Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada WPS untuk Pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS

UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2012

TESIS

Oleh

SUTRI ANA SIANTURI 107032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE RELATIONSHIP OF PREDISPOSING, ENABLING AND REINFORCING FACTORS WITH THE USE OF CONDOM IN THE

COMMERCIAL SEX WORKERS TO PREVENT HIV/AIDS IN SERDANG BEDAGAI DISTRICT IN 2012

THESIS

By

SUTRI ANA SIANTURI 107032084/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010 ada 7 orang yang menderita HIV. Pada tahun 2011 ada 12 pekerja seks yang menderita HIV/AIDS, waria sebanyak 2 orang dan pelanggan sebanyak 4 orang dan pasangan risiko tinggi ada 1 orang yang positif HIV dan pada bulan Februari 2012 ada 1 orang pekerja seks positip HIV. Untuk mencegah penularan HIV/AIDS yang sumbernya dari WPS adalah menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan pelanggan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan cross sectional study dengan jumlah sampel 97 WPS (seluruh populasi). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), pendukung (ketersediaan kondom) dan penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) dengan tindakan WPS dalam penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS. Analisis data menggunakan uji statistik chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45,4% WPS menggunakan kondom dengan baik pada saat berhubungan seks dan 54,6% WPS menggunakan kondom dengan tidak baik. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat 4 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan p < 0,05 yaitu variabel sikap ( p=0,034), ketersediaan kondom (p=0,027), dukungan mucikari (p=0,024) dan dukungan petugas kesehatan (p=0,003). Dan dukungan petugas kesehatan yang paling berhubungan dengan tindakan penggunaan kondom (p=0,005) dan kekuatan hubungan sebesar Exp (B) sebesar 4,727.

Untuk meningkatkan pengetahuan WPS disarankan memberi pelatihan rutin secara berkesinambungan mengenai manfaat kondom, cara penggunaan kondom dan mengenai HIV/AIDS. Solidaritas mucikari terhadap WPS harus ditingkatkan dengan melakukan pendekatan persuasif antara mucikari dengan WPS, Bagi WPS untuk membuat kesepakatan atau komitmen untuk menolak pelanggan yang tidak mau memakai kondom dan bagi mucikari/pengelola tempat untuk membuat stiker dan spanduk yang berisi mengenai area wajib kondom.


(4)

ABSTRACT

There were 7 (seven) persons suffering from HIV in Serdang Bedagai District in 2010. In 2011, there were 12 commercial sex workers suffering from HIV/AIDS comprising 2 (two) transvestites, 4 customers and 1 (one) high risk couple having positive HIV and in February 2012, there was 1 (one) commercial sex worker having positive HIV. Condom is to be worn by the customers to avoid from the transmission of HIV/AIDS through contact with commercial sex workers.

The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the relationship between the predisposing (knowledge and attitude), supporting (availability of condom) and enabling factors (support from the pimps and health workers) and the action of the commercial sex workers in wearing condom to avoid from HIV/AIDS. The population of this study was 97 commercial sex workers and all of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were statistically analyzed through Chi-square test.

The result of this study showed that 45.4% of the commercial sex workers wore condom well during having sexual intercourse and 54.6% of them did not wear condom well. The result of Chi-square test showed that there were 4 (four) variables significantly related with p < 0.05, namely, attitude (p = 0.034), availability of condom (p = 0.027), support from the pimps (p = 0.024) and support from health workers (p = 0.003). Support from the health workers was the most related to the wearing of condom (p = 0.005) with Exp (B) of 4.727.

To improve the knowledge of the commercial sex workers, it is suggested to provide routine or continuous trainings on the use of condom, how to wear condom well and HIV/AIDS. The solidarity of pimps to the commercial sex workers must be increased by persuasive approach between pimps and commercial sex workers. For commercial sex workers make an agreement or commitment to refuse/reject the customer refusing to wear condom and make sticker or street banner about condom area.


(5)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada WPS untuk Pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moral maupun material dari banyak pihak.

Dalam penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku komisi pembimbing yang telah membantu dalam memberikan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyusun tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(6)

3. Dosen pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU. 4. Dr. Drs. Kintoko Rochadi, M.K.M dan drh. Rasmaliah, M.Kes sebagai komisi

penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

5. Drg. Zaniyar, M.A.P sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kab. Serdang Bedagai yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai penelitian ini.

6. Rekan-rekan kerja di Dinas Kesehatan Kab. Serdang Bedagai (Pak Zubir, Kak Tuti, Kak Janah, Bg Ari, Kak Nina, Kak Atin) atas dukungan dan pengertiannya selama penulis menyelesaikan studi di FKM USU. Juga kepada Rekan-rekan Puskesmas Sei Rampah yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2010 AKKm/Epidemiologi (Sri, Kak Henny, Kak Rinda, Kak Linda, Kak Mardiana, Kak Dahlia, Kak Santi, Chinta, Ibu Syarifah, Ibu Ety, Bg Arif dan Apni) yang sudah banyak mendukung, memberikan waktu, semangat, pemikiran dan membantu dalam menyelesaikan program studi S2 terutama dalam penyusunan tesis, sehingga tesis ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Bapak terkasih M. Sianturi, S.Pd, Ibunda terkasih E. Pardede dan kakak (Lisna dan Tika), abang (Ewin, Sitanggang, Nainggolan) dan adik (Tanta, Grace dan Glen) untuk semua doa, dukungan, pengertian dan kesabarannya yang diberikan selama kuliah dan masa


(7)

penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua orang yang turut berperan dalam selesainya penyusunan tesis ini yang namanya tak dapat disebutkan satu persatu, kiranya Tuhan akan membalas semua kebaikan yang sudah diberikan.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Agustus 2012 Penulis

Sutri Ana Sianturi 107032084/IKM


(8)

RIWAYAT HIDUP

Sutri Ana Sianturi, lahir pada tanggal 15 Februari 1984 di Medan, anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak M. Sianturi, S.Pd dan ibunda E. Pardede.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri No.101898 Lubuk Pakam, selesai tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam, selesai tahun 1999, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Lubuk Pakam, selesai tahun 2002, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 2008.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai dari tahun 2005 sampai dengan sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2012.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan... 9

1.3Tujuan Penelitian ... 10

1.4Hipotesis ... 10

1.5Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 HIV/ AIDS ... 11

2.1.1 Pengertian ... 11

2.1.2 Penularan Infeksi HIV ... 12

2.1.3 Epidemiologi ... 10

2.1.4 Perjalanan Penyakit ... 14

2.1.5 Pencegahan HIV/AIDS ... 16

2.2Kondom ... 17

2.2.1 Pengertian dan Sejarah ... 17

2.2.2 Manfaat Kondom ... 17

2.2.3 Jenis-Jenis Kondom ... 18

2.2.4 Efektivitas Kondom ... 19

2.3Perilaku ... 22

2.3.1 Perilaku Tertutup ... 23

2.3.2 Perilaku Terbuka ... 23

2.4Domain Perilaku... 24

2.4.1 Pengetahuan ... 25

2.4.2 Sikap ... 26

2.4.3 Tindakan ... 27

2.5Model Green... 28

2.5.1 Faktor-faktor Predisposisi ... 28

2.5.2 Faktor –faktor Pemungkin ... 29


(10)

2.6Landasan Teori ... 31

2.7Kerangka Konsep ... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

3.3 Populasi dan Sampel ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1 Data Primer ... 34

3.4.2 Data Sekunder ... 35

3.4.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 35

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 36

3.5.1 Variabel Independen ... 36

3.5.2 Variabel Dependen ... 37

3.6 Metode Pengukuran... 37

3.7 Metode Analisis Data ... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 43

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

4.1.1 Warung Bebek ... 43

4.1.2 Warung Bubur ... 44

4.2 Analisis Univariat ... 45

4.2.1 Umur... 46

4.2.2 Pendidikan ... 46

4.2.3 Pengetahuan ... 47

4.2.4 Sikap ... 47

4.2.5 Ketersediaan Kondom ... 48

4.2.6 Dukungan Mucikari... 48

4.2.7 Dukungan Petugas Kesehatan ... 49

4.2.8 Tindakan Penggunaan Kondom ... 49

4.3 Analisis Bivariat ... 50

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 51

4.3.2 Hubungan Sikap dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 52

4.3.3 Hubungan Ketersediaan Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 53

4.3.4 Hubungan Dukungan Mucikari dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 54

4.3.5 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 55

4.4 Analisis Multivariat Regresi Logistik ... 56

4.4.1 Probabilitas Penggunaan Kondom Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan ... 58


(11)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 60

5.1 Faktor Predisposisi dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 60

5.1.1 Pengetahuan ... 60

5.1.2 Sikap ... 61

5.2 Faktor Pendukung dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 62

5.3 Faktor Penguat dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 64

5.3.1 Dukungan Mucikari... 64

5.3.2 Dukungan Petugas Kesehatan ... 66

5.4 Tindakan WPS dalam Menggunakan Kondom ... 67

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1 Kesimpulan ... 71

6.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Data Penderita HIV/AIDS Kota Medan Tahun 2006-2011 ... 3 1.2 Jumlah Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Faktor Resiko ... 4

