1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul tanggung jawab sosial menurut ukuran perkembangan usia, tempat, waktu,
dan norma-norma dimana anak itu berada di masyarakat, seperti norma hukum pemerintah, hukum agama, sosial dan budaya, serta perilaku adaptif
secara akademis di sekolah.
Pembinaan perilaku adaptif pada anak tunagrahita menjadi sangat penting, karena perilaku adaptif yang baik akan membantu dirinya dalam
bertingkahlaku sesuai dengan norma di tengah-tengah masyarakat. Semakin bertambahnya usia, semakin banyak pula tuntutan masyarakat terhadap
keterampilan seorang indiviu, hal itu berlaku pula bagi anak tunagrahita. Mereka diharapkan dapat berperilaku sebagaimana halnya yang terjadi di
masyarakat luas walaupun mereka mengalami hambatan untuk berperilaku seperti anak pada umumnya.
Perilaku adaptif secara ideal perlu dikembangkan pada anak tunagrahita, yang jelas-jelas mengalami hambatan inteligensi, sehingga mereka mengalami
hambatankesulitan dalam mempelajari dan menyesuaikan diri dengan
2
lingkungan dimana mereka berada, termasuk menyesuaikan diri secara akademis di sekolah.
Ada tiga hal yang melatarbelakangi penelitian ini, Pertama adalah merujuk kepada ketunagrahitaan menurut AAMD, bahwa ketunagrahitaan merupakan
kondisi anak yang mengalami hambatan perkembangan inteligensi dua standar deviasi di bawah rata-rata anak normal yang disertai dengan
hambatan perilaku adaptif. Pada kriteria pertama merujuk kepada kemampuan inteligensinya secara kuantitatif dua standar deviasi di bawah rata-rata
normal, namun pada kriteria ke dua yang sekaligus menjadi pertanyaan penelitian ini bagaimana kondisi perilaku adaptif anak tungrahita?.
Kedua bagaimana pentingnya perilaku adaptif diketahui oleh guru di sekolah, baik perilaku adaptif secara umum yang berkembang di masyarakat maupun
perilaku adaptif secara akademis di sekolah, hal ini penting diketahuinya kondisi perilaku tersebut akan membantu dan memudahkan guru dalam
menyusun materi pembelajaran atau proses bimbingan pada mereka.
Fakta hasil observasi lapangan dalam penelitian Alimin 2007 menunjukkan bahwa anak-anak tunagrahita yang telah dan sedang mengikuti pendidikan di
sekolah luar biasa, pada umumnya belum menunjukkan perkembangan yang diharapkan. Keadaan seperti itu, bukan semata-mata karena keterbelakangan
mental yang dialami siswa, akan tetapi juga karena terdapat kesenjangan antara program pendidikan di sekolah luar biasa dengan harapan orang tua
3
dan harapan lingkungan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa program pendidikan anak tunagrahita yang terjadi saat ini masih sangat menekankan
kepada aspek
pengajaran yang
bersifat akademik
semata-mata menyampaikan bahan ajar, itupun dalam pelaksanaannya masih bersifat
klasikal dan belum memperhitungkan perbedaan. Padahal esensi dari pendidikan anak tunagrahita ialah bahwa pendidikan lebih bersifat individual
karena perbedaan-perbedaan individu pada anak tunagrahita sangat mencolok Suhaeri HN Edi Purwanto, 1996. Sehubungan dengan itu pengetahuan dan
keterampilan para guru dalam pembelajaran anak tunagrahita perlu terus ditingkatkan
Berkaitan dengan perilaku adaptif belajar di sekolah secara pararel dan saling berhubungan erat dengan perkembangan kognitif dan perkembangan
inteligensi, sementara dalam proses pembelajaran di sekolah sering kali penerapan pebelajaran pada anak tunagrahita disamakan dengan anak pada
umumnya sehingga terjadi ada kesan memiliki garis lurus antara perkembangan anak tunagrahita dengan perkembangan anak pada umumnya.
Pendapat ini dipengaruhi oleh pernyataan zigler dalam Sutjihati, 1996:90 “Para ahli psikologi perkembangan, umumnya menganggap bahwa
jika anak tunagrahita dibandingkan dengan anak normal yang mempunyai MA yang sama secara teoritis akan memiliki tahap
perkembangan kognitif yang sama. Pendapat ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa individu secara aktif mengkontruksi struktur
internalnya melalui interaksi dengan lingkunan”
Ketiga, memperhatikan pendapat Jean Piaget, bahwa kognitif anak pada umumnya melalui fase-fase perkembangan. Fase-fase yang dimaksud dalam
4
penelitian ini adalah fase “Operasional Konkret” yaitu rentang usia 7 sampai 11 tahun yang sekaligus menjadi pertanyaan penelitian karena rentang usia
tersebut sangat jauh. Jika dibandingkan anak usia 7 tahun atau setara dengan kelas satu SD sedangkan anak usia 11 tahun akan setara dengan kelas lima
SD, oleh karenanya perlu di analisis paling tidak dijadikan tiga kelompok usia, yaitu bagaimana kondisi usia 7 tahun, 9 tahun dan 11 tahun agar
diketahui tahapan perkembangannya, dalam hal ini adalah perkembangan perilaku adaptif agar guru lebih mudah menentukan materi pembelajaran
yang sesuai dengan usia dan kebutuhannya.
Yang dimaksud oleh Jean Piaget mengenai perkembangan kognitif tersebut ditujukan pada anak normal, padahal fakta di lapangan dalam kehidupan
sehari-hari adanya perbedaan yang nyata antara perkembangan anak tunagrahita dengan anak pada umumnya sekalipun memiliki usia mental yang
sama, oleh karena itu penting untuk dikaji perbedaan kondisi tersebut. Permasalah tersebut di atas lebih lanjut dijelaskan bahwa kriteria
ketunagrahitaan menurut AAMD American Association on Mental Defeciency definisi tentang tunagrahita adalah “Mental retardition refers to
significantly subaverege
general intellectual
functioning exsisting
concurrently with deficits in adaptive, and manifested during development period Grossman dalam Robert Inggalls 1987 Definisi tersebut
menekankan bahwa tunagrahita merupakan kondisi yang komplek, menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan
dalam perilaku adaptif. Ada tiga indikator penting tentang ketunagrahitaan,
5
1. Inteligensi anak tunagrahita secara nyata dua standar deviasi di bawah
rata-rata anak pada umumnya; 2.
Bersamaan dengan hal di atas, disertai mengalami hambatan dalam penyesuianadaptasi dengan lingkungan Maladaptif
3. Dalam rentang masa perkembangan antara 0 sampai 18 tahun.
Berkaitan dengan hal di atas periaku adaptif sangatlah penting dimiliki oleh setiap individu di masyarakat dimana individu itu berada, adaptif terhadap
norma-norma yang berlaku di masyarakat itu sendiri seperti norma agama, norma hukum negara, norma budaya dan norma di keluarga.
Perilaku adaptif secara sempit dalam pendidikan di sekolah diartikan pula sebagai penyesuaian terhadap proses pembelajaran di sekolah untuk mencapai
fungsi dan tujuan pendidikan diantaranya adalah kemandirian, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 adalah “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Perilaku adaptif bagi anak tunagrahita di persekolan SLB dijabarkan melalui pembelajaranbimbingan Bina Diri mengenai Actifity Dailly Life ADL ataua
diterjemahkan menjdi Keterampilan Hidup Sehari-hari, agar peserta didik
6
mencapai kemandirian. Untuk membelajarkan bina diri dan keterampilan
hidup sehari-hari guru di sekolah harus memahami hambatan dalam perilaku adaptif peserta didik dan aspek-aspek perilaku adaptif sebagai rujukan,
sedangkan memahami perilaku adaptif, perlu menganalisis kemampuan perilaku adaptif peserta didik agar proses pembelajaran yang berkaitan
dengan perkembangan
perilaku adaptif
sesuai dengan
hambatan, perkembangan dan kebutuhannya.
