Akibat Hukum Perjanjian Kredit yang Menggunakan Klausula Baku

10. Expence clause. Klausul ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada debitur antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta, dan penagihan kredit. 11. Debet autthorization clause. Klausul ini berisi pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan seizin debitur. Bahwa yang mempunyai hak untuk mendebet adalah debitur sendiri atau yang telah diberi kuasa oleh debitur yang melalui persetujuan dari bank dengan memakai lampiran surat kuasa. 12. Representation and warranties. Klausul ini berisi pernyataan-pernyataan hal tertentu nasabag debitur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan dan harta kekayaan nasabah debitur pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit tersebut. 13. Klausul financial cobenants. Klausul yang berisi janji-janji nasabah bagi debitur untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal taraf tertentu. 14. Miscellaneous pasal-pasal tambahan. Klausul ini berisi tentang peraturan-peraturan tambahan yang berbeda disetiap banknya yang merupakan salah satu syarat mengajukan kredit pada bank tersebut. 15. Dispute settlement alternatif dispute resolution. Klausul ini mengatur mengenai penyelesaian jika antara kreditur dan debitur terjadi perselisihan. Bagaimana tindakan bank apabila debitur melakukan wanprestasi, dimana disebutkan bahwa barang jaminan dikuasai oleh bank. 16. Pasal penutup, memuat eksemplar perjanjian kredit yang memuat pengaturan mengenai jumlah alat bukti, tanggal berlakunya serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit. 58

C. Akibat Hukum Perjanjian Kredit yang Menggunakan Klausula Baku

Semua perikatan maupun perjanjian yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan bersama diantara para pihak, yakni antara bank dengan nasabah, yang sama-sama cakap bertindak, mengenai suatu objek tertentu, berdasarkan atas hak klausa yang halal, adalah mengikat secara sah bagi pihak-pihak yang bersangkutan, sebagaimana layaknya UU bagi para pihak yang membuatnya. 58 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal. 193 Universitas Sumatera Utara Klausula yang dibuat dalam bentuk baku merupakan perjanjian yang isi, syarat, dan ketentuannya disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada nasabah untuk disepakati, hal ini untuk mempermudah dan mempermudah kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar standaardform secara lengkap. Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian kredit yang menggunakan klausa baku adalah sama halnya dengan syarat sahnya suatu perjanjian pada umumnya, yakni sebagaimana yang tertuang pada Pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian terdapat 4 empat syarat, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Mengenai sesuatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal; Pengaturan mengenai pencantuman klausula baku terdapat dalam Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengaturan mengenai pencantuman klausula baku tersebut dimaksudkan oleh UU sebagai usaha untuk menempatkan kedudukan konsumen secara setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. 59 Dalam hal hubungan pelaku usaha dan konsumen, maka pencantuman klausula baku harus memperhatikan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi sebagai berikut: 59 Penjelasan pasal 1 ayat 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara 1. Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, menyatakan bahwa : Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2. Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, menyatakan bahwa : Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. 3. Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, menyatakan bahwa : Universitas Sumatera Utara Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. 4. Pasal 18 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, menyatakan bahwa : Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini. Penggunaan klausul baku dalam perjanjian sifatnya adalah memaksa, dalam hal ini memaksa debitur untuk menyetujui isi perjanjiannya. Ketika debitur hendak transaksi, yang banyak terjadi ketika negosiasi dilakukan kreditur menyodori blankoformulir perjanjian kepada debitur. Biasanya debitur tidak diberi waktu yang cukup untuk mempelajari perjanjian tersebut, melainkan debitur diminta untuk memperlihatkan kartu identitasnya KTP, SIM dan lain sebagainya kemudian diisikan kedalam perjanjian dan meminta debitur untuk menandatangani blankoformulir perjanjian tersebut. 60 Seluruh kalangan perbankan dalam memberikan kredit kepada nasabahnya, telah mempraktikkan penggunaan klausul baku. Ketika bank telah mengambil keputusan untuk menyetujui permohonan kredit, bank menyerahkan blankoformulir perjanjian kredit kepada nasabah. Dalam blankoformulir perjanjian tersebut, pihak bank telah menentukan isi perjanjiannya, pada bagian- bagian tertentu seperti identitas para pihak, jumlah kredit, jangka waktu, maupun jenis barang yang akan dijaminkan sengaja dikosongkan untuk diisi. Maksud 60 Gatot Supramono, Op. Cit., hal. 22. Universitas Sumatera Utara penyerahan ini adalah nasabah diminta untuk memberikan pendapatnya apakah ia menyetujui atau tidak klausul baku tersebut. 61 Untuk itu, setiap nasabah merupakan sebagai konsumen pada suatu bank perlu memperhatikan hak-hak yang harus diperjuangkan. Sebagai nasabah tidak bisa hanya tinggal diam tanpa bisa berbuat apa-apa ketika hak-hak sebagai nasabah jelas-jelas telah dirugikan. 62 Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa hak-hak konsumen adalah sebagai berikut: 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barangjasa. 2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barangjasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barangjasa. 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barangjasa yang digunakanya. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. 7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 61 Ibid., hal 23. 62 Happy Susanto, Op. Cit., hal. 26. Universitas Sumatera Utara 8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barangjasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peratura perundang-undangan lainnya. Nasabah sebagai konsumen juga memliki kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 5 dinyatakan bahwa kewajiban konsumen sebagai berikut: 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barangjasa. Tujuannya adalh untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri. oleh karena itu, konsumen perlu membaca dan meneliti label, etiket, kandungan barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barangjasa. Itikad baik sangat diperlukan ketika konsumen akan bertransaksi. Dengan itikad baik, kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa yang diinginkannya bisa terpenuhi dengan penuh kepuasan. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli, tentunya dengan nilai tukar yang disepakati. 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Ketika dirasa ada keluhan terhadap barangjasa yang telah didapat, konsumen perlu secepatnya menyelesaikan Universitas Sumatera Utara masalah tersebut dengan pelaku usaha. Perlu diperhatikan agar penyelesaian masalah sebisa mungkin dilakukan dengan cara damai. Jika tidak ditemui titik penyelesaian, cara hukum bisa dilakukan asalkan memerhatikan norma dan prosedur yang berlaku. 63 Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi nasabahkonsumen agar selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu, setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah yang bakal menimpanya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama pentingnya dengan perhatian terhadap hak- haknya sebagai nasabahkonsumen. 64 63 Ibid., hal 27. 64 Ibid., hal 28. Universitas Sumatera Utara 52

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK NASABAH

Dokumen yang terkait

Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan Syariah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Studi Pada PT.Bank Muamalat CAB.Medan

6 69 88

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 2 21

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 3 13

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 11

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

PERJANJIAN STANDAR DALAM PEMBERIAN KREDIT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PT.BPR X KOTO SINGKARAK.

0 0 7

PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) PADANG).

1 3 8

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Unja

0 0 13

ASPEK PERJANJIAN BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Repository UNRAM

0 0 19