Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung Dan Penguat Terhadap Tindakan Pekerja Seks Komersil (PSK) Dalam Menggunakan Kondom Untuk Pencegahan HIV/AIDS Di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM

MENGGUNAKAN KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBARU

TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

ROSELLY EVIANTY SILALAHI 067023016/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT

TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM MENGGUNAKAN KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS

DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBARU

TAHUN 2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROSELLY EVIANTY SILALAHI 067023016/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM MENGGUNAKAN KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBAU TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Roselly Evianty Silalahi Nomor Pokok : 067023016

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr.Fikarwin Zuska) (dr. Linda T.Maas, MPH) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr.Drs. Surya Utama, MS) (Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 18 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. dr. Linda T. Maas, MPH

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM 3. dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM MENGGUNAKAN

KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBARU

TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 18 Desember 2008


(6)

ABSTRAK

Kasus HIV/AIDS di Provinsi Riau merupakan urutan ke-11 di Indonesia. Kota Pekanbaru menempati urutan ke-1 dalam jumlah kasus di tingkat Provinsi Riau. Kelompok terbesar penderitanya adalah Pekerja Seks Komersial (PSK). Untuk mencegah penularan HIV/AIDS yang sumbernya dari PSK adalah menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan pelanggan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan PSK dalam menggunakan kondom, yaitu faktor predisposisi, pendukung dan penguat.

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan cross sectional study dengan jumlah sampel 130 dari 300 PSK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh faktor predisposisi, pendukung dan penguat terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS. Analisis data menggunakan uji statistik chi-square dan regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17,7% PSK menggunakan kondom pada saat berhubungan seks. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat 5 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan p < 0,05, yakni variabel pengetahuan (p=0,000), sikap (p= 0,000), tersedia kondom (p=0,006), dukungan petugas kesehatan (p=0,012), dukungan LSM (p=0,005). Hasil uji regresi logistik yang berpengaruh adalah variabel pengetahuan (p=0,005), sikap (p=0,048), ketersediaan kondom (p=0,013), dukungan petugas kesehatan (p=0,042), dukungan LSM (p=0,010).

Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap PSK disarankan memberi informasi tentang manfaat kondom melalui metode yang inovatif berdasarkan hasil penjajakan yang relevan secara berkesinambungan (partisipatoris) di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru yang dilaksanakan bersama oleh petugas kesehatan dan LSM. Kepada mucikari diharapkan dapat menyediakan kondom di lokalisasi dan kondom yang disediakan sebaiknya merupakan bagian dari fasilitas di kamar. Kepada sesama teman seprofesi perlu kerjasama yang baik dalam hal memberi informasi tentang kondom. Peningkatan kinerja petugas kesehatan dalam hal Komunikasi, Informasi dan Edukasi tentang kondom dan HIV/AIDS agar dapat memberikan penyuluhan dan pendekatan kepada PSK yang efektif dan maksimal. Peningkatan kunjungan dan pendekatan yang optimal oleh LSM kepada PSK untuk memberikan informasi tentang kondom dan HIV/AIDS.


(7)

ABSTRACT

The cases of HIV/AIDS in the Province of Riau is in the 11th rank in Indonesia. The city of Pekanbaru is in the 1st place in terms of number of cases. The biggest group of HIV/AIDS sufferers belongs to the prostitutes (PSK). To prevent of HIV/AIDS infection which sources from prostitutes is used condom when making sex with client. There are many factors that influence prostitutes action to used condom, that is predisposition, enabling and reinforcing factor.

The purpose of this survey with cross sectional study design is to analyze the influence of the predisposition, enabling and reinforcing factors on the action of the prostitutes to use condom to prevent HIV/AIDS. The population of this study is 300 prostitutes and 130 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were statistically analyzed through chi-square and logistic regression tests.

The result of the study shows that 17.7% the action of the prostitutes using condom while having sexual intercourse. The result of chi-square test reveals that there are five variables which have significant relationship with p<0.05. They are : knowledge (p=0.000), attitude (p=0.000), condom availability (p=0.006), support from health workers (p=0.012) and support from NGO (p=0.005). The result of logistic regression test shows that variables which have influence are knowledge (p=0.005), attitude (p=0.048), condom availability (p=0.013), support from health workers (p=0.042), support from NGO (p=0.010).

It is suggested to improve prostitutes knowledge and attitude, the health workers and NGO give the information about the importance of using condom through innovative method in accordance with the result of relevant observation continuosly at Teleju localization, Pekanbaru city. It is also suggested that the pimps can provide condom at the localization and it will be one of the room facility. It is suggested that prostitutes will cooperate among them in the case of the information about the importance of using condom. It is expected that there is perfomance improvement of the health workers in communication, information and education about condom and HIV/ AIDS in order to give effective and maximum counseling and approaching to the prostitutes.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat serta karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam penulisan tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM & H, DSAK atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan program Magister.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS yang telah membimbing kami dan memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian tesis.

Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.Dra. Ida Yustina, MSi yang telah memberikan masukan dan saran penulisan tesis.

Secara khusus kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Fikarwin Zuska dan dr. Linda T. Ma’as, MPH sebagai komisi pembimbing atas segala ketulusan dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses penyelesaian tesis.

Terima kasih kami juga kepada Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM dan dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku dosen penguji telah memberikan bimbingan, masukan


(9)

Lurah Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Faisal Hendry, SE yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.

Direktur Yayasan Utama, Ismail Nasution beserta staf yang telah membantu kelancaran pengumpulan data untuk penelitian ini.

Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran, bimbingan dan pengarahan serta bantuan selama pendidikan.

Seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya, kepada suami tercinta Ir. Iskak Harsono Sijabat, ananda tersayang: A. Harvey HJ Sijabat , Andreas AP Sijabat, R.Anggita Novianty Sijabat dan seluruh keluarga Bapak, Ibu, Abang, serta Adik Vera Silalahi, yang senantiasa menghibur, mendampingi serta memberikan dorongan moril maupun materil yang sangat berarti selama penulis pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

Penulis yakin dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulisan menerima kritik dan saran demi perbaikan tesis ini. Atas saran dan masukan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Roselly Evianty Silalahi dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 7 September 1969, anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. Mentas Silalahi dengan Ibunda Bungaty Simarmata. Telah menikah dengan Iskak Harsono dan dikaruniai tiga anak. Sekarang menetap di Jalan Bakti Gg. Keluarga No.11 Arengka Pekanbaru Provinsi Riau.

Menamatkan Sekolah Dasar Negeri No.4 Pematang Siantar, SMP Negeri 4 tahun 1985, SMA Negeri 2 Pematang Siantar tahun 1988, dan FKM USU Medan tahun 1994.

Pengalaman bekerja, tahun 1996 sampai dengan tahun 1997 sebagai staf Kanwil Kesehatan Propinsi Riau di Pekanbaru dan 1998 sampai dengan tahun 2000 sebagai staf Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru,tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 sebagai Kepala Seksi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan tahun 2007 sampai sekarang staf Pemerintah Kota Pekanbaru.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Hipotesis... 8

1.5. Manfaat Penelitian... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Perilaku ... 9

2.2. HIV/AIDS ... 19

2.3. Kondom ... 24

2.4. Pekerja Seks Komersial (PSK)... 26

2.5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Utama... 27

2.6. Landasan Teori ... 28

2.7. Kerangka Konsep ... 30

BAB 3 METODE PENELITIAN... 31

3.1. Jenis Penelitian ... 31

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian... 31

3.3. Populasi dan Sampel ... 31

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.6. Metode Pengukuran... 37


(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.2. Analisis Univariat... 44

4.3. Analisis Bivariat ... 49

4.4. Analisis Multivariat... 54

BAB 5 PEMBAHASAN... 58

5.1. Faktor Predisposisi Terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom ... 58

5.2. Faktor Pendukung Terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom ... 63

5.3. Faktor Penguat Terhadap Tindakan PSK dalam Mengggunakan Kondom... 65

5.4. Tindakan PSK dalam menggunakan kondom ... 71

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran... 74


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Faktor Predisposisi Pendukung dan Penguat ... 33 4.1. : Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi terhadap

Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan

HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008... 45 4.2. : Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendukung terhadap

Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan

HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008... 46 4.3 : Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penguat terhadap

Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan

HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008... 47 4.4. : Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan PSK dalam

Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS

di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 48 4.5. : Informasi Responden Berdasarkan Tindakan PSK dalam

Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS

di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 48 4.6. : Analisis Bivariat Antara Faktor Predisposisi terhadap Tindakan

PSK dalam Menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Pekanbaru Tahun 2008 ... 50 4.7. : Analisis Bivariat Antara Faktor Pendukung terhadap Tindakan PSK

dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS

di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 52 4.8. : Analisis Bivariat Antara Faktor Penguat terhadap Tindakan PSK

dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS

di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 53 4.9. : Analisa Bivariat Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat terhadap Tindakan

PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan


(14)

4.10. : Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Independen (Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat)

dengan Variabel Dependen (Tindakan PSK dalam Menggunakan

Kondom) di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 56 4.11 : Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel

Independen Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat

(Tanpa Umur) terhadap Variabel Dependen (Tindakan PSK dalam

Menggunakan Kondom) di Lokalisasi Teleju Pekanbaru Tahun 2008 ... 56 4.12 : Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel

Independen Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat (Tanpa Umur dan Masa Kerja) terhadap Variabel Dependen (Tindakan PSK dalam

Menggunakan Kondom) di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner

Penelitian...

78 2 Hasil Uji Validitas dan

Reliabilitas...

85 3 Frekuensi Tabel

Pertanyaan...

92 4 Hasil Uji

Statistik...


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), sekarang ini dianggap sebagai pandemi paling hebat yang pernah terjadi dalam dua dekade terakhir. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh makin melemah dan mudah terjangkit penyakit infeksi. Sampai saat ini HIV/AIDS tidak saja menjadi masalah kesehatan tetapi secara langsung sudah menjadi persoalan politik dan bahkan ekonomi yang sangat serius di negara-negara yang sedang berkembang dan dapat menyebabkan kemiskinan (Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS, 2007-2010).

Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penularan HIV/AIDS terus meningkat sampai dengan 31 Maret 2008, secara kumulatif pengidap HIV sebanyak 6.130 kasus dan AIDS mencapai 11.868 kasus. Kasus-kasus tersebut dilaporkan dari 33 provinsi dan 207 Kabupaten/Kota dengan ratio kasus AIDS ditemukan pada laki-laki 9.337 (78,7%) dibandingkan perempuan 2.466 (20,7%) dan tidak diketahui 165 (0,5%) (KPA Nasional, 2008).

Jumlah kasus penderita AIDS di atas, seperti lazim disebutkan merupakan fenomena ”puncak gunung es”. Artinya kondisi yang sebenarnya termasuk yang


(18)

kurangnya kesadaran bagi orang yang perilakunya berisiko untuk melakukan pencegahan dan pemeriksaan kesehatan. Di samping itu memerlukan biaya yang besar untuk melakukan pemeriksaan diri ke laboratorium. Sehingga seseorang diketahui sudah tahap AIDS datang berobat ke Rumah Sakit. Diperkirakan pada tahun 2010 kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 93.968-130.000 dan tidak hanya terkonsentrasi pada satu daerah tetapi hampir merata di semua daerah (www.tempointreaktif.co.id.2007).

Cara penularan kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sebagian besar ditemukan pada kelompok IDU (Injecting Drug User) yaitu 49,2%, heteroseksual 42,8%, dan homoseksual 3,8%. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (53,62%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (27,79%) dan 7,89% pada kelompok umur 40-49 tahun (KPA Nasional, 2008).

Ditinjau dari penyebaran kasus maka hampir semua Provinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus AIDS. Kasus terbesar terdapat di 10 Provinsi, masing-masing DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat. Kemudian diikuti oleh provinsi Riau diurutan ke -11 (KPA Nasional, 2008).

Provinsi Riau, jumlah kasus AIDS pada akhir Maret 2008 sebanyak 166 kasus dan menyebar ke-7 kabupaten/kota dengan rate kumulatif kasus AIDS 3.65/100.000 penduduk (KPA Nasional 2008). Hal ini menunjukkan epidemi AIDS di Provinsi Riau juga tinggi karena tahun 2010 prevalensi HIV (persentase kasus terhadap penduduk berisiko) diharapkan 0,9 % (Depkes RI, 2003).

Sebagian besar kumulatif kasus AIDS ditemukan di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 142 kasus (85,54 %) sampai akhir Maret 2008. Kondisi ini menunjukkan


(19)

Provinsi Riau khususnya Kota Pekanbaru perlu segera mendapatkan prioritas perhatian terutama dari pengambil kebijakan, mengingat prevalensi HIV yang merupakan kriteria keadaan epidemi AIDS sudah melewati angka 5 % yaitu sebesar 5.85 % pada Pekerja Seks Komersial berdasarkan surveilans HIV tahun 2005. Artinya sudah menyebar pada sub populasi atau kelompok-kelompok tertentu salah satunya kelompok penjaja seks dan menurut kategori WHO sudah memasuki tingkat kedua yang disebut terkonsentrasi dari 3 tingkat keadaan epidemi AIDS (KPA Nasional, 2008).

Epidemi AIDS di Provinsi Riau telah direspon dengan berbagai upaya pencegahan baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh kelompok masyarakat. Pemerintah Provinsi Riau bersama DPRD Provinsi Riau telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi Riau beserta petunjuk dan pelaksanaannya di Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau.

Keberadaan peraturan daerah ini diharapkan dapat mengendalikan laju epidemi HIV/AIDS di Provinsi Riau termasuk di Kota Pekanbaru yang semakin berkembang. Epidemi HIV/AIDS dapat diduga terjadi karena Kota Pekanbaru adalah kota terbuka, merupakan jalur lintasan angkutan darat, laut, sungai dan udara yang didukung dengan fasilitas transportasi yang memadai serta tingkat mobilitas (datang dan bepergian) yang relatif tinggi, peningkatan pembangunan yang ditandai dengan pesatnya perkembangan pusat-pusat perbelanjaan, tempat hiburan. Kondisi seperti ini menyebabkan masyarakat Kota Pekanbaru sangat rawan untuk terinfeksi HIV, Infeksi Menular Seksual (IMS) dan faktor pendorong meningkatnya jumlah masyarakat berperilaku berisiko terinfeksi HIV (Renstra KPA Kota Pekanbaru, 2004-2008).


(20)

Perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor munculnya faktor risiko tinggi infeksi HIV/AIDS termasuk semakin maraknya lokasi berisiko. Lokasi berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS di Kota Pekanbaru adalah lokalisasi Prostitusi Teleju yang berada di Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Utama yang selama ini memfasilitasi pemberian informasi tentang HIV/AIDS di Teleju mengatakan bahwa Pekerja Seks Komersial pada tahun 2007 berjumlah 300 orang. Lokalisasi Teleju terletak lebih kurang 8 km dari pusat Kota Pekanbaru dengan luas berkisar 4 hektare. Untuk menuju lokalisasi Teleju tersebut dapat dicapai melalui jalan darat dan sungai dengan menggunakan alat transportasi roda dua, perahu dan roda empat.

Berdasarkan hasil sero survey Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2005 di lokalisasi Teleju, dari 170 sampel darah PSK yang diperiksa ditemukan 10 kasus (5,9 %) HIV positif dan 29 kasus (17,1 %) IMS. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan darah pada tahun 2004 dari 55 sampel darah PSK yang diperiksa, tidak ditemukan HIV positif tetapi 3 kasus (5,5%) IMS (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2006).

Keberadaan lokalisasi Teleju di Kota Pekanbaru tidak secara resmi diakui oleh pemerintah Kota Pekanbaru sehingga mempersulit upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Pekanbaru. Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan kondom setiap melakukan transaksi seksual dengan banyak pasangan seksual sesuai dengan Komitmen Sentani tentang penggunaan kondom 100% (Condom use 100 %) pada lokalisasi (KPA Nasional, 2006).


