3. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya.
Setiap informasi yang didapat mengandung intisari. Dari inti tersebut, peneliti mengembangkannya tentu dengan hasil lain yang sesuai dengan
masalah dan informasi dari segala sumber. 4.
Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antar beberapa kategori. Dari awal keberangkatan meneliti, peneliti tetap fokus pada kasus yang akan
diteliti. Sehingga dalam perjalanan penelitian, mendapatkan hasil dan selesai, tidak keluar jalur dari fokus masalah yang diteliti.
5. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan
generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain, dan menyajikan secara naratif.
6. Validitas
Pada validitas ini, peneliti mengumpulkan dan mengolah hasil dari observasi, wawancara, dan triangulasi untuk mengambil kecocokan dengan
informasi utama dari subjek agar dalam mendiskripsikannya tidak mengalami kesusahan dan salah.
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan dan membahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
A.
Hasil Penelitian
a. Identitas subjek
Pertemuan dengan subjek dilakukan atas dasar persetujuan bersama dengan subjek dan anggota keluarganya, dimana peneliti ingin berwawancara dengan
subjek sekaligus mengatakan tujuan wawancara tersebut sehingga akhirnya wawancara dapat dilakukan. Informasi yang diperoleh sebagai berikut:
1. Identitas subjek:
Nama : Ibu Ponirah
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 74 tahun
Agama : Islam
Alamat : Karangpakis Cangkringan Sleman Yogyakarta
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
2.
Subjek memiliki enam orang anak satu telah meninggal dunia dua laki-laki dan tiga perempuan.
3. Anak ke tiga Pak Asih yang sekarang diangkat menjadi juru kunci
Gunung Merapi. 4.
Ibu Ponirah sekarang tinggal bersama dengan keluarga Pak Asih ditemani kedua buah hatinya.
b. Wawancara yang menjawab fokus pertanyaan penelitian
1. Ibu Ponirah merasakan kehilangan suami yang begitu mendalam. Beliau
tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata yang menggambarkan kesedihannya. Meninggalnya Mbah Maridjan merupakan “pukulan
keras” bagi Bu Ponirah “Aku gelo banget kelangan Mbah Kakung. Aku krungu kabar kui, aku trus raiso ngopo-ngopo. Rasane kaya arep melu
mati bareng Mbah Kakung ” artinya saya kecewa sekali kehilangan
Mbah Kakung. Saya dengar berita itu, lalu saya tidak bisa berbuat apa- apa. Saya jadi ingin ikut meninggal bersama Mbah Kakung.
Ibu Ponirah menuturkan bahwa setiap Gunung Merapi bergejolak, Bapak tidak mau turun. Namun ketika letusan pertama masih keluar
awan panas atau biasa disebut wedhus gembel, sebelum bapak “pulang” sudah meminta dan mengajaknya untuk turun dan ikut
mengungsi bersama penduduk yang lain. Namun, karena kesetiaannya sebagai surakso atau penjaga Gunung Merapi yang dititahkan oleh Sri
Sultan ke IX maka sang suami Mbah Maridjan menolak untuk turun gunung, bahkan beliau berkata
“nek aku melu ngungsi karo liane bakal