Tahun 2006-2011

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 35 3.2 Variabel, Alat Ukur, Jumlah Indikator , Hasil dan Skala Ukur ... 40 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Warung Bubur

dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 46 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2012 ... 46 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di

Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2012 ... 47 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di Warung Bubur

dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 47 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketersediaan Kondom

di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2012 ... 48 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Mucikari

di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2012 ... 48 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan

Petugas Kesehatan di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 49 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan di Warung


(13)

4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Teknik Negoisasi di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2012 ... 50 4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Penggunaan Kondom

di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2012 ... 51 4.11 Hubungan Sikap dengan Tindakan Penggunaan Kondom di

Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2012 ... 52 4.12 Hubungan Ketersediaan Kondom dengan Tindakan Penggunaan

Kondom di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 53 4.13 Hubungan Dukungan Mucikari dengan Tindakan Penggunaan

Kondom di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 54 4.14 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Tindakan

Penggunaan Kondom di Warung Bubur dan Warung Bebek

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 55 4.15 Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dengan

Tindakan Penggunaan Kondom di Warung Bubur dan

Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 56 4.16 Hubungan Sikap, Ketersediaan Kondom, Dukungan Mucikari,

Dukungan Petugas Kesehatan dengan Tindakan Penggunaan Kondom di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2012 ... 57 4.17 Regresi Logistik ... 58


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 77

2. Frekuensi ... 81

3. Crosstabs ... 84

4. Logistic Regression ... 94


(16)

ABSTRAK

Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010 ada 7 orang yang menderita HIV. Pada tahun 2011 ada 12 pekerja seks yang menderita HIV/AIDS, waria sebanyak 2 orang dan pelanggan sebanyak 4 orang dan pasangan risiko tinggi ada 1 orang yang positif HIV dan pada bulan Februari 2012 ada 1 orang pekerja seks positip HIV. Untuk mencegah penularan HIV/AIDS yang sumbernya dari WPS adalah menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan pelanggan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan cross sectional study dengan jumlah sampel 97 WPS (seluruh populasi). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), pendukung (ketersediaan kondom) dan penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) dengan tindakan WPS dalam penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS. Analisis data menggunakan uji statistik chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45,4% WPS menggunakan kondom dengan baik pada saat berhubungan seks dan 54,6% WPS menggunakan kondom dengan tidak baik. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat 4 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan p < 0,05 yaitu variabel sikap ( p=0,034), ketersediaan kondom (p=0,027), dukungan mucikari (p=0,024) dan dukungan petugas kesehatan (p=0,003). Dan dukungan petugas kesehatan yang paling berhubungan dengan tindakan penggunaan kondom (p=0,005) dan kekuatan hubungan sebesar Exp (B) sebesar 4,727.

Untuk meningkatkan pengetahuan WPS disarankan memberi pelatihan rutin secara berkesinambungan mengenai manfaat kondom, cara penggunaan kondom dan mengenai HIV/AIDS. Solidaritas mucikari terhadap WPS harus ditingkatkan dengan melakukan pendekatan persuasif antara mucikari dengan WPS, Bagi WPS untuk membuat kesepakatan atau komitmen untuk menolak pelanggan yang tidak mau memakai kondom dan bagi mucikari/pengelola tempat untuk membuat stiker dan spanduk yang berisi mengenai area wajib kondom.


(17)

ABSTRACT

There were 7 (seven) persons suffering from HIV in Serdang Bedagai District in 2010. In 2011, there were 12 commercial sex workers suffering from HIV/AIDS comprising 2 (two) transvestites, 4 customers and 1 (one) high risk couple having positive HIV and in February 2012, there was 1 (one) commercial sex worker having positive HIV. Condom is to be worn by the customers to avoid from the transmission of HIV/AIDS through contact with commercial sex workers.

The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the relationship between the predisposing (knowledge and attitude), supporting (availability of condom) and enabling factors (support from the pimps and health workers) and the action of the commercial sex workers in wearing condom to avoid from HIV/AIDS. The population of this study was 97 commercial sex workers and all of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were statistically analyzed through Chi-square test.

The result of this study showed that 45.4% of the commercial sex workers wore condom well during having sexual intercourse and 54.6% of them did not wear condom well. The result of Chi-square test showed that there were 4 (four) variables significantly related with p < 0.05, namely, attitude (p = 0.034), availability of condom (p = 0.027), support from the pimps (p = 0.024) and support from health workers (p = 0.003). Support from the health workers was the most related to the wearing of condom (p = 0.005) with Exp (B) of 4.727.

To improve the knowledge of the commercial sex workers, it is suggested to provide routine or continuous trainings on the use of condom, how to wear condom well and HIV/AIDS. The solidarity of pimps to the commercial sex workers must be increased by persuasive approach between pimps and commercial sex workers. For commercial sex workers make an agreement or commitment to refuse/reject the customer refusing to wear condom and make sticker or street banner about condom area.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang. Tertularnya seseorang dengan HIV ini akan menyebabkan orang tersebut menderita sakit AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Murtiastutik, 2008). Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan (KPA, 2009).

Di wilayah Asia Timur dan Pasifik, epidemi tingkat rendah biasanya dimulai di antara para penjaja seks komersial yang melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan dengan pelanggannya, penyalahguna napza suntik yang menggunakan alat suntik bersama, atau pria yang berhubungan seksual tanpa perlindungan dengan pria lainnya. Sejalan dengan penyebaran HIV di kelompok-kelompok ini, konsentrasi penderita HIV dipopulasi ini pun menjadi semakin tinggi; selanjutnya penyebaran dapat terjadi antar populasi ini – dan kemungkinan menyebar ke seluruh populasi (Bank Dunia, 2003).


(19)

Menurut World Health Orgnanization (WHO) dalam laporan kemajuan 2011 (Global HIV/AIDS Respons, Progress Report 2011) melaporkan bahwa pada akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang (31.600.000-35.200.000) hidup dengan HIV di seluruh dunia, termasuk 3,4 juta anak-anak < 15 tahun. Ada 2,7 juta (2.400.000-2.900.000) baru terinfeksi HIV pada tahun 2010, termasuk 390.000 anak diantaranya < 15 tahun.

Trend kematian yang disebabkan oleh AIDS juga berbeda disetiap bagian Negara. Di Eropa Timur dan Asia Tengah, sejumlah orang meninggal karena AIDS meningkat lebih dari 10 (sepuluh) kali lipat antara tahun 2001 dan 2010 (dari sekitar 7.800 menjadi 90.000). Pada waktu yang sama, sejumlah orang meninggal karena AIDS meningkat 60% di Timur Tengah dan Afrika Utara (dari 22.000 menjadi 35.000) dan lebih dari dua kali lipat terjadi di Asia Timur (dari 24.000 menjadi 56.000) (WHO, Progress Report 2011).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa dari bulan April sampai dengan Juni 2011 jumlah kasus AIDS baru yang dilaporkan adalah 2.001 kasus dari 59 kabupaten/kota di 19 propinsi. Dimana ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Cara penularan kasus AIDS baru yang dilaporkan melalui heteroseksual (76,3%), IDU (16,3%), Perinatal (4,7%) dan LSL (2,2%). Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (36,4%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (34,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (13,3%).


(20)

Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS kumulatif pada tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebesar 2.639 kasus, pada tahun 2006 sebesar 2.873 kasus, pada tahun 2007 sebesar 2.947 kasus, tahun 2008 sebesar 4.969 kasus, tahun 2009 sebesar 3.863 kasus dan pada tahun 2010 sebesar 4.158 kasus. Sampai dengan Juni 2011 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 26.483 kasus. Sebanyak 33 propinsi dan 300 kabupaten/kota.

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi sampai dengan Juni 2011 dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,4%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,8%). Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan Juni 2011 adalah 11,09 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2011, jumlah penduduk Indonesia 238.893.400 jiwa) (Kemenkes RI, 2011). Prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk sampai dengan Juni 2011 di Propinsi Sumatera Utara sebesar 3,73, dimana jumlah kumulatif AIDS/IDU sampai dengan Juni 2011 sebanyak 222 orang dengan jumlah kematian 94 orang.