(21)

Tindakan PSK dalam menggunakan kondom yang disinyalir rendah di lokalisasi

Kota Pekanbaru sama halnya di daerah lain. Di daerah lainpun seperti halnya di beberapa lokalisasi di Jakarta pada tahun 1996 penggunaan kondom pada PSK yang

konsisten mencapai 15 %. Kondisi ini tidak banyak berubah setelah 9 tahun. Pada tahun 2004 masih relatif stabil yaitu 16 %. Selama rentang waktu 1996 hingga 2004 terjadi beberapa kali kenaikan dan penurunan. Tahun 1999 hingga tahun 2000 kembali mengalami penurunan, berikutnya meningkat lagi, walaupun peningkatannya sangat rendah (BPS, 2004).

Di samping itu menurut juru bicara Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Bali Karmaya yang dikutip Mustika (2005), seperempat pelanggan dari perempuan PSK di Bali menggunakan kondom saat berhubungan seks. Diperkirakan terdapat 100 ribu laki-laki hidung belang yang tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan PSK. Demikian halnya dengan PSK di Medan Sumatera Utara hanya 12 % konsisten menggunakan kondom dari hasil penelitian tahun 2005 (ASA dkk, 2005).

Temuan kasus IMS termasuk HIV/AIDS sebenarnya tidak akan terjadi jika PSK dan pelanggannya memiliki perilaku yang sehat. Perilaku PSK yang sehat adalah menggunakan kondom dan melakukan pemeriksaan rutin ke layanan kesehatan. Sebagai contoh negara Thailand telah berhasil menurunkan tingkat penularan HIV sampai 83 persen dengan program penyediaan kondom. Oleh sebab itu tindakan PSK menggunakan kondom menjadi salah satu issu yang strategis dalam upaya penanggulangan AIDS termasuk di Kota Pekanbaru. Upaya untuk meningkatkan penggunaan kondom menjadi penting untuk dilakukan.


(22)

Menurut Green dan Kreuter (2005) tindakan dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain (pengetahuan, sikap dan unsur-unsur lain yang ada dalam individu), faktor pendukung (tersedianya sarana kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM).

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan PSK tentang penggunaan kondom terutama manfaatnya dalam mencegah HIV/AIDS. Dengan pengetahuan ini diharapkan muncul sikap berupa kesadaran dan niat untuk menggunakan kondom.

Walaupun sikap masih belum terwujud dalam suatu tindakan namun sikap dapat menjadi potensi keyakinan seseorang agar mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dalam menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual (Smet, 1994). Karena dengan adanya sikap dapat membuat seseorang menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab menggunakan kondom agar terhindar dari HIV/AIDS. Serta didukung dengan tersedianya sarana kondom agar memudahkan untuk menggunakan kondom dan di dukung oleh teman, mucikari, petugas kesehatan dan LSM.

Berdasarkan hal tersebut, melalui tulisan ini akan dilakukan penelitian ”Pengaruh faktor predisposisi (umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terhadap tindakan Pekerja Seks Komersial (PSK) dalam menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru”.


(23)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor predisposisi (umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM) berpengaruh terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM) terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru.

1.4. Hipotesis

Faktor predisposisi (umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM) berpengaruh terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru”.


(24)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Pekanbaru dalam menentukan kebijakan untuk pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Teleju.

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan lintas sektor dalam perencanaan program upaya pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Teleju dan evaluasi kinerja dalam pelaksanaan pencegahan HIV/AIDS.

3. Sebagai bahan masukan bagi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru dalam perencanaan program upaya pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Teleju.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap stimulus, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Mantra,1997). Berdasarkan pendapat Walgito (2003) yang mengutip pendapat Skinner membedakan perilaku menjadi perilaku yang alami (innate behavior) yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, berupa refleks-refleks dan insting-insting dan perilaku operan (operant behavior) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:

a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidik yang diberikan (knowledge) b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude)

c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice)

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek


(26)

terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap stimulus atau objek tadi.

a. Teori Green

Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor non perilaku. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh 3 domain utama, yaitu 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) adalah proses sebelum perubahan perilaku yang memberikan rasional atau motivasi terjadinya perilaku individu atau kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan untuk mempermudah terjadinya perilaku seseorang atau kelompok, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Dari sisi domain psikologis, seseorang termasuk dimensi kognitif dan afektif mulai mengetahui, merasakan, meyakini, menilai dan punya percaya diri sehingga mempermudah terjadinya perilaku kesehatan. Proses faktor mempermudah perilaku menunjukkan interaksi dari pengalaman dengan mempelajari sejarah alami manusia dengan keyakinan, nilai-nilai, sikap dan perjalanan hidup.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), adalah proses sebelum terjadinya perubahan perilaku harus ada faktor pendukung untuk memfasilitasi perilaku tersebut seperti tersedianya sarana dan prasarana atau fasilitas yang mudah dicapai.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor pendorong yang memberi dukungan secara terus menerus untuk kelangsungan perilaku individu atau kelompok seperti keluarga, teman, guru, pengambil kebijakan dan petugas kesehatan.


(27)

b. Teori Keyakinan Kesehatan atau Health Belief Model (HBM)

Menurut Smet (1994) HBM diuraikan dalam usaha mencari cara menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai kesehatan. HBM digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.

HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya proses kognitif, dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM, kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs).

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap risiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat.


(28)

Penilaian pertama tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada:

1. Ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka.

2. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.

Penilaian yang kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.

c. Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action)

Theory of Reasoned Action (TRA) dari Ajzen & Fishbein dikutip Smet (1994)

merupakan teori perilaku manusia secara umum. Aslinya teori ini dipergunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan

permasalahan sosial-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.

Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak/ intensi (intention), dan perilaku. Intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku. Jika ingin mengetahui apa yang dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intensi orang tersebut.

Intensi ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcomes of the behavior). Di samping itu juga dipertimbangkan


(29)

pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif. Menurut Glanz, dkk (2002) bahwa norma subyektif itu adalah keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang memberi nasehat dianggapnya penting dan memotivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut. Contoh pertama, sebagian orang menganggap penting harus menggunakan kondom setiap kali melakukan berbagai tipe seks dengan berbagai partner. Contoh kedua fokus perhatian (salience) tentang perilaku seksual dan pencegahan AIDS tidak akan sama antara kelompok homoseksual, yang percaya penggunaan kondom mengurangi kemungkinan kena AIDS, dengan kelompok yang lain, yang mungkin percaya penggunaan kondom akan menyebarluasnya perilaku seksual.

Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Kar, untuk menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari niat seseorang, adanya dukungan sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak.

d. Pengetahuan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata ”Tahu” yang berarti mengerti sesudah melihat (menghasilkan, mengalami). Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Blum, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.


(30)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Penelitian Rogers dan Shoemaker yang dikutip Sarwono (2004) mengungkapkan bahwa sebelum orang membuat keputusan tentang innovasi (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Knowledge, mula-mula orang menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan suatu ide baru.

2. Persuasion, orang mulai berminat dan petugas kesehatan meningkatkan motivasinya guna bersedia menerima obyek.

3. Decision, dari hasil persuasi petugas dan pertimbangan pribadi orang maka dibuatlah keputusan menerima atau justru menolak ide baru tersebut disebut tahap keputusan. 4. Confirmation, disebut tahap penguatan di mana orang meminta dukungan atas

keputusan untuk berperilaku baru maka petugas kesehatan tetap melanjutkan penyuluhan guna memantapkan praktek perilaku yang baru.

Pengetahuan itu adalah tahu kemudian dilaksanakan. Pengetahuan itu dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu juga melalui media komunikasi seperti radio, televisi, poster, majalah dan surat kabar.


(31)

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Blum bahwa pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan.

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau sebenarnya.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.


(32)

e. Sikap

Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk merespond atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Dengan kata lain, sikap perlu penilaian seseorang terhadap objek kemudian melakukan evaluasi (Maramis, 2006).

Sikap selalu bisa dinilai sebagai positif atau negatif. Menurut Purwanto (1999), sikap yang positif yaitu kecenderungan pendidikan mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu dan sikap negatif yaitu kecenderungan pendidikan untuk menjalani menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.

Menurut Secord dan Backman dikutip Azwar (2007) sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan prediposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologisosial yang dikutip Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan.


(33)

Menurut Notoatmodjo (2003), seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon

Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggungjawab

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Walgito (2003) bahwa ciri-ciri sikap adalah:

a) Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungan dengan objeknya.

b) Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada seseorang tersebut.


(34)

c) Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap sesuatu.

d) Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

e) Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

f. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua, dan lain-lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu:

1. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respons terpimpin

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh PSK dapat menggunakan kondom dengan benar pada saat melakukan hubungan seksual, mulai dari awal memasang hingga melepaskan kondom, merupakan indikator praktek tingkat dua.


(35)

3 . Mekanisme

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. HIV/AIDS a. Definisi HIV/AIDS

Menurut Departemen Kesehatan yang dikutip KPA Nasional (2005) menjelaskan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang sel-sel darah putih. Sel-sel darah putih merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit. Manusia yang terinfeksi HIV akan berpotensi sebagai pembawa (carrier) dan penular virus tersebut selama hidupnya. AIDS singkatan Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala penyakit spesifik yang disebabkan oleh rusaknya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV.

b. Cara Penularan HIV/AIDS

Menurut Depkes RI (1997), ada 3 cara penularan HIV/AIDS yaitu : 1. Penularan Seksual

Secara umum dapat dikatakan, hubungan seksual adalah cara penularan HIV yang paling sering terjadi. Virus dapat ditularkan dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra atau pasangan seksualnya, baik itu dari laki-laki ke perempuan atau sebaliknya (heterokseks) maupun dari laki-laki ke laki-laki atau perempuan ke perempuan


(36)

(homoseks) atau yang mendonorkan semennya kepada orang lain. Hubungan seksual tersebut adalah hubungan seksual dengan penetrasi penis-vagina, penis-anus atau kontak mulut. Resiko terinfeksi HIV melalui hubungan seksual tergantung kepada beberapa hal : a.Kemungkinan bahwa mitra seksual terinfeksi HIV

Angka kejadian infeksi HIV pada penduduk seksual aktif sangat bervariasi anatara satu daerah dengan daerah lainnya, juga berbeda antara satu kelompok penduduk dengan kelompok penduduk lainnya dalam satu daerah. Kemungkinan proporsi seseorang terinfeksi HIV melalui hubungan seksual, umumnya dapat dikatakan tergantung jumlah proporsi mitra seksual dalam tahun-tahun terakhir. Di daerah yang cara penularan HIV terbanyak melalui hubungan heterokseksual maka kelompok masyarakat yang beresiko untuk terinfeksi HIV adalah PSK dan laki-laki yang sering kali berhubungan dengan PSK. Sedangkan untuk negara maju, angka kejadian infeksi lebih tinggi dijumpai pada homoseksual, biseksual dan penggunaan obat narkotika suntik.

b.Cara melakukan hubungan seksual

Semua hubungan seksual mempunyai resiko penularan infeksi HIV, namun resiko tertinggi terjadinya infeksi HIV pada pria dan wanita ialah mereka yang berlaku sebagai penerima dari hubungan seksual anal dengan mitra seksual yang terinfeksi HIV. Hubungan cara vaginal kemungkinan membawa resiko tinggi bagi pria dan wanita heteroseksual dari pada oral-genital. Kontak oral-genital memungkinkan penularan HIV, tapi menurut data yang ada masih terlalu kecil untuk dihitung tingkat resikonya. Masturbasi belum menunjukkan resiko penularan HIV, namun masturbasi bersama akan memungkinkan adanya pacaran semen atau cairan vagina atau cairan vagina atau cairan mulut rahim (serviks) secara teori dapat menimbulkan resiko penularan HIV.


(37)

c.Banyaknya virus yang terdapat dalam darah atau cairan sekresi mitra seksual yang terinfeksi

Seseorang yang terinfeksi HIV jelas akan lebih infeksius sejalan dengan perkembangannya menjadi penderita AIDS.

d.Keberadaan penyakit menular seksual lain

Berdasarkan fakta, bahwa keberadaan penyakit menular seksual lain akan dapat meningkatkan resiko penularan HIV.

2. Penularan Parental

Penularan ini terjadi melalui transfusi dengan darah yang terinfeksi HIV atau produk darah atau penggunaan jarum yang terkontaminasi dengan HIV atau peralatan lain yang melukai kulit.

3. Penularan Perinatal

Penularan dari seorang wanita kepada janin yang dikandungnya atau bayinya. Penularan ini dapat terjadi sebelum, selama atau beberapa saat setelah bayi dilahirkan. Resiko penularan HIV dalam rahim si ibu atau selama proses kelahiran sebesar 20 – 40 %.

c. Perjalanan Infeksi HIV/AIDS

Pada saat seseorang terinfeksi HIV maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun dan bahkan bisa


(38)

tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini yang bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.

Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh) dan setelah 5- 10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dan sebagainya. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut.

Di negara industri, seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan kwalitas pelayanan yang lebih baik.

d. Pencegahan HIV/AIDS

Menurut Depkes (KPA Nasional, 2005), pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal disebut sebagai ”ABC”nya telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prinsip ”ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara yang paling efektif mencegah infeksi HIV lewat hubungan seksual. Prinsip ”ABC” itu adalah:

”A”= Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan (Abstinesia).


(39)

”B” = Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan tetap jangka panjang (Be faithful).

”C” = Cegah dengan memakai kondom secara benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom).

Untuk penularan non-seksual, berlaku prinsip ”D dan E” yaitu: ”D” = Drug; say no to atau katakan tidak pada napza/narkoba

”E” = Equipment: no sharing atau jangan memakai alat suntik secara bergantian.

2.3. Kondom

Kondom adalah selubung/sarung karet yang terbuat dari suatu karet tipis, berwarna/tak berwarna, dipakai untuk menutupi penis yang tegang sebelum dimasukkan ke dalam vagina sehingga mani tertampung didalamnya dan tidak masuk vagina (BKKBN, 1999). Kondom berbentuk silinder dengan muaranya berpinggir tebal yang bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun sebagai aktivitas seksual. Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten. Berdasarkan penelitian ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.

Menurut Depkes RI (2004), petunjuk praktis cara menggunakan kondom dengan benar adalah sebagai berikut:

1. Perhatikan tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa kondom. 2. Buka kemasan dengan hati-hati.


(40)

3. Tunggu sampai penis ereksi. Jangan buka gulungan kondom sebelumnya.

4. Pegang bagian atas kondom, pencet ujung kondom antara dua jari tangan untuk mengeluarkan udara di dalamnya.

5. Dengan pelan-pelan buka gulungan kondom ke bawah sampai pangkal penis dan tinggalkan sedikit rongga di ujungnya sebagai tempat semen.

6. Setelah ejakulasi, bila ereksi mulai berkurang, arahkan penis ke bawah, dan lepaskan kondom perlahan-lahan.

7. Masukkan kondom ke dalam kantong plastik. Ikat kantong plastiknya dan buang ke tempat sampah. Jangan dibuang ke jamban oleh karena kondom dapat menyebabkan sumbatan.

Manfaat kondom adalah mencegah penularan HIV/AIDS dan IMS lainnya, membantu mencegah kehamilan, memberikan rasa nyaman, sehingga mengurangi rasa cemas, menghemat dana untuk perawatan dan obat-obatan bila seseorang tertular IMS (Depkes RI, 2004).

Kondom di setiap lokalisasi sebelum hubungan seks berlangsung perlu diperhatikan jumlah kondom yang disediakan dengan mempertimbangkan frekuensi hubungan seksual, jarak dari klinik/tempat pelayanan dan permintaan khusus. Kondom diberikan dalam jumlah yang cukup untuk melindungi pasangan selama 6 bulan di lokalisasi. Ketersediaan kondom di lokasi beresiko sudah menjadi salah satu keharusan. Karena dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS penggunaan kondom sudah termasuk dalam isu penting. Hal ini dapat dilihat dari KPA Nasional (2006) bahwa penggunaan kondom merupakan salah satu kebijakan nasional berupa penggunaan kondom 100 % atau Condom Use 100 % dilaksanakan terutama di lokasi-lokasi transaksi


(41)

seksual dengan banyak pasangan berisiko. Oleh karenanya sangat penting mempromosikan penggunaan kondom secara konsisten dan memeriksakan IMS di klinik yang tepat di setiap bulannya (KPA Nasional, 2006) bahkan Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS (2007-2010) membuat prioritas arah pencegahan HIV/AIDS ke program peningkatan penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko.

