29 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun bangun-bangun diperoleh kadar
air 7,64, kadar ini memenuhi syarat menurut Materia Medika Indonesia Edisi V secara umum yaitu kadar air daun jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari
10. Kadar air yang berlebihan dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dan hidrolisis senyawa kimia. Hasil perhitungan kadar air dapat
di lihat pada Lampiran 5, halaman 46. Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam daun bangun-bangun adalah flavonoid, glikosida, triterpenoidsteroid
Hasibuan, 2012.
4.3 Ekstraksi
Ekstraksi serbuk simplisia dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
pelarut etilasetat diperoleh ekstrak kental etilasetat 26,565 g.
4.4 Hasil Analisis Ekstrak Etilasetat Dengan Cara KLT
Hasil KLT ekstrak etilasetat Plectranthus amboinicus Lour. Spreng menggunakan fase diam silika gel GF
254
diperoleh fase gerak yang memisahkan noda dan yang paling baik adalah n-heksana-etilasetat 70:30. Hasil pencarian
fase gerak ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
30
bp
tp
Gambar 4.1 Kromatogram dari EEDBB Dengan Fase Gerak n-heksana-
etilasetat Penampak Bercak UV 366 nm. Keterangan: Fase diam silika gel GF 256 dan fase gerak n-heksana-etilasetat,
tp=titik penotolan, bp= batas pengembangan.
Tabel 4.1
Nilai Noda Kromatogram Lapis Tipis Ekstrak Etilasetat dari Daun Bangun-Bangun Dengan Fase Gerak yang Berbeda.
Kromatografi Fase gerak n-heksana-etilasetat
Harga Rf I
8:2 0,1466; 0,2133; 0,2933;
0,36; 0,5066 II
7:3 0,4933; 0,5733; 0,6667;
0,7733; 0,84; 0,8667 III
6:4 0,44; 0,72; 0,8; 0,84
IV 5:5
0,6; 0,8667; 0,9733 V
4:6 0,7467; 0,9066
VI 3:7
0,84; 0,9066
4.5 Hasil FEDBB Secara Kromatografi Cair Vakum KCV
Pada kromatografi cair vakum, pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak etilasetat dengan cara elusi landaian gradient elution
dimulai dengan eluen yang bersifat non polar sampai eluen yang lebih polar. Perlakuan ini merupakan pemisahan tahap awal untuk mempermudah proses
pemisahan selanjutnya. Sejumlah 2 g ekstrak etilasetat dicampur dengan silika gel 60H dan dilakukan elusi ladaian. Banyak pelarut yang digunakan sebanyak
Universitas Sumatera Utara
31 200 ml. Hasil fraksinasi diperoleh 16 fraksi. Masing-masing fraksi dimonitor
komponen kimianya dengan menggunakan fase gerak n-heksana : etilasetat 7 : 3. Fraksi yang memiliki profil yang sama digabungkan hingga diperoleh 5 fraksi
yaitu fraksi I vial 1, fraksi II vial 2-3, fraksi III vial 4-7, fraksi IV vial 8-13, fraksi V vial 14-16. Hasil fraksi etilasetat I = 1, 246 g, fraksi etilasetat II =
1,925 g, fraksi etilasetat III = 2,746 g, fraksi etilasetat IV = 5,351, fraksi etilasetat V = 1,366 g. Masing-masing fraksi yang diperoleh diuji sitotoksiknya dengan
menggunakan metode BSLT. Hasil kromatogram fraksi KCV ekstrak etilasetat ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut ini:
bp
tp
Gambar 4.2 Kromatogram dari FEDBB dengan Fase Gerak n-heksana-
etilasetat Penampak Bercak UV 366 nm. Keterangan: Fase diam silika gel GF 256 fase gerak n-heksana-etilasetat 7:3,
tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan FEDBB I
= n-heksana-etilasetat 100:0 FEDBB II
= n-heksana-etilasetat 90:10 dan 80:20 FEDBB III
= n-heksana-etilasetat 70:30; 60:40; 50:50; 40:60 FEDBB IV
= n-heksana-etilasetat 30:70; 20:80; 10:90; 0:100 etilasetat-metanol 80:20 dan 60:40
FEDBB V = etilasetat-metanol 40:60; 20:80 dan 0:100
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 4.2 Nilai Noda Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Etilasetat dari Daun
Bangun-Bangun Dengan Fase Gerak n-heksana-etilasetat 70:30 Penampak Bercak UV 366 nm.
