Berita Jurnalistik, Pers, dan Berita

kelompok opini views, dan kelompok iklan advertising. Betapapun demikian, karena keterbatasan halaman, isi media pers harus tetap selektif dan focus. e. Objektifitas Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca, tidak mengganggu perasaan dan pendapat mereka. Surat kabar yang baik harus dapat menyajikan hal-hal yang factual apa adanya, sehingga kebenaran isi berita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda Tanya. Sumadiran, 2005 : 38

2.2.3. Berita

Mitchen V. Charnley dalam bukunya Reporting edisi III menyebutkan : “Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas.” Deddy, 2005 : 21 Djuroto dalam bukunya Manajemen Penerbitan pers mendefinisikan berita adalah sesuatu yang termasa baru yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu, ia dapat menarik atau mempunyai makna dan dapat menarik minat bagi pembaca surat kabar tersebut. 2000 :48 Berita menurut McQuail merupakan sesuatu yang bersifat metafisika dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya. Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri. Lebih lanjut McQuail menjelaskan bahwa berita memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu : 1. Berita tepat pada waktunya, tentang suatu peristiwa yang paling akhir atau berulang. 2. Berita tidak sistematis, berita berurusan dengan berbagai peristiwa dan kejadian berlainan dan dunia dipandang melalui berita itu sendiri terjadi atas berbagai kejadian yang tidak berlainan, yang bukan merupakan tugas pokok berita yang menafsirkannya. 3. Berita dapat sirna, berita hanya hidup pada saat terjadinya peristiwa itu serta bagi keperluan dokumentasi dan sumber acuan dikemudian hari dan bentuk informasi lain akan menggantikan berita. 4. Semua peristiwa yang dilakukan sebagai berita seyogyanya bersifat luar biasa atau paling sedikit tidak terduga, sebagai syarat yang lebih penting daripada signifikasi nyata berita itu sendiri. 5. Disamping ketidak terdugaan, peristiwa berita dicirikan oleh nilai berita lainnya yang relative dan melibatkan kata putus tentang minat audiens. 6. Berita terutama bagi orientasi dan arahan perhatian, bukan pengganti pengetahuan. 7. Berita dapat diperkirakan Menurut Sumandiria 2005 : 91 bahwa dalam suatu berita, nilai berita tidak berdiri sendiri namun merupakan gabungan dari beberapa nilai. Nilai berita dikategorikan dalam beberapa bagian, yaitu : 1. Kebaruan Newness Semua kejadian apa saja yang terbaru, semua hal yang baru, apapun namanya pasti memiliki nilai berita, seperti sepeda motor baru, mobil baru baru, bupati baru, gubernur baru hingga Presiden baru. 2. Akibat Impact Suatu peristiwa yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak, bahan pokok, tariff angkutan umum, tariff telepon, tarif dasar listrik. Bagaimanapun peristiwa tersebut sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan semua lapisan masyarakat. Semakin besar dampak sosial budaya ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nilai yang dikandung. 3. Keluarbiasaan Unusualess Suatu peristiwa yang luar biasa, seperti yang dikatakan Lord Northchliffe, pujangga dan editor di Inggris abad 18, bahwa apabila orang digigit anjing maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang menggigit anjing, maka itu berita. 4. Kedekatan Proximity Suatu peristiwa yang ada kedekatannya dengan seseorang, baik secara geografis maupun psikologis. 5. Aktual Timeliness Peristiwa yang sedang terjadi atau baru terjadi. Secara sederhana actual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita yang dibutuhkan oleh masyarakat. 6. Konflik Conflict Suatu peristiwa atau kejadian yang mengandung pertentangan antara saeseorang masyarakat atau lembaga. Konflik atau pertentangan, merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis. 7. Informasi Information Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan ketidakpastian. Informasi yang disampaikan harus memiliki nilai berita atau memberi banyak manfaat untuk khalayak. 8. Orang Penting Public Figure Informasi tentang orang-orang penting , orang-orang ternama, selebriti, figure public juga bisa menjadi berita. 9. Kejutan Surprising Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, diluar dugaan, tidak di rencanakan, diluar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjukkan pada ucapan dan perbuatan manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam dan benda-benda mati. 10. Ketertarikan Manusia Human Interest Unsur manusiawi bisa menjadi daya tarik bagi pembaca karena menyangkut segi-segi kehidupan, juga menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan dan alam perasaan. 