2.4. Pekerja Seks Komersial (PSK)

PSK dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri pada umu untuk melakukan hubungan seksual dengan mendapatkan upah. Pada masyarakat PSK sering disebut pelacur atau kupu-kupu malam adalah perempuan yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja yang membutuhkan kepuasan hubungan seksual dengan pemberian bayaran (Pratomo, 2002).

Dilihat dari cara menjalankan profesinya PSK, dibedakan dalam 4 kategori yaitu; 1) brothel prostitution (PSK bordil) yakni praktek PSK yang sebagian penghasilannya diserahkan kepada germo; 2) call girl prostitution (PSK panggilan) dipanggil ke hotel dihubungi lewat telpon serta dikategorikan semi professional; 3) street prostitution (PSK jalanan) yakni mencari langganan di jalan atau tempat umum; dan 4) unorganized professional prostitute (PSK profesional) yang menjalankan profesinya ditempat-tempat yang disewanya, memiliki pelindung dan perantara khusus atau melalui sopir-sopir taksi sebagai perantara.

2.5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Utama

LSM Yayasan Utama (YU) yang berkedudukan di Pekanbaru, didirikan berdasarkan akte notaries H.Afdah Ghazali, SH tanggal 3 Juni tahun 1993 Nomor 3 Tahun 1993. Lembaga ini didirikan oleh beberapa orang yang peduli dengan masalah


(42)

sosial dengan dukungan Project Concern International (PCI), yaitu sebuah LSM internasional, yang sebelumnya telah berada di Propinsi Riau melalui program Child Survival dari tahun 1989 s/d 1994.

Yayasan ini adalah salah satu yayasan yang peduli dengan AIDS dan didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat, agar dapat mandiri dalam mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata, tanpa membedakan suku, agama maupun golongan, melalui kegiatan pendampingan dan penjangkauan, tukar menukar informasi dan teknologi, guna meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.

Sejak tahun 1996, yayasan ini telah mendirikan sebuah sanggar di Lokalisasi Teleju Pekanbaru. Tujuan didirikannya sanggar ini adalah untuk menjadi pusat informasi tentang PMS dan HIV/AIDS, pelayanan kesehatan, serta konseling bagi warga masyarakat yang ada di lokasi tersebut, khususnya kepada PSK, pelanggan, mucikari dan ojek.

2.6. Landasan Teori

Menurut Depkes RI (1997), salah satu cara penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan seksual dan yang sering melakukan aktivitas seksual yang berisiko salah satunya Pekerja Seks Komersial di lokalisasi. Upaya pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi adalah memasyarakatkan penggunakan kondom.

Menurut teori Green dan Kreuter (2005), ada 3 faktor yang mempengaruhi individu untuk bertindak; yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam


(43)

diri individu dan masyarakat), faktor pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor penguat (petugas kesehatan, mucikari, teman dan LSM).

Bloom dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan) yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Terbentuknya suatu perilaku baru, dimulai pada domain kognitif dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap stimulus atau objek tadi.

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang penggunaan kondom dan manfaatnya dalam mencegah HIV/AIDS. Dengan pengetahuan ini diharapkan muncul sikap berupa kesadaran dan keyakinan untuk menggunakan kondom. Walaupun sikap masih merupakan reaksi yang tertutup namun sikap dapat menjadi potensi seseorang untuk merubah perilakunya menggunakan kondom.

Teori Keyakinan Kesehatan atau Health Belief Model (HBM) yang dikutip Smet (1994), ada 4 penilaian kesehatan untuk melakukan tindakan pencegahan yaitu;

1).Ancaman terhadap penyakit; 2).Ketidakkebalan terhadap penyakit; 3). Mempertimbangkan keuntungan, kerugian dalam menggunakan kondom; 4).Harus

ada kekuatan pemicu yang menjadikan seseorang merasa perlu mengambil tindakan atau keputusan untuk menggunakan kondom. Menurut Teory of Reasoned Action (TRA) dari Ajzen dan Fishbein di kutip Smet (1994) bahwa perilaku ditentukan oleh kehendak.


(44)

2.7. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah menunjukkan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, berdasarkan hal tersebut kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Faktor Predisposisi 1. Umur

2. Masa Kerja 3. Pengetahuan 4. Sikap

Faktor Penguat

1.Dukungan Teman Seprofesi

2.Dukungan Mucikari 3.Dukungan Petugas

Kesehatan 4.Dukungan LSM

Tindakan PSK dalam menggunakan kondom Faktor Pendukung :

Ketersediaan kondom

Gambar 1 : Kerangka Konsep


(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan desain sekat silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat, artinya subyek diamati hanya sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variabel dependen dan variabel independen maka pengukurannya dilakukan bersama-sama pada saat penelitian dengan menggunakan kuesioner secara kuantitatif (Sugiyono, 2005).

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus Tahun 2008.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh Pekerja Seks Komersial (PSK) berjumlah 300 orang di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru pada tahun 2007.

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus untuk uji hipotesis satu sampel (Lameshow, 1997).

{Z

1

- /2

Po (1- Po) + Z

1

-

ß

Pa (1-Pa) }

2

n =

(Pa – Po)

2

ß = Kekuatan uji yang diinginkan adalah sebesar 90%, maka ß = 0,1. = Tingkat kepercayaan yang diinginkan adalah 95% atau = 0,05. Po = Proporsi pemakaian kondom di Jakarta tahun 2004 sebesar 16%.

Pa = Proporsi pemakaian kondom di Jakarta yang diharapkan di Lokalisasi Teleju = 26 %


(46)

{Z1- /2 √ Po (1- Po) + Z1- ß√ Pa (1-Pa) }2

n =

(Pa – Po)2

{1,96 √ 0,16 (1- 0,16) + 1,282 √ 0,26 (1-0,26) }2 n =

(0,26 – 0,16)2 n = 128,211 î dibulatkan menjadi 130

Dalam penelitian ini pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan cara Simple Random Sampling (Arikunto, 2006) dengan cara acak menggunakan angka random dari komputer.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner kepada responden atau PSK.

Data sekunder diperoleh dari Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan Propinsi Riau, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, KPA Kota Pekanbaru dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Pekanbaru.

Sebelum dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas merupakan uji kualitas data terhadap penggunaan kuesioner kepada 20 PSK yang berada di lokalisasi Teleju dan tidak diikutkan menjadi sampel. Uji validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur.

Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi Pearson product moment (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid dan jika nilai r hitung < r tabel, maka pertanyaan tidak valid (Riduwan, 2002).


(47)

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur lebih dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika r Cronbach’s Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel dan jika nilai r Cronbach’s Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2002).

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat

Variabel Butir Pertanyaan

r hitung Status Cronbach Alpha

Status Pengetahuan 1 0,7089 Valid Reliabel

2 0,7735 Valid Reliabel

3 0,8034 Valid Reliabel

4 0,5908 Valid Reliabel

5 0,7735 Valid Reliabel

6 0,9106 Valid Reliabel

7 0,7089 Valid Reliabel

8 0,7089 Valid

0,9180

Reliabel

Sikap 1 0,8150 Valid Reliabel

2 0,7474 Valid Reliabel

3 0,6938 Valid Reliabel

4 0,8150 Valid Reliabel

5 0,7474 Valid Reliabel

6 0,6938 Valid Reliabel

7 0,5960 Valid Reliabel

8 0,4603 Valid Reliabel

9 0,5960 Valid

0,8995

Reliabel Lanjutan Tabel 3.1.

