Data Pengamatan Nilai Sensori Mata Numerik 0 Hari Data Pengamatan Nilai Sensori Tekstur Numerik 0 Hari Data Pengamatan Susut Bobot gram . 90 Data Pengamatan Nilai Rataan Uji Organoleptik Bau Formalin Numerik

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Pengamatan Masa Simpan Ikan Kembung Jam 71

2. Data Pengamatan Nilai Sensori Mata Numerik 0 Hari

72 3. Data Pengamatan Nilai Sensori Lendir di Permukaan Kulit Numerik 0 Hari . 74 4. Data Pengamatan Nilai Sensori Bau Numerik 0 Hari ... 76

5. Data Pengamatan Nilai Sensori Tekstur Numerik 0 Hari

78 6. Data Pengamatan Nilai Sensori Mata Numerik Sesaat Sebelum Busuk 80 7. Data Pengamatan Nilai Sensori Lendir di Permukaan Kulit Numerik Sesaat Sebelum Busuk 82 8. Data Pengamatan Nilai Sensori Bau Numerik Sesaat Sebelum Busuk 84 9. Data Pengamatan Nilai Sensori Tekstur Numerik Sesaat Sebelum Busuk . 86 10. Data Pengamatan Kadar Air Basis Basah 0 Hari . 88 11. Data Pengamatan Kadar Air Sesaat Sebelum Busuk Basis Basah .. 89

12. Data Pengamatan Susut Bobot gram . 90

13. Data Pengamatan Nilai Rataan Uji Organoleptik Bau Formalin Numerik

.. 93 xv Universitas Sumatera Utara ABSTRACT DETECTION OF FORMALIN IN MACKEREL USING VISUAL, ORGANOLEPTIC, CHEMICAL AND PHYSICAL METHODS The aim of this research was to find how to detect formalin in mackerel using visual, organoleptic, chemical and physical methods. The research had been performed using non factorial completely randomized design CRD with treatment, formalin concentration K 0, 10, 100, 1000, 10000 and 100000 ppm that was injected into the flesh of the fish. Parameters analysed were storage time, visual value with picture, sensory values of fish quality eye, mucous in surface, smell fish, and hardness, chemical test, physical test water content and weight loss, and formalin smell. The result showed that formalin concentration had highly significant effect on storage time, early hardness value 0 day, hardness value when almost decomposed, eye value when almost decomposed, smell value when almost decomposed, and smell of formalin, had significant effect on water content when almost decomposed, and weight loss and had no siginificant effect on early eye value 0 day, early mucous in surface value 0 day, mucous in surface value when almost decomposed, early smell value 0 day, and early water content 0 day. In chemical test with reagents, the most effective reagent to detect formalin in mackerel was Schiff reagent. Direct in testing methods mackerel were seeing red colour fish eye, touching fish hardness, and using Schiff reagent. Muhardiansah September, 2008 date Keywords : Mackerel, Formalin, Storage Time, Sensory Value, Chemical Test, and Physical Test Formalin. i Universitas Sumatera Utara ABSTRAK DETEKSI IKAN KEMBUNG YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara mendeteksi ikan kembung yang diformalin secara visual, organoleptik, kimiawi dan fisik. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap RAL non faktorial dengan perlakuan yaitu: konsentrasi formalin K 0, 10, 100, 1000, 10000 dan 100000 ppm yang disuntikkan ke tubuh ikan kembung. Parameter yang dianalisis adalah masa simpan ikan kembung, penilaian visual ikan dengan gambar, penilaian sensori kualitas ikan mata, lendir di permukaan tubuh, bau ikan dan tekstur, pengujian secara kimiawi, pengujian secara fisik kadar air dan susut bobot dan pengujian bau formalin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap masa simpan ikan kembung, nilai sensori tekstur awal 0 hari, nilai sensori tekstur sesaat sebelum busuk, nilai sensori mata sesaat sebelum busuk, bau ikan sesaat sebelum busuk, dan nilai pengujian bau formalin. Memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air sesaat sebelum busuk dan susut bobot. Memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap nilai sensori mata awal 0 hari, nilai sensori lendir di permukaan kulit awal 0 hari dan sesaat sebelum busuk, nilai sensori bau ikan awal 0 hari, dan kadar air awal 0 hari. Pada pengujian secara kimiawi yang terbaik digunakan adalah pereaksi Schiff pada penetesan di daging ikan. Untuk menguji ada tidaknya formalin secara langsung di dalam ikan kembung adalah dengan melihat mata ikan yang berwarna merah, meraba tekstur ikan yang kenyal, dan dengan menggunakan indikator kimia pereaksi Schiff. Muhardiansah September, 2008 Tanggal Kata Kunci : Ikan Kembung, Formalin, Masa Simpan, Nilai Sensori, Uji Kimia dan Fisik ii Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan laut yang luas. Potensi ini memberikan hasil laut yang diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di wilayah perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Ekslusif. Produksi perikanan ini sangat besar tetapi tidak diimbangi dengan pasar. Hal ini disebabkan karena masyarakat Indonesia pada umumnya merupakan masyarakat pra sejahtera, sehingga hasil perikanan hanya pada masyarakat tertentu saja. Ikan merupakan salah satu produk perikanan yang kaya akan protein. Protein ini diperlukan oleh manusia karena mengandung asam amino esensial, tetapi ikan sangat mudah mengalami kerusakan karena disamping kandungan proteinnya kandungan airnya juga cukup tinggi. Hal ini menyebabkan ikan cepat menjadi busuk dan mengalami penurunan mutu, kesegaran dan nilai gizi dari ikan. Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan lain adalah tingkat kesegarannya. Ikan dikatakan memiliki kesegaran yang maksimal apabila sifat- sifatnya masih sama dengan ikan hidup, baik rupa, bau, cita rasa, maupun tekstur. Apabila penanganan ikan kurang baik maka mutu dan kualitasnya akan menurun. Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat dipertahankan. Belakangan ini para pedagang dan pengecer melakukan tindakan yang sangat berbahaya bagi kesehatan yaitu dengan menambahkan formalin pengawet 1 Universitas Sumatera Utara mayat baik dengan merendam ikan tersebut pada larutan formalin atau dengan menyuntikkannya. Dengan penambahan formalin ini tekstur ikan menjadi lebih kenyal sehingga disukai konsumen dan daya tahan ikanpun menjadi lebih panjang. Penggunaan formalin telah dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Formalin dan rodamin termasuk dalam kategori bahan berbahaya tersebut yang penggunaannya harus diawasi secara ketat. Pelarangan ini disebabkan karena formalin sangat berbahaya bagi tubuh, menyebabkan gangguan saluran pernafasan, pencernaan dan konsumsi dalam jangka panjang bahan dapat menyebabkan karsinogenik, tetapi karena ulah pedagang masih saja ditemui makanan yang berformalin. Perumusan Masalah Pengetahuan masyarakat awam untuk membedakan ikan yang berformalin masih sangat minim, hal ini disebabkan kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh badan BPOM dan tenaga kesehatan lainnya. Publikasi ilmiah mengenai bagaimana cara mendeteksi membedakan produk perikanan ikan yang berformalin sampai sekarang dari beberapa literatur masih kurang mencukupi. Hal inilah yang mendorong penulis melakukan penelitian dengan judul Deteksi Ikan Kembung yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimiawi dan Fisik . Penulis memilih ikan kembung sebagai objek penelitian karena ikan ini adalah ikan yang paling banyak diperdagangkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mendeteksi ikan kembung yang diformalin secara visual, organoleptik, kimiawi dan fisik. Kegunaan Penelitian - Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai sumber informasi bagaimana mengetahui ikan kembung yang diformalin. Hipotesis Penelitian - Ada pengaruh konsentrasi formalin terhadap masa simpan ikan, ciri- ciri visual ikan, sifat-sifat organoleptik, efektivitas pengujian secara kimiawi dan secara fisik. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung Ikan kembung adalah ikan yang umum digemari, karena di samping harganya ekonomis, juga relatif sederhana dalam pengolahannya, yaitu cukup digoreng. Ada pula yang suka dibalado atau dipepes. Ada banyak macam ikan kembung namun yang umumnya terdapat di pasar pelelangan ikan adalah ikan kembung banjar, ikan kembung puket dan ikan kembung como Bahar, 2006 Ikan kembung banjar memiliki fisik tubuh yang lebar dan agak bulat sedangkan ikan kembung puket memiliki fisik tubuh yang lebih gepeng ramping. Keduanya disukai oleh konsumen. Hanya saja, biasanya konsumen lebih menyukai ukuran ikan kembung banjar atau ikan kembung puket yang relatif kecil karena bisa mendapatkan banyak ikan dalam 1 Kg Bahar, 2006. Sistematika dari ikan kembung adalah : Phylum : Chordata Sub phylum : Tunicata Urochordata Class : Osteichthyes Sub class : Sarcopterygii Ordo : Perciformes Sub ordo : Scombroidei Family : Scombridae Genus : Scomber Species : Scomber kanangurta Edgar, 1982. 4 Universitas Sumatera Utara Ikan kembung termasuk ikan bentopelagik, yang kadang-kadang hidup bentik hidup di dasar daerah tepian landasan benua bawah air, antara jurang selasar benua dan tepi pantai, dan kadang-kadang hidup dekat permukaan laut bergantung kepada musim, seringkali ikan ini berkumpul bergerombolan dan banyak sekali ke permukaan pada musim tertentu, hingga mudah ditangkap secara besar-besaran dengan pursesseine Soeseno, 1982. Tanda-tanda ikan kembung segar bermutu tinggi: a. Penampilan dan bentuknya. Ikan kembung segar memiliki penampilan yang bagus, bersih, tidak terkelupas kulitnya, tidak terpotong-potong. Apabila ditekan dengan jari kulitnya tidak mudah terkelupas. b. Aromanya. Ikan kembung segar tidak memiliki aroma selain bau khusus yang biasa tercium dari ikan. c. Daging. Tubuh ikan kembung segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat dengan daging dan daging dengan tulang. d. Warna insang. Ikan kembung segar memiliki insang berwarna merah terang, bersih dan meiliki bau wajar. e. Sinar pada kedua matanya. Ikan kembung segar memiliki dua mata yang bercahaya, sedangkan yang sudah lama terlihat kedua matanya cekung dan layu. f. Tenggelam dalam air. Ikan kembung segar tenggelam di dalam air Junianto, 2003. Universitas Sumatera Utara Komposisi Ikan Kembung Komposisi dari Ikan Kembung segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi ikan kembung dalam 100 gram bahan. Komponen Jumlah Kalori 103 Kalori Protein 22,0 gr Lemak 1,0 gr Karbohidrat gr Kalsium 20 mg Fosfor 200 mg Besi 1,0 mg Nilai Vitamin A 30 IU Vitamin B 0,05 mg Vitamin C mg Air 76.0 gr b.d.d 80 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1989 Protein ikan menyediakan lebih kurang 23 dari kebutuhan hewani yang diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif besar yaitu antara 15 25 100gr daging ikan. Selain itu protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia Junianto, 2003 Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi myofibril, sarkoplasma, dan stroma. Komposisi ketiganya pada daging ikan terdiri dari 65 75 myofibril, 20 30 sarkoplasma, dan 1 3 stroma. Protein tersebut sangat mudah mengalami kerusakan. Protein myofibril merupakan jenis protein yang larut dalam garam dan terdiri dari myosin, aktin, tropomiosin, serta aktomiosin aktin dan myosin. Sarkoplasma mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air yang disebut miogen dan terdiri dari albumin, mioalbumin dan mioprotein. Stroma merupakan bagian terkecil dari protein yang membentuk jaringan ikat. Universitas Sumatera Utara Protein ini tidak dapat diekstrak dengan air, larutan asam, larutan alkali, atau larutan garam pada konsentrasi 0,01 0,1 M. Stroma terdiri dari kolagen dan elastin. Keduanya merupakan protein yang terdapat di bagian luar sel otot Junianto, 2003. Lemak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Jenis asam lemak tidak jenuh yang paling banyak terdapat adalah asam linoleat, linolenat dan arakidonat. Ketiga jenis asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan asam lemak esensial. Omega 3 yang diyakini dapat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner pada dasarnya berasal dari sintesis asam lemak linoleat dan linolenat Bahar, 2006. Daging ikan merupakan sumber vitamin B, dan daging ikan