Pengobatan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Medan

kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi Shaw dan Mahoney, 2003 Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot MacCann, 2008. Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala polymerase chain reaction PCR mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain Swierzewski, 2010.

2.8 Pengobatan

Tidak ada obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIVAIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat Universitas Sumatera Utara kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011. Terdapat 5 golongan obat antiretroviral yang bekerja dengan cara yang berbeda. Nucleosidenucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors adalah salah satu obat ARV yang bekerja melalui menganggu protein HIV yang dikenali reverse transcriptase, yang diperlukan untuk replikasi virus. Selain itu Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors, yang menghambat replikasi dalam sel melalui menginhibisi protein reverse transcriptase. Seterusnya Protease Inhibitors, yang menginhibisi protease yang terlibat dalam proses replikasi virus HIV. Entry Inhibitors menghambat pengikatan atau kemasukkan virus HIV ke dalam sel-sel imun tubuh manusia Dyk, 2008. Integrase Inhibitors bekerja melalui menganggu integrase enzyme yang diperlukan sehingga virus HIV dapat insersi bahan genetik ke dalam sel manusia Pontali, Vareldzis, Perriens dan Lo, 2004. Menurut rekomendasi WHO 2006, orang dewasa dan remaja dengan HIV sebaiknya memulai terapi antiretroviral ketika: • Infeksi HIV Stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang jumlah CD4. • Infeksi HIV Stadium III menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4 350mm3. • Infeksi HIV Stadium I atau II menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4 200mm3. Apabila tes CD4 tidak dapat dilaksanakan, maka terapi antiretroviral sebaiknya dimulai ketika: • Infeksi HIV Stadium IV, tanpa memandang jumlah limfosit total. • Infeksi HIV Stadium III, tanpa memandang jumlah limfosit total. • Infeksi HIV Stadium II dengan jumlah limfosit total 1200mm3c. Begitu memulai pengobatan HIV, ia harus digunakan untuk waktu yang sangat lama. Dengan demikian ia dapat menunda kemungkinan efek samping obat dan benar-benar memanfaatkan keampuhan efek awal pengobatan terhadap HIV dalam tubuh manusia ODHA Indonesia, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.9 Pencegahan