Ketersediaan 1 0,8674 Valid Reliabel

Kondom 2 0,8674 Valid Reliabel

3 0,8674 Valid Reliabel

4 0,4588 Valid

0,8459

Reliabel

Dukungan 1 0,8263 Valid Reliabel

Teman 2 0,6855 Valid Reliabel

3 0,6855 Valid Reliabel

4 0,8263 Valid Reliabel


(48)

Dukungan 1 0,9684 Valid Reliabel

Mucikari 2 0,6417 Valid Reliabel

3 0,9684 Valid Reliabel

4 0,9684 Valid Reliabel

5 0,9684 Valid

0,9587

Reliabel

Dukungan 1 0,6789 Valid Reliabel

Petugas 2 0,7584 Valid Reliabel

Kesehatan 3 0,7584 Valid Reliabel

4 0,6198 Valid Reliabel

5 0,5733 Valid

0,8593

Reliabel

1 0,5963 Valid Reliabel

Dukungan

LSM 2 0,5963 Valid Reliabel

3 0,7771 Valid Reliabel

4 0,4672 Valid Reliabel

5 0,4672 Valid Reliabel

6 0,8251 Valid

0,8379

Reliabel

Dari tabel 3.1. di atas terlihat bahwa semua pertanyaan mempunyai r hitunglebih besar dari pada r tabel (0,444) demikian juga alpha lebih besar dari r tabel (0,444), dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian tentang pengaruh faktor predisposisi, pendukung dan penguat terhadap tindakan PSK menggunakan kondom di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru tahun 2008 sudah valid dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional a. Variabel independen

1. Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang diasumsikan dapat mempengaruhi Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk menggunakan kondom dalam pencegahan penyakit HIV/AIDS yang dalam hal ini dibatasi pada faktor umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap.

a. Umur adalah lama hidup PSK sejak lahir sampai ulang tahun terakhir saat wawancara dinyatakan dalam tahun.


(49)

b. Masa kerja adalah lamanya waktu bekerja dari sejak menjalani sebagai PSK hingga saat diwawancara.

c. Pengetahuan adalah segala sesuatu informasi yang diperoleh dari proses belajar sehingga timbul pemahaman PSK tentang penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS.

d. Sikap adalah kecenderungan PSK untuk memberikan pendapat setuju dan tidak setuju tentang penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS

2. Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung PSK dalam menggunakan kondom a. Ketersediaan kondom adalah ada tidaknya kondom di lokalisasi Teleju terutama di

kamar agar memudahkan memperoleh kondom.

3. Faktor penguat adalah faktor pendorong PSK dalam penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS.

a. Dukungan Teman seprofesi adalah pendapat responden tentang ada tidaknya dukungan teman sekerja secara terus menerus untuk kelangsungan dalam penggunaan kondom.

b. Dukungan mucikari adalah adanya pendapat responden tentang ada tidaknya peran serta mucikari dalam penggunaan kondom baik secara langsung menyarankan atau mengharuskan PSK untuk menggunakan kondom.

c. Dukungan petugas kesehatan adalah pendapat responden tentang ada tidaknya keterlibatan petugas dalam penyediaan kondom dan memberikan informasi tentang penggunaan kondom secara terus menerus untuk pencegahan HIV/AIDS. d. Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah pendapat responden


(50)

memberikan kondom dan penggunaannya serta menyarankan untuk menggunakan kondom.

b. Variabel dependen

1. Tindakan PSK dalam menggunakan kondom adalah PSK selalu menggunakan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks untuk pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru.

3.6. Metode Pengukuran 1.Umur

Untuk mengukur umur digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden.Umur responden < 30 tahun dikategorikan 1 dan umur responden ≥ 30 tahun dikategorikan 2 berdasarkan nilai Median dengan rincian sebagai berikut :

1. Umur Responden < 30 tahun 2. Umur Responden ≥ 30 tahun

2.Masa kerja

Untuk mengukur masa kerja responden digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Responden yang bekerja sebagai PSK < 2 tahun dikategorikan 1 dan bekerja sebagai PSK ≥ 2 tahun dikategorikan 2 berdasarkan nilai Median dengan rincian sebagai berikut :

1. Bekerja sebagai PSK < 2 tahun 2. Bekerja sebagai PSK ≥ 2 tahun

3. Pengetahuan

Untuk mengukur tingkat pengetahuan digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Jumlah pertanyaan untuk mengukur tingkat pengetahuan


(51)

bila responden menjawab sekaligus a, b dan c diberi nilai 3, jika 2 jawaban nilai 2 dan jika hanya 1 jawaban nilai 1. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 24 dan

nilai terendah 8. Kemudian variabel pengetahuan dikategorikan sebagai berikut (Pratomo, 1990) :

1. Pengetahuan kurang, bila total skor responden 8-14 (< 40%) 2. Pengetahuan sedang, bila total skor responden 15-20 (40-75%) 3. Pengetahuan baik, bila total skor responden 21-24 (> 75%)

4.Sikap

Untuk mengukur sikap digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden dengan jumlah pertanyaan sebanyak 9. Jawaban setuju diberi nilai 1 dan tidak setuju nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai skor tertinggi 9 dan terendah 0. Responden yang menjawab setuju nilai skor > 6 ( > 75 %) dikategorikan 3, responden yang menjawab setuju nilai skor 4-6 (40-75%) dikategorikan 2 dan responden yang menjawab setuju nilai skor < 4 (<40%) dikategorikan 1. Kemudian variabel sikap dikategorikan sebagai berikut (Pratomo, 1990) :

1. Sikap kurang, apabila total skor responden < 4 (<40%) 2. Sikap sedang, apabila total skor responden 4 – 6 (40-75%) 3.Sikap baik, apabila total skor responden 7-9 (>75%)

5. Ketersediaan Kondom

Untuk mengukur ketersediaan kondom digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Untuk ketersediaan kondom disusun 4 pertanyaan. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 0.


(52)

Untuk menentukan ketersediaan kondom dikategorikan berdasarkan nilai Median sebagai berikut :

1. Tidak tersedia jika skor < 3 2. Tersedia jika skor ≥ 3

6. Dukungan Teman Seprofesi

Untuk mengukur dukungan teman seprofesi digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Untuk mengetahui dukungan teman seprofesi disusun 5 pertanyaan. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak diberi nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 5 dan nilai terendah 0. Untuk mengukur dukungan teman seprofesi dikategorikan berdasarkan nilai Median sebagai berikut :

1. Tidak adanya dukungan teman seprofesi jika skor < 3 2. Adanya dukungan teman seprofesi jika skor ≥ 3

7. Dukungan Mucikari

Untuk mengukur dukungan mucikari digunakan skala ordinal dengan cara wawancara dengan jumlah pertanyaan sebanyak 5. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 5 dan nilai terendah 0. Untuk mengukur dukungan mucikari dikategorikan berdasarkan nilai Median sebagai berikut:

1. Tidak adanya dukungan mucikari jika skor < 3 2. Adanya dukungan mucikari jika skor ≥ 3

8. Dukungan Petugas Kesehatan

Untuk mengukur dukungan petugas kesehatan digunakan skala ordinal dengan cara wawancara. Pertanyaan sebanyak 5, responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 5 dan nilai terendah 0.


(53)

Untuk mengetahui ada atau tidak ada dukungan petugas kesehatan dikategorikan berdasarkan nilai Median sebagai berikut :

1. Tidak ada dukungan petugas kesehatan jika skor < 3 2. Ada dukungan petugas kesehatan jika skor ≥ 3

9. Dukungan LSM

Untuk mengukur dukungan LSM digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Jumlah pertanyaan sebanyak 6. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 6 dan nilai terendah 0, dengan pengkategorian berdasarkan nilai Median sebagai berikut :

1. Tidak ada dukungan LSM jika skor < 3 2. Ada dukungan LSM jika skor ≥ 3

10. Tindakan PSK dalam menggunakan kondom

Variabel tindakan PSK dalam menggunakan kondom dikategorikan sebagai berikut dengan kategori :

1. Ya : bila menjawab selalu menggunakan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks.

0. Tidak : bila menjawab tidak selalu menggunakan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks

Dilakukan wawancara kepada responden dengan menggunakan alat ukur kuesioner dan skala ukur adalah ordinal.


(54)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis untuk mengetahui gambaran deskriptif dengan menampilkan tabel frekuensi disebut analisis univariat, analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji chi-square.