yang berlemak mengandung vitamin A dan D. Daging ikan juga merupakan sumber penting mineral kalsium dan fosfor, juga mineral besi, tembaga, dan selenium serta mengandung iodium Junianto, 2003. Proses Perubahan Setelah Ikan Mati Saat ikan mati, terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang disebabkan karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Bila perubahan ini terus berlanjut, maka hasilnya adalah pembusukan, perubahan fisik dan kimiawi post mortem berlangsung dalam beberapa fase, yaitu: - Pembentukan lendir di permukaan ikan prarigormortis - Kejang otot rigormortis - Aktivitas enzimatis menguraikan jaringan otot - Serangan mikroorganisme - Oksidasi lemak Universitas Sumatera Utara Lamanya tiap fase bersifat tidak tetap dan proses fase dapat terjadi bersamaan tergantung pada kondisi penyimpanan, terutama temperatur yang berperan utama dalam tiap proses fase Bahar, 2006. 1. Perubahan Prarigormortis Perubahan prarigormortis merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri. 2. Perubahan Rigormortis Perubahan rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia kompleks di dalam otot sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah ATP serta ketidakmampuan jaringan otot untuk mempertahankan kekenyalan. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigormortis. Pada fase rigormortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2 6,6 dari pH mula-mula 6,9 7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam posfat, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigormortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5 8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi Universitas Sumatera Utara ini,pH ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyak senyawa basa yang terbentuk akan semakin mempercepat kanaikan pH ikan. 3. Aktivitas enzim menguraikan otot. Setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif. Namun, sistem kerja enzim menjadi tak terkontrol karena organ pengontrol tidak berfungsi lagi. Akibatnya, enzim dapat merusak organ tubuh ikan. Peristiwa ini disebut autolisis dan berlangsung setelah ikan melewati fase rigormortis. Ciri terjadinya perubahan secara autolisis ini adalah dengan dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam autolisis meyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan. 4. Perubahan karena aktivitas mikroba Selama ikan hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagian tubuh ikan. Hal ini disebabkan karena bagian tubuh ikan tersebut mempunyai batas pencegah barrier terhadap serangan bakteri. Setelah ikan mati, kemampuan barrier tadi hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui tempat-tempat tadi dari permukaan jaringan ke tubuh bagian dalam. 5. Perubahan karena oksidasi Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kearah coklat kusam Junianto, 2003. Ikan basah akan busuk setelah 3 sampai 10 jam. Kecepatan penurunan mutu ikan basah sangat ditentukan oleh faktor dari dalam yaitu jenis kelamin, Universitas Sumatera Utara ukuran, jenis ikan, keadaan laparkenyang dan aktivitas enzim serta faktor luar yaitu kondisi lingkungan, perlakuan fisik dan jumlah jasad renik Tranggono dan Sutardi, 1990. Ikan cepat mengalami pembusukan disebabkan beberapa kelemahan seperti : 1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi 80 dan pH tubuh mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang cepat membusuk bahkan lebih cepat dibandingkan dengan sumber protein hewani lain. 2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat tendon, sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. 3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sifatnya sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa menggunakan antioksidan Afrianto dan Liviawaty, 1989. Aldehid dan Keton Aldehid dan keton memiliki bentuk umum: R C H R C R O O Aldehid Keton Universitas Sumatera Utara Aldehid dan keton memiliki gugus karbonil C = O. Gugus ini memberikan karakteristik pada aldehid dan keton. Tata nama IUPAC memberikan akhiran al untuk aldehid dan on untuk keton Norman and Waddington, 1983. Aldehid dan keton merupakan senyawa yang bersifat netral. Senyawa yang memiliki atom C kurang dari 4 sangat larut di dalam air dan pelarut organik lainnya sedangkan senyawa yang memiliki atom C lebih dari 4 sukar larut di dalam air. Atom C yang rendah biasanya memiliki bau yang tajam seperti formaldehid dan asetaldehid, tetapi senyawa yang memiliki 8 sampai 12 atom karbon di dalam suatu larutan memiliki wangi bunga dan selalu ditambahkan ke dalam parfum English, et al., 1971. Sifat Sifat Aldehid dan Keton Titik Didih Aldehid dan keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul karena tidak memiliki gugus hidroksil OH . Akibatnya memiliki titik didih yang rendah. Aldehid dan keton dapat menarik interaksi polar-polar dari gugus karbonilnya sehingga titik didihnya lebih rendah daripada sebagian alkana Wilbraham and Matta., 1986 Kelarutan Aldehid dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air yang polar. Anggota deret yang rendah yaitu formaldehid, asetaldehid, dan aseton bersifat larut dalam air dalam segala perbandingan. Berikut ini disajikan tetapan fisis beberapa aldehid dan keton. Universitas Sumatera Utara Tabel 2. Tetapan fisis beberapa aldehid dan keton Senyawa titik leleh C titik didih C kelarutan dalam air g100 ml Aldehid Formaldehid - 92 -21 bercampur sempurna Asetaldehid - 123 20 bercampur sempurna Butiraldehid - 99 76 4 Benzaldehid - 26 179 0,3 Keton Aseton - 95 56 bercampur sempurna Metil etil keton - 86 80 25 Dietil keton - 42 101 5 Benzofenon 48 306 tidak larut Semakin panjang rantai karbon kelarutan di dalam air semakin menurun. Jika rantai karbon melebihi lima atau enam karbon, kelarutan aldehid dan keton dalam air sangat rendah Wilbraham and Matta, 1986. Formalin Sifat Fisik dan Kimia Formalin Formaldehid atau metanal adalah suatu senyawa karbon dengan rumus molekul HCHO ditemukan oleh ahli kimia Jerman Wilhelm von Hofmann pada tahun 1867. Ia menemukan sendiri senyawa ini dengan mengoksidasi metil alkohol dengan menggunakan katalis. Pada suhu ruangan berwujud gas, sangat larut dalam air. Pada konsentrasi 40 dalam pelarut air dengan metil alkohol sebagai campuran disebut sebagai formol formalin yang merupakan cairan tidak berwarna, berbau tajam dan bertitik didih 21 C. Namanya menurut tatanama IUPAC yang sistematis adalah metanal dan juga dikenal sebagai oksida metilen, metanaldehid, dan oxometan International Programme On Chemical Safety, 2006. Universitas Sumatera Utara Rumus molekul : CH 2 O [HCHO] Rumus Bangun : O II H C H Formaldehid formalin adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran untuk gas formalin 4,47 Kcal gram. Daya bakar dilaporkan pada rentang volume 12,5 80 di udara. Campuran 65 70 formaldehid di dalam udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat terdekomposisi menjadi metanol dan karbonmonooksida pada suhu 150 o C dan pada suhu 300 o C jika dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah mengalami foto- oksidasi menjadi karbondioksida WAAC Newsletter, 2007. Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol atau mikrobisida dengan rumus molekul CH 2 O mengandung 37 gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10 15 metanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan larutan formalin 40 yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut Cahyadi, 2006. Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter Norman and Waddington, 1983. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30 40. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah Universitas Sumatera Utara diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram Berita Bumi, 2007 Kegunaan Formalin Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 formaldehid dalam air, biasanya ditambah metanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama disinfektan dan banyak digunakan dalam industri. Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut: a. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal. b. Pembasmi lalat dan serangga. c. Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. d. Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. e. Bahan pembentuk pupuk berupa urea. f. Bahan pembuatan produk parfum. g. Pencegah korosi untuk sumur minyak. h. Bahan untuk isolasi busa. i. Bahan perekat untuk produk kayu lapis plywood Oke, 2008 . Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas Universitas Sumatera Utara mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5 formaldehid dalam waktu 6 12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2 4 hari dapat membunuh spora, sedangkan larutan 8 dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam. Formaldehid memiliki daya antimicrobial yang luas yaitu terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens, Candida albicans, Aspergillus niger, atau Penicillium notatum. Mekanisme formaldehid sebagai pengawet diduga bergabung dengan asam amino bebas dari protoplasma sel atau mengkoagulasikan protein Cahyadi, 2006. Sifat antimikrobial dari formaldehid merupakan hasil dari kemampuannya menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan asam amino bebas dalam protein menjadi campuran lain. Kemampuan dari formaldehid meningkat seiring dengan peningkatan suhu Lund, 1994. Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi kekurangan air sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh maka formalin akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya Cipta Pangan, 2006 Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut Universitas Sumatera Utara Herdiantini, 2003. Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali jika diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras Herdiantini, 2003. Reaksi Formalin dengan Protein Formaldehid dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein. Pada reaksi formaldehid dengan protein, yang pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi lisin diantara gugus-gugus polar dari peptide. Formaldehid selain mengikat gugus  -NH 2 dari lisin juga menyerang residu tirosin dan histidin. Pengikatan formaldehid pada gugus  -NH 2 dari lisin berjalan lambat merupakan reaksi yang searah, sedangkan ikatannya dengan gugus amino bebas berjalan cepat dan merupakan reaksi bolak-balik. Ikatan formaldehid dengan gugus amino dalam reaksi ini tidak dapat dihilangkan dengan dianalisis sehingga ikatan ini turut menyokong kestabilan struktur molekul Cahyadi, 2006. Formaldehida dapat membuat jembatan amine yang menghubungkan asam amino satu dengan yang lain, sehingga bisa mengganggu metabolisme sel hidup. Inilah sebabnya formaldehida sangat ampuh membunuh kuman-kuman dan sering digunakan sebagai disinfektan Iskandar, 2003 Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Reaksi Formalin Dengan Asam Amino Iskandar., 2003 Bahaya Penggunaan Formalin Penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah dilarang sejak tahun 1982. Pemerintah juga telah mengeluarkan dua peraturan untuk mengatur penggunaan bahan kimia ini. Yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Formalin dan rodamin termasuk dalam kategori bahan berbahaya tersebut yang penggunaannya harus diawasi secara ketat Suara Merdeka, 2007. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara cepat dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan Universitas Sumatera Utara menyebabkan kematian sel. Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik menyebabkan kanker dan bersifat mutagen perubahan fungsi sel serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah Cahyadi, 2006. Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan serta penurunan berat badan bayi yang baru lahir. Uap dari larutan formaldehid menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada konsentrasi 0,03 4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernafasan parah seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, dan udem pulmonary Smith, 1991. Penggunaan formalin pada makanan dapat menimbulkan efek akut dan efek kronisjangka panjang. Efek akutnya berupa tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala,hipotensi tekanan darah rendah, kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak,limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. Efek kronis berupa timbul iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada. Dan bila dikonsumsi menahun dapat menyebabkan kanker Hidayat, 2007 Universitas Sumatera Utara Ciri-Ciri Makanan yang Berformalin Bagi masyarakat awam, untuk dapat membedakan makanan yang mengandung formalin tentu sangat sulit. Karena hal itu secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia. Namun, BPOM menyebutkan ciri-ciri umum beberapa makanan yang diduga mengandung formalin: a. Untuk jenis mie basah, kita bisa mengenali ciri-ciri sebagai berikut : Pertama, mie basah tersebut tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar 25 C, dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es 10 C. Kedua, bau mie agak menyengat, yakni bau khas formalin. Ketiga, mie basah ini tidak lengket lebih mengkilap dibanding mie secara umumnya. b. Untuk tahu yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri umum pertama, tahu tidak rusak hingga tiga hari pada suhu kamar dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es. Kedua, tahu keras namun tidak padat. Ketiga, bau agak menyengat khas bau formalin. c. Untuk baso yang mengandung formalin, kita bisa mengenali ciri-ciri secara umum. Pertama, tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar. Kedua, memiliki tekstur yang sangat kenyal. d. Untuk ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin, biasanya tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar. Warna insang pada ikan merah tua dan tidak cemerlang, dengan warna daging putih bersih, warna mata merah, tubuh ikan tampak bersih cemerlang, dijauhi lalat dan memiliki bau menyengat khas bau formalin. e. Untuk ikan asin yang mengandung formalin, menurut BPOM tidak rusak Universitas Sumatera Utara sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar. Warna ikan asin bersih cerah, namun tidak berbau khas ikan asin. Ciri-ciri di atas memang hanya bersifat umum, namun setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran kepada kita tentang ciri makanan yang diduga mengandung formalin. Karena bagaimanapun juga, harus tetap diwaspadai, jangan sampai makanan yang kita konsumsi malah menuai penyakit, padahal seharusnya makanan menjadi sumber kesehatan bagi tubuh Republika Online, 2007. Metode Pengujian Formalin Pada Makanan Di bawah ini akan dipaparkan beberapa cara metode pengujian formalin yang telah dilakukan secara kualitatif: a. Penggunaan asam kromatropat pada ikan, tahu, dan produk lainnya yang diduga mengandung formalin Hardjito dan Salamah, 2006. Bahan yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian tambahkan aquadest mendidih sebanyak 50 ml dan dibiarkan dingin. Setelah dingin kemudian tambahkan asam kromatropat sebanyak 5 ml. Produk yang diduga mengandung formalin akan ditunjukkan dengan berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda hingga ungu. Semakin tinggi kadar formalin, maka akan semakin ungu. Pengujian ini tidak tampak pada bahan yang mengandung formalin kurang dari 8 ppm. b. Larutan KMnO4 0,1 N untuk cairan Sains, 2007. Cairan dari bahan pangan yang diduga mengandung formalin diambil sebanyak 10 ml, kemudian ditetesi dengan 1 tetes larutan KMnO 4 0,1 N. Jika warna campuran mengalami perubahan dari ungu menjadi bening maka bahan mengandung formalin. Jika 1 jam tidak mengalami perubahan warna berarti bahan Universitas Sumatera Utara tidak mengandung formalin. Hasil palsu dapat saja terjadi jika dalam bahan pangan mengandung reduktor lain yang bereaksi dengan KMnO 4 seperti asam oksalat dll, tetapi bahan pangan yang berprotein tinggi ikan basah, baso dan tahu sangat kecil kemungkinan mengandung asam oksalat secara alami. c. Larutan Fuchsin + HCl Schiff Test Mahdi., 2007 Bahan yang diduga mengandung formalin dipotong kecil kecil, kemudian dihancurkan. Hancuran kemudian ditambahkan aquadest dan disaring airnya. Air saringannya ini kemudian ditetesi dengan Kit Tes formalin campuran Fuchsin dan HCl, jika terjadi perubahan warna menjadi merah muda merah maka bahan mengandung formalin. Uji ini memerlukan waktu 10 menit. d. Larutan Fehling Kimia Indonesia, 2007 Bahan yang diduga mengandung formalin diambil cairannya kemudian ditetesi dengan larutan fehling A + B. Formalin akan teroksidasi membentuk asam formiat sebagai ion, dan endapan berwarna merah yang merupakan Cu 2 O. Hasil ini kurang akurat jika pada bahan juga mengandung karbohidrat gula pereduksi. O O H - C H + 2Cu +2 + 5 OH - H C O - + Cu 2 O + 3 H 2 O Hasil Penelitian Sebelumnya Ansyari, 2005 melaporkan bahwa 10 jenis ikan asin yang dijual di pusat pasar kota medan tahun 2005 mengandung formalin. Kesepuluh jenis ikan asin itu antara lain ikan kakap 0,1856 ppm, ikan kepala batu 0,1103 ppm, cumi-cumi 0,334 ppm, ikan selar 0,2170 ppm, ikan lidah 0,1249 ppm, ikan kerapu 0,1551 ppm, ikan teri 0,1551 ppm, ikan bawal 0,1249 ppm, ikan belah 0,080 Universitas Sumatera Utara ppm dan ikan kembung 0,1100. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU, secara kualitatif dengan menggunakan reagen Benedict untuk melihat ada tidaknya kandungan formalin kemudian dilanjutkan dengan pengujian secara kuantitatif untuk mengukur konsentrasi formalin jika mengandung formalin dengan menggunakan Spektrofotometer 2D. Ikan asin dihaluskan terlebih dahulu kemudian ditambahkan aquadest lalu dicampur hingga homogen, kemudian disaring dan diambil filtratnya lalu didestilasi, setelah itu hasil destilasi diambil 1 ml dan ditambahkan reagen Benedict 1 ml kemudian dipanaskan dalam water bath dan terbentuk endapan merah bata jika diketahui berformalin lalu dilanjutkan dengan uji kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer untuk mengukur konsentrasi dari formalin tersebut. Sinaga, 2006 melaporkan bahwa tahu cina yang dijual dari berbagai jalan di Medan antara lain jalan Halat, jalan Karya, Pasar Sukaramai, Pasar Sikambing, Pasar Rame, Pasar Perguruan, Pasar Bengkok, Pasar Kampung Lalang, Kompleks Perumahan Asia Mega, Kompleks USU, jalan Thamrin, jalan Wahidin, jalan Pasar Merah, dan Stasiun Kereta Api mengandung formalin. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji kualitatif dengan memakai reagen Benedict. Tahu yang diduga berformalin dihaluskan dan ditambah 100 ml aquadest, disaring kemudian diambil filtratnya, filtrat kemudian didestilasi, hasil destilasi kemudian diambil 2 ml dan ditambahkan reagen Benedict 2 ml, lalu dipanaskan dalam water bath selama 15 menit, warna merah bata terbentuk jika diketahui berformalin. Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kembung yang dipilih dalam keadaan segar dan bebas formalin yang diperoleh dari Pasar Sore Kelurahan Padang Bulan Medan. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2008 hingga selesai di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan Kimia - Formalin HCHO teknis 40 - H 2 SO 4 pekat - Aquadest - HCl 37 - NH 3 0,25 - CuSO 4 5 H 2 O - AgNO 3 0,1 N - KNaC 4 H 4 O 6 4 H 2 O - NaOH - NaHSO 3 - KMnO 4 0,1 N - Fuchsin Alat - Jarum suntik - Aluminium foil - Oven - Plastik polietilen - Timbangan digital - Styrofoam - Beaker glass - Pipet tetes - Gelas ukur - Tabung reaksi 23 Universitas Sumatera Utara - Mortar dan lumpang porselin - Masker - Termometer - Kamera digital Cannon Ixus 7.0 mega pixels Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial yaitu: Konsentrasi Formalin HCHO yang disuntikkan ke dalam ikan K K 1 : 0 ppm K 2 : 10 ppm K 3 : 100 ppm K 4 : 1000 ppm K 5 : 10000 ppm K 6 : 100000 ppm Banyaknya perlakuan T adalah 6 x 1 = 6, maka jumlah ulangan n adalah: T n 1 15 6 n 1 15 6n 6 15 6 n 21 n 3,5 di bulatkan menjadi n 4 sehingga banyaknya ulangan yang dilakukan sebanyak 4 kali. Universitas Sumatera Utara Model Rancangan Sastrosupadi, 2000 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial dengan model: Y ij =  + T i +  ij Dimana: Y ij : Hasil pengamatan dari faktor K dari taraf ke i dan ulangan ke j.  : Efek nilai tengah T i : Efek dari faktor K pada taraf ke i.  ij : Efek error dari faktor K pada taraf ke i dan ulangan ke j. Jika diperoleh hasil yang nyata atau sangat nyata kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan UJD untuk membandingkan perbedaan sepasang nilai tengah dengan rumus: UJD = R a p : db error x Ulangan KTError R = tergantung dari banyaknya perlakuan yang di bandingkan dengan melihat tabel Duncan Pelaksanaan Penelitian Penyiapan Indikator Kimia Pendeteksi. A. Pereaksi Schiff untuk Aldehid Ham, 2006 Ditimbang fuchsin sebanyak 0,25 gram dan Natrium Bisulfit 4,5 gram kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer 300 ml lalu ditambahkan aquadest 250 ml kemudian segera alirkan HCl 37 10 ml secara perlahan dan diaduk sebentar. Pindahkan ke dalam botol pereaksi coklat, tutup rapat, dan simpan ditempat yang terlindung dari cahaya tempat gelap. Universitas Sumatera Utara B. Larutan Fehling Ham, 2006 a. Alirkan secara perlahan 5 ml H 2 SO 4 pekat ke dalam gelas kimia berisi 100 ml aquadest sambil sesekali diaduk. Kemudian masukkan CuSO 4 5 H 2 O 34, 66 gram lalu diaduk. Setelah melarut encerkan dengan aquadest sampai volume larutan menjadi 500 ml dan pindahkan ke dalam botol reagen disebut larutan fehling A berwarna biru. b. Siapkan 250 ml aqudest di dalam gelas kimia 600 ml. Timbang NaOH 50 gram dan segera dilarutkan ke dalam aquadest. Kemudian tambahkan KNaC 4 H 4 O 6 4 H 2 O 173 gram ke dalam larutan NaOH di atas dan encerkan dengan aquadest hingga volume larutan menjadi 500 ml disebut larutan Fehling B Campurkan larutan fehling A dan larutan fehling B dengan volume yang sama pada saat akan digunakan. C. Reagen Tollens perak amoniakal Norman and Waddington, 1983. Dibuat larutan AgNO 3 0,1 N dalam 200 ml aquadest. Kemudian ditambahkan 100 ml NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna coklat. Larutan ini kemudian ditambahkan larutan amoniak encer 0,25 sedikit demi sedikit hingga warna coklat yang terbentuk menghilang dan menandakan terjadi pembentukan Ag NH 3 2 + . D. Larutan KMnO 4 0,1 N Norman and Waddington, 1983 Dibuat larutan KMnO 4 0,1 N dalam 100 ml aquadest kemudian ditambahkan 500 ml H 2 SO 4 0,1 N diaduk dan disimpan dalam botol tidak tembus cahaya. Universitas Sumatera Utara E. Larutan KMnO 4 0,1 N + NaHSO 3 0,1 N Dibuat larutan KMnO 4 0,1 N dalam 100 ml aquadest kemudian ditambahkan ke dalamnya 200 ml larutan NaHSO 3 0,1 N dan diaduk, kemudian disaring menggunakan kertas saring dan disimpan dalam botol tidak tembus cahaya. Penyiapan ikan kembung yang diformalin. Dipilih ikan kembung yang masih segar, lalu dicuci dan ditiriskan kemudian diambil 1 ekor per perlakuan dengan berat rata-rata 100 gr. Disuntikkan formalin ke dalam ikan dengan berbagai perlakuan 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm dan 100000 ppm secara merata ke seluruh tubuh ikan dengan rincian 10 ml formalin untuk setiap 100 gr. Didiamkan selama 30 menit. Disimpan dalam plastik polietilen tertutup pada suhu ruangan 28 C pada pukul 08.00 15.00 wib, kemudian pukul 15.00 08.00 wib disimpan pada suhu dingin pada suhu - 9 C dengan menggunakan es balok yang ditambahkan garam 20 dari berat es. Dilakukan analisa pada 0 hari dan sesaat sebelum ikan menjadi busuk. Keterangan: Larutan formalin yang dibuat pada perlakuan ini adalah konsentrasi larutan formalin 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm dan 100000 ppm dalam 1 liter larutan bv, ketika diambil 10 ml konsentrasi formalin ini untuk disuntikkan ke dalam ikan kembung konsentrasinya menjadi 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm dan 10000 ppm dan yang digunakan sebagai acuan dalam analisa data adalah konsentrasi formalin awal 0 ppm, 10 pm, 100 ppm, 1000 ppm 10000 ppm dan 100000 ppm. Universitas Sumatera Utara Pengamatan dan Pengumpulan Data Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan analisa meliputi parameter sebagai berikut: 1. Penentuan Masa Simpan Ikan 4. Pengujian Secara Kimiawi 2. Penilaian Visual Ikan dengan gambar 5. Pengujian Secara Fisik 3. Penilaian Sensori Kualitas Ikan 6. Pengujian Bau Formalin Penentuan Masa Simpan Ikan Setelah diberi perlakuan formalin selanjutnya ikan ditentukan masa simpannya dimulai dari hari pertama hingga ikan membusuk. Penentuan masa simpan dihentikan jika ikan telah memberikan tanda-tanda pembusukan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut: Tabel 3. Ciri-ciri ikan segar dan busuk Parameter Ikan Segar Ikan Busuk Mata Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang cerah Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung, dan keruh. Insang Warna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lendir, tidak tercium bau yang menyimpang Warna merah cokelat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal. Tekstur daging Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari serta padat atau kompak. Daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang. Keadaan kulit dan lender Warnanya sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan baunya segar khas menurut jenis ikan. Warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu. Keadaan perut dan sayatan daging Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang serta jika ikan Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah Universitas Sumatera Utara dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya. sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas. Bau Spesifik menurut jenisnya dan segar seperti bau rumput laut. Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh. Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung. Sumber : Junianto., 2003 Penilaian Visual Ikan dengan gambar Ikan yang telah diberi perlakuan selanjutnya di dokumentasikan dengan menggunakan kamera digital Cannon Ixus 7.0 Mega Pixels pada 0 hari dan pada saat sesaat sebelum busuk. Setelah itu dicetak dalam bentuk format JPEG Image GIF Image 314 x 235 pixels Penilaian Sensori Kualitas Ikan mata, lendir di permukaan kulit, bau, dan tekstur Soekarto, 1990 Uji ini dilakukan dengan menggunakan Panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan secara inderawi organoleptik yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Pengujian dilakukan pada 0 hari dengan penilaian sensori kualitas ikan dan pada saat sesaat sebelum busuk. Tabel 4. Penilaian sensori kualitas ikan Parameter Kriteria Mutu dan Deskripsi Nilai Mata Bola mata menonjol, pupil hitam cerah mengkilat, kornea selaput mata jernih 10 Bola mata agak cekung, warna pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh 7 Bola mata agak cekung, pupil putih susu, kornea keruh, mata berwarna merah 4 Bola mata dan bagian hitamnya tenggelam, tampak lendir kuning yang tebal 1 Lendir di permukaan kulit Lapisan lendir tipis homogen, jernihtransparan, mengkilap cerah, tidak ada perubahan warna 10 Lendir di permukaan kulit mulai mengendap, 7 Universitas Sumatera Utara keruh, agak putih susu, kecerahan mulai suram Lendir tebal tidak merata, terjadi penggumpalan, mulai timbul berbagai penyimpangan warna 4 Lendir berwarna kekuningan sampai coklat dan tebal tidak merata, kecerahan hilang, pemutihan nyata, terjadi pengeringan lendir karena penguapan. 1 Bau Segar, bau laut, bau spesifik menurut jenis ikan 10 Segar, bau laut mulai menghilang 9 Tidak berbau netral 8 Bau susu, belum ada bau asam, ada bau ikan asin, atau bau cold storage 7 Bau susu asam, bau susu kental 6 Bau kentang rebus atau logam 5 Bau asam asetat, bau rumput atau bau sabun 4 Bau ammonia mulai tercium 3 Bau ammonia kuat, ada bau H 2 S 1 Bau busuk, bau indol Tekstur Padat, kenyal, sulit menyobek dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai jenis ikan 10 Daging agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan 7 Daging lunak, bekas jari lama hilangnya bila ditekan 4 Daging sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang, sisik banyak yang hilang, mudah disobek dari tulang belakang 1 Pengujian Secara Kimiawi dengan indikator Pengujian ini dilakukan setelah ikan ditambahkan formalin pada 0 hari dan sesaat sebelum ikan menjadi busuk. Bahan yang telah disiapkan kemudian dihancurkan. Setelah itu diambil filtrat yang berupa cairan sebanyak 2 ml dan daging ikan yang telah diberi perlakuan formalin. Cairan ikan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan indikator kimia berupa Pereaksi Schiff, Larutan Fehling, Reagen Tollens, Larutan KMnO 4 0,1 N dan Larutan Universitas Sumatera Utara KMnO 4 0,1 N + NaHSO 3 0,1 N untuk masing-masing perlakuan. Sedangkan untuk daging ikan ditetesi dengan masing-masing indikator Pereaksi Schiff. Pereaksi Tollens, Larutan Fehling, Larutan KMnO 4 0,1 N, dan Larutan KMnO 4 0,1 N + NaHSO 3 0,1 N pada masing-masing perlakuan. Semua uji dilakukan tanpa pemanasan setelah diberikan indikator kimia. Hasil ini merupakan uji kualitatif yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari masing-masing indikator. Tabel 5. Perubahan warna dari masing-masing indikator Bahan Kimia Indikator + Formalin - Formalin Pereaksi Schiff Terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah merah jambu Tidak terjadi perubahan warna Larutan Fehling Terbentuk endapan merah bata warna merah bata Tidak terjadi pembentukan endapan merah bata warna merah bata Reagen Tollens Terbentuk cermin perak pada tabung reaksi terbentuk warna abu-abu keruh Tidak terjadi pembentukan cermin perak warna abu-abu keruh Larutan KMnO 4 0,1 N Terjadi perubahan warna dari ungu menjadi merah bata hingga bening. Tidak terjadi perubahan warna Larutan KMnO 4 0,1 N + NaHSO 3 0,1 N Terjadi perubahan warna dari ungu menjadi merah bata hingga bening. Tidak terjadi perubahan warna Universitas Sumatera Utara Pengujian Secara Fisik a. Kadar Air Sudarmadji, et al.,1984. Penentuan kadar air dilakukan pada saat