11. Seks Sex Seks adalah berita, sepanjang sejarah peradaban manusia, segala hal yang berkaitan dengan perempuan, pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks memang identik dengan perempuan. Segala macam berita tentang perempuan, tentang seks, selalu banyak peminatnya. Dalam menulis berita harus lengkap, dikorelasikan dengan rumusan penulisan berita, yaitu : 5 W + 1 H Dimana : - Who siapa : siapa yang terlibat dalam peristiwa itu ? - What apa : peristiwa apa yang sedang terjadi ? - Where dimana : dimana terjadi peristiwa itu ? - When kapan : kapan terjadi peristiwa itu ? - Why mengapa : mengapa peristiwa itu terjadi ? - How bagaimana :bagaiaman terjadinya ? Sedangkan dalam bentuk beritanya menggunakan bentuk piramida terbalik. Bentuk piramida terbalik digunakan karena untuk menarik perhatian pembaca, lebih praktis, dan efisien waktu. Selain itu, juga memudahkan dalam menikmati berita yang disajikan kepadanya pembaca. Penggunaan bentuk piramida terbalik adalah dengan menjelaskan berita-berita sangat penting dan baru diikuti hal-hal yang dianggap kurang penting. Susunan piramida terbalik, penonjolan nilai penting akan dituangkan dalam penulisan lead, yaitu bagian awal suatu berita kepala berita, biasanya terletak pada alenia pertama sampai kedua. Askurifai, 2006 : 84 HEAD LINE JUDUL BERITA LEAD LEG BRIDGE BODY Gambar 2.1. Piramida Terbalik 2.3.Objektifitas Objektifitas merupakan etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Di dalam kode etik pasal 3 disebutkan bahwa wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan azas praduga tak bersalah. Dari ketentuan tersebut dapat diberikan tafsiran sebagai berikut : a. Menguji informasi, berani melakukan cek dan ricek tentang kebenaran informasi. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretative, yaitu pendapat uang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Pers senantiasa dituntut untuk mengembangkan pemberitaan yang obyektif. James boylan, pendiri Columbia Jurnalism Review mengatakan, objektifitas secara bertahap semakin dimengerti hanya sebagai gaya penulisan berita impersonal yang berimbang, melainkan juga mewakili tuntutan jurnalisme yang lebih luas bagi posisinya didalam masyarakat, yakni sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, pihak yang berbicara demi kepentingan umum. Objektifitas adalah metode yang dipakai untuk menghadirkan suatu gambaran dunia yang sedapat mungkin jujur dan cermat di dalam batas-batas praktek jurnalistik. William dan Clevev, 1994: 105 McQuail menjelaskan bahwa prinsip objektifitas memiliki fungsi yang tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitan kualitas informasi, secara singkat ia menyatakan objektifitas diperlukan untuk mempertahankan kredibilitas. 1991 : 128 Komponen utama objektifitas berita menurut J.Westerstahl, ahli ilmu pengetahuan Swedia digambarkan pada skema dibawah ini : Objektifitas Kefaktualan Imparsialitas Kebenaran Netralitas Keseimbangan Relevansi Dalam skema tersebut, kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Imparsialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Kefaktualan ditentukan oleh beberapa kriteria kebenaran, antara lain kebutuhan laporan, ketetapan yang ditopang pleh pertimbangan independent, dan tidak adanya keinginan untuk menyalahrahkan atau menekan semua itu menunjang kualitas informasi. Relevansasi lebih sulit ditentukan dan dicapai secara objektif. Namun, demikian pada dasarnya relevansasi sama pentingnya dengan kebenaran dan berkenaan dengan proses seleksi. Proses seleksi dilakukan menurut prinsip, kegunaan yang jelas, demi kepentingan calon penerima dan masyarakat. McQuail, 1994: 130 Fakta yang disajikan hendaknya tidak berpihak pada kelompok tertentu atau netral. Sikap netral ditunjukkan media pers dengan tidak berpihak pada sisi manapun dari apa yang ditulis. Dengan kata lain dapat dilihat dari berita yang mendukung, memojokkan salah satu pihak, atau tidak bersikap apapun. Objektivitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Aji 14 Maret 2006 dikatakan “ wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azaz praduga tak bersalah. “ Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektivitas pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Dengan obyek penelitian berita politik dengan skala nasioanl yang menjadi berita utama Kriyantono, 2006 : 244. Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur objektivitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam dimensi-dimensi objektivitas yang terdiri dari aktualitas, fairness, dan validitas pemberitaan, berikut kategorisasi objektivitas menurut Rachma Ida Kriyantono, 2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155. a. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang meliputi : 1. Kesesuaian judul berita dengan isi berita. 2. Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. 3. Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan. 4. Faktualisasi berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta dengan opini wartawan yang menulis berita. b. Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut keseimbangan penulisan berita yang meliputi : 1. Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan. 2. Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom. c. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari : 1. Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau chek dan re_chek . 2. Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi kejadiannya, apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku langsung dan bukan pelaku langsung. Objektivitas, betapapun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers. Objektivitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi social, hal ini penting mengingat signifikasi efek media terhadap khalayak.

