan foto kegiatan

Observasi, wawancara dan dokumentasi

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. “Peneliti adalah key instrument atau alat peneliti utama” (Nasution, 1992: 9). Dengan kata lain alat pengumpul data utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri (instrumen kunci), sehingga peneliti perlu melakukan wawancara dan pengamatan mendalam. Kondisi ini menuntut peneliti untuk lebih intensif mengadakan interaksi langsung dengan key informan. Disamping itu, peneliti harus mampu menyesuaikan diri


(63)

dengan lingkungan tempat key informan. Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan kepercayaan dengan key informan berkaitan dengan pengumpulan data.

Instrumen pendukung yang digunakan dalam memperoleh data dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi. Instrumen tersebut dikembangkan peneliti berdasarkan indikator dari masing-masing indikator yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Analisis meliputi kegiatan mengolah data, mengelompokan, mencari pola, menemukan yang paling penting, apa yang dipelajari lebih lanjut, serta apa yang dilaporkan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, artinya data yang diperoleh dalam penelitian dilaporkan apa adanya kemudian di interprestasikan secara kualitatif untuk mengambil kesimpulan. Dalam hal ini kegiatan analisis dilakukan dengan cara mengelompokkan data yang diperoleh dari informan terkait dengan pengelolaan program Desa Wisata serta faktor pendukung dan faktor penghambat.

Aktivitas dalam analisis data, yaitu: reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan / verifikasi Miles dan Huberman (dalam Andi Prastowo, 2012: 16-21). Secara lebih jelas dijabarkan sebagai berikut:


(64)

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan– kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasikan.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian data peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan yang memungkinkan untuk menganalisis dan mengambil tindakan lain berdasarkan pemahamam yang didapat dari penyajian – penyajian tersebut. 3. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Kesimpulan yaitu peneliti mencari makna dari data yang terkumpul kemudian menyusun pola hubungan tertentu ke dalam satu kesatuan informasi yang mudah dipahami dan ditafsirkan sesuai dengan masalahnya. Data tersebut dihubungkan dan dibandingkan dengan lainnya sehingga mudah ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang ada.

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan keabsahan data. Menurut Moleong, (2012: 330) “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar


(65)

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber.”

Menurut Patton (Dalam Moleong, 2012: 330) “Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.” Triangulasi sumber diperoleh antara lain dengan :

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang – orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Melalui teknik ini peneliti mengecek keabsahan data yang diperoleh melalui cross chek yaitu membandingkan data yang diperoleh dari wawancara dan data pengamatan, maka dapat di simpulkan bahwa ada permasalahan yang perlu ditinjau kembali atau diadakan cek ulang.


(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Keadaan Umum Dusun Krebet

Secara administratif dusun Krebet berada di wilayah desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dusun Krebet pada bagian timur berbatasan dengan dusun Dadabong dan dusun Pringgading yang masuk wilayah desa Guwosari; bagian selatan berbatasan dengan dusun Dadabong dan Kabrokan Wetan; sebelah utara berbatasan dengan dusun Kaliasem, desa Bangun Jiwo; serta sebelah barat berbatasan dengan dusun Petung dan dusun Butuh Lor desa Triwidadi. Luas wilayah dusun Krebet adalah 104 Ha. Dusun Krebet terletak pada 140 m ketinggian tanah dari permukaan laut, dengan banyaknya curah hujan 1.200 s/d 1.500 mm/th dan berupa bukit yang memiliki kemiringan 25 s/d 45%, serta suhu (rata-rata) 260 C.

Letak dusun Krebet berada di pedalaman, dikelilingi hutan jati, akasia, mahoni, dan sengon, sehingga jarak dengan dusun lain cukup berjauhan termasuk dari pusat kota Bantul. Membutuhkan waktu perjalanan 10 menit dengan kendaraan bermotor dari pendopo kabupaten Bantul atau 30 menit dari pusat kota Yogyakarta. Dusun Krebet terbagi atas lima (5) Rukun Tetangga (RT). Dusun Krebet merupakan salah satu dusun yang berada di desa Sendangsari. Sebagian besar penduduk merupakan pengrajin batik kayu dengan media kayu yang menjadi salah satu ciri khas dusun


(67)

Krebet namun ada pula yang menjadi petani, PNS dan lain-lain. Berikut rincian jumlah penduduk dusun Krebet tahun 2012.

