BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Penyakit DBD ini belum
ditemukan obat antiviral spesifiknya dan belum ada vaksin antidengue yang efektif dan komersial, sehingga wajar kasus dan kematian akibat DBD di
Indonesia meningkat setiap tahun. Di Sumatera Utara dari Januari 2005 sampai 24 Januari 2006, penderita DBD sekitar 3.095 orang, sementara yang meninggal
dunia ada 61 orang Depkes, 2006.
Pemberantasan vektor DBD dengan menggunakan insektisida telah banyak menimbulkan dampak negatif antara lain peningkatan resistensi nyamuk,
pencemaran lingkungan, keracunan, kematian mahluk bukan residu Murtanti Astuti, 2005. Selanjutnya Naria 2005, menambahkan bahwa umumnya
insektisida yang diperjualbelikan di pasar adalah insektisida yang dibuat dari bahan-bahan kimia. Pemakaian insektisida kimia sangat mudah dan membunuh
organisme pengganggu dengan cepat. Namun begitu, efek yang ditinggalkannya adalah berupa residu yang dapat masuk ke dalam komponen lingkungan karena
bahan aktif sangat sulit terurai di alam. Dampak negatif lain dari insektisida kimia yang penggunaannya tidak sesuai dengan aturan pemakaiannya adalah resisten
serangga sasaran sehingga memungkinkan berkembangnya strain baru, adanya residu insektisida dalam makanan maupun lingkungan, dan efek lain yang tidak
diinginkan terhadap manusia dan binatang peliharaan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Untung 2006, saat ini penggunaan pestisida kimia di Indonesia dan seluruh dunia masih tinggi di berbagai sektor pembangunan, seperti sektor
pertanian dan kesehatan. Dari hasil kegiatan deteksi dan monitoring, resistensi jumlah dan keragaman jenis serangga yang menunjukkan fenomena ketahanan
terhadap satu atau beberapa jenis atau kelompok pestisida semakin meningkat. Setiap jenis organisme, termasuk Aedes aegypti, mempunyai kemampuan
mengembangkan populasi tahan terhadap pestisida. Ketahanan di lapangan diindikasikan oleh menurunnya efektivitas pengendalian dengan pestisida. Proses
seleksi pengembangan ketahanan pestisida tidak terjadi dalam waktu singkat, tetapi berlangsung selama banyak generasi yang diakibatkan oleh perlakuan
pestisida secara terus-menerus. Indonesia memiliki sumber keanekaragaman hayati yang sangat tinggi,
termasuk jenis tumbuhan yang mempunyai bahan aktif untuk dikembangkan sebagai insektisida nabati, senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan diduga
berfungsi sebagai insektisida diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, minyak atsiri dan steroid Kardinan, 2000.
Annona muricata L. sirsak merupakan tanaman yang tersebar di daerah subtropik dan tropik, berbentuk pohon, perdu, tergolong ke dalam famili
Annonaceae. Bahan aktif yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah alkaloid, annonine, muricine dan muricinine serta saponin yang dapat berperan sebagai anti
makan dan insektisida Grainge Ahmed, 1998 dalam Yus, 1996. Pada sirsak ditemukan juga senyawa bersifat bioaktif yang dikenal dengan nama acetogenin
Naria, 2005. Daun sirsak mengandung bahan aktif annonain, saponin, flavonoid, tanin. Selain itu, bijinya mengandung minyak antara 42-45. Daun dan bijinya
dapat berperan sebagai insektisida, larvasida repellent penolak serangga dan anti feedant penghambat makan Kardinan, 2004.
Bories et al 1991, dalam Yus, 1996 telah membuktikan adanya aktifitas antiparasit ekstrak metanol dari biji A. muricata terhadap Nippostrongylus
brasiliensis dan Molinema dessetae, dengan nilai LC 50, 24 jam adalah 26 mgl
Universitas Sumatera Utara
dan 25 mgl. Nilai LC 50, 96 jam untuk N. brasiliensis adalah 20 mgl dan LC 50, 168 jam untuk M. dessetae adalah 6 mgl.
Mardihusodo 1992, dalam Murtanti Astuti, 2005 melakukan penelitian terhadap beberapa jenis insektisida botani, salah satunya daun dan biji Annona
muricata Linn. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa A. muricata mampu menghambat pertumbuhan larva menjadi stadium pupa dan dewasa.
Famili Annonaceae lain yaitu A. squamosa pernah diuji daunnya terhadap larva Aedes aegypti. Untuk membunuh 50 larva A. aegypti diperlukan
konsentrasi antara 0.03008 - 0.03823 dan membunuh 90 larva A. aegypti diperlukan konsentrasi berkisar antara 0.05632 -0.8324 . Kematian rata-rata
larva A. aegypti pada uji umur residu LC 90 pada konsentrasi ekstrak daun srikaya tua 0.06568 pada hari ke-1 Sampai dengan ke-8 berturut-turut sebesar 92, 86,
74, 61, 43, 26, 2.2 dan 0 Noraida, 2000. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang efektifitas ekstrak-metanol daun sirsak sebagai dasar
pengendalian nyamuk A. aegypti. Untuk tujuan jangka panjang, daun sirsak diharapkan dapat digunakan sebagai larvasida botani.
1.2 Permasalahan