52
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK NASABAH
ATAS PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN PT. BANK SUMUT CABANG MEDAN DIKAITKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Kedudukan Para Pihak Antara PT. Bank Sumut Cabang Medan Dan Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Dengan Menggunakan Klausula Baku
Klausula baku contract standart adalah perjanjian yang disepakati dalam bentuk tertulis yang telah digandakan, yang isinya telah dibakukan secara sepihak
oleh pihak perbankan dalam hal ini selaku sebagai kreditur pemilik dana dan ditawarkan kepada nasabah yang merupakan selaku sebagai pengguna jasa kredit
perbankan. Bentuk perjanjian kredit perbankan dalam praktiknya telah disediakan oleh
pihak bank sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahami dngan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku contract
standart, dimana debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk tawar-menawar.
65
Klausula baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan sering kali kontrak tersebut sudah
tercetak boilerplate dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para
pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya, dimana pihak lain dalam kontrak
65
Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 436
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempakatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula.
66
Dari uraian tersebut diatas, secara jelas menggambarkan posisi bank yang menentukan secara sepihak terhadap klausula-klausula perjanjian pada posisi yang
kuat sehingga nasabahdebitur berada pada posisi tawar yang tidak setara. Artinya dalam hal ini tidak adanya pilihan bagi nasabahdebitur selaku konsumen untuk
secara bebas menentukan pilihannya. Keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen tujuannya adalah melindungi hak-hak konsumen dari perilaku pelaku usaha atas kecurangan yang dapat merugikan konsumen, UU tersebut menjadi
suatu payung hukum bagi setiap konsumen sehingga konsumen tidak dirugikan oleh pelaku usaha. Hal ini dapat dilihat pada konsiderans bagian menimbang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa tujuan keberadaan undang-undang tersebut adalah untuk
meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa nasabahdebitur pada suatu bank adalah berkedudukan sebagai
konsumen, maka setiap hak-hak dan kewajibannya diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Begitu juga sebaliknya,
66
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
bank yang merupakan sebagai pelaku usaha sebagai penyedia jasa keuangan memiliki hak dan kewajiban yang juga diatur oleh undang-undang tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, bank dalam menentukan perjanjian kredit yang berbentuk klausula baku standart contract maka harus berdasarkan
dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan keberadaan penjelasan Pasal 18 ayat 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menempatkan nasabah selaku konsumen harus memiliki kedudukan yang setara
dengan bank sebagai pelaku usaha dalam suatu perjanjian kredit. Dalam praktek perbankan, secara yuridis ada 2 jenis standart contract
yang selalu digunakan bank dalam memberikan kreditnya, yaitu: 1.
Perjanjian kredit dengan akta di bawah tangan, yaitu perjanjian pemberian kredit yang klausula-klausulanya telah dibuat sendiri oleh
pihak bank, kemudian disodorkan kepada debitur. Penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan oleh mereka sendiri, tanpa adanya
notaris.
2. Perjanjian kredit dengan akta otentik, yaitu perjanjian pemberian
kredit oleh bank pada debitur yang dibuat dengan akta notaris. Namun tetap saja bahwa klausula-klausula yang dicantumkan dalam akta
notaris tersebut berpedoman pada klausula-klausula perjanjian kredit yang dibuat oleh bank.
67
Salah satu bank yang pernah menggunakan jenis perjanjian seperti yang telah disebut diatas adalah PT. Bank Sumut Cabang Medan.
Dalam praktek biasanya PT. Bank Sumut Cabang Medan telah menyediakan blanko atau formulir
yang isinya telah dipersiapkan terlebih dulu untuk ditujukan kepada setiap calon nasabah yang melakukan pengajuan permohonan kredit. Calon nasabah yang
mengajukan permohonan kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan tidak turut
67
Budi Untung, “Kredit Perbankan di Indonesia”, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2000, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
serta dalam merumuskan mengenai isi perjanjian kredit tersebut, kepada nasabah PT. Bank Sumut Cabang Medan hanya diminta persetujuannya apakah menerima
syarat-syarat yang disebutkan dalam blankoformulir yang telah dipersiapkan tersebut atau tidak.
68
Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, dalam suatu perjanjian maka para pihak harus mempunyai kedudukan-kedudukan yang seimbangsetara, hal ini
dikarenakan bahwa dalam setiap perikatan perjanjian yang dibuat secara sah dan berlaku terhadap bagi mereka-mereka yang menghendakinya yang mana
sebelumnya mereka bersepakat untuk memenuhi masing-masing hak dan kewajibannya yang telah diatur Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Pengaturan mengenai pencantuman klausula baku yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksudkan sebagai upaya untuk menempatkan konsumen dengan pelaku usaha
dalam kedudukan yang setara berdasarkan prinsip azas kebebasan berkontrak sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi setiap mereka yang membuatnya.
Berdasarkan Pasal 1338 KUPerdata tersebut, bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan,
ketertiban umum, dan undang-undang yang berlaku. Adapun ruang lingkup yang terkait dengan azas kebebasan berkontrak, yaitu:
68
Hasil wawancara dengan Bapak Faisal, staff bagian Analisis Kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan, tanggal 12 Agustus 2015
Universitas Sumatera Utara
1.
Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat pernjanjian.
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia membuat
perjanjian.
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian
yang akan dibuatnya.
4.
Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.
5.
Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpan ketentuan UU yang
bersifat opsional optional.
69
Dalam upaya mencapai kedudukan yang setara antara konsumen dengan pelaku usaha terkait dengan hak-hak nasabah dalam perjanjian kredit yang
menggunakan klausula baku contract standart telah disebutkan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mengenai hak-hak dan kewajiban sebagai konsumen. Hak-hak sebagai konsumen yang dinyatakan Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah: 1.
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa;
2. hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang
danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan
jaminan barang danatau jasa; 4.
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan;
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6.
hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7.
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau
penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
69
Rudyanti Dorotea Tobing, Op. Cit., hal. 78
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kewajiban sebagai konsumen yang dinyatakan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau
jasa; 3.
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4.
mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bagi pelaku usaha, dalam upaya mencapai kesetaraan kedudukan dengan konsumen terkait penerapan perjanjian kredit kepada nasabah yang menggunakan
klausula baku contract standart telah disebutkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai
hak-hak dan kewajiban sebagai konsumen. Hak-hak sebagai pelaku usaha yang dinyatakan Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah: 1.
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang
diperdagangkan; 2.
hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4.
hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau
jasa yang diperdagangkan; 5.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban sebagai pelaku usaha yang dinyatakan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Universitas Sumatera Utara
2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif; 4.
menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau
jasa yang berlaku; 5.
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan
danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan;
6. memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila
barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Terkait dengan hak-hak nasabah yang telah disebutkan dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juga menyebutkan secara tidak tersirat mengenai hak-hak
dan kewajiban nasabah sebagai pengguna jasa perbankan diantaranya, yaitu: 1.
Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, menyebutkan bahwa dalam memberikan kredit bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah. 2.
Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, menyebutkan bahwa nasabah berhak memperoleh atas informasi tentang berbagai resiko produk perbankan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyebutkan bahwa nasabah berhak memperoleh
kerahasiaan atas keterangan nasabah dan simpanannya. Bentuk Klausula baku standart contract perjanjian kredit antara PT.
Bank Sumut Cabang Medan dengan nasabahnya dituangkan dalam suatu perjanjian “Persetujuan Membuka Kredit.” Didalam perjanjian Persetujuan
Membuka Kredit tersebut terdapat beberapa klausula-klausula yang telah ditentukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Medan diantaranya, yaitu:
1. Klausula yang memuat tentang jumlah hutang kredit, jangka waktu
kredit, tujuan kredit. Pasal 1 Perjanjian Persetujuan Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang medan
2. Klausula yang memuat tentang kewajiban membayar oleh debitur,
yakni; pembiayaan hutangangsuran, bunga, biaya administrasi, dan biaya-biaya lainnya. Pasal 2 dan Pasal 9 Perjanjian Persetujuan
Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
3. Klausula yang memuat tentang penyerahan agunan oleh debitur kepada
PT. Bank Sumut Cabang Medan. Pasal 3 Perjanjian Persetujuan Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
4. Klausula yang memuat tentang kewenangan mutlak PT. Bank Sumut
Cabang Medan untuk mengatur agunan yang diagunkan oleh nasabahdebitur. Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8 dan dan Pasal 11
Perjanjian Persetujuan Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
5. Klausula yang memuat tentang perlindungan terhadap barang agunan
yang diagunkan oleh nasabahdebitur, bahwa PT. Bank Sumut Cabang Medan
mengambil alih
kewajiban untuk
memelihara atau
mengasuransikan barang agunan milik debitur. Pasal 7, Pasal 12 Perjanjian Persetujuan Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang
Medan
6. Klausula yang menyatakan tentang penyerahan kembali agunan milik
nasabahdebitur oleh PT. Bank Sumut Cabang Medan atas pelunasan kredit secara keseluruhan atau sebahagian. Pasal 10 Perjanjian
Persetujuan Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
7. Klausul tentang bentuk penyerahan agunan milik nasabahdebitur
kepada PT. Bank Sumut Cabang Medan. Pasal 13 Perjanjian Persetujuan Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
Universitas Sumatera Utara
8. Klausula tentang kewenangan PT. Bank Sumut Cabang Medan untuk
melakukan pendebetanpembukuan atas pinjaman nasabahdebitur, hal ini juga dituangkan dan dilampirkan dalam Surat Kuasa atas nama
nasabahdebitur sendiri yang memberikan kuasa kepada pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan. Pasal 14 Perjanjian Persetujuan Membuka
Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
9. Klausula yang memuat pernyataan tentang nasabah harus mematuhi dan
tunduk atas segala hal ketentuan aturan yang ada pada PT. Bank Sumut Cabang Medan. Pasal 15 dan Pasal 16 Perjanjian Persetujuan
Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
10. Klausul yang memuat kewajiban nasabah untuk menyampaikan
memberikan laporan keuangan atau keterangan lainnya kepada PT. Bank Sumut Cabang Medan. Pasal 17 Perjanjian Persetujuan
Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
11. Klausul miscellaneous, klausul yang berisi tentang peraturan-peraturan
pasal tambahan . Pasal Tambahan Perjanjian Persetujuan Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
12. Klausul penutup, klausul yang memuat tentang menyangkut untuk
menetapkan domisili atau tempat kedudukan hukum untuk penyelesaian apabila terjadi perselisihan. Pasal Penutup Perjanjian Persetujuan
Membuka Kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
Berdasarkan klausula-klausula pada perjanjian Persetujuan Memberikan Kredit yang tersebut diatas, maka jelas bahwa perjanjian-perjanjian kredit yang
yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Medan tidak seimbang, kedudukan antara nasabah atau debitur tidak setara sebagaimana diatur Pasal 18 Undang-
Undang No. 8 Tentang 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan klausula perjanjian Persetujuan Membuka Kredit, bahwa
nasabah dan debitur hanya memiliki pilihan untuk menerima atau menolak atas perjanjian tersebut. Hal ini sesuai sebagaimana yang telah dikemukakan oleh H. J.
Sluiter ysng mengatakan bahwa standard contract perjanjian baku merupakan perjanjian yang bersifat paksaan, bersifat lebih dipaksakan berdasarkan ketentuan
ekonomi yang lebih kuat, sedang salah satu pihak dipaksa oleh pihak lain yang memiliki ekonomi yang lebih kuat.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian baku standard contract merupakan perjanjian yang ditentukan oleh sepihak dalam hal ini adalah kreditur, bentuk perjanjian ini dituangkan dalam
bentuk tertulis. Oleh karena itu, kreditur yang mengatur dan menentukan isi perjanjian karena memiliki kedudukan yang lebih kuat dibanding debiturnya
sehingga terjadinya ketidakseimbangan kedudukan antara kreditur dengan debitur, Hal ini dapat terlihat dari isi perjanjian kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan
yang dibuat oleh PT. Bank Sumut Cabang Medan secara sepihak, yang mana pada perjanjian kredit tersebut tercantum klausul-klausul yang tidak adil bagi
nasabahnya karena pada perjanjian kredit tersebut hanya memuat klausul-klausul yang menjadi kewajiban bagi nasabah dan merupakan hak-hak PT. Bank Sumut
Cabang Medan yang harus dipenuhi dan dipatuhi. Umumnya nasabah bersikap menyetujui apa yang tertera dalam standart
contract. Jarang ditemukan ada nasabah yang tidak setuju dengan perjanjian demikian, sebab nasabah dihadapkan pada keadaan yang menyulitkan dirinya.
Misalnya, apabila kredit yang telah disetujui oleh bank tidak diambil maka proyek nasabah akan menjadi terkatung-katung dan akibatnya proyek menjadi gagal.
70
Standard contract perjanjian baku, selain kreditur yang mengatur dan menentukan isi perjanjian dipandang memiliki kedudukan ekonomi yang lebih
kuat dibanding debiturnya. Disamping itu, dari sisi administrasi terdapat alasan- alasan lain seperti menghemat waktu, praktis, dan sebagai pelayanan yang baik
kepada debitur.
71
70
Gatot Supranomo, Op. Cit., hal. 175
71
Ibid.hal. 174
Universitas Sumatera Utara
B. Pertanggung jawaban Pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan Dalam Penerapan Klausula Baku Atas Perjanjian Kredit Yang Bertentangan
Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Tanggung jawab pelaku usaha telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 19 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, bahwa tanggung jawab pelaku usaha ialah: 1.
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh
hari setelah tanggal transaksi. 4.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Berdasarkan dengan bunyi Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdapat beberapa bentuk pertanggung jawaban pelaku usaha dalam
hukum perlindungan konsumen, yaitu: 1.
Pertanggung jawaban kontraktual contractual liability. 2.
Pertanggung jawaban produk product liability. 3.
Petanggung jawaban profesional professional liability. 4.
Pertanggung jawaban langsung strict liability.
72
72
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 94.
Universitas Sumatera Utara
Larangan pencantuman klausula baku yang mengandung klausula eksonerasi dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan debitur setara dengan
pihak bank berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu
perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena
ingkar janji atau perbuatan melannggar hukum.
73
Klausula eksonerasi biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausula atas unsur esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya ditemukan dalam
perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan klausula yang sangat merugikan konsumen yang umunya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan
produsen, karena beban yang seharusnya dipikul oleh produsen dengan adanya klausula tersebut menjadi beban konsumen.
74
Timbulnya tanggung jawab kontraktual disebabkan adanya hubungan kontraktual antara konsumen dengan pelaku usaha, maka kualifikasi gugatannya
adalah wanprestasi. Hubungan kontraktual tidak disyaratkan jika konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum. Dalam kualifiksi
pelanggaran hubungan kontraktual konsumen harus membuktikan unsur-unsur: 1.
Adanya perbuatan melawan hukum. 2.
Adanya kesalahankelalaian pelaku usaha. 3.
Adanya kerugian yang dialami konsumen.
73
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, 2011, Op. Cit., hal 114.
74
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
4. Adanya hubungan klausul antara perbuatan melawan hukum dengan
kerugian yang dialami konsumen.
75
Tanggung jawab kontraktual berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku
usaha yang mencantumkan klausula baku dengan isi, letak, bentuk, atau pengungkapannya seperti diuraikan di atas dalam dokumen atau perjanjian baku
yang dibuatnya dapat dikenakan sanksi sebagai berikut: a.
Sanksi Perdata Klausula baku tersebut jika digugat di pengadilan oleh konsumen, akan
menyebabkan hakim harus membuat putusan declaratoir bahwa klausula tersebut batal demi hukum void, Hal ini sebagaimana tersebut
pada Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelaku usaha yang pada saat ini mencantumkan klausula baku dalam dokumen atau perjanjian baku yang digunakannya, wajib merevisi
klausula baku yang digunakannya itu agar sesuai dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hal ini
sebagaimana tersebut pada Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. Sanksi Pidana
Mengenakan sanksi pidana kepada pelaku usaha yang melanggar pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
75
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 182
Universitas Sumatera Utara
Konsumen sebagaimana ditetapkan dalam pasal 62 ayat 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- dua miliar rupiah.