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Medan melaporkan : Tabel 1.1 Data Penderita HIV/AIDS Kota Medan Tahun 2006-2011

Kasus TAHUN Total

2006 2007 2008 2009 2010 2011

HIV AIDS

215 81

324 60

250 125

584 77

373 232

151 283

1897 858

Total 296 384 375 661 605 434 2755


(21)

Tabel 1.2 Jumlah Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Faktor Risiko Tahun 2006-2011

Faktor Resiko TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Heteroseksual 40,21% 52,34% 70,13% 62,33% 62,98% 72,58%

Homoseksual 5,74% 2,34% 2,13% 1,51% 6,45% 3,92%

IDUs 44,93% 41,16% 24% 32,68% 27,10% 19,82%

Perinatal 0,68% 0,52% 1,07% 2,12% 1,82% 2,30%

Transfusi darah 2,70% 1,04% 1,60% 0,15% 0,66% 0,46% Tidak diketahui 5,74% 2,60% 1,07% 1,21% 0,99% 0,92%

Total 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Sumber : KPA Kota Medan, 2011

Salah satu dari delapan strategi pembangunan milenium semesta (Millennium Development Goals; MDGs) mengisyaratkan semua negara di dunia untuk memerangi penularan HIV-AIDS. Dimana target MDGs untuk HIV/AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecendrungannya pada tahun 2015. Indikator ke-6 MDGs yaitu memerangi penyebaran HIV/AIDS, indikator globalnya yaitu : prevalensi HIV/AIDS ibu hamil yang berusia 15-14 tahun, penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi, angka penggunaan kondom, presentasi penduduk usia 15-25 tahun yang mempunyai pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS.

Komisi penanggulangan AIDS Nasional mengemukakan bahwa pengidap HIV/AIDS di Indonesia sebagian besar ditemukan diantara Pekerja Seks Komersial (PSK) yang jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000-270.000 orang. Depkes RI


(22)

(2003) menegaskan bahwa tingginya angka ganti-ganti pasangan pada wanita pekerja seks komersial dapat dipastikan bahwa kelompok ini besar kemungkinannya akan menyebarkan penyakit menular salah satunya HIV/AIDS.

Utomo (2002) menjelaskan bahwa paling tidak ada empat faktor yang menyebabkan kasus HIV/AIDS terus melonjak, yaitu meningkatnya industri seks, masih rendahnya pengetahuan HIV/AIDS di kalangan kelompok berisiko tinggi, terbatasnya sarana medis, kurangnya komitmen pemerintah dalam aplikasi penanggulangan HIV/AIDS. Mengurangi risiko terjadinya penularan HIV/AIDS salah satunya adalah adanya penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seksual. Menurut Departemen Kesehatan perilaku seks yang dapat mencegah terjadinya HIV/AIDS yaitu model pengurangan risiko dengan menggunakan kondom (Depkes RI, 2003).

Negara Thailand dalam menekan penyebaran HIV/AIDS dilakukan dengan promosi program kondom 100%. Kampanye pencegahan Nasional di Thailand ini telah mengurangi penyebaran penyakit. Dimana, jumlah orang yang positif HIV pada tahun 2003 turun menjadi 23.676, terjadi penurunan sebesar 83% dari puncaknya pada tahun 1991 yaitu 142.819 kasus (Ray, 2009).

Penelitian New England Journal of Medicine tahun 1994 menunjukkan bahwa dari penelitian terhadap 254 pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV, pada pasangan yang konsisten menggunakan kondom tidak ditemukan adanya penularan. Sementara pada 121 pasangan lain yang tidak konsisten menggunakan kondom ditemukan penularan HIV pada 12 orang. Penelitian yang dilakukan Davis dan Susan


(23)

Tahun 1999 di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa efektivitas kondom untuk mencegah penyebaran HIV sebesar 86,6%. Hasil evaluasi ‘Cohrane review’ tanggal 25 Mei Tahun 2001 juga menyimpulkan bahwa penggunaan kondom secara konsisten mempunyai kemampuan mencegah transmisi HIV dengan efektivitas 80%.

Menurut Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) Tahun 2011 pada kelompok berisiko tinggi di Indonesia, penggunaan kondom oleh pria langganan WPS langsung masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari jumlah WPS langsung yang pelanggannya menggunakan kondom pada saat hubungan seks terakhir sebesar 69,4%, sedangkan ketika melihat konsistensinya dalam seminggu hanya 30,6% WPS langsung yang pelanggannya selalu menggunakan kondom.

Beberapa faktor yang memengaruhi penggunaan kondom antara lain pengetahuan, aksesibilitas, penjangkauan dan aturan penggunaan kondom. Pada WPS langsung yang tahu bahwa kondom dapat mencegah penularan HIV cenderung menggunakan kondom secara konsisten. Dan penggunaan kondom yang lebih konsisten ditemukan pada kelompok yang memiliki pengetahuan komprehensif. Kondom gratis juga memengaruhi konsistensi penggunaan kondom karena terkait dengan aksesibilitas. Frekuensi kontak dengan petugas lapangan meningkatkan kemungkinan penggunaan kondom konsisten. Selain itu, penggunaan kondom konsisten dipengaruhi adanya aturan penggunaan kondom. Sekitar 60% WPS langsung mengaku menggunakan kondom karena adanya peraturan baik formal maupun nonformal (STBP, 2011).


(24)

Penelitian yang dilakukan Evianty di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, ketersediaan kondom dan dukungan petugas kesehatan berpengaruh terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom. Faktor lain yang berkaitan dengan ketidakkonsistenan pemakaian kondom adalah hubungan antara mucikari dan pekerja seks. Sebuah studi di Thailand menunjukkan bahwa solidaritas yang tinggi antara pekerja seks dan mucikari serta peluang yang terbuka lebar bagi mucikari untuk mengembangkan sistem bagi upaya kebijakan pemakaian kondom 100% di tempat bisnis mereka membawa dampak yang luas pada upaya pencegahan HIV/AIDS (IAKMI, 2010).

Bagian Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai melaporkan data penderita Infeksi Menular Seksual (IMS) Tahun 2010 ada 7 orang yang menderita HIV. Berdasarkan laporan Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Puskemas Sei Rampah Tahun 2011 ada 12 Pekerja seks yang menderita HIV/AIDS, waria sebanyak 2 orang, pelanggan sebanyak 4 orang dan pasangan risiko tinggi ada 1 orang yang positif HIV dan pada bulan Februari 2012 ada 1 orang pekerja seks yang positif HIV.

Di Kabupaten Serdang Bedagai terdapat Warung Bubur yang berada di Kecamatan Tebing Tinggi yaitu daerah Naga Kesiangan dan Warung Bebek di Kecamatan Sei Rampah yaitu desa Firdaus. Pada Tahun 1971-1976 warung tersebut berkembang sangat pesat karena waktu itu belum banyak warung yang menyediakan layanan tambahan (pekerja seks). Lokasi ini terus berkembang dan semakin banyak bermunculan warung-warung baru yang menyediakan layanan tambahan (pekerja


(25)

seks). Lokasi ini ramai dikunjungi juga karena posisinya yang berada di jalur lintas Sumatera dan merupakan pertengahan antara Medan-Siantar sehingga banyak supir baik itu yang dari Medan ke Siantar atau sebaliknya dari Siantar ke Medan singgah terlebih dahulu untuk istirahat di warung tersebut. Sekarang warung Bubur dan warung Bebek merupakan tempat-tempat perilaku bersisiko tinggi dan ada sekitar ±100 orang Wanita Pekerja Seks di tempat tersebut. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti, WPS yang berada di warung Bubur dan warung Bebek tersebut berpotensi terkena HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS). Di samping tingkat pendidikan mereka rata-rata rendah, pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) juga masih rendah, dan kebanyakan PSK pada saat melakukan aktivitas seksualnya tidak menggunakan kondom, disamping itu para WPS juga mengkonsumsi alkohol dan merokok.

Temuan kasus IMS termasuk HIV/AIDS tidak akan terjadi jika WPS dan pelanggannya memiliki perilaku yang sehat. Perilaku yang sehat adalah menggunakan kondom dan melakukan pemeriksaan rutin ke layanan kesehatan. Tindakan WPS menggunakan kondom menjadi salah satu issu yang strategis dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS sehingga upaya untuk meningkatkan penggunaan kondom menjadi penting untuk dilakukan. Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan dan sikap, faktor pemungkin yaitu tersedianya kondom dan faktor penguat yaitu dukungan mucikari dan petugas kesehatan.


