Sebaran Hotspot Tahun 2009 Sebaran Hotspot Tahun 2010

luasan hutan di Provinsi Riau. Praktek usaha sawit juga menjadi salah satu faktor terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Pengusahapetani kelapa sawit melakukan pembakaran pada kegiatan pembukaan lahan Jikalahari 2009. Jikalahari 2009 menyebutkan, sekitar 1.570.700 ha izin hutan tanaman industri berada pada kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, 1.060.000 ha hutan tanaman industri berada dalam kawasan lindung dan 510.700 ha pada kawasan hutan produksi terbatas. Ketidaksesuaian perizinan ini terjadi karena adanya program pembangunan Provinsi Riau yang hanya mengedepankan nilai ekonomi semata. Luas HTI tahun 2007 telah mencapai angka 1,935,607 ha. HTI di Provinsi Riau bertujuan untuk memenuhi kapasitas produksi industri pulp dan kertas. Kelas tanaman perusahaan berupa monokultur tanaman akasia. Kaitannya dalam besarnya tingkat sebaran hotspot dan kerawanan kabakaran hutan adalah adanya praktek pembukaan lahan dengan pembakaran di HTI di Provinsi Riau Jikalahari 2009. Faktor alam yang mendukung terjadinya kebakaran hutan di Provinsi Riau utamanya adalah iklim. Pada kurun waktu bulan Januari hingga Februari, unsur iklim yang menonjol dalam mendukung terjadinya kebakaran hutan di Provinsi Riau adalah arah angin dan curah hujan. Berdasarkan hasil laporan Bapedal Provinsi Riau 2009, pada bulan Januari hingga Februari nilai curah hujan di Provinsi Riau rendah. Hal ini dikarenakan awan yang mempunyai kandungan air terbawa angin menuju daerah timur. Kondisi ini berakibat pada hari kering yang cukup panjang di Provinsi Riau. Pada beberapa kasus, sebaran dan jumlah hotspot yang ditemukan berbanding terbalik dengan curah hujan di suatu daerah pada waktu tertentu. Pada saat curah hujan mengalami peningkatan, jumlah hotspot berkurang. Sebaliknya pada saat curah hujan rendah, jumlah hotspot yang ditemukan meningkat. Dapat disimpulkan bahwa sebaran hotspot dipengaruhi oleh curah hujan di suatu daerah dan pada waktu tertentu Syaufina 2008.

5.1.1 Sebaran Hotspot Tahun 2009

Tahun 2009 merupakan periode jumlah sebaran hotspot tertinggi di Provinsi Riau dalam kurun waktu tiga tahun, 2009-2011. Sebaran hotspot yang tinggi mempunyai potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang tinggi pula. Tingginya kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2009 terjadi karena adanya sulutan sumber api yang dilakukan oleh aktivitas manusia baik sengaja ataupun tidak disengaja Jikalahari 2010. Kondisi alam hanya menjadi faktor pendukung terjadinya kebakaran hutan dan lahan daerah tersebut. Disebutkan dalam laporan Jikalahari 2009 bahwa selama periode Januari-Februari 2009 telah terjadi kebakaran hutan 2.153 ha, yaitu 1.450 ha pada bulan Januari dan 702 ha pada bulan Februari. Sepanjang tahun 2009, jumlah hotspot yang ditemukan di Provinsi Riau sebanyak 7.734 hotspot. Jumlah hotspot yang tinggi ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu Jikalahari 2009: 1 adanya sulutan sumber api yang dilakukan oleh aktivitas manusia baik sengaja ataupun tidak disengaja, dan 2 kondisi alam hanya menjadi faktor pendukung terjadinya kebakaran hutan dan lahan daerah tersebut.

5.1.2 Sebaran Hotspot Tahun 2010

Jumlah sebaran hotspot pada tahun 2010 turun dikarenakan terdapat kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Riau Pemprov Riau melalui Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Riau BNPB 2009. Kebijakan yang diterapkan adalah BNPB 2009: 1 koordinasi antara Satlak PB, Satkorlak PB, Manggala Agni Dinas Kehutanan, Kepolisian dan instansisektor dengan menyiagakan petugas untuk memantau perkembangan kondisi hotspot yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di masing-masing wilayahnya, dan 2 pemadaman hotspot di wilayah Provinsi Riau. Berdasarkan areal konsesinya, pada tahun 2010 hotspot terdistribusi pada perkebunan kelapa sawit 20, konsesi hutan 39, dan areal lainnya termasuk lahan masyarakat 41 Jikalahari 2010. Sebaran hotspot di perkebunan kelapa sawit disebabkan adanya aktivitas pembakaran yang dilakukan secara sengaja Jikalahari 2010. Berdasarkan laporan WWF 2011 kebakaran hutan yang terjadi di perkebunan kelapa sawit dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu; 1 kebakaran di lahan peruntukan perkebunan kelapa sawit, dan 2 kebakaran di kawasan hutan yang dikonversi baik secara legal atau illegal untuk menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Kebakaran terjadi karena adanya pembakaran pada saat pembukaan lahan. Pembakaran dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakatpetani kelapa sawit. Kebakaran hutan di area konsesi hutan terjadi karena aktivitas HTI dalam pembukaan lahan. Di Provinsi Riau terdapat 21 HTI. Pada tahun 2009-2010 diidentifikasi terdapat 10 perusahaan HTI telah melakukan pelanggaran terhadap terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau WWF 2010. Praktek pembakaran dilakukan ketika perusahaan melakukan pembukaan lahan. Kebakaran di lahan masyarakat terjadi akibat praktek penyiapan lahan perkebunan kelapa sawit Jikalahari 2011.

5.1.3 Sebaran Hotspot Tahun 2011