Ketentuan mengenai pertanggung jawaban professional telah diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Dalam hal pelaksanaan pemberian kredit perbankan, perlindungan konsumen terkait pertanggung jawaban professional terdapat dalam
pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: Pelaku usaha dalam menawarkan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan mengenai:
1. harga atau tarif suatu jasa;
2. kegunaan suatu jasa;
3. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi suatu jasa;
4. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
5. bahaya penggunaan jasa.
Pelaku usaha yang di dalam memberikan jasanya melanggar ketentuan tersebut di atas, dan kemudian ternyata menimbulkan kerugian pada badan, jiwa,
dan barang milik konsumen, maka pelaku usaha dapat dikenakan sanksi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Sanksi Perdata
Apabila pemberian jasa oleh professional menggunakan suatu perjanjian baku yang mencantumkan klausula baku yang berisi
klausula eksonerasi, maka sanksi perdata yang dapat dikenakan adalah sanksi yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu, apabila perjanjian pemberian jasa tersebut melanggar ketentuan yang
tercantum dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka berarti
perjanjian pemberian jasa tersebut tidak memenuhi syarat sebabkausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila hal ini dilanjutkan
ke Pengadilan, hakim harus menetapkan putusan yang declaratoir bahwa perjanjian pemberian jasa tersebut batal demi hukum void.
b. Sanksi Pidana
Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 62 ayat 1 dan 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka
pelaku usaha yang melanggar ketentuan dia atas dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun2 dua tahun, atau pidana
denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- Dua Milliar RupiahRp. 500.000.000,- Lima Ratus Juta rupiah sesuai dengan pasal yang
dilanggar. Dalam rangka pemberdayaan nasabah jasa perbankan, maka Bank
Indonesia sebagai bank sentral yang bertanggung jawab sebagai pelaksana otoritas
Universitas Sumatera Utara
moneter sangat diharapkan sekali mempunyai kepeduliannya. Dengan berlakunya PBI No. 76PBI2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan yang ada. Oleh karena itu, pelaku usaha perbankan
dituntut untuk: 1.
Memberikan pelayanan terbaik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2.
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikannya.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskrimatif. 4.
Menjamin kegitan usaha perbankan berdasarkan ketentuan standar perbankan yang sudah berlaku.
76
C. Upaya-upaya Perlindungan Hukum Dari Pelaksanaan Perjanjian Kredit Terhadap Klausula Baku Pada Nasabah
PT. Bank Sumut adalah merupakan sebuah lembaga keuangan perbankan di Sumatera Utara yang mengandalkan dan mengutamakan kepercayaan
masyarakat diatas segalanya. Hal ini dikarenakan PT. Bank Sumut sangat sekali membutuhkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan dan menjalankan
kegiatan usahanya.
77
Untuk mempertahankan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap PT. Bank Sumut, maka dilakukan upaya-upaya perlindungan hukum terhadap
nasabah dari segala tindakan yang merugikan serta menindak secara tegas
76
Muhammad Djumahana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2000, hal. 281
77
Hasil wawancara dengan Bapak Rudi Hermawanto, staff Bagian Administrasi Kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan, tanggal 12 Agustus 2015
Universitas Sumatera Utara
terhadap setiap oknum pegawai di PT. Bank Sumut yang sengaja melakukan kesalahan dan tidak bertanggung jawab.
78
Perlindungan terhadap nasabah dalam bidang perbankan merupakan suatu ketentuan yang tidak boleh diabaikan begitu saja, alasannya dikarenakan nasabah
merupakan unsur yang sangat berperan sekali dalam dunia perbankan, dalam arti kata hidup matinya perbankan hanyalah bersandarkan kepada kepercayaan dari
masyarakat khususnya nasabah di PT. Bank Sumut Cabang Medan.