(26)

Perilaku WPS melakukan pencegahan HIV/AIDS dengan menawarkan kondom dan menggunakan kondom saat berhubungan seks merupakan perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan PSK tentang penggunaan kondom terutama manfaatnya dalam mencegah HIV/AIDS. Dengan pengetahuan ini diharapkan muncul sikap berupa kesadaran dan niat untuk menggunakan kondom serta didukung dengan tersedianya sarana kondom dan dukungan dari mucikari dan petugas kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “ Hubungan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) dengan tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih rendahnya penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) dengan tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan


(27)

HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) berhubungan dengan tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam menentukan kebijakan untuk pencegahan HIV/AIDS.

1.5.2 Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai dan lintas sektor dalam perencanaan program upaya pencegahan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual di Warung Bubur dan Warung Bebek.

1.5.3 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat dipakai sebagai bahan pustaka untuk penelitian lebih lanjut.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV/AIDS (Murtiastutik, 2008)

2.1.1 Pengertian

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini menyerang dan merusak sel-sel limfosit T CD4+ sehingga kekebalan penderita rusak dan rentan terhadap berbagai infeksi. AIDS ini bukan suatu penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita.

2.1.2 Penularan Infeksi HIV

Proses penularan virus HIV melalui beberapa cara yaitu secara horizontal melalui hubungan seksual dan melalui darah yang terinfeksi, atau secara vertical penularan dari ibunya ke bayi yang dikandungnya. AIDS dikelompokkan dalam infeksi menular seksual (IMS) karena paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual (95%).

Risiko penularan ini akan semakin meningkat bila terdapat infeksi menular seksual lain yang menyertai, terutama ulkus genital. Secara global ditemukan bahwa proses penularan melalui hubungan seksual menempati urutan pertama yaitu 70-80%. Disusul pada penggunaan obat suntik dengan jarum suntik bersamaan 5-10%. Infeksi


(29)

perinatal juga memiliki persentase tinggi yaitu 5-10%. Penularan melalui transfusi darah terdapat 3-5%. Penularan pada petugas kesehatan seperti melalui luka kecelakaan akibat jarum hanya terdapat 0,01%.

Sekitar sepertiga bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV tertular virus HIV. Proses penularan terjadi terutama pada saat proses kelahiran. Penularan pada bayi yang disusui ibunya juga bisa terjadi dengan risiko yang lebih kecil. Cairan tubuh yang paling banyak mengandung HIV adalah air mani (semen), cairan vagina/serviks, dan darah sehingga penularan utama HIV adalah melalui 4 (empat) jalur yang melibatkan cairan tubuh tersebut.

a. Jalur hubungan seksual (homoseksual/heteroseksual).

b. Jalur pemindahan darah atau produk darah seperti : transfusi darah, alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dokter gigi, alat cukur dan melalui luka kecil di kulit (termasuk lesi mikro).

c. Jalur transplantasi alat tubuh.

d. Jalur transplasental, janin dalam kandungan ibu hamil dengan terinfeksi HIV dan infeksi perinatal.

2.1.3 Epidemiologi

Sampai akhir tahun 2002 diperkirakan terdapat 42 juta orang hidup dengan HIV/ AIDS. Dari jumlah ini 28,5 juta (68%) hidup di Afrika Sub-Sahara dan 6 juta (14%) berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Pada tahun 2002 diperkirakan 5 juta orang yang baru terinfeksi HIV dan diperkirakan 3,1 juta orang meninggal karena HIV/AIDS.


(30)

Kasus AIDS pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di Bali, penderita adalah seorang wisatawan asal Belanda. Setiap tahun jumlah penderita bertambah terus. Pada tahun 1991 sudah ditemukan 47 penderita. Pada tahun 1994 dilaporkan sudah meningkat menjadi 274 penderita. Angka kumulatif sampai akhir tahun 2000 sudah 1.500 kasus (HIV ditambah AIDS). Jika pada 10 tahun yang lalu penyakit ini banyak ditemukan hanya pada pelaku homoseksual, sekarang sudah banyak ditemukan pada pelaku heteroseksual dan jika dulu banyak ditemukan hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi (WTS, mucikari, pramuria bar, diskotik dan pemakai obat-obat terlarang/narkotika) sekarang penyakit ini sudah ada di tengah-tengah masyarakat luas, di desa-desa dan kota besar/kecil.

Kebanyakan infeksi HIV pada anak-anak terjadi dari orang tua yang menderita HIV atau berasal dari kelompok risiko tinggi HIV (86%) ; 7% terjadi melalui transfusi darah dan 5% terjadi pada anak dengan hemophilia.

Di Amerika Utara dan Inggris, epidemik pertama terjadi pada kelompok laki-laki homoseksual, selanjutnya dan sampai saat ini epidemi terjadi pada pengguna obat suntikan dan setelah itu terjadi pada populasi heteroseksual. Saat ini di Amerika Serikat 11% kasus terjadi pada wanita dan faktor risiko terbanyak adalah pengguna obat suntikan (50%) dan jalur penularan infeksi terbanyak berikutnya adalah melalui kontak seksual heteroseksual (36%). Sampai tahun 1985, infeksi HIV melalui hubungan seksual heteroseksual hanya 2%, tetapi hal ini meningkat sampai 30% pada tahun 1992.


(31)

Di Afrika ditemukan bahwa HIV disebarkan terutama melalui hubungan seksual heteroseksual. Survei menunjukkan persentase prevalensi HIV pada beberapa kelompok yaitu: 80-90% kelompok PSK, 30% kelompok laki-laki konsumennya, 30% pada kelompok mereka yang datang berobat di klinik penyakit menular seksual, 10% pada pendonor darah dan 10% pada kelompok wanita yang periksa di klinik perawatan antenatal. Di San Fransisco dan New York, AIDS saat ini merupakan penyebab utama kematian premature pada laki-laki usia muda.

2.1.4 Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit virus HIV melalui beberapa tahapan, yaitu : a. Infeksi HIV Akut

Keadaan ini juga disebut sebagai infeksi primer HIV atau sindrom serokonversi akut. Antara 40-90% infeksi baru HIV memberikan keluhan. Waktu dari paparan virus sampai timbulnya keluhan antara 2-4 minggu. Beberapa akan menunjukkan keluhan seperti demam pada influenza yang antara lain: demam, keluar ruam merah di kulit, nyeri otot, sakit kepala, nyeri nelan, badan lesu dan limfadenopati. Pada masa ini diagnosa jarang dapat ditegakkan. Hal ini karena pertama, dokter belum mempertimbangkan adanya infeksi HIV. Kedua, keluhan menyerupai banyak penyakit lainnya. Ketiga, tes serologi standar untuk antibody terhadap HIV masih memberikan hasil negative.

b. Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis

Pada orang dewasa terdapat periode laten infeksi HIV yang bervariasi dan lama untuk timbulnya penyakit yang terkait HIV dan AIDS. Seseorang yang


(32)

terinfeksi HIV bisa tidak mengalami keluhan apa pun selama 10 tahun atau lebih. Pada masa ini, meskipun penderita tidak nampak keluhan apa-apa, tetapi bila diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif. Hal ini sangat berbahaya dan berpotensi tinggi menularkan infeksi HIV pada orang lain.

c. Persisten Generalized Lymphadenophaty/PGL

Pada masa ini ditemukan pembesaran limfonodi yang meliputi sedikitnya dua tempat selain limfonodi inguinal dan tidak ada penyakit lain atau pengobatan yang menyebabkan pembesaran limfonodi. Pada saat ini, jaringan limfe berfungsi sebagai tempat penampungan utama HIV. PGL terjadi pada sekitar sepertiga orang yang terinfeksi HIV tanpa gejala.

d. Gejala-gejala yang Berkaitan dengan HIV/AIDS

Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi akan berkembang menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV dan AIDS. Karakteristik virus meliputi tipe dan subtipe virus : 1 dan beberapa subtipe HIV-1 menyebabkan progresivitas lebih cepat. Karakteristik hospes yang bisa menyebabkan progresivitas yang lebih cepat antara lain : usia kurang dari 5 tahun atau lebih dari 40 tahun; infeksi yang menyertai dan faktor genetik. Bersamaan dengan progresivitas infeksi HIV dan penurunan imunitas, penderita menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi ini meliputi TB, pneumonia, infeksi jamur rekuren pada kulit dan orofaring, herpes zoster. Beberapa penderita mengalami gejala konstitusional (demam dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya).


(33)

Beberapa penderita mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan, sering diketahui sebagai “slim disease”.

