maupan makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
7
Hal tersebut searah dengan pengertian konsumen yang dikemukakan oleh Yusuf Shofi, yaitu bahwa yang
dimaksud dengan konsumen yaitu “setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang atau
jasa lain atau memperdagangkannya kembali”.
8
1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Pengertian perlindungan konsumen bila ditinjau dari segi etimologi adalah sebagai berikut “Perlindungan berarti hal memperlindungi” sedangkan
“konsumen berarti pemakai barang-barang hasil industri.” Menurut Undang- Undang Perlindungan Konsumen, arahan definisi tersebut ditujukan kepada
“segala upaya menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen”.
9
2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak yang satu
sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen
yang lebih luas yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat melindungi kepentingan konsumen
10
. Undang Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, tidak
Ibid. Yusuf Shofi, Pelaku Usaha ,Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia Indonesia, Jakarta,
2002, hal. 14. Sekretariat Negara R.I., Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal. 2
10
AZ Nasution yang dikutip oleh Shidarta. “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”. Grasindo, Jakarta, 2000, hlm.9.
memuat definisi mengenai hukum perlindungan konsumen tetapi memuat perumusan mengenai perlindungan konsumen yaitu sebagai “segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.”
11
3. Asas Dan Kaedah Hukum Perlindungan Konsumen
Adapun untuk menjaga pelaksanaan perlindungan konsumen agar tidak menyimpang dari tujuan perlindungan konsumen, maka pelaksanaannya harus
didasarkan pada asas atau kaidah hukum perlindungan konsumen. Adapun untuk menjaga pelaksanaan perlindungan perlindungan konsumen agar tidak
menyimpang dari tujuan perlindungan konsumen, maka pelaksanaannya harus didasarkan pada asas atau kaedah hukum perlindungan konsumen. Pasal 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terdapat asas atau kaidah hukum perlindungan konsumen, agar tidak menyimpang
daritujuan perlindungan konsumen, yang menyebutkan bahwa: “Perlindungan
konsumen berasaskan
manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”
Menurut pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa perlindungan konsumen menganut asas sebagai berikut, yaitu:
12
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
11
Pasal 1 butir 1 UUPK Sekretariat Negara R.I., Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal. 12
b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan. e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dan penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Di Indonesia dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
a. UUD 1945 pasal 5 ayat 1, pasal 21 ayat 1, pasal 27, dan pasal 33. b. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara RI
Tahun 1999 No. 42 Tambahan Lembaran Negara RI No. 3821. c. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. d. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. e. PP No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
f. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235DJPDNVII2001 tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh
dinas Indag PropKabKota. g. Surat
Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.
795DJPDNSE122005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen. Selain hal tersebut di atas terdapat juga hukum tertulis yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen. Sejak zaman penjajahan Hindia Belanda sudah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, misalnya
sebagai berikut: a. Vuurwerk Ordonnantie Ordonasi Petasan, S. 1932-143.
b. Sterkwerkannde Geneesmiddelen Orgonnantie Ordonasi Obat Keras, S. 1937-641.
c. Gevaarlijke Stoffen Ordonnantie Ordonasi Bahan-Bahan Berbahaya, S. 1949-377.
d. Tin Ordonnantie Ordonasi Timah Putih, S. 1931-509. e. Verpakkings Ordonnantie Ordonasi Kemasan, S. 1935 No. 161.
Setelah kemerdekaan, walaupun Undang-Undang yang membahas secara khusus tentang perlindungan konsumen belum ada, tetapi dalam peraturan
perundang-undangan telah dijelaskan secara parsial yang berhubungan dengannya, misalnya:
a. Undang-Undang Pokok Kesehatan, UU No. 9 Tahun 1960. b. Undang-Undang Barang, UU No. 10 Tahun 1961.
c. Undang-Undang Narkotika, UU No. 9 Tahun 1976. d. Undang-Undang Lingkungan Hidup, UU No. 4 Tahun 1982.
e. Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan, UU No. 3 Tahun 1982.
Selain itu juga disebutkan mengenai perlindungan konsumen dalam peraturan perundang-undangan terutama dalam UUD 1945 pasal 33 dan 27, serta dalam
Pancasila sila 2 dan sila 5.
4. Hak Dan Kewajiban Konsumen