79
Upaya perlindungan nasabah sebagai konsumen selaku pengguna jasa perbankan kredit, bahwa Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyatakan ada 5 lima azas perlindungan terhadap konsumen, yaitu:
1. Azas manfaat
Maksud azas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Azas keadilan
Azas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Azas keseimbangan
Azas ini dimaksudkan untuk memberikan kesimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau spiritual.
4. Azas keamanan dan keselamatan konsumen
Azas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan, abrangjasa yag dikonsumsi atau digunakan.
5. Azas kepastian hukum
Azas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menajmin kepastian hukum.
78
Ibid.
79
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal perjanjian kredit, hubungan hukum yang terjadi antara nasabah dengan bank terwujud karena adanya kesepakatan karena suatu perjanjian, dimana
perjanjian tersebut telah terlebih dulu dibakukan dan dibuat dalam bentuk formulir oleh pihak bank dan semua isi-isi dalam perjanjian tersebut harus dapat
memberikan perlindungan hukum bagi nasabah dan pihak bank. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak bank untuk menghilangkan
atau paling tidak meminimalisir terjadinya kerugian bagi nasabah karena memang harus dalam bentuk perjanjian baku, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Memberikan peringatan secukupnya kepada para nasabahnya akan
adanya dan berlakunya klausula-klausula penting dalam perjanjian. b.
Pemberitahuan dilakukan sebelum atau pada saat penandatanganan perjanjian kreditpembiayaan.
c. Dirumuskan dalam kata-kata dan kalimat yang jelas.
d. Memberikan kesempatan yang cukup bagi debitur untuk mengetahui
isi perjanjian.
80
Oleh karena itu, kerjasama yang baik antara pihak bank dengan nasabah, khususnya dalam hal adanya perjanjian baku mengenai kredit atau pembiayaan,
serta pembukaan rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga dapat meminimalisir dispute yang
berkepanjangan di kemudian hari.
81
Pelaksanaan perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan, upaya- upaya yang dilakukan untuk melindungi nasabah dalam perjanjian kredit tersebut
antara lain:
80
Johannes Ibrahim, 2004, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT. Revika Aditama, Bandung, hal. 42.
81
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
a. Perlindungan pada saat pembuatan dan perumusan perjanjian kredit di
PT. Bank Sumut Cabang Medan. Dalam perumusan perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan
berdasarkan dengan beberapa peraturan yang berlaku sekarang dan tetap memperhatikan kepentingan nasabah, dan jaminan kepastian
hukum. b.
Perlindungan terhadap isi perjanjian kredit yang harus ditandatangani oleh nasabah kredit dari PT. Bank Sumut Cabang Medan.
Perjanjian ini sudah disediakan terlebih dulu oleh pihak bank dan sudah tercetak dalam bentuk formulir tertentu, yang dalam hal ini ketika
kontrak tersebut akan ditandatangani maka nasabah hanya mengisikan data-data informatif saja dengan sedikit atau tanpa perubahan klausula-
klausula dalam perjanjian kredit tersebut. c.
Perlindungan dalam pelaksanaan kredit. Jika terjaditimbul permasalahan dalam pelaksanaan kredit, maka pihak
PT. Bank Sumut Cabang Medan dalam mengatasi permasalahan tersebut mengacu pada kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
82
Surat Edaran Bank Indonesia No. 277UPPB tertanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi
bank Umum pada Pasal 1 menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui
82
Hasil wawancara dengan Bapak Faisal, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis.
Berdasarkan Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27162KEPDIR, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 277UPPB tentang
kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi bank Umum, menyatakan bahwa:
Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan
sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;
2. organisasi dan manajemen perkreditan;
3. kebijakan persetujuan kredit;
4. dokumentasi dan administrasi kredit;
5. pengawasan kredit;
6. penyelesaian kredit bermasalah
Dalam memberikan perlindungan terhada pelaksanaan kredit, jika terjadi atau timbul permasalahan dalam pelaksanaan kredit maka pihak PT. Bank Sumut
Cabang Medan dalam mengatasi permasalahan tersebut mengacu pada kebijakan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PBI No. 77PBI2005 tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah, yaitu: 1.
Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan atau perwakilan nasabah.
2. Untuk menyelesaikan pengaduan, bank wajib menetapkan kebijakan
dan memiliki prosedur tertulis yang meliputi: a.
penerimaan pengaduan; b.
penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan c.
pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan. Ketentuan-ketentuan aturan yang telah tersebut diatas berlaku untuk segala
macam jenis perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan, jika terjadi timbul permasalahan antara pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dengan
Universitas Sumatera Utara
nasabah yang menyimpang terhadap suatu perjanjian kredit maka ketentuan- ketentuan tersebut itulah yang berlaku untuk dijadikan acuan dalam
menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
83
Perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan tidak terdapat pencantuman klausula yang letaknya maupun bentuknya tidak dapat dibaca secara
jelas, atau yang pengungkapannya sulit untuk dimengerti oleh nasabah. Pihak Bank Sumut Cabang Medan selalu tetap menjelaskan kepada nasabah tentang isi
perjanjian kredit tersebut dengan detail, dan jelas tentang syarat-syarat yang ada pada diperjanjian kredit tersebut.
84
Kenyataannya selama ini di PT. Bank Sumut Cabang Medan, klausula- klausula dari perjanjian kredit yang ditawarkan dan diberikan kepada nasabah
biasanya yang dianggap berat dan dikeluhkan oleh nasabah itu sendiri adalah klausula tentang persoalan bunga, akan tetapi pihak PT. Bank Sumut Cabang
Medan juga menjelaskan dan memberi perbandingan kepada nasabah bahwa bunga perkreditan yang ditentukan di PT. Bank Sumut Cabang Medan lebih
rendah dari Koperasi maupun Bank Perkreditan Rakyat BPR, dan selama ini juga pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dalam memberikan pelayanan kepada
nasabah bersifat kekeluargaan.
85
Berdasarkan peraturan umum pemberian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan dijelaskan bahwa langkah pertama yang dilakukan apabila terjadi
perselisihan dalam perjanjian yang berbentuk baku standart contract antara pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dengan nasabahnya maka diselesaikan
83
Ibid.
84
Ibid.
85
Hasil wawancara dengan Bapak Rudi Hermawanto, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
secara musyawarah dan mufakat. Ini menunjukkan adanya upaya penyelesaian secara baik-baik untuk melindungi kepentingan bagi para pihak dalam
melaksanakan perjanjian kredit tersebut.
86
Adanya upaya penyelesaian yang dicapai secara musyawarah dan mufakat oleh PT. Bank Sumut Cabang Medan terhadap nasabahnya adalah merupakan
wujud dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, yaitu sebagaimana disebutkan Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan
pilihan sukarela para pihak yang bersengketa .”
Berdasarkan sebagaimana yang dimaksud Pasal 43 ayat 2 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak menutup
kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa antara PT. Bank Sumut Cabang Medan terhadap nasabah secara damai tanpa melalui pengadilan atau
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang perlindungan konsumen.
Upaya terakhir yang dapat dilakukan terhadap timbulnya pemasalahan dalam pelaksanaan perjanjian kredit yang dituangkan dalam klausula baku
standard contract yang disepakati oleh para pihak adalah dengan melakukan gugatan
ke pengadilan
setelah sebelumnya
telah dilakukan
upaya mediasipedamaian negoisasi secara musyawarah dan mufakat.
86
Hasil wawancara dengan Bapak Faisal, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Pengajuan gugatan melalui pengadilan untuk upaya penyelesaian sengketa yang timbul diantara para pihak bank dengan nasabah adalah sesuai dengan
rumusan pada perjanjian Persetujuan Membuka Kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan.
Pasal Penutup pada perjanjian Persetujuan Membuka Kredit terdapat klausula yang berbunyi “untuk segala yang berkenaan dengan Persetujuan
Membuka Kredit ini, kedua belah pihak memilih tempat kedudukan domisili pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan. Peralihan domisili ini berlaku juga
untuk ahli waris debiturPemberian agunan pihak ketiga dan untuk siapa saja yang akan menjadi gantinya.”
Universitas Sumatera Utara
75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN