Pengaruh Musik Tradisional Batak Toba Terhadap Mood

(1)

PENGARUH MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA

TERHADAP MOOD

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

MARIA SIAGIAN

101301049

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

PENGARUH MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA TERHADAP MOOD

Dipersiapkan dan disusun oleh:

MARIA SIAGIAN 101301049

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 19 Desember 2014

Mengesahkan Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Rika Eliana, M.Psi., psikolog Penguji I

NIP. 196609092002012001 Pembimbing ____________

2. Meutia Nauly, M.Si.

NIP. 196711272000032001 Penguji II ____________

3. Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi., psikolog


(3)

3

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Pengaruh Musik Tradisional Batak Toba Terhadap Mood

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesajarnaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Desember 2014


(4)

Pengaruh Musik Tradisional Batak Toba Terhadap Mood

Maria Siagiandan Rika Eliana Barus

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap mood. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 85 orang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015, menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana. Sampel terbagi ke dalam tiga kelompok melalui metode random assignment : kelompok eksperimen gondang sabangunan sebanyak 29 orang, kelompok eksperimen

gondang hasapi sebanyak 31 orang, dan kelompok kontrol sebanyak 25 orang. Kelompok eksperimen gondang sabangunan mendapat perlakuan musik gondang sabangunan, sedangkan kelompok eksperimen gondang hasapi mendapat perlakuan musik gondang hasapi.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi skala

Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Zevon dan Watson, (1982) serta Watson dan Tellegen (1985). Data penelitian dianalisis menggunakan analisis varians (ANOVA) dan uji Wilcoxon Signed-Rank. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh hasil bahwa musik tradisional Batak Toba tidak berpengaruh secara signifikan pada afek negatif mood. Ansambel gondang sabangunan menaikkan afek positif dan afek negatif mood, sedangkan ansambel gondang hasapi menurunkan afek positif namun menaikkan afek negatif mood.

Kata kunci : Musik tradisional Batak Toba, Gondang Sabangunan, Gondang Hasapi, Afek Positif, Afek Negatif, Mood.


(5)

5

The Effect of Batak Toba’s Traditional Music of Mood

Maria Siagianand Rika Eliana Barus

ABSTRACT

The purpose of this study is to investigate the effect of Batak Toba’s traditional music of mood. The number of samples in this study were 85 people from Faculty of Psychology University of North Sumatera, academic year 2014/2015, which was collected using simple random sampling technique. They were divided into three groups by random assignment method: a “gondang sabangunan” experimental group of 29 people, a ―gondang hasapi” experimental group of 31 people, and a control group of 25 people. Both the experimental group were given the instrumental of ―Hata Sopisik” that played by ‖gondang

sabangunan” ansamble version as well as ―gondang hasapi”ansamble. ―Gondang

sabangunan” experimental group was listened the ansamble of gondang sabangunan version whereas ―gondang hasapi”experimental group was listened the ansamble of gondang hasapi version, while the control group was listened any kind of ansamble.

Measuring instrument used in this study is the adaptation version of Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS) by Zevon and Watson (1982) & Watson and Tellegen (1985). The research’s data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and Wilcoxon Signed-Rank test. The finding suggests Batak Toba’s traditional music has non-significant results of negative affect’s mood. Gondang sabangunan ansamble increases the positive affect and negative of mood, whereas gondang hasapi ansamble decreases the positive affect, however, increases the negative affect of mood.

Keywords : Batak Toba’s traditional music, Gondang Sabangunan, Gondang Hasapi, Positive Affect, Negative Affect, Mood.


(6)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang tidak terlukiskan penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia, pertolongan, pemeliharaan, dan perlindunganNya kepada penulis selama proses penulisan skripsi yang berjudul ―Pengaruh Musik Tradisional Batak Toba Terhadap Mood‖ hingga akhirnya selesai. Terima kasih atas kebaikan, kesetiaan, hikmat kebijaksanaan, kepintaran, pengampunan dan pemulihan yang Bapa senantiasa berikan kepada penulis yang tiada henti-hentinya dalam menjalani kehidupan, khususnya dalam menyelesaikan perkuliahan.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, doa, dan semangat yang tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan sedalam-dalamnya kepada semua orang yang melalui mereka Tuhan nyatakan karya dan PribadiNya untuk menolong penulis :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kedua orangtua penulis yang tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti mendukung dalam doa dan semangat di dalam menjalani kehidupan perkuliahan penulis. Ucapan terima kasih dan pengabdian yang tulus dari penulis tidak akan pernah habis untuk membalas


(7)

7

seluruh keringat, air mata, doa, dan kasih sayang yang diberikan dengan tulus kepada penulis.

3. Ibu Rika Eliana Barus, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing seminar dan skripsi, atas perhatian, kesabaran, kasih sayang, dorongan, semangat, kepercayaan dan teguran yang diberikan kepada penulis. Rasa syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus karena telah menyatakan PribadiNya melalui dosen pembimbing skripsi yang luar biasa.

4. Ibu Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd., psikolog selaku dosen pembimbing akademik penulis, atas semangat dan nasihat dalam menjalani semester demi semester perkuliahan.

5. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas kesediaan waktunya untuk penulis mendapatkan bimbingan-bimbingan ekstra.

6. Para senior dan junior Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang memberikan motivasi, nasihat, ide-ide untuk skripsi, dan dukungan psikis selama pengerjaan skripsi. Teman-teman angkatan 2010 yang tidak mungkin disebutkan satu per satu karena batasan halaman, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas dorongan dan semangat yang kalian berikan.

7. Angkatan 2014 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.


(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kriteria sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Desember 2014


(9)

9

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Mood ... 10

1. Definisi Mood ... 10

2. Dimensi Mood ... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mood ... 12

B. Musik Tradisional Batak Toba ... 14


(10)

2. Musik Tradisional Batak Toba ... 14

3. Aspek-Aspek Musik ... 18

C. Pengaruh Musik Tradisional Batak Toba Terhadap Mood ... 20

E. Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 27

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28

1. Variabel Tergantung : Mood ... 28

2. Variabel Bebas : Musik Tradisional Batak Toba ... 29

3. Kontrol ... 29

C. Teknik Kontrol ... 30

D. Desain Eksperimen ... 31

E. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 31

1. Populasi dan Sampel ... 31

2. Metode Pengambilan Sampel ... 32

3. Jumlah Sampel ... 32

F. Metode Pengumpulan Data ... 33

G. Validitas, Uji Daya Beda, dan Reliabilitas Alat Ukur ... 35

1. Validitas Alat Ukur ... 35

2. Uji Daya Beda Aitem ... 36

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 37

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38


(11)

11

2. Uji Daya Beda Aitem ... 38

3. Uji Reliabilitas ... 39

I. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen ... 39

1. Persiapan Eksperimen ... 39

2. Pelaksanaan Eksperimen ... 40

3. Pengolahan Data ... 42

J. Metode Analisis Data ... 42

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Analisis Data ... 43

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 43

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Suku Bangsa ... 43

2. Hasil Penelitian... 46

a. Hasil Uji Asumsi Data Penelitian ... 46

b. Hasil Uji Hipotesa Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan... 59

B. Saran ... 60

1. Saran Praktis ... 60

2. Saran Metodologis ... 60


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skema Rancangan Penelitian ... 31

Tabel 2 Cetak Biru Skala PANAS ... 35

Tabel 3 Gambaran Subjek pada Kelompok Kontrol ... 44

Tabel 4 Gambaran Subjek pada Kelompok Eksperimen Gondang Sabangunan ... 45

Tabel 5 Gambaran Subjek pada Kelompok Eksperimen Gondang Hasapi 46 Tabel 6 Hasil Uji Normalitas ... 47

Tabel 7 Hasil Uji Homogenitas ... 48

Tabel 8 ANOVA Afek Positif ... 49

Tabel 9 ANOVA Afek Negatif ... 49

Tabel 10 Uji Post Hoc Afek Positif ... 50

Tabel 11 Uji Wilcoxon Signed-Rank Afek Positif G. Sabangunan ... 51

Tabel 12 Uji Wilcoxon Signed-Rank Afek Negatif G.Sabangunan ... 52

Tabel 13 Uji Wilcoxon Signed-Rank Afek Positif G.Hasapi ... 53


(13)

13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Modul I Pretest ...68

Modul II Posttest ...70

Lampiran 2 Lembar Skala PANAS ...73

Lampiran 3 Lembar Informed Consent ...75

Lampiran 4 Gain Score ...77

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas ...80

Lampiran 6 Hasil Uji Daya Beda Aitem ...82

Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas ...85

Lampiran 8 Hasil Uji Homogenitas ...87


(14)

Pengaruh Musik Tradisional Batak Toba Terhadap Mood

Maria Siagiandan Rika Eliana Barus

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap mood. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 85 orang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015, menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana. Sampel terbagi ke dalam tiga kelompok melalui metode random assignment : kelompok eksperimen gondang sabangunan sebanyak 29 orang, kelompok eksperimen

gondang hasapi sebanyak 31 orang, dan kelompok kontrol sebanyak 25 orang. Kelompok eksperimen gondang sabangunan mendapat perlakuan musik gondang sabangunan, sedangkan kelompok eksperimen gondang hasapi mendapat perlakuan musik gondang hasapi.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi skala

Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Zevon dan Watson, (1982) serta Watson dan Tellegen (1985). Data penelitian dianalisis menggunakan analisis varians (ANOVA) dan uji Wilcoxon Signed-Rank. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh hasil bahwa musik tradisional Batak Toba tidak berpengaruh secara signifikan pada afek negatif mood. Ansambel gondang sabangunan menaikkan afek positif dan afek negatif mood, sedangkan ansambel gondang hasapi menurunkan afek positif namun menaikkan afek negatif mood.

Kata kunci : Musik tradisional Batak Toba, Gondang Sabangunan, Gondang Hasapi, Afek Positif, Afek Negatif, Mood.


(15)

5

The Effect of Batak Toba’s Traditional Music of Mood

Maria Siagianand Rika Eliana Barus

ABSTRACT

The purpose of this study is to investigate the effect of Batak Toba’s traditional music of mood. The number of samples in this study were 85 people from Faculty of Psychology University of North Sumatera, academic year 2014/2015, which was collected using simple random sampling technique. They were divided into three groups by random assignment method: a “gondang sabangunan” experimental group of 29 people, a ―gondang hasapi” experimental group of 31 people, and a control group of 25 people. Both the experimental group were given the instrumental of ―Hata Sopisik” that played by ‖gondang

sabangunan” ansamble version as well as ―gondang hasapi”ansamble. ―Gondang

sabangunan” experimental group was listened the ansamble of gondang sabangunan version whereas ―gondang hasapi”experimental group was listened the ansamble of gondang hasapi version, while the control group was listened any kind of ansamble.

Measuring instrument used in this study is the adaptation version of Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS) by Zevon and Watson (1982) & Watson and Tellegen (1985). The research’s data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and Wilcoxon Signed-Rank test. The finding suggests Batak Toba’s traditional music has non-significant results of negative affect’s mood. Gondang sabangunan ansamble increases the positive affect and negative of mood, whereas gondang hasapi ansamble decreases the positive affect, however, increases the negative affect of mood.

Keywords : Batak Toba’s traditional music, Gondang Sabangunan, Gondang Hasapi, Positive Affect, Negative Affect, Mood.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mood merupakan salah satu aspek psikologis yang termasuk dalam afek yang dialami manusia. Afek adalah perasaan yang dialami seseorang, yang di dalamnya terdapat aspek mood dan emosi (Pautz, 2010). Lebih lanjut, Pautz (2010) menjelaskan bahwa emosi adalah reaksi terhadap objek emosi (kejadian/orang), sedangkan mood tidak memiliki objek tertentu. Emosi terjadi sebagai akibat dari suatu rangkaian kejadian yang terjadi pada konteks tertentu (Davine dkk, 2010). Ia mengungkapkan bahwa emosi dapat berubah menjadi

mood apabila kehilangan objek yang memunculkan emosi dan bertahan dalam waktu yang lebih lama (jam atau hari), begitupun sebaliknya, mood dapat berubah menjadi emosi apabila memiliki objek emosi dan memiliki kecenderungan untuk memunculkan perilaku dalam waktu yang singkat. Pautz (2010) berpendapat bahwa emosi bersifat action oriented, sedangkan mood bersifat kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa emosi dapat mengarahkan pada perilaku tertentu, sedangkan

mood akan memicu seseorang untuk berpikir atau merenung sejenak.

Mood merupakan kondisi yang memiliki afek positif dan afek negatif (Zevon dan Tellegen, 1982 serta Watson dan Tellegen, 1985). Afek positif mengarah kepada keadaan yang bersemangat atau aktif, sedangkan afek negatif mengarah pada ketegangan atau distres personal (Ekkekakis, 2012). Huelsman dan Nemanick (2003) menjelaskan bahwa afek positif yang tinggi


(17)

15

menggambarkan antusias dan kegembiraan, sedangkan afek negatif yang tinggi menggambarkan distres dan mudah merasa terganggu.

Mood seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti situasi yang mengelilinginya, pola pikir dalam menginterpretasi situasi yang mengelilinginya, sensasi internal tubuh, reaksi perilaku, serta lingkungan sosial (Devine et al, 2010). Djohan (2010) menyatakan bahwa kapanpun dan dimanapun seseorang dapat mengalami pengalaman musikal. Misalnya lagu yang diputar di kafe membangkitkan mood tertentu pelanggan. Dengan demikian, musik sebagai salah satu komponen situasi yaitu hal yang mengelilingi individu pada waktu tertentu.

Walaupun aspek mood tidak begitu banyak digunakan untuk penelitian musik, namun beberapa peneliti menunjukkan bahwa musik dapat mempengaruhi

mood (Hu, 2010). Seperti penelitian Kramer (dalam Murrock, 2005) menunjukkan bahwa bunyi-bunyian yang menyusun musik dapat mempengaruhi mood. Selain itu, Ganser dan Huda (2010) dalam Music’s Effect on Mood and Helping

Behavior menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi mood seseorang yang mengarah pada kecenderungan perilaku menolong orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik dengan tempo

upbeat dan populer serta berisikan lirik prososial meningkatkan mood positif; sedangkan musik dengan tempo cepat dan berulang serta berisikan lirik antisosial meningkatkan mood negatif; namun keadaan tanpa musik menurunkan mood

positif dan mood negatif. Dalam penelitian ini, mood yang dibangkitkan musik tidak terbukti mempengaruhi perilaku menolong. Namun Greitemer (dalam Ganser dan Huda, 2010) menyatakan bahwa partisipan yang diperdengarkan


(18)

musik dengan lirik prososial mendonasikan uang lebih banyak dibandingkan partisipan yang diperdengarkkan musik dengan lirik yang netral.

Musik menjadi hal yang menarik dibahas dikarenakan kekuatannya dalam mempengaruhi manusia, sehingga penelitian-penelitian terhadap musik berkembang dan berlanjut. Djohan (2009) dalam Psikologi Musik

mengungkapkan bahwa musik berpengaruh pada kehidupan, yaitu ketika diperdengarkan, dimainkan, ditampilkan, bahkan pada saat dipelajari secara ilmiah. Tidak hanya pada masa modern ini, pengaruh musik terhadap keadaan seseorang juga sudah ditunjukkan pada zaman dahulu oleh suku Ibrani kuno seperti yang terjadi pada Raja Saul yang tertulis di Alkitab :

―Dan setiap kali apabila roh yang daripada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur daripadanya.‖ (Kitab 1 Samuel Pasal 16 Ayat 23).

Diceritakan pada kitab ini bahwa Raja Saul diganggu oleh roh jahat karena Roh Tuhan tidak lagi berdiam padanya. Kemudian hamba-hamba Saul menyarankan agar ketika roh jahat itu menghinggapi Saul, Saul sebaiknya mendengarkan permainan kecapi supaya ia merasa nyaman. Lalu Daud diutus untuk bermain kecapi pada saat roh jahat hinggap pada Raja Saul, kemudian roh jahat undur dari Raja Saul. Hal ini menunjukkan bahwa musik tradisional diyakini memiliki pengaruh pada keadaan mental seseorang.

Musik tradisional sebagai alat yang digunakan untuk memberi gambaran orang dalam kelompok tertentu dan cara mereka hidup (Merriam, 1964). Bahari (2008) berpendapat bahwa musik merupakan ungkapan keindahan suatu kelompok tertentu yang sesuai dengan pandangan, aspirasi, kebutuhan, dan gagasan


(19)

17

kelompok tersebut. Merriam (dalam Djohan, 2010) mengklasifikasikan sepuluh fungsi musik tradisional dalam masyarakat, yaitu sebagai (1) respons fisik, (2) sarana komunikasi, (3) ekspresi emosi, (4) representasi simbolik, (5) penguatan konformitas terhadap norma sosial, (6) validasi instituisi sosial dan ritual keagamaan, (7) kontribusi terhadap kontinuitas dan stabilitas budaya, (8) kontribusi terhadap integrasi masyarakat, (9) kesenangan terhadap keindahan, dan (10) hiburan.

Demikian halnya di Sumatera Utara yang memiliki keragaman suku, tentu saja memiliki keragaman budaya yang khas satu dengan yang lainnya. Menurut data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumatera Utara (2010) menyebutkan bahwa penduduk asli Sumatera Utara adalah suku Melayu, Batak Karo, Batak Toba, Simalungun, Dairi/Fak-fak, Mandailing, Pesisir, dan Nias. Di dalam menjaga kelestarian budaya, Suku Batak Toba memiliki rasa kewajiban untuk mempertahankan kebudayaannya di dalam kehidupan sehari-hari hingga sekarang sebagai bentuk ketaatan terhadap adat istiadat yang berlaku (Panggabean, 2008). Demikian pula halnya dengan menjaga kelestarian musik tradisional, suku Batak Toba berusaha melestarikannya melalui kegiatan-kegiatan adat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan musik tradisional di setiap acara, seperti pernikahan dan kematian. Musik tradisional, baik instrumen musik maupun lagu, tetap dipakai di setiap ulaon adat, meskipun lagu pop dan intrumen modern juga terkadang dimainkan pada ulaon adat


(20)

Musik tradisional Batak Toba dikenal dengan sebutan gondang. Gondang berarti seperangkat alat musik, ensambel musik, dan komposisi lagu (Pasaribu dalam Irfan, 2004). Berdasarkan pengertian ansambel, gondang dibagi atas dua bagian, yaitu gondang sabangunan dan uning-uningan yang kemudian lebih dikenal dengan gondang hasapi (Simangungsong, 2013). Purba (2002) menyatakan bahwa gondang sabangunan digunakan pada saat masa tanam, perayaan masa panen raya, ritus penyembuhan penyakit, atau hal-hal yang bersifat pesta adat (ulaon adat); sedangkan gondang hasapi disajikan pada acara-acara yang bersifat hiburan, misalnya pada opera Batak (Simon, 1985). Hal ini sejalan dengan pendapat Merriam (dalam Djohan, 2010) bahwa musik gondang sabangunan dan gondang hasapi berfungsi sebagai sarana komunikasi suku Batak terhadap Sang Pencipta, ekspresi komunikasi, ritual keagamaan, kontribusi terhadap kesatuan masyarakat Batak Toba dan hiburan.

Pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap pendengarnya, baik secara afektif, kognitif, perilaku tidak begitu banyak diteliti. Walaupun Simon (1985) menyatakan bahwa ogung dalam gondang sabangunan memiliki suara yang cukup keras yang mampu menimbulkan mekanisme psikomotorik dan akhirnya orang-orang yang mendengar merespon untuk berpesta bersama. Panisioan (2012) juga menyatakan bahwa gondang hasapi digunakan untuk hiburan yang menggeliatkan alunan musik dan mempertontonkan lelucon untuk menghibur masyarakat. Tetapi bukti ini tidak cukup kuat untuk menunjukkan pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap keadaan manusia, sehingga


(21)

19

diperlukan penelitian-penelitian terhadap aspek psikologis yang dipengaruhi setelah mendengarkan musik tradisional Batak Toba.

Atas pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap aspek mood. Peneliti tertarik meneliti aspek mood

untuk melihat pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap afek positif dan afek negatif mood pendengar. Selain itu, aspek mood tidak banyak diteliti untuk melihat pengaruh musik terhadap aspek psikologis seperti yang diungkapkan oleh Hu (2010) sehingga penelitian ini akan memperkaya penelitian pengaruh musik terhadap mood. Aspek mood juga dipilih karena perubahan pada afek positif maupun afek negatif mood mengubah aktivitas kognitif seseorang yang kemudian mengarah kepada emosi yang akan dimunculkan (actions oriented). Sedangkan musik tradisional Batak Toba dipilih karena peneliti berada di Sumatera Utara sehingga untuk mendapatkan lagu musik tradisional Batak Toba lebih terjangkau. Peneliti yang berasal dari suku Batak Toba juga beranggapan bahwa penelitian ini penting dilakukan agar musik tradisional Batak Toba dapat dilestarikan dan tidak hilang, dan juga hasil penelitian dapat diaplikasikan dengan efektif dan efisien dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menjadi pelengkap/sarana suatu kegiatan (rumah makan, spa, acara-acara tertentu).

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu dengan memberikan perlakuan musik tradisional Batak Toba dan kemudian dilihat pengaruh musik terhadap afek positif dan afek negatif mood. Penelitian ini juga merupakan penelitian awal mengenai pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap mood,


(22)

sehingga tidak begitu banyak data yang dapat dijadikan sebagai referensi penelitian.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Musik dapat mempengaruhi mood seseorang, baik afek positif maupun afek negatif mood tersebut. Peneliti berkesimpulan bahwa musik ansambel

gondang Batak Toba juga mempengaruhi perubahan mood pendengar, baik afek positif maupun afek negatif mood. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah musik ansambel Batak Toba mempengaruhi afek positif mood

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

2. Apakah musik ansambel Batak Tobamempengaruhi afek negatif mood

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3. Apakah terdapat perbedaan afek positif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang sabangunan.

4. Apakah terdapat perbedaan afek negatif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang sabangunan.

5. Apakah terdapat perbedaan afek positif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang hasapi.

6. Apakah terdapat perbedaan afek negatif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang hasapi.


(23)

21

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh musik tradisional Batak Toba yaitu ansambel gondang sabangunan dan gondang hasapi terhadap afek positif dan afek negatif mood pendengar.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik dan bersifat teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan pengetahuan terhadap ilmu Psikologi, yaitu Applied Psychology

dalam mengembangkan ilmu di bidang tersebut.

b. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi para pemerhati kebudayaan dalam mempelajari budaya Batak Toba. 2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan memberi pemahaman bagi pembaca pengaruh musik tradisional Batak Toba terhadap mood setelah mendengarkan musik tradisional Batak Toba, yaitu ansambel

gondang sabangunan dan gondang hasapi. E. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(24)

BAB II : Landasan Teori

Berisi tinjuan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat dasar teori tentang

mood dan musik tradisional Batak Toba. BAB III : Metode Penelitian

Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi, dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, serta metode analisis data penelitian.

BAB IV : Pembahasan dan Hasil Penelitian

Bab ini terdiri dari uraian mengenai gambaran subjek penelitian berdasarkan penggolongan suku bangsa, hasil penelitian utama, serta pembahasan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang mencakup hasil analisis dan intepretasi data penelitian dan saran berupa saran metodologis untuk penelitian selanjutnya dan saran praktis bagi siapapun yang tertarik melanjutkan penelitian.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. MOOD

1. Definisi Mood

Zevon, Tellegen, dan Watson (dalam Ekkekakis, 2012) menyatakan mood

sebagai keadaan keterbangkitan (arousal) yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi affective valence atau activation dan dimensi engagement. Zevon, Tellegen, dan Watson (dalam Ekkekakis, 2012) mengungkapkan bahwa kedua dimensi ini bersumber dari faktor analisis data self-report inter dan intraindividual. Namun Ekkekakis (2012) menyebutkan bahwa kebanyakan aitem-aitem pada faktor analisis tidak menggambarkan valence dan activation yang murni, namun malah menggambarkan campuran dari kedua dimensi tersebut. Ia menjelaskan bahwa dengan mengikuti rotasi varimax, satu sumbu diperpanjang dari high-activation pleasant affect (gembira, antusias, tertarik) menuju low-activation affect (mengantuk, bosan), sehingga dinamakanlah dimensi ini dimensi afek positif (PA). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sumbu lainnya diperpanjang dari high-activation unpleasant affect (distres, gugup, gelisah) menuju low-activation unpleasant affect (tenang, rileks), sehingga dinamakanlah dimensi ini dimensi afek negatif (NA). Zevon, Tellegen, dan Watson (dalam Huelsman dan Nemanick, 2003) menjelaskan bahwa afek positif yang tinggi menggambarkan antusias dan kegembiraan, sedangkan afek negatif yang tinggi menggambarkan distres dan mudah terganggu.


(26)

Zevon dan Tellegen (dalam Ekkekakis, 2012) menyatakan bahwa mood

secara deskriptif bipolar namun secara afektif adalah unipolar. Hal ini berarti

mood memiliki dimensi keterbangkitan (arousal) yang bipolar, individu merasakan keadaan yang menyenangkan atau keadaan yang tidak menyenangkan; namun bukan berarti apabila individu merasakan keadaan yang menyenangkan berarti tidak mengalami keadaan yang tidak menyenangkan. Individu tetap merasakan keadaan yang tidak menyenangkan, hanya saja kadarnya lebih rendah dibandingkan keadaan yang menyenangkan. Hal inilah yang disebut dengan unipolar secara afektif. Dengan pemaparan ini, Zevon, Tellegen, dan Watson (dalam Ekkekakis, 2012) berpendapat bahwa kata-kata sifat yang menggambarkan

mood tidak mengandung arti yang berlawanan.

2. Dimensi Mood

Zevon, Tellegen, dan Watson (dalam Ekkekakis, 2012) membagi mood atas dua dimensi yaitu afek positif (PA) dan afek negatif (NA).

a. Afek Positif (PA)

Dimensi afek positif adalalah dimensi yang menggambarkan tingkatan seseorang bersemangat atau aktif yang akan mengarah kepada mood

positif (Ekkekakis, 2012). Watson dkk (dalam Ekkekakis, 2012) menyatakan bahwa afek positif (PA) merupakan dimensi mood yang menggambarkan antusias, aktif, dan waspada. Huelsman dan Nemanick (2003) menjelaskan bahwa afek positif yang tinggi menggambarkan antusias dan kegembiraan. Ekkekakis (2012) menjelaskan bahwa tingginya skor afek positif menggambarkan energi yang tinggi, konsentrasi penuh,


(27)

26

dan keadaan yang menyenangkan; sedangkan rendahnya skor afek positif menggambarkan kesedihan dan kelesuan.

b. Afek Negatif (NA)

Dimensi afek negatif menggambarkan distres subjektif dan sesuatu yang tidak menyenangkan yang akan mengarah pada mood negatif (Ekkekakis, 2012). Dimensi afek negatif (negative affect) menggambarkan distres subjektif dan keadaan yang tidak menyenangkan (Watson dkk, dalam Ekkekakis, 2012). Skor dimensi afek negatif yang tinggi menandakan keadaan aversif seperti marah, takut, atau merasa bersalah; sedangkan skor afek negatif yang rendah menggambarkan ketenangan dan ketentraman (Ekkekakis, 2012).

Zevon dan Tellegen (dalam Ekkekakis, 2012) mengungkapkan bahwa dimensi afek positif dan afek negatif mood sebagian besar tidak saling tergantung satu sama lain, sehingga menamakan afek positif dan afek negatif menjadi aktivasi positif dan aktivasi negatif. Crawford dan Henry (2004) menyatakan bahwa afek positif dan afek negatif menggambarkan dimensi disposisional (kecenderungan) dan lebih baik bila disebut sebagai aktivasi positif dan aktivasi negatif dibandingkan hanya afek positif atau afek negatif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mood

Devine et al (2010) mengemukakan komponen STORC (situation, thougts, organ/physical/bodily, response, reaction) sebagai komponen yang dapat mempengaruhi mood.