Analisis multivariat untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan melakukan uji regresi logistik. Terlebih dahulu dilakukan dari uji bivariat dari regresi logistik dimana variabel yang mempunyai p value < 0,25 dapat dijadikan sebagai kandidat analisis multivariat. Kemudian selanjutnya dilakukan analisis multivariat bila p value < 0,05 maka variabel tersebut berpengaruh terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom. Analisis ini akan menggunakan komputer dengan program SPSS.


(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Sejak kapan berdirinya lokalisasi prostitusi di Pekanbaru yang sekarang dikenal dengan sebutan Teleju tidak ada yang tahu secara pasti. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa orang yang mengetahui riwayat lokalisasi, bahwa lokalisasi ini mulai ada sekitar tahun 1970-an. Pada waktu itu ada dua tempat prostitusi yaitu Simpang Empat dengan pemiliknya seorang perantau dari Pasir Pangarayan (Muara Rumbai) yang bernama Amat (bukan nama yang sebenarnya), sedangkan lokasi yang lain disebut Planet dengan pemiliknya Budi (bukan nama yang sebenarnya) seorang pensiunan ABRI. Kedua lokasi ini pada awalnya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Jumlah rumah atau barak yang ada sebanyak 30 buah dan jumlah PSK sekitar 150 orang dengan bangunan yang sangat sederhana. Barak yang ada dindingnya terbuat dari papan dengan atap terbuat dari rumbia, lantai tanah dan penerangan dari lampu teplok (lampu minyak), dengan tarif Rp.5.000,- setiap kali ngamar. Pada tahun 1975, akibat dari pertumbuhan penduduk dan pemekaran Kota Pekanbaru maka kedua tempat pelacuran ini sudah tidak sesuai lagi sehingga dilakukan realokasi ke lokasi yang baru yakni ke lokasi sekarang.


(56)

Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri)

tahun 1987, lokalisasi ini resmi menjadi wilayah Kota Pekanbaru tepatnya di Kecamatan Siak Hulu kemudian diganti namanya menjadi Kecamatan Bukit Raya.

Pada tahun 2006 kota Pekanbaru terjadi pemekaran kembali sehingga wilayah lokalisasi Teleju yang tadinya di Kecamatan Bukit Raya berubah namanya menjadi Kecamatan Tenayan Raya di Kelurahan Rejosari R.W. XV dan R.W. XVI dengan luas keseluruhan lokalisasi berkisar 4 hektar. Lokasi ini dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan awal lokasi ini dipindahkan dari lokasi yang lama yaitu Teleju Planet dan Teleju Simpang Empat. Walaupun batas pemisah antara keduanya hanya sebuah parit kecil. Batas wilayah lokalisasi ini adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Teleju atau Kelurahan Kulim Kecamatan Tenayan Raya

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rhu Kecamatan Lima Puluh. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Mayang Sari, Kecamatan Tenayan

Raya.

d. Sebelah Utara berbatasan Kelurahan Okura Kecamatan Rumbai.

Seiring dengan bergulirnya waktu lokalisasi ini mengalami perubahan baik dari aspek bangunan, sarana atau fasilitas maupun dari jumlah PSK.

Berdasarkan data LSM Yayasan Utama Pekanbaru sampai dengan akhir tahun 2007, jumlah rumah (barak) 104 buah tetapi 75 buah yang ada penghuninya dengan rata-rata 4 PSK per rumah dan jumlah PSK 300 orang. Pada umumnya bangunan sudah permanen, hanya sebagian kecil saja bangunan masih berlantai tanah, beratap rumbia dan


(57)

berdinding papan. Sebutan Teleju diberikan masyarakat terhadap lokalisasi ini berkaitan dengan nama sebuah sungai yang ada di lokasi tersebut yaitu sungai Teleju.

Keberadaan lokalisasi di Kota Pekanbaru tidak secara resmi diakui oleh Pemerintah Kota Pekanbaru. Artinya tidak ada dokumen yang menjelaskan status kawasan tersebut, walaupun dalam pelaksanaanya aktivitas prostitusi di tempat tersebut tetap berjalan. Beberapa kali muncul wacana dari Pemerintah Kota Pekanbaru untuk menutup lokalisasi tersebut, walaupun sampai saat ini belum ada satupun kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru yang secara resmi melarang keberadaan lokalisasi tersebut. Munculnya pro kontra penutupan lokalisasi Teleju ini membuat Pemerintah Kota Pekanbaru menunda untuk sementara waktu pembahasan mengenai penutupan lokalisasi Teleju sampai waktu yang tidak ditentukan dan hingga saat ini pelaksanaan prostitusi masih tetap berjalan.

4.2. Analisis Univariat

Distribusi frekwensi dari masing-masing variabel independen Pekerja Seks Komersial (PSK) di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru adalah faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor penguat.

1. Faktor Predisposisi

Variabel independen dari faktor predisposisi adalah umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap.


(58)

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi terhadap Tindakan

PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008

Variabel Frekuensi Persentase

75 57,7 Umur

< 30 tahun

≥ 30 tahun 55 42,3

72 55,4 Masa Kerja

Bekerja < 2 tahun

Bekerja ≥ 2 tahun 58 44,6

62 47,7 Pengetahuan

Kurang

Sedang 42 32,3

Baik 26 20,0

57 43,8 44 33,8 Sikap

Kurang Sedang

Baik 29 22,3

Dari tabel di atas bahwa distribusi responden berdasarkan umur dari 130 responden yang mempunyai umur < 30 tahun sebanyak 75orang (57,7 %) dan umur ≥ 30 tahun sebanyak 55 orang (42,3%). Artinya responden lebih banyak yang berumur < 30 tahun dari pada umur ≥ 30 tahun.

Berdasarkan masa kerja responden mayoritas mempunyai masa kerja < 2 tahun sebanyak 72 orang (55,4%).

Dilihat dari pengetahuan responden, mayoritas responden mempunyai pengetahuan tentang penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS tergolong kategori kurang yaitu sebanyak 62 (47,7%), kategori sedang 42 (32,3%) dan kategori baik hanya 26 (20%). Sedangkan sikap responden tentang penggunaan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks untuk pencegahan HIV/AIDS yaitu kategori kurang 57 (43,8%), kategori sedang 44 (33,8%) dan kategori baik hanya 29 (22,3%).


(59)

Faktor pendukung merupakan faktor yang memungkinkan seseorang PSK untuk menggunakan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks untuk mencegah HIV/AIDS di Teleju yaitu ketersediaan kondom. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendukung terhadap Tindakan PSK

dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008

Variabel Frekuensi Persentase

53 40,8

Ketersediaan Kondom

Tidak ada

Ada 77 59,2

Responden yang mengatakan bahwa di lokalisasi tersedia kondom sebanyak 77 orang (59,2%) dan yang mengatakan tidak tersedia 53 (40,8%).

3. Faktor Penguat

Faktor penguat merupakan faktor yang menguatkan seseorang untuk menggunakan kondom secara terus menerus. Faktor tersebut terdiri dari dukungan teman seprofesi, dukungan mucikari, dukungan petugas kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dapat dilihat pada tabel dibawah ini secara rinci.


(60)

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penguat terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008

Variabel Frekuensi Persentase

69 53,1

Dukungan Teman Seprofesi

Tidak ada

Ada 61 46,9

73 56,2 Dukungan Mucikari

Tidak ada

Ada 57 43,8

Dukungan Petugas Kesehatan

Tidak ada 56 43,1

Ada 74 56,9

Dukungan LSM

Tidak ada 54 41,5

Ada 76 58,5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 130 responden yang menjadi subjek penelitian, 61orang (46,9%) mengaku mendapat dukungan teman terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom untuk mencegah HIV/AIDS dan 69 orang (53,1%) yang mengatakan tidak.

Berdasarkan dari variabel dukungan mucikari memperlihatkan hanya 57 orang (43,8%) yang merasakan adanya dukungan mucikari dalam menggunakan kondom dan 73 orang (56,2%) mengatakan tidak.

Responden yang merasa adanya dukungan petugas kesehatan dalam menggunakan kondom 74 (56,9%), sedangkan yang mengatakan tidak ada dukungan petugas kesehatan sebanyak 56 (43,1%).

Dukungan LSM terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom dirasakan 76 orang (58,5%), sedangkan 54 orang (41,5%) tidak merasakan adanya dukungan dari LSM.


(61)

4. Variabel Tindakan PSK menggunakan kondom

Kondom adalah alat yang digunakan PSK kepada pelanggan pada saat melakukan hubungan seks yang berfungsi untuk mencegah HIV/AIDS. Dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan PSK dalam Menggunakan

Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008

Variabel Frekuensi Persentase

107 82,3 Tindakan PSK menggunakan kondom

Tidak

Ya 23 17,7

Dari 130 responden, yang menggunakan kondom 23 orang (17,7%) dan tidak menggunakan kondom 107 orang (82,3%).

a. Informasi responden berdasarkan tindakan PSK menggunakan kondom

Tabel 4.5. Informasi Responden Berdasarkan Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008

Ya Tidak

Tindakan PSK dalam menggunakan kondom

n % n %

Responden menganjurkan pelanggan

menggunakan kondom dengan cara merayu 45 34,6 85 65,4 Responden menolak berhubungan seks jika

pelanggan tidak menggunakan kondom 23 17,7 107 82,3

Lanjutan Tabel 4.5

Responden terdorong untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap HIV/AIDS karena pekerjaanya terancam tertular HIV/AIDS

33 25,4 97 74,6 Responden merasa dengan menggunakan kondom

akan mendapat keuntungan dari segi materi dan

terhindar dari HIV/AIDS 28 21,5 102 78,5


(62)

menolak berhubungan sek jika pelanggan tidak menggunakan kondom 17,7%. Responden terdorong untuk melakukan tindakan pencegahan HIV/AIDS karena pekerjaannya terancam tertular HIV/AIDS 25,38% dan responden merasa dengan menggunakan kondom akan mendapat keuntungan dari segi materi dan terhindar dari HIV/AIDS 21,53%.

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang melakukan tabulasi silang antara variabel independen dengan dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara variabel independen (faktor predisposisi, pendukung dan penguat) terhadap variabel dependen (tindakan PSK dalam mengunakan kondom) maka dilakukan uji statistik dengan chi-square. Suatu variabel independent dinyatakan mempunyai hubungan yang bermakna jika hasil uji statistiknya memperoleh nilai p < 0,05.

a. Analisis Bivariat Antara Faktor Predisposisi terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Pekanbaru Tahun 2008

Pada tabel 4.6. dapat dilihat secara rinci tentang hubungan antara faktor predisposisi dengan tindakan PSK dalam menggunakan kondom.

Tabel 4.6. Analisis Bivariat Antara Faktor Predisposisi terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Pekanbaru Tahun 2008

Tindakan PSK menggunakan

kondom Total P

Predisposisi

Tidak Ya N % value

n % n %

Umur 0,299

< 30 tahun 59 78,7 16 21,3 75 100,0

≥ 30 tahun 48 87,3 7 12,7 55 100,0

Masa Kerja 0,301


(1)

Logistic Regression

Omnibus Tests of Model Coefficients

.782 1 .377

.782 1 .377

.782 1 .377

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

120.559 .006 .010

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

107 0 100.0

23 0 .0

82.3 Observed

Tidak ya TINDAKAN

Overall Percentage Step 1

Tidak ya

TINDAKAN Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

.407 .461 .781 1 .377 1.503

-2.137 .731 8.554 1 .003 .118

MUCIKA_A Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: MUCIKA_A. a.


(2)

Omnibus Tests of Model Coefficients

8.215 1 .004

8.215 1 .004

8.215 1 .004

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

113.126 .061 .101

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

107 0 100.0

23 0 .0

82.3 Observed

Tidak ya TINDAKAN

Overall Percentage Step 1

Tidak ya

TINDAKAN Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

1.502 .583 6.635 1 .010 4.491

-4.067 1.071 14.411 1 .000 .017

PETUGASK Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: PETUGASK. a.


(3)

Logistic Regression

Omnibus Tests of Model Coefficients

10.566 1 .001

10.566 1 .001

10.566 1 .001

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

110.775 .078 .129

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

107 0 100.0

23 0 .0

82.3 Observed

Tidak ya TINDAKAN

Overall Percentage Step 1

Tidak ya

TINDAKAN Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

1.804 .649 7.730 1 .005 6.071

-4.637 1.216 14.531 1 .000 .010

LSMMKAT Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: LSMMKAT. a.


(4)

Logistic Regression

Omnibus Tests of Model Coefficients

54.652 7 .000

54.652 7 .000

54.652 7 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

66.689 .343 .566

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

102 5 95.3

7 16 69.6

90.8 Observed

Tidak ya TINDAKAN

Overall Percentage Step 1

Tidak ya

TINDAKAN Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

.148 .783 .036 1 .850 1.159

.367 .727 .255 1 .613 1.444

1.309 .551 5.640 1 .018 3.701

1.097 .546 4.039 1 .044 2.995

2.109 .854 6.104 1 .013 8.243

1.559 .838 3.460 1 .063 4.754

UMURK MASKEKA TAHUKAT SIKAPKAT KONDOMKA PETUGASK Step

1a


(5)

Logistic Regression

Omnibus Tests of Model Coefficients

54.616 6 .000

54.616 6 .000

54.616 6 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

66.725 .343 .565

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

102 5 95.3

7 16 69.6

90.8 Observed

Tidak ya TINDAKAN

Overall Percentage Step 1

Tidak ya

TINDAKAN Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

.413 .685 .363 1 .547 1.511

1.294 .543 5.687 1 .017 3.649

1.079 .537 4.048 1 .044 2.943

2.088 .842 6.155 1 .013 8.071

1.520 .807 3.548 1 .060 4.572

2.304 .900 6.551 1 .010 10.017

-17.053 3.545 23.133 1 .000 .000

MASKEKA TAHUKAT SIKAPKAT KONDOMKA PETUGASK LSMMKAT Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: MASKEKA, TAHUKAT, SIKAPKAT, KONDOMKA, PETUGASK, LSMMKAT.


(6)

54.254 5 .000

54.254 5 .000

54.254 5 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

67.087 .341 .562

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

103 4 96.3

6 17 73.9

92.3 Observed

Tidak ya TINDAKAN

Overall Percentage Step 1

Tidak ya

TINDAKAN Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

1.414 .504 7.884 1 .005 4.114

1.031 .521 3.913 1 .048 2.803

2.084 .842 6.131 1 .013 8.035

1.623 .797 4.146 1 .042 5.069

2.298 .890 6.668 1 .010 9.950

-16.752 3.505 22.840 1 .000 .000

TAHUKAT SIKAPKAT KONDOMKA PETUGASK LSMMKAT Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: TAHUKAT, SIKAPKAT, KONDOMKA, PETUGASK, LSMMKAT. a.


Dokumen yang terkait

Hubungan Faktor Pendukung dan Faktor Penguat Pekerja Seks Komersil Dengan Pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling Testing)Di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

2 47 176

Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada WPS untuk Pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012

2 85 117

Faktor- Faktor yang Berhubungan Dengan Penggunaan Kondom Pada Pelanggan Wanita Pekerja Seks Sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Menular Seksual Di Belawan Tahun 2005

2 29 133

Pengaruh Faktor Predisposing Dan Reinforcing Terhadap Keterampilan Berkomunikasi Waria Dalam Menawarkan Kondom Di Kota Medan

1 32 135

Pengaruh Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung Dan Penguat Peserta Askes Sosial Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Dokter Keluarga Pt. Askes (Persero) Kota Medan Tahun 2011

0 37 87

Pengetahuan dan Perilaku Seks Wanita (Studi Pendahuluan Untuk Pencegahan Dan Penanggulangan Penyebaran HIV/AIDS Di Kota Kendari)

0 60 8

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung Dan Penguat Terhadap Tindakan Pekerja Seks Komersil (PSK) Dalam Menggunakan Kondom Untuk Pencegahan HIV/AIDS Di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008

0 39 132

Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga Dan Level Penyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan VCT Di Kota Medan

0 56 101

Dinamika konflik dan pengambilan keputusan sebelum dan sesudah menjadi Pekerja Seks Komersil (PSK)

0 12 154

Peran Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam membina masalah Pekerja Seks Komersil (PSK) di Tangerang Selatan

9 74 107