Pewilayahan Hujan dan Penentuan Stasiun Pewakil.

sebelumnya maka model dikembangkan untuk prediksi curah hujan empat bulan ke depan t+4, dan mengganti anomali SST pada lag-3 dengan lag-4.

3.5 Pewilayahan Hujan dan Penentuan Stasiun Pewakil.

Penentuan stasiun pewakil didasarkan atas hasil analisis pewilayahan hujan yang telah dilakukan oleh Pramudia 2008. Pewilayahan dilakukan dengan menggunakan teknik penggerombolan fuzzy dengan memperhatikan apakah kejadian hujan berlangsung pada kondisi normal, El nino dan La nina yang didasarkan atas historis kejadian El Nino dan La Nina selama periode 1979 – 2006 yang merujuk pada kondisi indikator nilai anomali suhu permukaan laut anomali SST pada zona nino 3,4. Analisis gerombol di wilayah pantai utara Jawa Barat menghasilkan empat kelas curah hujan, yaitu 1 wilayah I merupakan wilayah yang memiliki intensitas curah hujan 1.000 mmtahun, 2 wilayah II merupakan wilayah yang memiliki intensitas curah hujan 1.000 – 3.000 mmtahun., 3 wilayah III merupakan wilayah yang memiliki curah hujan 3.000 – 3.500 mmtahun, dan 4 wilayah curah hujan IV adalah wilayah yang memiliki intensitas curah hujan 3.500 mmtahun. Pada tahun Normal, di wilayah Pantura Jawa Barat Subang dan Karawang, wilayah I tersebar di tiga stasiun Kabupaten Subang. Wilayah IIA merupakan wilayah hujan yang terluas dan menyebar di sepanjang Pantai utara yang umumnya merupakan persawahan dan perkebunan. Wilayah IIB menyebar di pantai Utara bagian barat hingga sekitar perkotaan Kabupaten Karawang dengan topografi datar hingga berbukit-bukit. Wilayah IIC terdapat di wilayah bergelombang sekitar pertengahan Kabupaten Subang lampiran 2. Pada tahun El Nino terjadi peningkatan wilayah I di wilayah Pantura Jawa Barat. Wilayah I menyebar di sepanjang Pantai utara mulai dari sebelah barat Kabupaten Karawang hingga sebelah timur Kabupaten Subang. Wilayah IIA merupakan wilayah hujan terluas dan menyebar pada dataran rendah di Kabupaten Karawang dan Subang yang tidak berbatasan dengan pantai utara Laut Jawa. Wilayah IIB menyebar di sekitar pusat perkotaan Kabupaten Subang. Wilayah IIC terdapat di daerah perbukitan bagian pertengahan kabupaten Subang, Wilayah III terdapat di wilayah pegunungan bagian selatan Kabupaten Subang. Wilayah IV terdapat di pegunungan bagian barat daya Kabupaten Subang. Pada tahun El Nino sebaran wilayah dengan curah hujan rendah 1.750 mmtahun menjadi lebih luas di bandingkan tahun normal lampiran 2. Pada tahun La Nina sebaran wilayah dengan curah hujan rendah menjadi lebih kecil lampiran 2. Wilayah I menyebar di bagian timur pantai utara Kabupaten Subang. Wilayah IIA merupakan wilayah hujan terluas dan menyebar pada dataran rendah dan sepanjang pantai utara Kabupaten Karawang dan Subang. Wilayah IIB terdapat di daerah dengan fisiografis bergelombang di sebelah perkotaan Kabupaten Subang dan di beberapa kabupaten Karawang. Wilayah IIC terdapat di daerah perbukitan bagian pertengahan dan sekitar pusat perkotaan Kabupaten Subang. Wilayah III terdapat di wilayah pegunungan bagian selatan Kabupaten Subang. Wilayah IV terdapat di wilayah pegunungan Kabupaten Subang. Berdasarkan analisis pewilayahan curah hujan tersebut dan dengan memperhatikan peta sebaran stasiun hujan lampiran 1, maka dipilih masing- masing satu stasiun pewakil untuk mewakili setiap wilayah hujan. Keenam stasiun hujan tersebut yaitu: Cigadung stasiun pewakil wilayah I, Karawang Stasiun pewakil wilayah IIA, Stasiun Rawamerta stasiun pewakil wilayah IIB, Stasiun Subang Stasiun pewakil wilayah IIC, Stasiun Sindanglaya stasiun pewakil wilayah III, stasiun Ciseuti stasiun pewakil wilayah IV. 3.5 Model Prediksi Curah Hujan Penyusunan model prediksi curah hujan dilakukan pada setiap stasiun pewakil yang mewakili setiap wilayah curah hujan yang dihasilkan dari analisis yang dilakukan Pramudia 2008. Keluaran model adalah nilai curah hujan pada waktu X t+4 . Terdapat dua pengembangan model yang dilakukan yaitu pengembangan model yang menggunakan tujuh paramater sebagai data masukan berupa nilai-nilai curah hujan pada waktu X t , X t+1 , X t+2 dan X t+3 , nilai SOI X SOI pada saat t dan nilai Anomali SST X ASST pada saat t. Pengembangan model yang kedua dilakukan dengan menggunakan delapan parameter atau delapan data masukan dengan menyertakan anomali SST pada saat t+3 sebagai parameter input ke-8. Data yang digunakan untuk training set bervariasi tergantung ketersediaan data, umumnya adalah data hasil pengamatan tahun 1990 -2003. Model disusun menggunakan teknik analisis jaringan syaraf recurrent neural network analysis, RNN , dengan menggunakan 6 – 10 simpul pada lapisan antara. Pemilihan lapisan antara ini didasarkan atas hasil penelitian Fletcher dan Goss 1993 dalam Kuligowski dan Baros 1998 yang menyebutkan bahwa jumlah node dalam lapisan antara yang optimum adalah pada kisaran 2n 12 + m hingga 2n + 1 dimana n adalah parameter input dan m adalah output model. Nilai bobot awal ditetapkan secara acak melalui proses uji coba trial and error berdasarkan Puspitaningrum 2006 yang menyebutkan bahwa penetapan bobot awal dalam model jaringan syaraf dapat dilakukan dengan menggunakan teknik acak atau menggunakan fungsi Nguyen Widrow. Setelah proses ujicoba didapatkan kisaran nilai bobot awal yang diharapkan mampu memberikan hasil terbaik yaitu kedalam 4 taraf yang berbeda: 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.0 Aturan penyelesaian formal dalam penetapan bobot atau koefisien persamaan dapat dijelaskan sebagai berikut: Langkah 1. Inisialisasi: 1a. Normalisasi data input X i dan nilai target T k kedalam kisaran [0 ... 1], dimana nilai maksimum curah hujan bernilai sama dengan 1 dan nilai minimum bernilai 0 1b. Ditetapkan nilai acak yaitu masing-masing semua pembobot w ij dan v jk . dimana w ij adalah pembobot antara matrik X dengan matrik H matrik antara yang ’tersembunyi dan v jk adalah nilai-nilai pembobot antara matrik H dengan matrik Y. Langkah 2. Tahap langkah maju ke depan; Pendugaan T dan Y: 2a. Menentukan training set untuk X i dan T k . 2b. Menghitung h j melalui persamaan berikut: i ij x w j e h Σ − + = 1 1 2c. Menghitung y k melalui persamaan berikut: j jk h v k e y Σ − + = 1 1 dimana: Σw ij x i = w + w 1j X 1 + w 2j X 2 + w 3j X 3 + w 4j X 4 + w 5j X 5 + w 6j X 6+ w 7j X 7+ w 8j X 8 Y k = X t+4 Dengan: Y k X t+4 adalah curah hujan pada bulan ke-t+4, X 1 adalah waktu t, X 2 adalah curah hujan bulanan pada saat t, X 3 merupakan curah hujan bulanan pada saat t+1, X 4 adalah curah hujan bulanan pada saat t+2, X 5 adalah curah hujan bulanan pada saat t+3, X 6 merupakan Indeks Osilasi Selatan pada saat t dan X 7 adalah anomali SST pada saat t. Model dengan delapan variabel menyertakan X 8 yaitu anomali SST pada saat t+3. j akan merujuk pada urutan dalam matrik H yaitu matrik antara yang ’tidak nampak’. Langkah 3. Penentuan nilai galat E per tahun, Sebagai berikut: ∀E = Σ p

0.5 t

kp – y kp 2 dimana t kp = nilai target data ke-p dari training set node k, dan y kp = nilai dugaan data ke-p dari training set node k. Langkah 4. Proses learning atau training set untuk menentukan nilai bobot v jk dan wij melalui iterasi dengan menggunakan fasilitas solver pada microsoft Excel 2003. Target dari proses iterasi adalah menentukan nilai Y sedekat mungkin dengan nilai T sehingga menghasilkan galat yang mendekati nol. Proses dihentikan jika galat pada iterasi ke- m dengan iterasi ke- m-1 berselisih 0,0001. Setelah melalui uji sensitivitas dan validasi, dan model dianggap layak untuk digunakan, maka model tersebut akan digunakan untuk prediksi curah hujan1-4 bulan ke depan. Validasi dilakukan dengan menggunakan data tahun 2004 – 2007, Sementara prediksi dilakukan hingga Desember 2009. Gambar 4. Analisis pemodelan prediksi curah hujan

3.7 Analisis Prediksi Produksi Padi