(28)

Situation merujuk pada orang, tempat, dan hal-hal yang mengelilingi individu pada titik tertentu dalam waktu tertentu yang dapat menimbulkan afek positif atau afek negatif dalam mood. Misalnya berada terlalu lama pada tempat yang bising cenderung memunculkan afek negatif mood. Pengalaman musikal yang dapat dialami seseorang kapanpun dimanapun juga termasuk dalam faktor situation yang dapat mempengaruhi mood

seseorang. Misalnya ketika mendengarkan musik tertentu di toko memunculkan mood tertentu seseorang.

b. Thought Pattern (Cognitive Component)

Interpretasi individu sebagai pemahaman terhadap situasi yang mengelilinginya akan mempengaruhi afek yang muncul. Pemikiran atau interpretasi yang berbeda akan memunculkan afek yang berbeda pula. c. Organ Experience (Physical or Bodily Component)

Apa yang terjadi di dalam tubuh seseorang berpengaruh pada afek yang dirasakannya. Afek yang muncul merupakan respons langsung terhadap sensasi internal tubuh tersebut.

d. Response Patterns (Behavioral Component)

Pola respon artinya cara individu merespon situasi, pola pikir, dan rangsangan tubuh. Reaksi perilaku yang berbeda akan menghasilkan afek yang berbeda pula. Misalnya pada situasi yang ramai, afek individu yang satu adalah senang sedangkan afek individu yang lain adalah tertekan. e. Consequences (Environtmental Reactions)


(29)

28

Situasi/lingkungan sosial individu akan memberi reaksi terhadap cara merespon/perilaku individu. Konsekuensi terhadap cara merespon ini mempengaruhi afek individu. Misalnya lingkungan yang kurang memberikan penguatan positif cenderung menimbulkan afek negatif mood.

B. MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA 1. Definisi Musik

Musik adalah hasil karya seni berupa bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui elemen-elemen musik (Jamalus, 1988). Djohan (2005) juga mengungkapkan musik adalah suara-suara terorganisir yang dirangkai dengan menggunakan elemen-elemen musik.

2. Musik Tradisional Batak Toba

Musik tradisional Batak Toba adalah musik yang berasal dari suku Batak Toba yang mengekpresikan keragaman bahasa, agama, kondisi geografi, sosial, sistem ekonomi, nilai, keyakinan, dan pandangan hidup suku Batak Toba, kemudian diwujudkan dalam karakteristik instrumen, performansi, melodi, dan pola irama masing-masing (Kamien; dalam Siregar, 2008). Walker (dalam Djohan, 2005) berpendapat bahwa musik pada setiap budaya bergantung pada lingkungan, teknologi, pola pikir, serta keunikan-keunikan lainnya yang hanya ada pada budaya tersebut.

Merriam (dalam Djohan, 2010) mengklasifikasikan sepuluh fungsi musik tradisional pada budaya tertentu, yaitu (1) respons fisik, (2) sarana komunikasi, (3) ekspresi emosi, (4) representasi simbolik, (5) penguatan konformtas terhadap


(30)

norma sosial, (6) validasi instituisi sosial dan ritual keagamaan, (7) kontribusi terhadap kontinuitas dan stabilitas budaya, (8) kontribusi terhadap integrasi masyarakat, (9) kesenangan terhadap keindahan, dan (10) hiburan.

Musik tradisional suku Batak Toba disebut gondang, yang berarti seperangkat alat musik, ensambel musik, dan komposisi lagu (Irfan, 2004). Berdasarkan pengertian ensambel, gondang dalam suku Batak Toba dibagi atas dua jenis, yaitu

gondang sabangunan dan gondang hasapi (Simangungsong, 2013). Dalimunthe (2012) membedakan gondang sabangunan dan gondang hasapi berdasarkan pola permainan. Gondang sabangunan membawa pola ritmis, sedangkan gondang hasapi membawa pola melodi.

a. Gondang Sabangunan

Sebutan lain untuk gondang sabangunan ialah parhohas na ualu atau perkakas delapan (Irfan, 2004). Menurut keyakinan suku Batak Toba, apabila

gondang sabangunan dimainkan maka suaranya akan terdengar sampai ke langit dan semua penari mengikuti gondang tersebut akan melompat seperti kesurupan (na tondol di tano). Purba (2002) menyatakan bahwa gondang sabangunan merupakan praktik kultural dari leluhur suku Batak Toba untuk mengiringi permohonan berkat kepada dewa melalui pemberian sesajian, doa, dan pelaksanaan upacara.

Gondang sabangunan memiliki delapan alat musik di dalamnya (Simangungsong, 2005), yaitu :


(31)

30

Sarune bolon merupakan alat musik aerofon (ditiup) oleh pemain. Sarune bolon berasal dari batang kayu mahoni panjang yang berbentuk kon berukuran 60-70cm dan terdapat lima lubang jari di bagian depan serta satu lubang jari di bagian belakang batang. Sarune bolon memainkan melodi gondang.

a.2. Taganing.

Taganing atau tataganing terdiri dari lima drum yang disusun dalam satu baris pada satu rangka kayu, dengan drum yang paling kecil berada di bagian kiri hingga drum paling besar di bagian kanan. Taganing terbuat dari kayu seperti hau ni pinasa (Artocarpus integer), hau ingul (Cedrella toona), dan hau joring (Phite colobium) (Purba, dalam Simangungsong, 2005). Drum tersebut memiliki kulit di bagian atas untuk ditabuh yang terbuat dari kulit kerbau, kulit kambing, atau kulit lembu dengan ukuran 35-50cm dan panjang 17-22cm. Kelima drum ini dipukul oleh satu orang dengan menggunakan pemukul kayu yaitu palu-palu. Taganing

memainkan melodi dan/atau irama. Jika memainkan melodi/pola irama, maka tangan kanan pemain memainkan melodi sedangkan tangan kiri memainkan pola irama.

a.3. Gordang.

Gordang ialah drum yang mempunyai bentuk yang sama dengan

taganing namun berukuran lebih besar dengan panjang 100-110cm dan lebar 23-27cm. Gordang memainkan pola irama.


(32)

Ogung yang digunakan dalam gondang sabangunan adalah empat buah

ogung (ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung doal).

Ogung oloan dan ogung ihutan memiliki ukuran lebih besar dan lebih panjang sekitar 40-50cm, sedangkan ogung panggora dan ogung doal

berukuran 30-37cm. Keempat ogung dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul yang berbalut dan dimainkan satu orang, namun terkadang ogung oloan dan ogung ihutan dimainkan satu orang. Terdapat tiga cara yang berbeda untuk memainkan keempat ogung. Ogung oloan

dan ogung ihutan digantung tegak pada satu rak kayu dan tidak diredam untuk menghasilkan bunyi bergaung. Ogung panggora boleh digantung atau diletak di atas paha pemain dengan meredam bunyinya. Ogung doal

dipeluk oleh pemain sehingga tidak menghasilkan bunyi bergaung sedikit pun, namun sekarang ogung doal digantung.

a.5. Hesek.

Hesek adalah alat musik idiofon (alat gesek) yang terbuat dari besi atau botol bir kosong kemudian dipalu dengan sebantang besi atau kayu.

Hesek berfungsi sebagai penanda tempo di sepanjang lagu dan dimainkan satu orang.

b. Gondang Hasapi

Sebelum dikenal dengan sebutan gondang hasapi, gondang ini disebut

uning-uningan (Irfan, 2004). Gondang hasapi disajikan pada saat acara-acara yang bersifat hiburan, misalnya opera Batak (Simon, 1985). Simon (1985) menguraikan alat musik yang dipakai dalam gondang hasapi, yaitu :


(33)

32

b.1. Sarune na metmet/etek (oboe)

Sarune etek termasuk kelompok aerofon (ditiup) oleh pemain yang ukurannya lebih kecil dari sarune bolon.

b.2. Sulim

Sulim dimainkan dengan cara ditiup yang terbuat dari bambu seperti suling atau seruling. Sulim memiliki enam lubang nada yang jarak antas satu lubang berdasarkan pengukuran-pengukuran tradisional. Sulim

berfungsi sebagai pembawa melodi. b.3. Dua hasapi.

Hasapi adalah alat musik dawai/senar, yang dapat disebut kecapi Batak. b.4. Garantung.

Garantung merupakan klasifikasi alat musik xylofon (suara berasal dari kayu) yang terdiri dari lima bilah kayu bernada (Naiborhu, 2006).

b.5. Hesek

Sudah dijelaskan sebelumnya.

3. Aspek-aspek Musik

Musik adalah bunyi yang diorganisir ke dalam pola irama yang berhubungan dengan pitch ke dalam melodi dan harmoni (Djohan, 2010). Suara yang terorganisir menimbulkan respons pada manusia. Berikut empat elemen dasar pembentuk musik menurut Djohan (2010) :

a. Pitch

Tinggi atau rendahnya bunyi yang didengar manusia dan bersifat relatif (Kamien, 2004). Tinggi rendahnya bunyi tersebut tergantung dari


(34)

frekuensi getaran bunyi yang dihantar oleh udara. Semakin cepat getaran bunyi maka pitch yang dihasilkan semakin tinggi. Bunyi yang memiliki

pitch yang tetap disebut dengan nada. Apabila nada-nada disusun sedemikian rupa secara vertikal akan menjadi rangkaian melodi. Bila disusun secara horizontal, simultan, dan dibunyikan bersamaan akan membentuk harmoni.

b. Timbre

Walaupun sulit mendefinisikan timbre, namun timbre diartikan sebagai warna suara yang berasal dari sumber suara. Suara yang didengar dari sumber suara tersebut diterima oleh indera pendengaran dan sistem auditori manusia melabel suara tersebut yang diasosiasikan dengan karakteristik gelombang tertentu. Kamien (2004) menyatakan bahwa

timbre lembut biasanya pada lagu-lagu tentang kesedihan. c. Dinamika

Dinamika adalah elemen musik yang berhubungan dengan tingkat kekerasan bunyi. Dinamika mengarahkan pada suara yang dihasilkan. Tanda-tanda dinamika yang umum digunakan adalah pianissiomo (sangat lembut), piano (lembut), mezzo-piano (agak lembut), mezzo-forte (agak nyaring), forte (nyaring), dan fortissimo (sangat nyaring).

d. Irama

Irama menunjukkan aliran musik (Kamien, 2004). Djohan (2010) mendefinisikan irama sebagai pola gerakan dalam hitungan waktu. Secara luas, irama meliputi semua aspek gerakan musik dalam hitungan waktu,


(35)

34

sedangkan secara sempit, irama berhubungan dengan pitch dan tempo sehingga irama memiliki pola tertentu. Kamien (2004) mengelompokkan

beat, meter, accent, syncopator dan tempo ke dalam irama. Tempo yang cepat memberikan energi, dorongan, sedangkan tempo yang lambat mengarahkan pada rasa khidmat, tenang.

C. PENGARUH MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA TERHADAP MOOD

Mood merupakan salah satu aspek psikologis yang termasuk dalam afek yang dialami manusia selain emosi. Mood merupakan kondisi keterbangkitan (arousal) yang dialami manusia yang diukur dalam afek positif dan afek negatif.

Mood merupakan kondisi keterbangkitan yang memiliki penyebab yang sulit diidentifikasi sehingga sulit mengetahui dengan pasti penyebab munculnya mood

tertentu, bertahan dalam jangka waktu yang lama, baik berjam-jam bahkan berhari-hari, dan bersifat kognitif artinya mood mempengaruhi aktivitas kognitif seseorang yang kemudian akan mengarahkannya pada pembentukan eskpresi emosi.

Mood memiliki dua dimensi di dalamnya, yaitu dimensi afek positif yang dikenal sebagai aktivasi positif (PA) dan dimensi afek negatif ataupun aktivasi negatif (NA). Watson dkk (1988) mengonstruksi dua puluh aitem yang berupa kata sifat yang menggambar afek positif dan afek negatif ke dalam alat ukur mood

yaitu PANAS (Positive Affect and Negative Affect Schedule). PANAS memiliki intruksi waktu yang dapat dipilih oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan


(36)

penelitian, yaitu ―pada saat ini‖, ―hari ini‖, ―beberapa hari yang lalu‖, ―beberapa minggu yang lalu‖, ―tahun lalu‖, dan ―secara umum‖ (Gatari, 2008).

Devine dkk (2010) mengungkapkan bahwa afek positif dan afek negatif

mood dapat dipengaruhi oleh komponen STORC, yaitu situation, thought pattern, physical response, response pattern, dan environtmental reactions. Komponen-komponen ini saling berhubungan dan mempengaruhi afek yang muncul. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan untuk mempengaruhi mood adalah musik. Musik adalah suara-suara yang terorganisir yang dirangkai dengan menggunakan elemen-elemen musik yaitu pitch, timbre, dinamika, dan irama (Djohan, 2010). Suara yang terorganisir ini menimbulkan respons pada manusia apabila diperdengarkan. Lebih lanjut, Djohan (2010) menyimpulkan bahwa setiap manusia mengalami pengalaman musikal kapanpun dimanapun. Dapat disimpulkan bahwa musik sebagai komponen situation yaitu hal yang mengelilingi individu pada waktu tertentu.

Musik yang digunakan pada penelitian ini adalah musik tradisional Batak Toba yaitu ansambel gondang sabangunan dan gondang hasapi. Tentu saja musik tradisional Batak Toba tidak lepas dari elemen-elemen musik yang menyusunnya, yaitu pitch, timbre, dan dinamika. Elemen-elemen musik yang terdapat dalam

gondang sabangunan dan gondang hasapi mempengaruhi komponen STORC yang diungkapkan oleh Devine dkk (2010) yang akan mempengaruhi afek positif maupun afek negatif mood. Hal ini didukung oleh pendapat Kramer (dalam Murrock, 2005) bahwa musik mempengaruhi afek positif maupun afek negatif


(37)

36

Gondang sabangunan dan gondang hasapi memiliki perbedaan, baik bunyi-bunyian yang berasal dari instrumen musik yang ada di dalamnya yang mengarah pada perbedaan pola permainan musik keduanya juga penggunaan

gondang dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Gondang sabangunan

biasanya dimainkan untuk mengiringi pesta masa tanam, perayaan masa panen raya, ritus penyembuhan penyakit, dan hal-hal yang bersifat pesta adat (ulaon adat) (Purba, 2002). Gondang hasapi biasanya disajikan pada acara-acara yang bersifat hiburan untuk masyarakat, misalnya opera Batak (Simon, 1985). Dogiel (dalam Merriam, 1964) berpendapat bahwa budaya memberi respons secara fisiologis terhadap musik/suara yang sama dengan cara-cara tertentu, tergantung pada makna budaya tersebut.

Bunyi-bunyian pada gondang sabangunan berasal dari sarunei bolon, ogung, drum taganing, hesek dan bass drum gordang. Sebagian besar instrumen musik pada gondang sabangunan adalah dipukul/ditabuh, yaitu instrumen

taganing, gordang, dan ogung. Menurut Smith & Noon (dalam Murrock, 2005) bahwa musik yang terdiri dari sebagian besar instrumen perkusi (dimainkan dengan cara dipukul, digosok, atau diadu) berhubungan dengan perasaan gelisah, membangkitkan energi, dan meningkatkan kekuatan. Hal ini berhubungan dengan afek positif mood yang dihasilkan dari gondang sabangunan.

Instrumen-intrumen gondang sabangunan membawa pola ritmis (Dalimunthe, 2012). Irama yang dihasilkan adalah irama yang yang mampu mendorong orang lain untuk berpesta bersama (Simon, 1985). Hal ini berarti


(38)

tempo yang termasuk dalam irama harus cepat untuk memberikan energi ataupun dorongan berpesta yang akan menghasilkan afek positif mood (Kamien, 2004).

Jika dikaji dari alat musik yang dimainkan, instrumen ogung pada

gondang sabangunan dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul yang berbalut dan suara yang dihasilkan cukup keras/nyaring (Simon, 1985). Musik yang memiliki dinamika bunyi yang keras/nyaring dan pitch yang tinggi akan diinterpretasikan sebagai sesuatu hal yang menarik perhatian (thought pattern) dan tubuh akan menimbulkan sensasi-sensasi internal tubuh (organ experience). Hal ini didukung oleh Dogiel (dalam Merriam, 1964) bahwa pitch,

intensitas, dan timbre suara musik sebagai sitimulus auditori mempengaruhi aliran darah yang kemudian berpengaruh pada kontraksi jantung dan pernafasan.

Ketika seseorang tertarik pada suatu hal, maka cenderung akan mendekati sumber bunyi tersebut dan melihatnya (response patterns). Simon (1985) menyatakan bahwa suara yang cukup keras itu untuk mengundang orang-orang yang dapat mendengarnya berpesta bersama, misalnya pada perayaan masa panen raya (consequences). Sedangkan gondang hasapi membawa pola melodi (Dalimunthe, 2012). Instrumen-intrumen musik pada gondang hasapi adalah

sarune na metmet/etek, sulim, hasapi, garantung, dan hesek. Sebagian besar instrumen musik pada gondang hasapi adalah ditiup dan digesek. Menurut Strevy (1999, dalam Murrock, 2005) bahwa musik yang terdiri dari instrumen senar dan instrumen yang dimainkan dengan bantuan udara akan mempengaruhi jiwa raga. Jika dikaji dari penggunaan gondang hasapi yang digunakan untuk menghibur


(39)

38

masyarakat maka musik yang dihasilkan adalah musik yang membangkitkan afek positif mood.

Musik yang dipakai untuk menghibur masyarakat akan mempengaruhi

situation yaitu menimbulkan rasa senang/terhibur. Musik yang membangkitkan afek positif dihasilkan dari tempo yang cepat, dinamika yang cukup keras, pitch

yang tinggi, serta irama yang konsisten. Gaston (1951 dalam Murrock, 2005) menyatakan bahwa irama yang konsisten akan memberikan perasaan aman, sedangkan irama yang tidak konsisten menciptakan suasana ketakutan. Elemen-elemen musikal pada gondang hasapi memberikan sensasi-sensasi internal pada tubuh yang akan memberikan reaksi terhibur melalui permainan musik gondang hasapi.

Dari pemaparan diatas, baik melalui elemen-elemen musikal maupun kajian instrumen musik, dapat ditarik kesimpulan bahwa musik tradisional Batak Toba yaitu gondang sabangunan dan gondang hasapi mempengaruhi afek positif dan afek negatif mood. Pengaruh musik tradisional Batak Toba yaitu gondang sabangunan dan gondang hasapi membangkitkan afek positif mood, yaitu senang, terhibur, dan membangkitkan dorongan.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(40)

Ha :

1. ―Ada perbedaan afek positif mood setelah mendengarkan musik

ansambel Batak Toba pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.‖

2. ―Ada perbedaan afek negatif mood setelah mendengarkan musik

ansambel Batak Toba pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.‖

3. ―Ada perbedaan afek positif mood setelah diperdengarkan ansambel

gondang sabangunan.

4. ―Ada perbedaan afek negatif mood setelah diperdengarkan ansambel

gondang sabangunan.

5. ―Ada perbedaan afek positif mood setelah diperdengarkan ansambel

gondang hasapi.

6. ―Ada perbedaan afek negatif mood setelah diperdengarkan ansambel

gondang hasapi.

Ho :

1. ―Tidak ada perbedaan afek positif mood setelah mendengarkan musik ansambel Batak Toba pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.‖

2. ―Tidak ada perbedaan afek negatif mood setelah mendengarkan musik ansambel Batak Toba pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.‖


(41)

40

3. ―Tidak ada perbedaan afek positif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang sabangunan.

