Perumusan Masalah Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters
massa air hangat ini sampai di perairan sebelah timur Samudera Hindia, terjadi downwelling Gelombang Kelvin dan diikuti dengan perubahan sirkulasi Walker,
peningkatan SPL dan kedalaman lapisan termoklin, downwelling di sepanjang pantai barat Sumatera dan peningkatan zona konveksi, penguapan dan curah
hujan. Secara skematis proses dinamika laut-atmosfer di Samudera Hindia ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Proses dinamika laut-atmosfer di Samudera Hindia pada tahun
1997, diadaptasi dari Webster et al. 1999. a sampai d berturut- turut adalah peralihan antar musim. Keterangan secara rinci
terdapat di dalam tulisan.
Fenomena di Samudera Hindia yang dikemukan secara bersamaan oleh Saji et al. 1999 dan Webster et al. 1999 oleh peneliti lain selanjutnya disebut
Dipole Mode DM, sesuai dengan penamaan yang diberikan oleh Saji et al. 1999. Fenomena ini kemudian mulai dikaji lebih lanjut oleh peneliti lainnya
berkaitan dengan mekanisme proses dinamika DM, dampak DM terhadap cuaca dan iklim, pemicu terjadinya DM, variabilitas siklus DM, peranan Tropical
Biennial Oscillation TBO terhadap DM dan interaksinya dengan Muson dan ENSO. Sampai dengan saat ini, pemicu terjadinya DM masih menjadi perdebatan
diantara para peneliti. Pemicu dan mekanisme kerja proses dinamika DM belum seutuhnya terungkap dengan jelas dan dapat diterima oleh para peneliti.
Fischer et al. 2005 mengemukakan bahwa pada musim semi terdapat dua pemicu DM yang berbeda. Pertama adalah anomali sirkulasi Hadley di atas
perairan sebelah timur ekuatorial Samudera Hindia dan di atas perairan Asia Tenggara dimana Angin Pasat Tenggara masuk dari BBS sebelum waktunya.
Kondisi ini mengakibatkan penurunan SPL dengan cepat di perairan sebelah tenggara Samudera Hindia dan menyebabkan keterlambatan datangnya angin
musim panas Australia. Pemicu kedua adalah pergeseran zona konveksi arah zonal dari sirkulasi Walker pada saat terjadi El Nino. Pemicu pertama terjadi pada
fase positif DM tahun 1994, dimana tidak terjadi El Nino di Samudera Pasifik. Pemicu pertama terjadi tanpa melibatkan ENSO dan pemicu kedua merupakan
fase DM yang berinteraksi dengan ENSO di Samudera Hindia. Hasil penelitian ini diperoleh dari analisis luaran model gabungan iklim yang dijalankan untuk
mensimulasikan kondisi Samudera Hindia dan Pasifik selama 200 tahun untuk mengetahui interelasi antara DM dan ENSO.
Sedikit berbeda dengan Fischer et al. 2005, Francis et al. 2007 menemukan bahwa pemicu terjadinya DM karena adanya siklon kecil di Teluk
Bengal antara bulan April-Mei. Semua fase positif DM selama periode 1958- 2003, minimal terdapat satu siklon kecil di Teluk Bengal. Siklon ini akan
memperkuat gradien tekanan meridional di sebelah timur Samudera Hindia, sehingga angin dari tenggara Samudera Hindia berhembus ke arah Teluk Bengal
seiring dengan peningkatan upwelling di sepanjang pesisir barat Sumatera. Angin di Teluk Bengal kemudian naik ke lapisan atas dan bergerak kembali menuju
pantai barat Sumatera dan turun menekan zona konveksi dan uap air menjadi daerah divergen di atas permukaan laut. Francis et al. 2007 berpendapat bahwa
kondisi ini mengakibatkan suhu udara dan SPL di pesisir barat Sumatera menjadi turun dengan cepat dan semakin turun akibat dari hembusan angin dingin dari
tenggara Samudera Hindia, sehingga daerah ini memiliki tekanan udara tinggi. Tekanan udara tinggi ini mengakibatkan angin berhembus ke arah barat di