setelah diberi perlakuan formalin dan pada saat ikan sesaat sebelum menjadi busuk setelah disimpan. - Ditimbang bahan sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. - Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 C selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. - Selanjutnya dipanaskan lagi di dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai didapat berat yang konstan. - Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan: Kadar air Basis Basah = berat awal berat akhir x 100 berat awal b. Susut Bobot Setelah diberikan perlakuan formalin dan disimpan, selanjutnya ikan kemudian ditimbang beratnya untuk mengetahui susut bobot pada saat ikan sesaat sebelum menjadi busuk Susut Bobot = berat awal berat akhir Pengujian Bau Formalin Penentuan uji bau formalin dilakukan pada saat ikan telah disuntik formalin sesuai perlakuan. Penentuan bau formalin dilakukan setiap hari pada 0 hari hingga sesaat sebelum busuk, kemudian dirata-ratakan. Deteksi bau formalin Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan uji organoleptik terhadap 10 panelis. Hasil penentuan bau formalin dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 6. Uji organoleptik penentuan uji bau formalin Deskripsi Skala Numerik Sangat jelas bau formalin 4 masih tercium jelas bau formalin Jelas bau formalin 3 Agak jelas bau formalin 2 Tidak ada bau formalin 1 Universitas Sumatera Utara SKEMA PENELITIAN Ikan Kembung Disuntikkan Formalin Ditiriskan Ditimbang per ekor Ditimbang per ekor Dicuci K 1 : 0 ppm K 2 : 10 ppm K 3 : 100 ppm K 4 : 1000 ppm K 5 : 10000 ppm K 6 : 100000 ppm Dianalisa 1.Masa Simpan Jam 2.Pengujian Secara Visual Dengan Gambar 3.Penilaian Sensori Kualitas Ikan Organoleptik 4.Pengujian Secara Kimiawi Dengan Indikator 5.Pengujian Secara Fisik Kadar Air dan Susut Bobot 6.Pengujian Bau Formalin Organoleptik Disimpan pada suhu ruangan 28 C pada pukul 08.00 15.00 WIB dan pada suhu dingin - 9 C pukul 15.00 08.00 WIB Gambar 2. Skema Deteksi Ikan Kembung yang Diformalin 34 Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Formalin K Terhadap Parameter yang Diamati Dari hasil penelitian dan analisis statistika yang telah dilakukan diperoleh bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh terhadap masa simpan ikan, penilaian sensori kualitas ikan mata, lendir di permukaan, bau, tekstur, pengujian fisik ikan kadar air dan susut bobot, dan pengujian terhadap bau formalin. Tabel 7 di bawah ini menunjukkan pengaruh konsentrasi formalin K pada 0 hari terhadap nilai sensori mata, lendir di permukaan, bau, tekstur dan kadar air ikan kembung. Dari Tabel 7 pada 0 hari konsentrasi formalin memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai sensori mata, nilai sensori lendir di permukaan kulit, nilai sensori bau ikan dan kadar air dan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap keadaan tekstur ikan kembung. Nilai sensori tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan K 6 10 5 ppm sebesar 10 dan terendah pada perlakuan K 1 0 ppm sebesar 7.375 Tabel 7. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Formalin Terhadap Parameter yang Diamati 0 hari Konsentrasi Mata Lendir di Bau Ikan Tekstur Kadar Air bb Formalin K Numerik Permukaan Numerik Numerik Numerik K1 0 ppm 10 9.775 9.15 7.375 69.895 K2 10 ppm 10 10 9.175 9.025 73.15 K3 100 ppm 10 9.925 9.05 9.4 73.05 K4 1000 ppm 10 9.85 9 9.4 73.425 K5 10000 ppm 10 10 9.05 9.775 72.95 K6 100000 ppm 10 9.85 9.025 10 73.5 35 Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelitian dan analisis statistika yang telah dilakukan pada saat sesaat sebelum busuk menunjukkan bahwa konsentrasi formalin berpengaruh terhadap masa simpan ikan kembung, nilai sensori mata, nilai sensori tekstur, nilai sensori bau ikan, kadar air akhir, susut bobot dan pengujian bau formalin secara organoleptik seperti terlihat pada Tabel 8 dan 9 berikut ini: Tabel 8. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati Sesaat Sebelum Busuk Konsentrasi Masa Simpan Mata Lendir di Bau Ikan Formalin K Jam Numerik Permukaan Numerik Numerik K1 0 ppm 25.5 7 1 4 K2 10 ppm 30.5 4.375 1 4 K3 100 ppm 49.75 4 1 3.775 K4 1000 ppm 51.5 4 1 3.525 K5 10000 ppm 53.5 4 1 6.025 K6 100000 ppm 75.5 4 1 7 Tabel 9. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati Sesaat Sebelum Busuk Konsentrasi Tekstur Kadar Air bb Susut Bobot Rataan Uji Bau Formalin Formalin K Numerik Gram Numerik K1 0 ppm 4 64.75 15.975 1 K2 10 ppm 6.325 70.25 13.425 1.1 K3 100 ppm 6.7 70.525 12.35 1.2625 K4 1000 ppm 7 70.875 12.2 1.4875 K5 10000 ppm 9.175 67.85 12.125 2.08 K6 100000 ppm 10 71.45 12 2.49375 Dari Tabel 8 dan 9 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi formalin maka masa simpan ikan kembung , nilai sensori bau ikan sesaat sebelum busuk, nilai sensori tektur sesaat sebelum busuk, kadar air sesaat sebelum busuk dan uji bau formalin semakin meningkat. Nilai sensori mata memberikan nilai yang sama pada ikan yang diformalin sesaat sebelum busuk, keadaan lendir di permukaan tubuh ikan memberikan nilai yang sama untuk semua perlakuan dan Universitas Sumatera Utara pada susut bobot semakin tinggi konsentrasi formalin semakin rendah susut bobot. Masa simpan tertinggi diperoleh pada perlakuan K 6 10 5 ppm sebesar 75.5 jam sedangkan yang terendah pada perlakuan K 1 0 ppm sebesar 25.5 jam. Nilai sensori tekstur sesaat sebelum busuk tertinggi diperoleh pada perlakuan K 6 10 5 ppm sebesar 10 dan terendah pada perlakuan K 1 0 ppm sebesar 4. Kadar air sesaat sebelum busuk tertinggi diperoleh pada perlakuan K 6 10 5 ppm sebesar 71.45 sedangkan yang terendah pada konsentrasi K 1 0 ppm sebesar 64.75. Nilai rataan uji organoleptik bau formalin tertinggi pada perlakuan K 6 10 5 ppm sebesar 2.49375 sedangkan yang terendah pada perlakuan K 1 0 ppm sebesar 1. Susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan K 1 0 ppm sebesar 15.975 gram dan terendah pada perlakuan K 6 10 5 ppm sebesar 12 gram.

1. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Masa Simpan