2.1.5 Pencegahan HIV/AIDS

HIV dan AIDS terutama dapat terjadi melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan perlu difokuskan pada hubungan seksual, dalam hal ini langkah pencegahan yang dianjurkan untuk dilakukan adalah :

A. = Anda jauhi seks sampai anda menikah atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan (Abstinensia).

B. = Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan tetap jangka panjang (Be faithful).

C. = Cegah dengan memakai kondom secara benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom).

Untuk penularan non-seksual berlaku prinsip D dan E yaitu : D. = Drug, say no to drug atau katakan tidak pada narkoba.

E. = Equipment, tidak memakai alat suntik secara bergantian.

Dalam kasus prostitusi maka upaya yang paling dimungkinkan untuk mencegah penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS adalah dengan mempraktekkan seks yang aman (protective sex) yaitu dengan selalu menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seks dengan siapapun.


(34)

2.2. Kondom

2.2.1 Pengertian dan Sejarah (Everett, 2007)

Kondom adalah bentuk kontrasepsi yang pertama kali ditemukan. Kondom dibuat dari banyak bahan yang tidak lazim dan pada awalnya lebih dianggap sebagai perlindungan terhadap penyakti menular seksual daripada sebagai pencegahan kehamilan. Pria Mesir yang dilaporkan pertama kali memakai kondom untuk melindungi dirinya sendiri terhadap infeksi pada tahun 1350-1220 SM. Selanjutnya pada tahun 1564 M, seorang ahli anatomi berkebangsaan Italia bernama Gabarielle fallopius sebagai penemu kondom yang terbuat dari linen sebagai perlindungan terhadap sifilis. Dimasa lalu, kondom dibuat dari kandung kemih hewan, sutra berminyak, kerta dan kulit.

Kondom adalah metode yang sangat efektif dan merupakan satu di antara beberapa kontrasepsi yang tersedia bagi pria. Kondom sering disebut dengan berbagai nama, seperti selubung, jhonny, karet dan French letter.

Pada tahun 1996, sebuah kondom baru dilepas ke pasar. Dipasarkan dengan nama Topaz, kondom ini ditemukan oleh seorang insinyur bernama Keith Jones. Topaz ditujukan untuk menyelesaikan masalah seputar pemakaian kondom dan masalah kebocoran kondom.

2.2.2 Manfaat Kondom

Mencegah penularan HIV&AIDS dan juga memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi menular lain seperti infeksi gonore, chlamydia, sifilis dan herpes serta merupakan metode lain dalam keluarga berencana, mencegah kehamilan,


(35)

memberikan rasa nyaman sehingga mengurangi rasa cemas, menghemat dana untuk perawatan dan obat-obatan bila seseorang tertular IMS (Depkes RI, 2004).

2.2.3 Jenis – Jenis Kondom

Dapat dijumpai beberapa jenis kondom yaitu : a. Kondom Laki – Laki

Kondom merupakan sarung dari latex yang tipis, digunakan pada penis ketika melakukan hubungan sexual. Kondom berguna untuk mengumpulkan semen sebelum, selama dan sesudah ejakulasi dan menghalangi sperma memasuki vagina. Penggunaan kondom yang benar dapat mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit sexual dan dapat juga digunakan sebagai alat kontrasepsi. Kondom yang terbuat dari latex, efektif memberikan perlindungan terhadap virus termasuk HIV dan banyak tersedia di pasaran.

Kondom latex dirancang mempunyai permeabilitas membran yang dapat menghambat lewatnya organisme dalam berbagai ukuran seperti spermatozoa dengan diameter 0,003 mm (3000 nm) dan juga pathogen penyebab penyakit sexual seperti N. gonorrhoeae (800 nm), C. trachomatis (200 nm), HIV (125 nm) dan Hepatitis B (40 nm) (Dumasari, 2008).

a.1. Cara Penggunaan Kondom yang Benar:

a.1.1 Perhatikan tanggal kadaluwarsa, bila sudah kadaluwarsa jangan digunakan. a.1.2 Buka dengan hati-hati dari bungkusnya.


(36)

a.1.4 Setelah alat kelamin laki-laki menegang pasangkan kondom pada ujung alat kelamin dan lepaskan gulungannya ke pangkal.

a.1.5 Lepas kondom setelah ejakulasi dengan hati-hati agar cairan sperma tidak tumpah.

a.1.6 Dan bungkus kondom setelah dipakai lalu dibuang di tempat sampah.

a.1.7 Jangan menggunakan pelumas bahan dari minyak, misalnya handbody, lotion, dll. Bahan ini dapat merusak kondom. Gunakanpelumas dengan bahan cair. b. Kondom Wanita

Terdiri dari bahan polyurethane berbentuk seperti sarung atau kantong dengan panjang 17 cm (6,5 inci). Bahan polyurethane kurang menyebabkan reaksi alergi dibandingkan kondom latex. Bahan tersebut juga kuat dan jarang robek. Kondom wanita ini dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit seksual termasuk HIV apabila digunakan secara benar.

Pada tiap ujung dari kondom terdapat cincin/lingkaran yang lentur. Ujung yang tertutup dengan cincin yang lentur, dimasukkan kedalam vagina untuk membantu supaya kondom tersebut tetap pada tempatnya. Sedangkan pada ujung yang terbuka, cincin tetap berada disebelah luar vulva (pintu masuk kedalam vagina). 2.2.4 Efektivitas Kondom Sebagai Alat Pelindung

Menurut prosedur tetap yang berlaku (pada pabrik di negara maju tanpa krisis), satuan produk (batch) kondom dijual di pasar apabila dalam 1.000 buah kondom tidak ada yang dapat dilewati barang sebesar 5 mikron. Dalam kajian dilapangan, hanya satu dari 10.000 kondom yang mampu melewatkan virus HIV.


(37)

Disimpulkan bahwa efektivitas kondom untuk pencegahan kehamilan rata-rata sebesar 87%, sedangkan efektivitas kondom untuk penularan IMS rata-rata sebesar 69%. Penambahan pelumas (lubrication) menurunkan proporsi robek, namun bisa meningkatkan proporsi meleset dan penambahan spermisida baik yang sudah ada dalam kondom maupun yang ditambahkan kemudian dapat membunuh hampir semua sperma dan sebagian kuman penyebab IMS (Satoto, 2001).

Program 100% kondom di Thailand dirancangkan untuk menerapkan penggunaan kondom 100% disetiap pertemuan seks komersial di negeri itu. Karena poros utama penularan HIV di Thailand itu dari pekerja seks komersial dengan laki-laki, dari laki-laki untuk istri-istri mereka dan dari istri ke anak-anak mereka. Dengan mengurangi risiko penularan HIV dalam seks komersial akan menjadi efektif dalam memperlambat penyebaran epidemik HIV.

Di Thailand program tersebut sangat efektif. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, penggunaan kondom pada aktifitas seks komersial di Thailand meningkat, dari 15% menjadi lebih dari 90% sedangkan jumlah orang yang terkena infeksi menular sesksual sangat menurun (Ray, 2009).

Di Virginia, Juni 2000 dilaksanakan worksop yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas kondom laki-laki dalam mencegah penularan penyakit seksual hasilnya : Davis dan Welle memperkirakan penggunaan kondom dapat menurunkan penularan HIV/AIDS sebanyak 85% dibanding dengan yang tidak pernah menggunakan kondom.


(38)

Dua penelitian cross-sectional dan satu penelitian case control menemukan adanya penurunan resiko mendapat gonorrhoe pada laki-laki yang menggunakan sebanyak 49-75% dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kondom. Penelitian cross-sectional pada PSK di Indonesia, adanya penurunan syphilis pada PSK yang menggunakan kondom sebanyak 8% dan yang tidak menggunakan kondom sebanyak 14% (Dumasari, 2008).

Kondom di setiap lokalisasi sebelum hubungan seks berlangsung perlu diperhatikan jumlah kondom yang disediakan dengan mempertimbangkan frekuensi hubungan seksual, jarak dari klinik/tempat pelayanan dan permintaan khusus. Kondom diberikan dalam jumlah yang cukup untuk melindungi pasangan selama 6 bulan di lokalisasi. Ketersediaan kondom di lokasi berisiko sudah menajdi salah satu keharusan. Karena dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS penggunaan kondom sudah termasuk dalam isu penting. Hal ini dapat dilihat dari KPA Nasional 2006 bahwa penggunaan kondom merupakan salah satu kebijakan nasional berupa penggunaan kondom 100% atau Condom Use 100% dilaksanakan terutama di lokasi-lokasi transaksi seksual dengan banyak pasangan berisiko. Oleh karenanya sangat penting mempromosikan penggunaan kondom secara konsisten dan memeriksakan IMS di klinik yang tepat di setiap bulannya bahkan Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS (2007-2010) membuat prioritas arah pencegahan HIV/AIDS ke program peningkatan penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko (KPA Nasional, 2006).


(39)

2.3. Perilaku

Perilaku merupakan segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan dan tindakan manusia sebagai mahluk hidup yang dilengkapi dengan akal yang berfungsi untuk mengontrol dan mengendalikan perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat dan bersikap) maupun aktif ( melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan tersebut, perilaku kesehatan dapat diartikan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 1997).

Perilaku dilihat dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism (mahluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua mahluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan dan manusia berperilaku karena punya aktivitas masing-masing. Perilaku (manusia) adalah semua tindakan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan perilaku dilihat dari segi psikologis menurut Skiner (1938) dalam Maulana yaitu respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Pergertian itu dikenal dengan teori S-O-R (Stimulus-Organism-Respons).


(40)

Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecendrungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi obyek tersebut. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati obyek yang sama (Notoatmodjo, 1993).

Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 2.3.1 Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior “ atau “covert behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.

2.3.2 Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”.


(41)

2.4. Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), tetapi dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama, tetapi respons setiap orang akan berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan mejadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan karakteristik dari orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan seperti ras, sifat fisik, sifat kepribadian (pemalu, pemarah dan penakut), bakat bawaan, tingkat kecerdasan dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Faktor lingkungan sering merupakan faktor yang dominan terhadap perilaku seseorang. Perilaku merupakan totalitas penghayatan atau aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultan antara faktor internal dan eksternal.

Benyamin Bloom (1908) seperti dikutip Notoatmodjo, membagi perilaku manusia dalam tiga domain (ranah) yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Urutan pembentukan perilaku baru khususnya pada orang dewasa diawali oleh domain kognitif. Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan, selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Pada akhirnya, setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya, timbul respons berupa tindakan atau keterampilan (domain psikomotor).


(42)

2.4.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Menurut Gielen dan McDonald (1996) perilaku seseorang dilandasi oleh latar belakang yang dimilikinya, termasuk pengetahuan mengenai HIV/AIDS. Seseorang yang berpengetahuan HIV/AIDS lebih baik diharapkan mempunyai tingkat pemahaman dan kesadaran tentang HIV/AIDS yang lebih baik dan akhirnya diharapkan mempunyai perilaku seksual yang aman yang terhindar dari infeksi HIV. Sementara itu, Cognitive Dissonance Theory dari Festinger (1997) menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan perilakunya. Menurut teori tersebut seseorang dapat mempunyai kesejajaran dalam pengetahuan, sikap dan perilaku. Namun demikian, bisa juga seseorang yang mempunyai pengetahuan dan sikap positif tetapi negative di dalam perilakunya.

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang ada pada manusia tersebut bertujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan manusia yang dihadapi sehari-hari dan digunakan untuk kemudahan-kemudahan. Pengetahuan tentang HIV/AIDS dapat digunakan oleh WPS dalam memahami bagaimana cara mencegahnya agar terhindar penyakit tersebut. Pengetahuan dapat diketahui seseorang melalui melihat, mendengar atau mengalami suatu kejadian yang nyata, selain itu dapat pula diperoleh


(43)

melalui belajar di bangku pendidikan baik formal maupun informal. Pengetahuan lebih bersifat pengenalan suatu benda atau sesuatu hal secara objektif.

2.4.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Sarwono (1997) dalam Maulana sikap merupakan kecenderungan merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang. Individu sering kali memperlihatkan tindakan bertentangan dengan sikapnya.

Dengan sikap secara minimal, masyarakat memiliki pola berfikir tertentu dan pola berfikir diharapkan dapat berubah dengan diperolehnya pengalaman, pendidikan dan pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (1997) bahwa sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya. Sikap dapat terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu. Interaksi disini tidak hanya berupa kontak sosial dan hubungan antarpribadi sebagai anggota kelompok sosial, tetapi meliputi juga hubungan dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis sekitarnya (Maulana, 2009).

Sikap yang utuh dipengaruhi oleh pengetahuan, keyakinan dan emosi seseorang. Sebagai contoh seorang WPS yang memperoleh penyuluhan mengenai


(44)

HIV/AIDS, bila WPS tersebut telah mendengar mengenai penyebab, akibat/bahaya, pencegahan HIV/AIDS dan sebagainya, maka pengetahuan ini akan membawa WPS tersebut untuk berfikir kearah pencegahan HIV/AIDS pada dirinya. Dengan demikian WPS ini mempunyai sikap tertentu terhadap obyek berupa pencegahan HIV/AIDS. 2.4.3 Tindakan

Praktik atau tindakan adalah merupakan salah satu dari tiga perilaku berbentuk perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perbuatan atau praktik tidak sama dengan perilaku, melainkan hanya sebagian dari perwujudan perilaku. Perwujudan dari perilaku yang lain dapat melalui pengetahuan dan sikap. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam sutu tindakan, untuk terwujudnya suatu sikap agar menjadi tindakan perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain seperti fasilitas dan dukungan dari pihak lain: sebagai contoh disini adalah penggunaan kondom pada WPS, dalam hal ini perlu biaya untuk membeli kondom dan dukungan dari pengasuh ataupun pelanggan.

Tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan menurut kualitasnya, yaitu : a. Praktik terpimpin (guided response), apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme (mechanism), apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. c. Adopsi (adoption), Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekadar


(45)

rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu : a. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat bawaan, misalnya tingkat emosional, jenis kelamin, tingkat kecerdasan.

b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.5. Model Green

Faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu : 2.5.1 Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan.

a. Pengetahuan

Penelitian yang dilakukan Soelistijani Tahun 2003 di Bali menyatakan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS menunjukkan hubungan yang bermakna dengan perilaku responden dalam penggunaan kondom (p = 0,008).

Hasil analisis multivariat diperoleh nilai OR = 2,923 artinya responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang HIV/AIDS berpeluang 2,923 kali berperilaku selalu menggunakan kondom dibandingkan responden dengan kategori pengetahuan


(46)

kurang tentang HIV/AIDS. Desain penelitian tersebut adalah cross sectional study dengan jumlah sampel sebanyak 227 responden.

Hasil penelitian yang dilakukan Evianty terhadap PSK di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008 menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap tindakan Pekerja Seks komersial (PSK) menggunakan kondom (p = 0,005). b. Sikap

Hasil penelitian yang dilakukan Lokollo Tahun 2009 di PUB dan Karaoke, Café dan Diskotek di Kota Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar WPS Tidak Langsung mengakui bahwa mereka termasuk dalam kelompok resiko tinggi akan tetapi pengetahuan, dan praktik mereka terhadap upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS masih kurang.

Walaupun mereka setuju dengan pemakaian kondom sebagai upaya pencegahan yang baik, akan tetapi dalam prakteknya ketika beraktivitas seksual tidak selalu kondom mereka gunakan.

2.5.2 Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, yaitu dalam hal ini :

a. Ketersediaan Kondom

Hasil penelitian yang dilakukan Mardjan di lokalisasi Singkawang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 1996 membuktikan bahwa ketersediaan kondom dan sikap pelanggan merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi penggunaan kondom di


(47)

kalangan para WTS pada lokalisasi Singkawang Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat.

2.5.3 Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, yaitu dalam hal ini :

a. Dukungan Petugas Kesehatan

Hasil penelitian yang dilakukan Evianty terhadap PSK di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008 menunjukkan bahwa ada pengaruh dukungan petugas kesehatan terhadap tindakan Pekerja Seks komersial (PSK) menggunakan kondom.

Menurut STBP frekuensi kontak dengan petugas lapangan meningkatkan kemungkinan penggunaan kondom konsisten. Selain itu, penggunaan kondom konsisten dipengaruhi adanya aturan penggunaan kondom.

b. Dukungan Mucikari

Hasil penelitian yang dilakukan IAKMI di Bali terhadap WPS Tahun 2010 menyatakan bahwa faktor lain yang berkaitan dengan ketidakkonsistenan pemakaian kondom adalah hubungan antara WPS dengan mucikari. Secara umum hubungan mucikari dan WPS di lokasi prostitusi di Bali bersifat sangat singkat, sementara dan hanya terfokus pada upaya menghasilkan uang. Mobilitas WPS yang tinggi dari satu lokasi ke lokasi yang lain merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hubungan WPS dan mucikari menjadi kurang erat. Pemberdayaan WPS untuk menolak pelanggan yang tidak mau memakai kondom tidak akan berhasil dengan baik tanpa keterlibatan mucikari selaku pemilik lokasi dan atasan WPS.


(48)

2.6. Landasan Teori

Dalam membuat kerangka konsep, peneliti menggunakan teori Lawrence Green (1980) dimana faktor perilaku ditentukan oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu : 2.6.1 Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.

2.6.2 Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Misalnya pukesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya.

2.6.3 Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Seperti keluarga, teman, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan dan pengambil kebijakan. Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil, dan di dekat rumah ya ada polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan periksa hamil, karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tdak pernah periksa hamil, namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.


(49)

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori tersebut, maka peneliti membatasi penelitian ini dengan kerangka konsep sebagai berikut:

TINJAU

Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap

Faktor Pemungkin : Ketersediaan Kondom

Faktor Penguat : 1. Dukungan

Mucikari

2. Dukungan Petugas Kesehatan

Tindakan WPS dalam Penggunaan Kondom


(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan desain sekat silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat, artinya subyek diamati hanya sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variabel dependen dan variabel independen maka pengukuran dilakukan bersama-sama pada saat penelitian dengan menggunakan kuesioner secara kuantitatif (Sugiyono, 2005).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai dengan alasan bahwa kedua tempat tersebut adalah tempat-tempat perilaku berisiko tinggi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli Tahun 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Wanita Pekerja Seks (WPS) yang berada di Warung Bebek dan Warung Bubur Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Maret-Juni Tahun 2012 sebanyak 97 orang.


(51)

3.3.2 Sampel

Sampel adalah seluruh Wanita Pekerja Seks (WPS) yang berada di Warung Bubur dan Warung Bebek di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 97 orang (seluruh populasi).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Teknik Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner kepada responden atau Wanita Pekerja Seks (WPS) di Warung Bubur dan Warung Bebek Kab. Serdang Bedagai.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder digunakan sebagai data penunjang dan pelengkap dari data primer yang ada relevansinya dengan keperluan penelitian. Data Sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai dan Puskesmas Sei Rampah. Data sekunder yang dikumpulkan adalah gambaran umum mengenai Warung Bebek dan Warung Bubur di Kabupaten Serdang Bedagai dan jumlah kasus atau data kasus HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai.

3.4.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Sebelum dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas kepada 30 Wanita Pekerja Seks (WPS) di Tanjung Morawa.

Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi Pearson product moment


(52)

(r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid dan jika r hitung < r tabel , maka pernyataan tidak valid (Riduwan, 2002). Uji validitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variable atau item yang diperoleh dari nilai Corrected item total correlation.

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur lebih dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika r Cronbach’s Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliable dan jika nilai r Cronbach’s Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliable (Riduwan, 2002).

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat

Variabel Butir Pertanyaan

r Hitung Status Cronbach Alpha Status Pengetahuan Sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 0,801 0,848 0,778 0,760 0,801 0,857 0,863 0,785 0,383 0,000 0,459 0,433 0,749 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 0,926 0,725 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel


(53)

Tabel 3.1. (lanjutan) Ketersediaan Kondom Dukungan Mucikari Dukungan Petugas Kesehatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 0,477 0,671 0,578 0,472 0,915 0,834 0,789 0,866 0,364 0,833 0,526 0,767 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 0,762 0,830 0,747 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Dari tabel di atas terlihat bahwa semua pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel (0,361) demikian juga nilai alpha lebih besar dari r tabel (0,6), dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian tentang hubungan faktor predisposisi, prndukung dan penguat dengan tindakan penggunaan kondom pada WPS untuk pencegahan HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012 sudah valid dan reliable.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Independen

Faktor Predisposisi adalah faktor-faktor yang diasumsikan dapat memengaruhi Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam penggunaan kondom untuk mencegah penyakit HIV/AIDS yang dalam hal ini dibatasi pada faktor pengetahuan dan sikap.


(54)

a. Pengetahuan adalah segala sesuatu informasi yang diperoleh dari proses belajar tentang penggunaan kondom untuk pencegahan penyakit HIV/AIDS.

b. Sikap adalah kecenderungan Wanita Pekerja Seks (WPS) untuk memberikan pendapat setuju dan tidak setuju tentang penggunaan kondom untuk mencegah penyakit HIV/AIDS.

Faktor Pendukung adalah faktor yang mendukung Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam menggunakan kondom.

a. Ketersediaan Kondom adalah ada tidaknya kondom di warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai, terutama di kamar agar memudahkan memperoleh kondom.

Faktor Penguat adalah faktor pendorong Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam menggunakan kondom untuk mencegah penyakit HIV/AIDS.

a. Dukungan Mucikari adalah adanya pendapat responden tentang baik tidaknya peran serta mucikari dalam penggunaan kondom baik secara langsung menyarankan atau mengharuskan Wanita Pekerja Seks (WPS) untuk menggunakan kondom.

b. Dukungan Petugas Kesehatan adalah pendapat responden tentang baik tidaknnya keterlibatan petugas dalam penyediaan kondom dan memberikan informasi tentang penggunaan kondom secara terus menerus untuk pencegahan penyakit HIV/AIDS.


(55)

3.5.2 Variabel Dependen

Tindakan Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam penggunaan kondom adalah WPS konsisten dalam penggunaan kondom pada saat berhubungan seks untuk pencegahan penyakit HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai.

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1 Pengetahuan

Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan pada skala ordinal dengan jumlah pertanyaan untuk mengukur tingkat pengetahuan ada 8 (delapan). Dari setiap pertanyaan masing-masing jawaban a nilai 1, b nilai 1 dan c nilai 1. Bila responden menjawab sekaligus a, b dan c diberi nilai 3, jika 2 jawaban nilai 2 dan jika hanya 1 jawaban nilai 1.

Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 24 dan nilai terendah 8. Kemudian variabel pengetahuan dikategorikan sebagai berikut (Pratomo, 1990) :

1. Pengetahuan kurang, bila total skor responden 8-14 ( < 40%) 2. Pengetahuan sedang, bila total skor responden 15-20 ( 40%-75%) 3. Pengetahuan baik, bila total skor responden 21-24 ( > 75%) 3.6.2 Sikap

Pengukuran variabel sikap didasarkan pada skala Gudman menggunakan skala ordinal dengan pertimbangan tingkat pendidikan responden rendah sehingga lebih mudah dipahami oleh responden. Jumlah pertanyaan sebanyak 5 (lima).


(56)

Jawaban setuju diberi nilai 1 dan tidak setuju nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai skor tertinggi 5 dan terendah 0. Hasil ukur variabel sikap dikategorikan sebagai berikut (Pratomo, 1990) :

1. Sikap kurang, apabila total skor responden < 2 ( <40%) 2. Sikap sedang, apabila total skor responden 2-3 ( 40%-75%) 3. Sikap baik, apabila total skor responden 4-5 ( >75%) 3.6.3 Ketersediaan Kondom

Untuk ketersediaan kondom disusun 4 pertanyaan. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 0. Untuk menentukan ketersediaan kondom dikategorikan berdasarkan nilai median sebagai berikut :

1. Tersedia jika skor > 2 0. Tidak tersedia jika skor ≤ 2 3.6.4 Dukungan Mucikari

Untuk mengukur dukungan mucikari disusun 4 pertanyaan. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 0. Untuk mengukur dukungan mucikari dikategorikan berdasarkan nilai median sebagai berikut :

1. Baik jika skor > 2 0. Tidak baik jika skor ≤ 2


(57)

3.6.5 Dukungan Petugas Kesehatan

Untuk mengukur dukungan petugas kesehatan disusun 4 pertanyaan. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 0. Untuk mengetahui baik atau tidak baik dukungan petugas kesehatan dikategorikan berdasarkan nilai median sebagai berikut :

1. Baik jika skor > 2 0. Tidak baik jika skor ≤ 2

3.6.6 Tindakan WPS dalam Penggunaan Kondom

Variabel tindakan WPS dalam menggunakan kondom dikategorikan sebagai berikut :

1. Baik : Bila menjawab selalu/konsisten menggunakan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks.

0. Tidak baik : Bila menjawab kadang-kadang dan tidak pernah menggunakan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks. Tabel 3.2 Variabel, Alat Ukur, Jumlah Indikator, Hasil dan Skala Ukur

Variabel Alat Ukur Jumlah Indikator

Hasil Ukur Skala Ukur A. Variabel Bebas

Pengetahuan Kuesioner 8 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik

Ordinal

Sikap Kuesioner 5 1. Kurang

2. Sedang 3. Baik


(58)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Ketersediaan Kondom Kuesioner 4 1. Tersedia 0. Tidak tersedia

Ordinal Dukungan Mucikari Kuesioner 4 1. Baik

0. Tidak baik

Ordinal Dukungan Petugas

Kesehatan

Kuesioner 4 1. Baik 0. Tidak baik

Ordinal B. Variabel Terikat

Tindakan PSK

Kuesioner 5 1. Baik 0. Tidak baik

Ordinal

3.7. Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi reponden. Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel bebas yang meliputi faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan dukungan petugas kesehatan), dan data umum responden yang meliputi umur dan tingkat pendidikan.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan dukungan petugas kesehatan) dengan tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai dengan menggunakan uji Chi square pada tingkat kepercayaan 95%.