2.4. Pengertian Surat Kabar

Dokumen yang terkait

ETIKA JURNALISME DALAM PEMBERITAAN VIDEOMIRIP ARTIS ETIKA JURNALISME DALAM PEMBERITAAN VIDEO MIRIP ARTIS (Analisis Isi Pemberitaan Video Mirip Nazril Irham dan Luna Maya di SKH Radar Jogja Edisi 5 – 19 Juni 2010).

0 2 14

PENDAHULUAN ETIKA JURNALISME DALAM PEMBERITAAN VIDEO MIRIP ARTIS (Analisis Isi Pemberitaan Video Mirip Nazril Irham dan Luna Maya di SKH Radar Jogja Edisi 5 – 19 Juni 2010).

0 2 43

PENUTUP ETIKA JURNALISME DALAM PEMBERITAAN VIDEO MIRIP ARTIS (Analisis Isi Pemberitaan Video Mirip Nazril Irham dan Luna Maya di SKH Radar Jogja Edisi 5 – 19 Juni 2010).

0 2 5

OBJEKTIFITAS JAWA POS DALAM PEMBERITAAN BONEK (Analisis isi tentang objektivitas berita bonek di harian jawa pos edisi 24 januari sampai 30 januari 2010).

0 1 82

OBJEKTIVITAS BERITA KEBAKARAN DISKOTEK redboXX di SURABAYA (Analisis Isi Objektivitas Berita Kebakaran Diskotek RedboXX di Surabaya Pada Koran Harian Jawa Pos Edisi 26 Juni-1 Juli 2010).

0 2 132

SIKAP PELAJAR SMU SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN “ VIDEO PORNO ARIEL LUNA MAYA DAN CUT TARI” (Studi Deskriptif Sikap Pelajar SMU Surabaya Terhadap Pemberitaan Video Porno Ariel Luna Maya dan Cut Tari di Surat Kabar Jawa Pos).

0 1 84

OBJEKTIVITAS BERITA KEBAKARAN DISKOTEK redboXX di SURABAYA (Analisis Isi Objektivitas Berita Kebakaran Diskotek RedboXX di Surabaya Pada Koran Harian Jawa Pos Edisi 26 Juni-1 Juli 2010)

0 0 20

OBJEKTIVITAS JAWA POS DALAM PEMBERITAAN KASUS VIDEO PORNO (Analisis Isi Tentang Objektivitas Berita Video Porno mirip Artis Luna Maya, Ariel, dan Cut Tari di Harian Jawa Pos Edisi 07 Juni sampai 11 Juni 2010)

0 0 20

OBJEKTIFITAS JAWA POS DALAM PEMBERITAAN BONEK (Analisis isi tentang objektivitas berita bonek di harian jawa pos edisi 24 januari sampai 30 januari 2010)

1 5 19

SIKAP PELAJAR SMU SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN “ VIDEO PORNO ARIEL LUNA MAYA DAN CUT TARI” (Studi Deskriptif Sikap Pelajar SMU Surabaya Terhadap Pemberitaan Video Porno Ariel Luna Maya dan Cut Tari di Surat Kabar Jawa Pos)

0 1 23