4. ―Tidak ada perbedaan afek negatif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang sabangunan.

5. ―Tidak ada perbedaan afek positif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang hasapi.

6. ―Tidak ada perbedaan afek negatif mood setelah diperdengarkan ansambel gondang hasapi.


(42)

penelitian karena menyangkut mengenai cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan dari hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, partisipan penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis (Hadi, 2000).

Penelitian ini merupakan penelitian ekperimen, yaitu penelitian dengan menggunakan prosedur yang terkontrol dengan memberikan setidaknya dua perlakuan yang berbeda kepada partisipan penelitian (Myers dan Hansen, 2006). Perilaku partisipan kemudian diukur dan dibandingkan untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh perlakuan kepada partisipan.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Identifikasi variabel penelitian merupakan suatu langkah dalam penetapan variabel-variabel utama yang menjadi fokus dalam penelitian serta penentuan fungsinya masing-masing (Azwar, 2000). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel Tergantung : afek positif dan afek negatif mood

b. Variabel Bebas : musik tradisional Batak Toba

c. Kontrol : ruang eksperimen, pencahayaan, suhu, volume musik, speaker, dan jarak bangku


(43)

42

B. DEFINISI VARIABEL PENELITIAN 1. Mood

Mood adalah keadaan keterbangkitan (arousal) yang dialami seseorang yang diukur dalam dua dimensi, yaitu afek positif dan afek negatif (Zevon, Tellegen, dan Watson dalm Ekkekakis, 2012). Afek positif digambarkan dalam keadaan yang bersemangat, aktif, antusias, dan gembira; sedangkan afek negatif digambarkan dalam keadaan distres subjektif, mudah terganggu, tidak menyenangkan.

Alat ukur yang digunakan adalah skala Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Zevon dan Tellegen (1982) serta Watson dan Tellegen (1985) yang kemudian diadaptasi dengan menggunakan rancangan back translation. PANAS memiliki dua dimensi, yaitu dimensi afek positif (PA) dan afek negatif (NA) dengan menggunakan skala Likert 1-5 dan terdiri dari 20 aitem.

Pemberian skor pada skala PANAS adalah sebagai berikut skor aitem yang menyatakan afek positif (PA) memiliki rentang dari 10 – 50, dengan skor tertinggi menggambarkan level tertinggi dalam afek positif; sedangkan skor aitem yang menyatakan afek negatif (NA) juga memiliki rentang dari 10-50, dengan skor terendah menggambarkan level terendah dari afek negatif. Skor afek positif yang tinggi menggambarkan energi yang tinggi, konsentrasi penuh, dan keadaan yang menyenangkan; sedangkan rendahnya skor afek positif menggambarkan kesedihan dan kelesuan (Ekkekakis, 2012). Lebih lanjut Ekkekakis (2012) menyatakan bahwa skor afek negatif yang tinggi menandakan keadaan aversif


(44)

seperti marah, takut, atau merasa bersalah; sedangkan skor afek negatif yang rendah menggambarkan ketenangan dan ketentraman.

2. Musik Tradisional Batak Toba

Musik tradisional Batak Toba adalah musik tradisional Batak Toba yang menggunakan instrumen musik Batak Toba tanpa ada perpaduan dengan instrumen musik modern. Musik tradisional Batak Toba yang digunakan adalah

gondang sabangunan dan gondang hasapi. Kedua gondang sama-sama memainkan instrumental lagu Hata Sopisik dengan alasan bahwa lagu Hata Sopisik karya Tilhang Gultom produksi Artopitao Group dalam bentuk disc. Musik tradisional Batak Toba diputar dengan menggunakan aplikasi Windows Media Player. Musik ansambel gondang sabangunan diberikan kepada kelompok eksperimen 1 (kelompok gondang sabangunan) selama 359 detik (5 menit 59 detik), musik ansambel gondang hasapi diberikan kepada kelompok eksperimen 2 (kelompok gondang hasapi) selama 256 detik ( 4 menit 16 detik), sedangkan kelompok kontrol tidak menerima perlakuan musik.

3. Kontrol

Menurut Devine et al (2010), hal-hal yang dapat mempengaruhi mood adalah

situation (hal-hal yang mengelilingi individu pada titik tertentu dalam waktu tertentu), komponen kognitif, komponen fisik, komponen perilaku, dan lingkungan sosial. Hal-hal tersebut harus dikontrol agar hasil eksperimen tidak bias. Namun, tidak semua faktor-faktor tersebut dapat dikontrol sehingga randomisasi digunakan. Randomisasi berarti setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih (Myers dan Hansen, 2006). Randomisasi


(45)

44

dilakukan pada faktor kognitif, faktor fisik, faktor perilaku, dan faktor lingkungan sosial; sedangkan untuk faktor situation dikontrol. Faktor situation dalam penelitian ini yang akan dikontrol adalah lingkungan fisik. Dalam penelitian ini, lingkungan fisik yang dimaksud adalah ruang eksperimen, pencahayaan, suhu, volume musik, speaker, dan jarak bangku. Hal-hal tersebutlah yang akan dikontrol guna mengurangi bias terhadap eksperimen.

C. TEKNIK KONTROL

Teknik kontrol yang akan digunakan untuk situation adalah constancy

(Myers dan Hansen, 2006). Ruang eksperimen diberi kondisi yang sama dalam setiap perlakuan, yaitu ruangan yang sama, suhu ruang yang sama, pencahayaan yang sama, dan jarak tempat duduk yang sama. Menjaga agar suhu ruangan tetap sama dalam perlakuan 1 dan perlakuan 2 digunakan dengan cara mengatur suhu ruangan dengan menggunakan pendingin ruangan. Mengatur pencahayaan yang sama dalam perlakuan 1 dan perlakuan 2 digunakan dengan menggunakan bola lampu yang sama, jumlah bola lampu yang sama, serta itensitas cahaya yang sama.

Jarak antar tempat duduk juga diatur agar tidak sampai mengganggu partisipan yang ada di samping kiri-kanan dan depan-belakang. Volume musik sebagai perlakuan juga diputar dalam itensitas yang sama dalam perlakuan 1 ataupun perlakuan 2. Volume musik diputar cukup kuat sehingga musik menjadi fokus perhatian partisipan namun tidak sampai menimbulkan kesan tidak nyaman. Perlakuan musik baik di perlakuan 1 maupun perlakuan 2 juga diputar dengan menggunakan speaker yang sama.


(46)

D. DESAIN EKSPERIMEN

Rancangan yang digunakan adalah rancangan pretest posttest multiple independent groups design yaitu perlakuan diberikan kepada lebih dari dua kelompok subjek dan masing-masing kelompok mendapatkan perlakuan yang berbeda secara random (Myers dan Hansen, 2006).

Tabel 1. Skema Rancangan Penelitian

E1 R O X O

E2 R O X O

C R O O

Seperti terlihat pada Tabel 1, kelompok kontrol ditunjukkan dengan C, yaitu kelompok yang yang tidak diberi perlakuan musik. Kelompok E1 adalah kelompok eksperimen gondang sabangunan yang diberi perlakukan (X) mendengarkan musik gondang sabangunan. Kelompok E2 adalah kelompok eksperimen gondang hasapi yang diberi perlakuan (X) mendengarkan musik

gondang hasapi.

E. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah partisipan penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, sedangkan sampel adalah bagian yang diambil dari populasi untuk diteliti secara rinci (Hadi, 2000). Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah orang dengan usia 15 -25 tahun. Hal ini


(47)

46

dikarenakan memori musik dapat berkembang di usia 15-25 tahun (Prinsley, 1986 dalam Murrock, 2005).

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiwa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Namun, karena adanya keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi untuk dijadikan partisipan penelitian (sampel). Karakteristik dari populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara angkatan 2014, 2013, 2012, dan 2011.

b. Berusia 15 – 25 tahun.

2. Metode Pengambilan Sampel

Sampling adalah cara yang digunakan untuk menentukan sampel dalam suatu penelitian. Penentuan sampel harus memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran dari populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili dari populasi (Hadi, 2000). Pada penelitian ini, sampel diperoleh melalui teknik nonprobability sampling yaitu convenience/accidental sampling. Menurut Myers dan Hansen (2006), sampel didapatkan dengan menggunakan kelompok yang tersedia. Peneliti mengambil partisipan mahasiswa Psikologi USU angkatan 2014 dikarenakan mahasiswa angkatan 2014 sebagai mahasiswa baru Psikologi USU belum begitu sering digunakan sebagai partisipan penelitian mahasiswa Psikologi USU, sehingga hasil tidak terlalu bias.


(48)

Jumlah sampel yang akan digunakan disesuaikan dengan penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah populasi (Christensen, 2006). Pada rancangan penelitian between subject, jumlah sampel yang disarankan adalah 15-20 partisipan pada masing-masing kelompok, dan akan lebih aman bila terdapat 30 orang per kelompok (Myers dan Hansen, 2006). Jumlah yang terlalu kecil akan menyulitkan untuk mendeteksi pengaruh variabel bebas. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 25 orang pada kelompok kontrol, 27 orang pada kelompok eksperimen gondang sabangunan, serta 27 orang pada kelompok eksperimen gondang hasapi. Jumlah sampel yang digunakan adalah 79 orang.

Penempatan sampel pada masing-masing perlakuan dilakukan dengan teknik randomisasi. Teknik ini harus dilakukan dengan tidak bias—yaitu memilih sampel yang sebaiknya tidak mengenal satu sama lain, terutama pada kelompok perlakuan yang berbeda—agar kecenderungan untuk menceritakan kepada partisipan kelompok perlakuan gondang hasapi mengenai prosedur eksperimen yang telah dilewati oleh partisipan kelompok perlakuan gondang sabangunan

dapat diminamilisir.

F. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala ukur. Azwar (2005) menyatakan bahwa skala adalah prosedur pengambilan data untuk mengukur aspek afektif yang menggambarkan konsep psikologis individu. Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi skala mood yang dikembangkan oleh Zevon dan Tellegen (1982) serta


(49)

48

Watson dan Tellegen (1985) yaitu Positive Affect and Negative Affect Schedule

(PANAS).

Skala PANAS memiliki dua dimensi, yaitu dimensi afek positif (PA) dan dimensi afek negatif (NA) dari mood. Skala ini terdiri dari 20 aitem dengan 10 aitem yang menggambarkan afek positif (PA) dan 10 aitem yang menggambarkan afek negatif (NA). Aitem-aitem untuk dimensi afek positif secara berururan adalah tersebut secara berurutan adalah interested, excited, strong, enthusiastic, proud, alert, inspired, determined, attentive,dan active; sedangkan aitem-aitem untuk dimensi negatif secara berurutan adalah distressed, upset, guilty, scared, hostile, irritable, ashamed, nervous, jittery, dan afraid. Masing-masing aitem memiliki rentang nilai 1-5 poin mulai dari tingkat very slightly or not at all

hingga extremely.

Adaptasi skala PANAS dilakukan dengan menggunakan rancangan back translation. Rancangan back translation adalah proses pengadaptasian teks yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa yang diinginkan lalu diterjemahkan kembali oleh penerjemah lain ke dalam bahasa lainnya, kemudian kesetaraan antara bahasa asli dengan bahasa terjemahan yang diterjemahkan kembali ke bahasa aslinya diperiksa kembali (Hambleton, dalam Supratiknya dan Susana, 2010). Dengan menggunakan rancangan ini, peneliti mengadaptasi aitem-aitem skala PANAS ke dalam bahasa Indonesia.

Aitem-aitem yang digunakan peneliti dari hasil pengadaptasian untuk dimensi afek positif (PA) secara berurutan adalah ―tertarik‖, ―semangat‖, ―kuat‖, ―antusias‖, ―bangga‖, ―waspada‖, ―menginspirasi‖, ―bertekad‖, ―perhatian‖, dan


(50)

―aktif‖. Sedangkan aitem-aitem untuk dimensi afek negatif (NA) secara berurutan adalah ―tertekan‖, ―kecewa‖, ―merasa bersalah‖, ―ketakutan‖, ―memusuhi‖, ―mudah merasa terganggu‖, ―malu‖, ―gugup‖, ―gelisah‖, dan ―khawatir‖. Masing -masing aitem memiliki rentang nilai 1-5 poin mulai dari tingkat ―sangat sedikit/tidak sama sekali‖ hingga ―sangat banyak‖.

Adapun cetak biru yang digunakan dalam penyusunan skala yang mengukur mood adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Cetak Biru Skala PANAS

No Dimensi Aitem Jumlah

1. Afek Positif (PA) 1, 3, 5, 9, 10, 12, 14, 16, 17 10 2. Afek Negatif (NA) 2, 4, 6, 7, 8, 11, 13, 15, 18, 20 10

Jumlah 20

Skoring PANAS akan sesuai dengan angka yang diberikan oleh partisipan. Dengan kata lain, angka 1 (sangat sedikit atau tidak sama sekali) akan diberikan skor 1, angka 2 (sedikit) akan diberikan skor 2, angka 3 (cukup atau sedang) diberikan skor 3, angka 4 (agak banyak) diberikan skor 4, dan angka 5 (sangat banyak) diberikan skor 5. Skor maksimal yang bisa didapatkan masing-masing dimensi adalah 50, sedangkan skor minimum adalah 10. Pemberian skor pada skala PANAS adalah sebagai berikut skor aitem yang menyatakan afek positif (PA) memiliki rentang dari 10 – 50, dengan skor tertinggi menggambarkan level tertinggi dalam afek positif; sedangkan skor aitem yang menyatakan afek negatif (NA) juga memiliki rentang dari 10-50, dengan skor terendah menggambarkan


(51)

50

G. VALIDITAS, UJI DAYA BEDA, DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur yang digunakan untuk mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar,2000). Penelitian ini menggunakan face validity

dan content validity. Watson, Clark, dan Tellegen (1988) membuktikan bahwa PANAS merupakan alat ukur mood yang memiliki konsistensi internal, korelasi konvergen serta korelasi diskriminasi yang tinggi. Crawford dan Henry (2004) juga membuktikan bahwa PANAS merupakan pengukuran yang valid untuk mengukur konten mood.

Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity

telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan aitem-aitem alat ukur yang sesuai dengan apa yang akan di ukur (Azwar, 2000). Azwar (2004) menyebutkan bahwa validitas konten adalah validitas yang diestimasi dengan menguji isi tes melalui metode professional judgement. Proffesional judgement dalam penelitian ini melibatkan dua dosen departemen psikologi sosial di Fakultas Psikologi USU.


(52)

Uji daya beda item pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih aitem-aitem pernyataan yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih butir pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Uji daya beda item pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS). Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2000). Daya beda aitem dianggap memuaskan jika koefisien korelasi aitem total mencapai nilai minimal 0,2 (Thorndike, dkk.; Crocker & Algina; dalam Azwar, 2010).

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas yaitu sejauh mana alat ukur dapat dipercaya. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan konsistensi suatu alat ukur bila digunakan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda. Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai partisipan. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan memiliki efisiensi yang tinggi (Azwar, 2002). Teknik yang digunakan untuk pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach.


(53)

52

Crawford dan Henry (2004) telah membuktikan bahwa alat ukur PANAS yang dikembangkan oleh Watson dan Tellegen (1988) adalah reliabel. Reliabilitas alat ukur PANAS diukur dengan menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, dengan hasil 0,89 untuk dimensi PA dan 0,85 untuk dimensi NA. Hal ini menunjukkan bahwa PANAS memiliki nilai reliabilitas yang tinggi, artinya ketika alat ukur PANAS digunakan kembali/berulang maka akan memberikan hasil yang relatif sama. Watson,Clark, dan Tellegen (1988) membuktikan bahwa stabilitas PANAS dapat bertahan selama periode 2 bulan.

H. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Uji coba alat ukur Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS) dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2014 di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Uji coba ini melibatkan 86 orang sebagai sampel yang sesuai dengan karakteristik populasi penelitian.

1. Uji Validitas

Jenis validitas yang diuji terhadap alat ukur PANAS adalah validitas konten. Validitas konten diuji dengan cara mengadaptasi skala PANAS dengan menggunakan rancangan adapatasi back transalation. Awalnya peneliti menerjemahkan aitem-aitem ke dalam bahasa Indonesia, lalu membandingkannya dengan hasil terjemahan dari Gatari (2008). Kemudian peneliti meminta pendapat mengenai aitem-aitem yang telah diterjemahkan tersebut kepada empat orang alumni Fakultas Sastra Inggris, 18 orang mahasiswa Fakultas Psikologi, dan empat orang non-mahasiswa. Setelah mendapatkan aitem-aitem terjemahan, peneliti kemudian menerjemahkannya kembali ke dalam bahasa asli skala lalu


(54)

memeriksa kembali bahasa terjemahan tersebut kembali ke bahasa aslinya dengan dibantu dibantu oleh profesional dari dua dosen departemen psikologi sosial di Fakultas Psikologi USU pada bulan September 2014.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan sekaligus dengan uji reliabilitas. Hasil uji coba menunjukkan koefisien aitem total dari masing-masing aitem baik afek positif maupun afek negatif berada pada rentang 0,2 dan 0,7, sehingga tidak ada aitem yang harus dikeluarkan dari alat ukur. Hal ini berarti tidak ada aitem yang gugur dalam penelitian ini.

3. Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur setelah dihitung dengan metode Cronbach’s Alpha, menunjukkan koefisien reliabilitas yang memuaskan. Pada dimensi afek positif, nilai reliabilitas sebesar α = 0,843. Pada dimensi afek negatuf, nilai reliablitas sebesar α = 0,821.

I. PROSEDUR PELAKSANAAN EKSPERIMEN

Prosedur pelaksanaan eksperimen terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan eksperimen, tahap pelaksanaan eksperimen, dan tahap pengolahan data.

1. Persiapan Eksperimen

Pada tahapan ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Peneliti menerjemahkan skala Positive Affect and Negative Affect

Schedule dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dengan bantuan kenalan peneliti.


(55)

54

b. Hasil terjemahan tersebut kemudian divalidasi dengan meminta

Proffesional Judgement dari dua orang dosen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi USU.

c. Selanjutnya peneliti mempersiapkan prosedur pelaksanaan eksperimen.

2. Pelaksanaan Eksperimen

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian pada kelompok perlakuan gondang sabangunan dan gondang hasapi adalah sama. Kelompok kontrol terdiri 25 partisipan, kelompok perlakuan gondang sabangunan terdiri dari 29 partisipan dan kelompok perlakuan gondang hasapi sebanyak 31 partisipan. Pembagian jumlah partisipan dalam kelompok perlakuan dilakukan dengan systematic random sampling.

Penelitian eksperimen ini dilaksanakan pada hari yang sama namun dengan jam yang berbeda. Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan gondang hasapi

terlebih dahulu diuji, dan setelah kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

gondang hasapi meninggalkan ruangan eksperimen secara bersamaan, beberapa menit kemudian pelaksanaan ekperimen terhadap kelompok perlakuan gondang sabangunan dilakukan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi bias, yaitu kecenderungan partisipan yang telah mengikuti eksperimen menceritakannya secara langsung kepada partisipan gondang sabangunan serta juga mengurangi keributan di sekitar lokasi eksperimen.