Kromatografi Fase Gerak n-heksana-etilasetat
Harga Rf I
100:0 0,8571
II 90:10; 80:20
0,8714; 0,8714 III
70:30; 60:40; 50:50; 40:60 0,8857; 0,8857; 0,8857;
0,8857 IV
30:70; 20:80; 10:90; 0:100 etilasetat-metanol 80:20; 60:40
0,9142; 0,9142; 0,9142; 0,9142; 0,9142; 0,9142
V etilasetat-metanol 40:60; 20:80;
0:100 0,9285; 0,9285; 0,9285
4.6Hasil Uji Efek SitotoksikFraksi Etilasetat
Brine Shrimp Lethalty Test BSLT adalah salah satu metode uji toksisitas
untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut, yaitu efek toksik dari suatu senyawa
ditentukan dalam waktu singkat setelah pemberian dosis uji. Pengujian menggunakan Brine Shrimp Lethalty Test BSLT diterapkan dengan menentukan
nilai Lethal Concentration 50 LC
50
setelah perlakuan 24 jam. Nilai LC
50
merupakan angka yang menunjukkan konsentrasi suatu bahan penyebab kematian sebesar 50 dari jumlah hewan uji Wibowo, 2013. Prosedurnya dengan
menentukan nilai LC
50
dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina
Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika nilai LC
50
1000 µgmL Meyer, et al., 1982. Larva yang digunakan untuk uji toksisitas berumur 48 jam, karena pada umur ini anggota tubuh larva sudah
lengkap pada saat larva itu menetas Muaja, dkk, 2013. Pendapat lain menyatakan bahwa pada saat umur 48 jam,Artemia berada pada fase yang paling
aktif membelah secara mitosis yang identik dengan sel kanker yang juga membelah secara mitosis Kurniawan, 2012.
Universitas Sumatera Utara
33 Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut nilai LC
50
dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti
kanker Cahyadi, 2009; Kurniawan, 2011. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan
menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva udang Artemia salina seperti mencit dan tikus secara in vivo Cahyadi, 2009; Mutia, 2010. Kematian
larva Artemia salina Leach berhubungan dengan konsentrasi dan senyawa- senyawa yang terkandung didalam larutan uji Cahyadi, 2009; Mutia, 2010.
Adapun hasil perhitungan jumlah kematian nauplii dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Sitotoksik Fraksi Etilasetat Daun Bangun-Bangun FEDBB
Sampel Kons µgmL
Log. Kons
Rata- rata kematian
kematian Fraksi etil
asetat I 10
1 3,4
34 100
2 5,6
56 1000
3 8,0
80 Fraksietil asetat
II 10
1 1,8
18 100
2 7,4
74 1000
3 9,4
94 Fraksi etil
asetat III 10
1 2,2
22 100
2 6,6
66 1000
3 8,8
88 Fraksi etil
asetat IV 10
1 2,6
26 100
2 5,6
56 1000
3 7,8
78 Fraksi etil
asetat V 10
1 2,2
22 100
2 6,6
66 1000
3 8,8
88 Uji sitotoksik terhadap Artemia salina Leach dengan fraksi etilasetat dilakukan
sebanyak 5 kali pengulangan pada masing-masing konsentrasi yaitu 10 µgmL, 100 µgmL dan 1000 µgmL.
Melihat ada tidaknya perbedaan dari setiap kosentrasi pada tiap larutan uji, dilakukan analisis ANOVA menggunakan program SPSS versi 17 terhadap
Universitas Sumatera Utara
34 jumlah kematian nauplii. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman
61. Mengetahui konsentrasi mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda antara satu konsentrasi dengan konsentrasi yang lain dalam satu larutan uji
dilakukan uji Post Hoc Tuckey untuk semua larutan uji. Hasil uji Post Hoc Tuckey pada fraksi etilasetat I menunjukkan bahwa jumlah kematian nauplii pada
konsentrasi 10 µgmL dan 100 µgmL tidak signifikan. Sedangkan pada konsentrasi 1000 µgmL jumlah kematian nauplii memiliki nilai yang signfikan
p 005 artinya pada konsentrasi 1000 µgmL fraksi etilasetat daun bangun- bangun dapat memberikan efek sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach
yang lebih tinggi dibandingkan pada konsentrasi 10 µgmL dan 100 µgmL. Berdasarkan hasil analisis probit hasil pengujian sitotoksik larutan uji
terhadap nauplii Artemia salina Leach dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran LC
50
dengan Metode BSLT No
Ekstrak LC
50
µgmL 1.
2. 3.
4. 5.
Fraksi Etilasetat I Fraksi Etilasetat II
Fraksi Etilasetat III Fraksi Etilasetat IV
Fraksi Etilasetat V 49,431
42,955 51,050
72,945
130,617 Berdasarkan hasil uji sitotoksik kelima fraksi etilasetat tersebut mempunyai
aktivitas toksisitas yang signifikan terdapat pada fraksi II. Hasil ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut fraksi sudah dapat mematikan 50 larva
Artemia salina Leach. Dari masing-masing fraksi sampel yang memiliki aktivitas
yang terbaik pada fraksi II dengan nilai LC
50
42,955 µgmL dengan eluen H:E 9 : 1 dan 8:2 yang diasumsikan mengandung senyawa bioaktif polar flavonoid.
Berdasarkan uji fitokimia dan literatur terdahulu Hasibuan, 2012 terhadap tanaman daun bangun-bangun Plectranthus amboinicus Lour. Spreng,
kandungan senyawa aktifnya adalah flavonoid yang kemungkinan merusak sel
Universitas Sumatera Utara
35 Artemia salina
Leach sehingga bersifat toksik. Mekanisme kerja senyawa flavonoid yaitu menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini
mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulasi rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akibatnya larva mati kelaparan. Selain itu senyawa
flavonoid dapat bertindak sebagai racun dalam perut yang menyerang organ- organ pencernaan Artemia salina Leach, sehingga alat pencernaanya akan
terganggu Carballo, 2002.
Universitas Sumatera Utara
36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN