Kadar MDA Hati Kelinci

Tabel tersebut juga tampak bahwa perlakuan kelinci P1 mempunyai nilai rasio kolesterol total: kolesterol-HDL paling tinggi yaitu 7,82 : 1, sehingga dengan demikian perlakuan P1 mempunyai risiko sangat tinggi untuk mengalami aterosklerosis dibanding perlakuan kelinci lainnya. Rasio kolesterol total: kolesterol-HDL yang dianjurkan adalah kurang dari 5 : 1, dengan rasio optimum sekitar 3 : 1 AHA 2001. Lemieux et al. 2001 menekankan bahwa rasio kolesterol total:kolesterol- HDL lebih banyak digunakan untuk memprediksi risiko penyakit jantung iskemik IHD dari pada variasi rasio kolesterol-LDL:kolestrol-HDL. Perhitungan rasio kolesterol-LDL:koleterol-HDL mempunyai perkiraan yang lebih rendah underestimate terhadap risiko IHD beberapa pasien dibandingkan dengan kualitas estimasi dari rasio kolesterol total :kolesterol-HDL.

2. Kadar MDA Hati Kelinci

Penentuan kadar MDA hati diperlukan untuk mempelajari peran bubuk Cu-turunan klorofil dan bubuk klorofil lainnya dalam menghambat terjadinya peroksidasi lipid atau oksidasi kolesterol-LDL. Bila kadar MDA hati kelinci rendah, menunjukkan bahwa bubuk klorofil yang diberikan mampu menghambat terjadinya oksidasi lipid atau oksidasi kolesterol-LDL di dalam tubuh. LDL akan menjadi teroksidasi bila terjadi stres oksidatif, artinya terjadi ketidakseimbangan antara kadar prooksidan dengan antioksidan di dalam tubuh. Pada Tabel 20 tampak bahwa jenis ransum berpengaruh nyata terhadap kadar MDA kelinci, dimana perlakuan kelinci P1 memiliki kadar MDA tertinggi disusul perlakuan P4. Kadar MDA P1 dan P4 tidak berbeda nyata, tapi berbeda nyata dengan P0, P2, P3, dan P5 p 0,05 Lampiran 31. Pada Tabel tersebut juga tampak bahwa pemberian Cu-turunan klorofil sebanyak 16,7 mgkg BB lebih cenderung menghambat peningkatan kadar MDA dibanding perlakuan P2, namun sedikit lebih tinggi dibanding perlakuan P5. Bila data pada Tabel 20 dihubungkan dengan data pada Tabel 12, tampak ada korelasi antara tingginya kadar klorofil dalam bubuk klorofil dengan rendahnya kadar MDA dalam hati. Pada Tabel 20 juga tampak, perlakuan P4 yang diketahui mengandung kadar klorofil maupun kadar Cu dalam bubuk Cu-turunan klorofil yang relatif tinggi, yaitu tiga kali kadar bubuk Cu-turunan klorofil P3, ternyata justeru memiliki kadar MDA yang relatif tinggi, pada hal seharusnya memiliki kadar MDA yang lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Secara teoritis kadar klorofil dalam ransum perlakuan P4 adalah sebesar 3x 4,78 mgkg atau sebesar 14,34 mgkg, sedangkan kadar Cu nya adalah sebesar 3x 1,98 atau sebesar 5,94 mgkg dengan asumsi bahwa kadar klorofil dan Cu dalam ransum basal adalah nihil. Tabel 20 Rata-rata kadar MDA hati kelinci selama 2 bulan percobaan Perlakuan n Kadar MDA μMg P0 3 41,51±7,44 a P1 3 72,31±15,18 b P2 3 34,10±4,79 a P3 3 32,31±7,77 a P4 3 50,29±23,46 b P5 3 26,10±9,40 a Angka dengan huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α=0,05 Egner et al. 2001, melaporkan bahwa klorofilin mampu menghambat terjadinya peroksidasi lipid. Selanjutnya Ibrahim et al. 2007 menambahkan bahwa tikus rat yang diintervensi dengan diet mengandung kurkumin atau klorofil, kadar MDA hatinya menurun, dan dapat mencegah induksi mutasi yaitu melawan reversed stres oksidatif. Selanjutnya juga dilaporkan bahwa klorofil mampu melindungi tikus dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh oksidan. Jadi ada indikasi bahwa tingginya kadar MDA pada perlakuan P4, diduga Cu dan atau klorofil berperan sebagai prooksidan. Perlakuan P5 secara teoritis kadar klorofil dalam pakan sebesar 6,351 mgkg, dan Cu sebesar 0,023 mgkg. Pada Tabel 20 tampak perlakuan P5 memiliki kadar MDA paling rendah, namun tidak berbeda nyata