92
2. Lingkungan Sosial Budaya
Habiburrahman el-Shirazy dibesarkan dikeluarga yang taat menjalankan ajaran Islam, bersahaja dan dilahirkan bukan dari keturunan pengarang. Ayahnya
Saerozi Noor adalah seorang mubaligh yang pernah belajar bahasa Arab dan Kitab Kuning di pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak, langsung dibawah asuhan K.H.
Muslih bin Abdurrahman. Syaikh Abdurrahman sendiri dikenal sebagai seorang ulama yang kharismatik dan yang paling disegani di Jawa Tengah pada saat itu.
Sedangkan ibunya Siti Rodhiyah, meskipun hanya lulusan Madrasah Tsanawiyah, sering
posonan
nyantri khusus pada bulan puasa dibeberapa psantren di Jawa Tengah seperti dibeberapa pesantren di Kaliwungu, Kendal, dan di Pesantren
Al-Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta. Habiburrahman el-Shirazy juga dibesarkan dilingkungan yang memegang
teguh tradisi budaya Jawa. Salah satu dilingkungan yang sampai hari ini masih terus dipertahankan adalah tradisi selamatan ulang tahun.
171
Yaitu ketika seorang anak berulang tahun, amka orang tua akan memberikan bubur merah atau makanan
lengkap dengan lauk pauknya yang diletakan diatas tampah yang sebelumnya telah diberi alas daun pisang. Dibawah daun pisng tersebut diletakna uang recehan yang
cukup banyak. Lalu anak-anak yang sepermainan dipanggil untuk makan bersama setelah sebelumnya
membaca do‘a.
171
Anef Sirsaeba El-Shirazy, Fenomena Ayat-Ayat Cinta, Jakarta: Republika, 2007, Cet.II, h. 73
93 Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa lingkungan sosial budaya
pengarang sebagai salah satu unsur ekstrinsik turut mempengaruhi budaya karya yang dihasilkan.
3. Lingkungan Pendidikan
Habiburrahman el-Shirazy dibesarkan dilingkungan pendidikan yang identik dengan dunia pesantren. Oleh kedua orang tuanya, ia dan kelima adiknya dikirim ke
pesantren untuk nyantri beberapa tahun. Selain itu lingkungan pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar, Kairo, juga berkaitan erat dengan hasil karya yang
dihasilkan.
4. Lingkungan Ekonomi