Tabel 3

Jumlah Penduduk Krebet Menurut Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Jiwa

1. Laki-laki 436 jiwa

2. Perempuan 469 jiwa

Jumlah 905 jiwa

Sumber : Data Monografi Dusun Krebet, 2012

Berdasarkan tabel tiga dapat dilihat bahwa penduduk dusun Krebet yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu 469 jiwa perempuan dan 436 jiwa adalah laki-laki.

Tabel 4

Jumlah Penduduk Krebet Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Jiwa

1. Pengrajin 450 jiwa

2. Petani 32 jiwa

3. Buruh 61 jiwa

4. PNS 4 jiwa

5. Lain-lain 358 jiwa

Jumlah 905 jiwa

Sumber : Data Monografi Dusun Krebet, 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk dusun Krebet bermata pencaharian sebagai pengrajin, yaitu berjumlah 450 jiwa. Sedangkan yang bermata pencaharian sebagai petani berjumlah 32 jiwa, buruh berjumlah 61 jiwa, PNS berjumlah 4 jiwa, dan 358 jiwa bermata pencaharian yang beragam.

Dusun Krebet merupakan dusun yang terletak di desa Sendangsari, kecamatan Pajangan, kabupaten Bantul Yogyakarta. Perjalanan menuju


(68)

datang ke dusun Krebet dari pusat kota Bantul, maka jalur selatan yang relatif dekat kurang lebih 9 kilometer dengan waktu tempuh 10 menit perjalanan. Walaupun dusun Krebet terletak di daerah bukit namun daerah ini memiliki banyak potensi wisata yang luar biasa.

Desa wisata Krebet ini berbeda dengan desa wisata yang lainnya, yang membedakan dengan desa wisata yang lainnya adalah potensi wisatanya yang dibagi menjadi beberapa bagian. Pembagian tersebut yaitu bidang kerajinan, bidang kesenian, bidang home stay, dan bidang kuliner. Bidang kerajinan seperti kerajinan batik kayu, irus, pisau dapur dan mebel. Perlu diketahui bahwa kerajinan batik kayu merupakan ciri khas kerajinan di desa wisata Krebet. Pengunjung dapat menemukan kerajinan tersebut yang terdapat di rumah – rumah masyarakat ataupun showroom yang dimiliki masyarakat dan tersebar hampir di seluruh dusun Krebet.

Selain itu dalam bidang kesenian terdapat seni karawitan, kethoprak, wayang kulit, sholawat gendering, mocopat, tari, kuda lumping (jathilan), dan merti dusun (bersih dusun). Bidang home stay merupakan penginapan bagi pengunjung yang ingin menikmati desa wisata Krebet untuk beberapa hari. Tempat penginapan ini disediakan di rumah–rumah penduduk. Hal ini dilakukan agar pengunjung dapat akrab dan berbaur dengan pemilik rumah dan masyarakat sekitar. Di bidang kuliner, masyarakat menyajikan berbagai macam kuliner khas desa wisata Krebet kepada pengunjung yaitu berbagai pilihan santapan dan makanan khas yang bervariasi semakin mendukung potensi pariwisata di desa ini.


