34
“Biarpun sedikit pemberian sedekah itu, tetapi mengenai kehausan atau keinginan hati, besarlah manfaatnya. Meski banyak apabila
menyebabkan semakin haus dan diperoleh dengan cara yang tidak layak atau tidak patut, tiada faedahnya itu. Tegasnya bukan yang
banyak atau bukan yang sedikit faedah pemberian itu, melainkan pada hakekatnya tergantung dari layak atau tidaknya pemberian itu.”
41
D. Filsafat Bhuta Kala
Yadnya Sesa muncul sebagai akibat dari filsafat Samkya di mana pada masa itu terjadi perubahan pemikiran di kalangan umat Hindu. Dari sanalah
bermula filsafat Bhuta Kala. Kata Bhuta berasal dari suku kata bahasa Sanskerta “Bhu” yang artinya
menjadi , ada, gelap, berbentuk, makhluk, kemudian menjadi kata “Bhuta” yang
artinya telah diwujudkan. Sedangkan kata “Kala” berarti energi. Bhuta kala artinya, energi yang timbul dan mengakibatkan kegelapan.
42
Menurut filsafat agama, Bhuta Kala adalah suatu kekuatan yang timbul sebagai akibat terjadinya
suatu kekuatan kerja di alam semesta beserta isinya, baik yang bersifat positif maupun negatif, tergantung dari penyerasian Panca Maha Bhuta yang
bersemayam pada alam semesta bhuwana agung dengan Panca Maha Bhuta yang bersemayam pada badan manusia bhuwana alit.
43
hlm. 19.
41
I Nyoman Kadjeng, Sarasamuccaya, Denpasar: Dharma Nusantara, 1998, hlm. 33.
42
Lihat juga Ida Pedanda, Lontar Tutur Andhabhuwana, Denpasar: Puja Pepada, 1967,
43
I. B. Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu: Makna Upacara Bhuta Yadnya, Denpasar: Dharma Acarya, 2001, hlm. 19-24. Lihat juga Ida Pedanda, Lontar Tutur
Andhabhuwana , Denpasar: Puja Pepada, 1967, hlm. 22-25.
35
Mengenai filsafat Bhuta Kala umat Hindu mempergunakan landasan sastra agama “Prakerti Tattwa” antara lain:
Sang Hyang Widhi memiliki dua kekuasaan yaitu kekuatan “Purusa” Cetana dan kekuatan “Prakerti” Acetana. Dari kekuatan prakerti-Nya
memiliki mutu Daiwi Sampad sifat kebaikan dan Asuri Sampad sifat keburukan, tetapi yang paling dominan adalah mutu Asuri Sampad-Nya. Dari
sinilah terjadi proses manifestasi melalui 25 tattwa untuk diciptakan badan materiilnya agar dapat dilihat secara nyata seperti terciptanya alam semesta
beserta isinya. Sang Hyang Prakerti bermanifestasi menjadi unsur-unsur alam pikiran yang masih bersifat murni dan suci yang disebut “Mahat”. Dari adanya
unsur alam pikiran ini, mahat bermanifestasi lagi menjadi unsur-unsur kepribadian yang disebut “Bhudi”. Dari bhudi bermanifestasi lagi dan lahirlah
“Ahamkara”, yaitu berupa unsur-unsur Triguna. Unsur-unsur Triguna tersebut yakni: Waikerta Ahamkara Sattvam, Taijasa Ahamkara Rajah, dan Bhutadi
Ahamkara Tamas.
44
Dari Waikerta Ahamkara lahirlah Manah dan Dasendriya yaitu Panca Bhudindrya
dan Panca Karmendriya, sedangkan dari Bhutadi Ahamkara lahirlah Panca Tan Matra
yaitu: sabda tan matra, sparsa tan matra, rupa tan matra, rasa tan matra
dan ganda tan matra. Sedangkan Waikerta dan Taijasa Ahamkara bergabung mendukung Bhutadi Ahamkara.
45
Kemudian Panca tan matra bermanifestasi menjadi Panca Maha Bhuta yaitu: Teja, Bayu, Akasa, Apah dan Pertiwi. Panca Maha Bhuta inilah yang
44
I. G. Agung Putra, Wraspati Tattwa, Surabaya: Paramita, 1988, hlm. 34.
45
I. G. Agung Putra, Wraspati Tattwa, Surabaya: Paramita, 1988, hlm. 35.
36
memiliki kekuatan kegaiban berinfiltrasi wiapiwyapaka nirwikara sebagai kekuatan alam semesta beserta isinya baik bersifat nyata maupun tidak nyata.
Kelima unsur tadi memberikan kekuatan pada masing-masing titik hypocentrum seperti arah mata angin Timur, Selatan, Barat, dan Utara, sedangkan yang di
tengah-tengah merupakan sumber pengendali memberi kekuatan pada titik epicentrum agar perputaran bumi pada sumbunya tetap harmonis, dalam keadaan
keseimbangan, demikian juga terhadap isi alam semesta.
46
Dari Panca Maha Bhuta lahirlah banyak tattwa lagi seperti bhuta tattwa, kala tattwa, durga tattwa
dan lain-lain. Semuanya itu disebut Prakerti Tattwa atau Pertiwi Tattwa
. Dari pengaruh prakerti tersebut akan ada pengaruh-pengaruh yang bersifat kebajikan atau keburukan terhadap alam semesta. Dua pengaruh ini
akan selalu ada pada setiap insan sebagai alat bagi Sang Hyang Widhi untuk menguji keteguhan imannya. Manusia dipacu kemampuannya dalam menciptakan
keseimbangan antara dirinya dan Sang Hyang dengan usaha menyadarkan diri pribadi Atman agar senantiasa terhindar dari papadosa dan menetralisir
kekuatan Bhuta Kala melalui subha karma kebajikan seperti mengadakan upacara Yadnya.
47
46
I Wayan Maswinara, Konsep Panca Sraddha, Surabaya: Paramita, 1996, hlm. 14-16. Lihat juga I. B. Putu Sudarsana, Tutur Kandapat, Denpasar: Kencana, 1987, hlm. 54.
47
I. B. Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu: Makna Upacara Bhuta Yadnya, Denpasar: Dharma Acarya, 2001, hlm. 19-20. Lihat juga I. B. Putu Sudarsana, Tutur Kandapat,
Denpasar: Kencana, 1987, hlm. 55.
37
BAB III KEHIDUPAN UMAT HINDU