dengan P0, P2, dan P3. Rendahnya kadar MDA dari perlakuan P5, diduga karena kadar klorofil maupun Cu dalam pakan adalah relatif optimal dalam hal menghambat terjadinya peroksidasi lipid atau kolesterol-LDL teroksidasi di dalam tubuh kelinci. Bila dihubungkan antara data klorofil yang terukur dalam serum Tabel 18 dengan data MDA hati Tabel 20, tampaknya ada korelasi yang berbanding terbalik. Artinya bila kadar klorofil tinggi dalam serum, maka kadar MDA dalam hati akan menurun. Hal ini berarti bahwa bubuk klorofil dan atau turunannya dapat menghambat peningkatan kadar MDA, atau menghambat terjadinya peroksidasi lipid atau oksidasi kolesterol LDL. Dalam hubungannya bahwa Cu dapat berperan sebagai prooksidan pada konsentrasi tertentu, Posmyk et al. 2008 yang menyatakan bahwa bila konsentrasi Cu 2+ yang tinggi 2,5 mM atau dikonversi menjadi 158,75 ppm, dapat menjadi pemicu terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar thiobarbituric acid reactive substances TBARS dalam jaringan. Jadi berdasarkan hal di atas, sebenarnya Cu belum berperan sebagai prooksidan, karena kadarnya masih relatif rendah yaitu sebesar 5,94 mgkg perlakuan P4. Tetapi hal berbeda dari laporan Hamada 1995, bahwa bila kadar Cu 2+ lebih besar dari 10 μM 6,35 ppm, maka Cu 2+ bebas dapat berperan sebagai prooksidan. Akan tetapi bila kadar Cu 2+ berkisar antara 2-4 μM setara dengan 1,27 – 2,54 ppm dalam medium inkubasi, maka Cu 2+ berperan secara nyata sebagai antioksidan. Tembaga berlebih dapat menurunkan aktivitas katalase, dan glutationin reduktase, meningkatkan kadar peroksidasi lipid, dan menjadi pemicu munculnya lesi aterosklerosis. Namun aktivitas superoksida dismutase SOD, askorbat peroksidase tidak dipengaruhi oleh tembaga berlebih Chen dan Kao 1999; Ghaffari dan Ghiasvand 2006. Jadi berdasarkan hasil perlakuan jenis ransum percobaan ini, ada indikasi tingginya kadar Cu dalam pakan P4 berperan terhadap terjadinya peningkatan kadar MDA. Hal ini memerlukan kajian ilmiah atau penelitian lanjutan tentang hal tersebut. Khusus untuk klorofil, Arbogast 1995 melaporkan tidak ada efek toksiknya pada manusia, namun tidak jelas apakah intik klorofil melalui makanan akan cukup untuk melindungi jenis-jenis kanker atau diperlukan supplemen dalam waktu lama dengan diet berimbang. Sarkar 1994 juga melaporkan bahwa ada korelasi positif yang ditunjukkan antara klorofil yang terdapat pada ekstrak sayuran dengan aktivitas antimutagenik. Klorofil dapat dipertimbangkan sebagai substansi antikarsinogenik. Pemeriksaan LDL teroksidasi tidak dilakukan dalam penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut: i oksidasi lipoprotein tampaknya terjadi di dalam ruang subendotel di luar sirkulasi Jialal Devaraj 1996, ii kolesterol LDL teroksidasi berada di dalam plasma dalam waktu yang singkat, karena afinitasnya dan kecepatan ambilan oleh mekanisme reseptor scavenger oleh sel Kupffer hati dan sel-sel endotel sinusoid, iii sensitivitas dari metode pemeriksaan yang sulit mendeteksi oksidasi lipoprotein dengan konsentrasi yang rendah Stocker 1994. Kandungan lain dari bubuk Cu-turunan klorofil yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah karotenoid yaitu β-karoten Tabel 10. Zat fitokimia seperti tanin, dan saponin secara kualitatif terdapat pada bubuk tersebut Tabel 11. Percival 1998 menyatakan bahwa β-karoten dapat menetralkan ROS reactive oxygen species seperti hidrogen peroksida H 2 O 2 , dan lipid peroksida. Walaupun kadar β-karoten relatif kecil dalam bubuk Cu-turunan klorofil yaitu hanya 3,31 mg100 g atau 33,1 mgkg, namun hal ini dapat berperan mencegah terjadinya LDL teroksidasi atau menurunnya kadar MDA dalam hati. Lipid peroksida adalah produk reaksi antara oksigen dengan