(69)

2. Identifikasi Potensi Obyek Wisata Di Dusun Krebet

Kawasan desa wisata Krebet memiliki beberapa potensi sumber daya manusia, alam, dan obyek wisata yang dapat menarik minat para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Potensi-potensi tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Wisata Alam

a) Kedung Jurang Pulosari

Kedung jurang pulosari berada di RT 02 sebelah barat daya dusun krebet. Kedung jurang pulosari berada diantara dua perebukitan yang masih asli dan belum di eksploitasi secara maksimal. Di kawasan ini juga bisa dilakukan beberapa kegiatan diantaranya panjat tebing (climbing) dan turun tebing (repling) untuk area ini biasanya berada di sebelah barat air terjun atau tepatnya berada diperbukitan. Kedung jurang pulosari ini juga dapat digunakan untuk pemotretan prewedding. b) Sendang Tirto Waluyo

Sendang ini merupakan salah satu lokasi wisata yang di sekitarnya masih ditumbuhi pohon krebet, yaitu pohon yang menjadi ciri khas dusun Krebet. Sendang ini terletak di wilayah RT 03 dan sering dimanfaatkan sebagai sumber mata air yang digunakan warga sekitar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, seperti mandi dan mencuci.


(70)

c) Sumur Kawak

Sumur Kawak yang dalam bahasa Indonesia berarti sumur tua merupakan sumur tertua yang berada di Krebet. Sumur ini terletak di wilayah RT 05. Mata air dari sumur ini tidak pernah habis meskipun musim kemarau sehingga apabila masyarakat sekitar kekurangan air sering mengambil air dari Sumur Kawak ini.

d) Kedung Noyo

Kedung Noyo terletak di sebelah utara Jurang Pulosari dan merupakan sumber mata air yang biasa dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk memandikan sapi, mandi dan mencuci. Kedung Noyo ini seperti sungai yang landai.

e) Klepu

Klepu merupakan suatu sungai kecil yang ditumbuhi pohon Klepu dan dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

f) Off Road Area

Desa wisata Krebet memiliki area off road yang berada di sebelah barat daya pusat dusun Krebet. Area off road ini bersebelahan dengan Kedung Jurang Pulosari atau lebih tepatnya berada di wilayah RT 01 dan RT 02. Lokasi off road ini tidak hanya untuk kendaraan roda dua tetapi kendaraan roda empat juga bisa menggunakan area ini. Karena area ini masih alami dan asri belum di eksploitasi dan masih berbentuk kawasan lereng perbukitan yang terjal maka area ini sangat digemari oleh para pecinta off road dari berbagai wilayah.


(1)

  S P Hom endang Tirt Pembutan B me Stay to Waluyo Batik Kayu 160 J H Jurang Pulo Kedung No

Hasil Batik K osari

oyo


(2)

 

Sumber : D K Dokumenta egiatan Ber asi Pokdarw rsih Dusun 161

wis Krebet BBinangun da

Ku an dokumen unjungan Wi tasi penulis isata s


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Komunikasi Partisipatif Kelompok Sadar Wisata Dalam Pengelolaan Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

1 12 69

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PARIWISATA PEDESAAN ( Desa Wisata Brayut dan Desa Wisata Pajangan Kabupaten Sleman)

0 3 122

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGRAJIN BATIK KAYU (Kasus pada Sentra Industri Kerajinan Batik Kayu di Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013).

0 4 13

PENDAHULUAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGRAJIN BATIK KAYU (Kasus pada Sentra Industri Kerajinan Batik Kayu di Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013).

0 3 13

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA WISATA CIBURIAL KECAMATAN CIMENYAN KABUPATEN BANDUNG.

0 1 9

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA OLEH KELOMPOK SADAR WISATA DEWABEJO DI DESA BEJIHARJO, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

0 2 190

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN DESA WISATA SAMBI DI DUSUN SAMBI, PAKEMBINANGUN, PAKEM, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 2 196

KARAKTERISTIK TOPENG KAYU SANGGAR WIDORO KANDANG DESA KREBET BANTUL YOGYAKARTA.

1 21 117

Analisis pengaruh insentif terhadap kinerja karyawan : studi kasus pada Perusahaan Batik Kayu Ragil Handicraft 212, Krebet Sendangsari Pajangan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository

0 0 112

Efektivitas pendampingan penataan administrasi keuangan mahasiswa KKP FE USD pada usaha kecil : studi kasus pengrajin batik kayu Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Bantul Yogyakarta - USD Repository

0 1 85