Kendala dalam periaku adaptif anak tunagrahita secara praktis di sekolah, belum jelasnya materi program khusus mengenai perilaku adaptif yang tepat
dengan kebutuhan anak, sesuai dengan usia dan permasalahan yang dihadapi setiap anak, serta secara spesifik antara aspek dan tahapan. Kurikulum
pendidikan anak tunagrahita yang cenderung menekankan hal-hal yang bersifat akademis, sedangkan bimbingan perilaku adaptif porsinya masih
kurang, oleh karena itu masalah perilaku adaptif perlu dianalisis lebih jauh agar aspek-aspek perilaku adptif tersebut dapat diberikan secara tepat
digunakan sesuai dengan tahapan usia dan permasalahannya.
Fakta di lapangan, hasil penelitian Soendari 2011:7 menyatakan bahwa kemampuan perilaku adaptif anak tunagrahita ringan secara umum
menunjukkan bahwa sebagian besar 72,72 memiliki kemampuan dengan kategori rendah, sedangkan sebagian kecil 27,27 memiliki kemampuan
dengan kategori sedang.
7
Melalui penelitian ini, diharapkan peneliti mengetahui kondisiposisi secara empirik perilaku adaptif dengan referensiacuan anak non-tunagrahita pada
sepuluh aspek perilaku adaptif yang dilandasi oleh definisi anak tunagrahita dan definisi perilaku adaptif dari beberapa ahli.
Berkaitan dengan berbagai permasalahan pada anak tunagrahita terkait dengan periaku adaptif, tidak berarti perkembangan anak tunagrahita akan
terhambat pada semua aspek perkembangannya, namun masih dapat mengoptimalkan potensi yang ada dan dimiliki oleh anak tunagrahita,
terlebih lagi pada anak tunagrahita ringan yang masih memiliki potensi untuk mendapatkan pendidikan secara lebih baik.
Kedudukan atau posisi masalah yang diteliti dalam ruang lingkup program studi yang ditekuni peneliti dimana peneliti sebagai mahasiswa pendidikan
kebutuhan khusus menganggap penting mengetahui seluruh aspek anak berkebutuhan khusus secara lebih dalam. Berkaitan dengan tugas pekerjaan,
peneliti sebagai praktisi di lembaga pendidikan yang memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di sekolah, termasuk Sekolah Luar Biasa SLB
dan sekolah yang melayani pendidikan anak berkebutuhan khusus Inklusif, maka dari itu dilihat dari analisis kebutuhan USG Urgent, Serius, Growth
masalah ini menjadi sangat penting dan perlu segera dikaji sebagai dasar landasan teoritis agar tepat dalam berpikir dan betindak, termasuk
permasalaan teori perkembangan anak perilaku adaptif dalam penelitian ini.
8
Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti ingin mengkaji tentang
perilaku adaptif anak tunagrahita dengan judul penelitian “Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita Ringan pada Kelompok Usia Mental 7, 9 dan 11
Tahun, dengan Acuan Anak Non-Tunagrahita, yang secara rinci dibagi
menjadi dua bagian: 1.
Bagian Pertama Mengukur kemampuan perilaku adaptif Anak Tunagrahita kelompok usia
7, 9 dan 11 tahun berdasarkan aspek-aspek perilku adaptif, untuk mengetahui aspek-aspek mana saja yang dapat diberikan dalam
pembelajaranbimbingan bagi anak tunagrahita pada usia mental 7, 9 dan 11 tahun, baik di sekolah maupun di rumah
2. Bagian Kedua
Mengukur kemampuan perilku adaptif Anak Non-Tunagrahita kelompok usia 7, 9 dan 11 tahun dengan menggunakan instrument yang sama,
dengan tujuan untuk mengetahui posisi ideal secara empirik dan bagaimana
kondisi perilaku
adaptif anak
tunagrahita dengan
acuanreferensi anak non-tunagrahita.
B. Fokus Penelitian