(56)

a. Fasilitator membagikan skala pretest dan posttest pada masing-masing meja dan di bawah bangku partisipan dalam keadaan tertutup untuk menghindari partisipan merencanakan respon

b. Partisipan dikumpulkan dalam Ruang 1 Lantai 3 Gedung C Fakultas Psikologi USU. Sambil partsipan memasuki ruangan, fasilitator menghimbau partisipan untuk tidak membuka kertas di atas meja dan di bawah kursi sebelum ada instruksi dari fasilitator.

c. Fasilitator mempersilahkan partsipan untuk memilih tempat duduk dengan bebas kemudian duduk dengan santai tanpa mengganggu satu sama lain. d. Fasilitator kemudian menginstruksikan partisipan untuk membuka skala

pretest yang ada di atas meja. Selama pengisian skala pretest, fasilitator berdiri di belakang kelas guna menghindari bias.

e. Setelah partisipan secara keseluruhan menyelesaikan skala, fasilitator mengumpulkan skala tersebut sambil tetap menghimbau agar partisipan menjaga ketertiban ruangan.

f. Sebelum musik sebagai perlakuan eksperimen diperdengarkan kepada partisipan, fasilitator menyampaikan : ―Baiklah, sekarang teman-teman akan diperdengarkan musik. Saya minta teman-teman untuk duduk dengan tenang dan dengarkan musik yang akan saya putar tanpa mengganggu yang lainnya. Dengarkan dengan santai, rileks, tetapi jangan sampai mengantuk.‖


(57)

56

h. Setelah musik selesai diperdengarkan, fasilitator mempersilahkan partisipan mengisi skala posttest. Selama pengisian skala posttest, fasilitator berdiri di belakang kelas.

i. Setelah partisipan secara keseluruhan menyelesaikan skala, fasilitator mengumpulkan skala tersebut sambil tetap menghimbau agar partisipan menjaga ketertiban ruangan.

j. Setelah skala posttest partisipan dipastikan telah terkumpul semua, fasilitator mengucapkan terima kasih kepada partisipan dan kemudian membagi reward

lalu partisipan diperbolehkan untuk meninggalkan lokasi eksperimen.

3. Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari masing-masing subyek penelitian, maka dilakukan untuk pengolahan data. Data diolah dengan menggunakan SPSS for windows 17.0 version. Hasil pengolahan data berkaitan dengan hasil penelitian.

J. METODE ANALISIS DATA

Data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik dengan alasan bahwa analisis statistik bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif, dan universal. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap hasil penelitian yaitu uji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis sudah terdistribusi normal.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS version 17.0 for Windows.


(58)

untuk menguji hipotesis pertama dan kedua sedangkan uji Wilcoxon Signed-Rank

untuk menguji hipotesis ketiga hingga keenam. Analisis data menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS for windows 17.0 version.


(59)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Keseluruhan hasil penelitian akan dibahas di dalam bab ini. Analisis data dilakukan dengan menguraikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai hasil-hasil analisis data.

A. ANALISIS DATA

1. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015 yang dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok eksperimen 1 (gondang hasapi) dan kelompok eksperimen 2 (gondang sabangunan). Jumlah subjek yang berpartisipasi adalah 85 orang, yaitu 25 orang pada kelompok kontrol, 31 orang di kelompok eksperimen gondang hasapi dan 29 orang di kelompok eksperimen

gondang sabangunan.

a. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Suku Bangsa

Suku bangsa partisipan dalam penelitian ini adalah heterogen, yaitu suku Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Karo, Jawa, Melayu, Sunda, Tionghoa, Pakistan, Minang, dan Padang.


(60)

Tabel 3 menunjukkan penyebaran suku bangsa pada kelompok kontrol, dengan rincian suku Batak Toba sebanyak 11 orang, suku Jawa sebanyak 5 orang, suku Melayu sebanyak 3 orang, suku Batak Karo 3 orang, suku Sunda 1 orang, dan suku Batak Mandailing sebanyak 1 orang.

0 2 4 6 8 10 12

Batak Toba Jawa Melayu Batak Karo Sunda Batak Mandailing


(61)

60

Tabel 4. Gambaran Subjek pada Kelompok Eskperimen Gondang Sabangunan

Tabel 4 menunjukkan penyebaran suku bangsa pada kelompok eksperimen

gondang sabangunan, dengan rincian suku Batak Toba sebanyak 6 orang, suku Jawa sebanyak 7 orang, suku Batak Mandailing sebanyak 6 orang, suku Batak Simalungun sebanyak 3 orang, suku Tionghoa sebanyak 2 orang, suku bangsa Pakistan sebanyak 1 orang, suku Minang 1 orang, suku Batak Karo 1 orang, serta suku Padang sebanyak 1 orang.

0 1 2 3 4 5 6 7 8


(62)

Tabel 5. Gambaran Subjek pada Kelompok Eskperimen Gondang Hasapi

Tabel 5 menunjukkan penyebaran suku bangsa pada kelompok eksperimen

gondang sabangunan, dengan rincian suku Batak Toba sebanyak 6 orang, sukuBatak Mandailing sebanyak 5 orang, suku Batak Karo sebanyak 4 orang, suku Minang sebanyak 3 orang, suku Jawa sebanyak 6 orang, suku Melayu sebanyak 2 orang, suku Tionghoa sebanyak 1 orang, suku Batak Simalungun 1 orang, suku Nias 1 orang, suku campuran antara Minang dan Jawa sebanyak 1 orang, serta suku Aceh sebanyak 1 orang.

2. Hasil Penelitian

a. Hasil Uji Asumsi Data Penelitian

Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians. Pengujian asumsi ini dilakukan untuk melihat apakah data yang digunakan dapat dihitung dengan metode statistik

0 1 2 3 4 5 6 7


(1)

Hasil Uji Homogenitas

AFEK POSITIF

Test of Homogeneity of Variances

PretestPA Levene

Statistic df1 df2 Sig.

2.171 2 82 .121

AFEK NEGATIF

Test of Homogeneity of Variances

PretestNA Levene

Statistic df1 df2 Sig.


(2)

LAMPIRAN 9


(3)

HASIL UJI ANOVA Afek Positif

Descriptives

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

G.Sabangunan 29 -3.76 7.039 1.307 -6.44 -1.08 -20 13

G.Hasapi 31 .97 4.943 .888 -.85 2.78 -11 14

Kontrol 25 -2.76 5.238 1.048 -4.92 -.60 -15 4

Total 85 -1.74 6.124 .664 -3.06 -.42 -20 14

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 371.468 2 185.734 5.481 .006 Within Groups 2778.838 82 33.888

Total 3150.306 84

Afek Negatif

Descriptives

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Min Max Lower

Bound

Upper Bound

G.Sabangunan 29 -1.38 6.678 1.240 -3.92 1.16 -15 20

G.Hasapi 31 -3.81 5.147 .924 -5.69 -1.92 -16 10

Kontrol 25 -2.60 4.601 .920 -4.50 -.70 -11 6

Total 85 -2.62 5.606 .608 -3.83 -1.41 -16 20

ANOVA

Sum of


(4)

Between Groups 88.287 2 44.143 1.419 .248 Within Groups 2551.666 82 31.118

Total 2639.953 84

HASIL UJI POST HOC

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound G. Sabangunan G. Hasapi -4.726* 1.504 .007 -8.32 -1.14

Kontrol -.999 1.589 .805 -4.79 2.79

G. Hasapi G.

Sabangunan

4.726* 1.504 .007 1.14 8.32

Kontrol 3.728 1.565 .051 .00 7.46

Kontrol G.

Sabangunan

.999 1.589 .805 -2.79 4.79 G. Hasapi -3.728 1.565 .051 -7.46 .01 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

HASIL UJI WILCOXON SIGNED-RANK GONDANG SABANGUNAN

Afek Positif

Posttest – Pretest

Z -2.641a

Asymp. Sig. (2-tailed) .008

a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

N Mean Rank Sum of Ranks Posttest - Pretest Negative Ranks 23a 14.76 339.50

Positive Ranks 6b 15.92 95.50

Ties 0c

Total 29

a. Posttest < Pretest b. Posttest > Pretest c. Posttest = Pretest


(5)

Afek Negatif N Mean Rank Sum of Ranks Posttest –

Pretest

Negative Ranks 20a 14.25 285.00

Positive Ranks 7b 13.29 93.00

Ties 2c

Total 29

a. Posttest < Pretest b. Posttest > Pretest c. Posttest = Pretest

HASIL UJI WILCOXON SIGNED-RANK GONDANG HASAPI

Afek Positif

Posttest – Pretest

Z -1.139a

Asymp. Sig. (2-tailed)

.255 a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test Posttest – Pretest

Z -2.314a

Asymp. Sig. (2-tailed)

.021 a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

N Mean Rank Sum of Ranks Posttest - Pretest Negative Ranks 13a 12.69 165.00 Positive Ranks 16b 16.88 270.00

Ties 2c

Total 31

a. Posttest < Pretest b. Posttest > Pretest c. Posttest = Pretest


(6)

Afek Negatif

N Mean Rank Sum of Ranks Posttest - Pretest Negative Ranks 22a 11.70 257.50

Positive Ranks 1b 18.50 18.50

Ties 8c

Total 31

a. Posttest < Pretest b. Posttest > Pretest c. Posttest = Pretest

Posttest - Pretest

Z -3.641a

Asymp. Sig. (2-tailed)

.000 a. Based on positive ranks.