radikal yang dihasilkan dari serangan radikal bebas terhadap asam lemak tidak jenuh jamak PUFA. PUFA adalah komponen penyusun kolesterol-LDL. Zat fitokimia lain yang terdapat bubuk Cu-turunan klorofil, yang juga dapat berperan sebagai antioksidan adalah tanin dan saponin. Zhang Lin 2009 melaporkan bahwa tanin yang diekstrak dari buah S. cumini sangat baik untuk menangkap radikal DPPH dan mampu mereduksi ion Fe 3+ . Sedangkan saponin juga dapat digunakan sebagai antioksidan, seperti yang dilaporkan oleh Le et al. 2009, saponin teh TS dapat digunakan sebagai antioksidan, dan aktivitas antioksidan, serta antimikrobialnya tergantung pada pH. Pada Tabel 30 tampak bahwa perlakuan bubuk Cu-turunan klorofil P3 mempunyai kadar MDA relatif lebih rendah dibanding bubuk klorofil alami P2, walaupun tidak berbeda nyata. Hal berarti bahwa perlakuan P3 cenderung lebih dapat mencegah oksidasi lipid atau oksidasi LDL dibanding P2. Hasil penelitian ini didukung oleh laporan Marquez et al. 2005 bahwa Cu-klorofilin klorofil komersial mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding klorofil alami. Mekanisme aktivitas antioksidan yang ditunjukkan oleh turunan klorofil Cu-klorofilin tidak berdasarkan atas sumbangan hidrogen, tetapi mungkin atas proteksi dari asam linoleat untuk mencegah oksidasi atau mencegah dekomposisi hidroperoksida Marquez et al. 2005. Umumnya antioksidan mempunyai donor hidrogen yang menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas, sehingga rantai oksidasi dapat diputuskan. Namun pada porfirin klorofil tidak ditemukan adanya hidrogen yang mudah dilepaskan tidak ada hidrogen yang terikat pada atom yang elektronegatif. Sehubungan dengan hal tersebut, Endo et al. 1985 berhipotesis bahwa mekanisme daya antioksidatif klorofil yaitu: i efek antioksidatif klorofil adalah berasal dari struktur cincin porfirinnya cincin yang mengikat N, ii Mg dapat memperkuat aktivitas antioksidan klorofil hanya jika dalam bentuk terkelat, iii klorofil mereduksi radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl DPPH, iv Radikal π- kation dihasilkan oleh klorofil ketika klorofil dioksidasi dalam sistem metil linoleat ML. Umumnya antioksidan berperan sebagai donor atom hidrogen kepada radikal bebas, sehingga dapat memutuskan rantai oksidasi. Mekanisme pengaruh antioksidan klorofil CHL terhadap autooksidasi minyak oil yang dinyatakan oleh Endo et al. 1985 adalah sebagai berikut: ROO . + CHL Æ ROO : - CHL . + ROO : - CHL . + + ROO . Æ produk inaktif ROO . = radikal peroksi Dari mekanisme di atas tampak bahwa klorofil bereaksi dengan radikal peroksi yang dihasilkan pada tahap inisiasi oksidasi minyak menjadi radikal π-kation. Radikal π-kation dari klorofil ini berikatan dengan radikal peroksi yang bermuatan negatif dan membentuk kompleks transfer muatan charge negative complex. Kompleks ini kemudian bereaksi dengan radikal peroksi yang lain dan akhirnya menjadi tidak aktif Endo et al.1985. Penjelasan Endo 1985 di atas menekankan bahwa daya antioksidatif dari klorofil atau turunannya adalah cincin porfirin, dan atau adanya ion Mg yang masih terikat pada tetrapirol yang ada dalam sistem cincin porfirin. Dalam hubungannya dengan penelitian ini yang menggunakan bubuk Cu-turunan klorofil, dimana Cu menggantikan Mg, dan keelektronegatifan Cu lebih besar dari Mg, maka sistem turunan klorofil Cu-turunan klorofil adalah lebih stabil atau daya ikatnya lebih kuat antara Cu dengan tetrapirol. Faktor inilah yang diduga mempengaruhi, sehingga perlakuan bubuk Cu-turunan klorofil P3 menyebabkan kadar MDA kelinci hati lebih kecil dibanding dengan perlakuan bubuk klorofil alami P2, seperti tampak pada Tabel 20.

3. Keadaan Lesi Aterosklerosis pada Aorta Kelinci