(59)

3.7.3 Analisis Multivariat Regresi Logistik

Analisis multivariat regresi logistik digunakan untuk megetahui kekuatan hubungan dari variabel independent (pengetahuan, sikap, ketersediaan kondom, dukungan mucikari dan dukungan petugas kesehatan) dengan variabel dependen (tindakan penggunaan kondom) maka dilakukan analisis multivariat. Tahap pertama adalah dengan melakukan pemilihan model untuk uji multivariat. Variabel yang mempunyai nilai p<0,25 dapat dijadikan model dan dilakukan uji multivariat, dengan menggunakan metode Backward LR. Analisis ini akan menggunakan komputer dengan program SPSS for Windows version 15.0.


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Warung Bebek

Lokalisasi warung Bebek berada di Desa Firdaus Kecamatan Sei Rampah. Batas wilayah Desa Firdaus sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pematang Pelintahan b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Firdaus Estate

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Teluk Mengkudu d. Sebelah timur berbatasan dengan Tebing Tinggi

Warung Bebek dahulunya adalah tanah garapan kebun kelapa kepunyaan sultan. Pada tahun 1964/1965 tanah ini mulai digarap dan ditanami dengan palawija dan pada tahun 1967 ada satu warung yang muncul dilokasi ini, tapi bukan di lokasi warung bebek di atas bukit dan tahun 1969 warung tersebut mulai turun ke lokasi warung bebek.

Pada tahun 1971-1976 warung tersebut berkembang sangat pesat karena pada waktu itu belum banyak warung yang menyediakan layanan tambahan (pekerja seks). Dari tahun 1976 mulai muncul warung-warung baru sebanyak 3 (tiga) warung sampai tahun 1980. Karena sangat ramai pengunjung/pelanggan sehingga banyak penduduk/masyarakat sekitar yang ikut membuka warung. Lokasi ini terus berkembang dan semakin banyak bermunculan warung-warung baru yang


(1)

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

53 0 100,0

44 0 ,0

54,6 Observed

tidak baik, bila menjawab kadang-kadang dan tidak pernah

baik, bila menjawab selalu

tindakan reponden

Overall Percentage Step 0

tidak baik, bila menjawab kadang-kadan

g dan tidak pernah

baik, bila menjawab

selalu tindakan reponden

Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Variables in the Equation

-,186 ,204 ,833 1 ,362 ,830

Constant Step 0

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

5,108 1 ,024

8,740 1 ,003

4,901 1 ,027

4,519 1 ,034

muci(1) tugas(1) kondom(1) sikap2(1) Variables

Step 0


(2)

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients

12,915 4 ,012

12,915 4 ,012

12,915 4 ,012

-,482 1 ,487

12,432 3 ,006

12,432 3 ,006

-1,115 1 ,291

11,317 2 ,003

11,317 2 ,003

-2,015 1 ,156

9,302 1 ,002

9,302 1 ,002

Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step 1

Step 2a

Step 3a

Step 4a

Chi-square df Sig.

A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.


(3)

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

8 8,685 2 1,315 10

8 8,039 2 1,961 10

8 7,266 3 3,734 11

6 5,636 4 4,364 10

8 6,974 6 7,026 14

3 2,810 3 3,190 6

12 13,590 24 22,410 36

8 8,711 2 1,289 10

8 7,888 2 2,112 10

8 7,414 3 3,586 11

4 2,686 1 2,314 5

10 9,978 9 9,022 19

15 16,323 27 25,677 42

15 14,953 3 3,047 18

5 5,047 2 1,953 7

14 14,047 11 10,953 25

19 18,953 28 28,047 47

20 20,000 5 5,000 25

33 33,000 39 39,000 72

1 2 3 4 5 6 7 Step 1

1 2 3 4 5 6 Step 2

1 2 3 4 Step 3

1 2 Step 4

Observed Expected tindakan reponden =

tidak baik, bila menjawab kadang-kadang dan

tidak pernah

Observed Expected tindakan reponden =

baik, bila menjawab selalu


(4)

Classification Tablea

30 23 56,6

11 33 75,0

64,9

38 15 71,7

17 27 61,4

67,0

34 19 64,2

16 28 63,6

63,9

20 33 37,7

5 39 88,6

60,8 Observed

tidak baik, bila menjawab kadang-kadang dan tidak pernah

baik, bila menjawab selalu

tindakan reponden

Overall Percentage

tidak baik, bila menjawab kadang-kadang dan tidak pernah

baik, bila menjawab selalu

tindakan reponden

Overall Percentage

tidak baik, bila menjawab kadang-kadang dan tidak pernah

baik, bila menjawab selalu

tindakan reponden

Overall Percentage

tidak baik, bila menjawab kadang-kadang dan tidak pernah

baik, bila menjawab selalu

tindakan reponden

Overall Percentage Step 1

Step 2

Step 3

Step 4

tidak baik, bila menjawab kadang-kadan

g dan tidak pernah

baik, bila menjawa b selalu tindakan reponden

Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.


(5)

Variables in the Equation

,493 ,470 1,097 1 ,295 1,637 ,651 4,114

1,071 ,618 3,001 1 ,083 2,918 ,869 9,799

,373 ,537 ,483 1 ,487 1,453 ,507 4,161

,574 ,580 ,982 1 ,322 1,776 ,570 5,530

-2,011 ,652 9,499 1 ,002 ,134

,554 ,461 1,444 1 ,229 1,740 ,705 4,294

1,208 ,587 4,236 1 ,040 3,346 1,059 10,566

,602 ,576 1,093 1 ,296 1,826 ,591 5,645

-1,910 ,630 9,203 1 ,002 ,148

,641 ,452 2,008 1 ,156 1,898 ,782 4,605

1,342 ,573 5,483 1 ,019 3,826 1,244 11,761

-1,591 ,529 9,037 1 ,003 ,204

1,553 ,553 7,887 1 ,005 4,727 1,599 13,977

-1,386 ,500 7,687 1 ,006 ,250

muci(1) tugas(1) kondom(1) sikap2(1) Constant Step

1a

muci(1) tugas(1) sikap2(1) Constant Step

2a

muci(1) tugas(1) Constant Step

3a

tugas(1) Constant Step

4a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: muci, tugas, kondom, sikap2. a.

Model if Term Removed

-60,907 1,094 1 ,296

-61,946 3,172 1 ,075

-60,601 ,482 1 ,487

-60,860 ,999 1 ,317

-61,323 1,444 1 ,230

-62,909 4,616 1 ,032

-61,159 1,115 1 ,291

-62,166 2,015 1 ,156

-64,229 6,141 1 ,013

Variable muci tugas kondom sikap2 Step 1

muci tugas sikap2 Step 2

muci tugas Step 3

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change


(6)

Variables not in the Equation

,486 1 ,486

,486 1 ,486

,603 1 ,437

1,111 1 ,292

1,586 2 ,453

2,032 1 ,154

1,072 1 ,301

1,679 1 ,195

3,625 3 ,305

kondom(1) Variables

Overall Statistics Step 2a

kondom(1) sikap2(1) Variables

Overall Statistics Step 3b

muci(1) kondom(1) sikap2(1) Variables

Overall Statistics Step 4c

Score df Sig.

Variable(s) removed on step 2: kondom. a.

Variable(s) removed on step 3: sikap2. b.

Variable(s) removed on step 4: muci. c.


Dokumen yang terkait

Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dalam Penggunan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Pencegahan Pneumokoniosis pada Tenaga Kerja Kongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Laut Kuala Tanjung Tahun 2013

10 126 132

Hubungan Faktor Pendukung dan Faktor Penguat Pekerja Seks Komersil Dengan Pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling Testing)Di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

2 47 176

Hubungan Komponen Health Belief Model (HBM) dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada Anak Buah Kapal (ABK) di Pelabuhan Belawan Tahun 2012

3 62 165

Hubungan Informasi, Motivasi dan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada LSL untuk Mencegah HIV/AIDS di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012

1 74 111

Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada WPS untuk Pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012

2 85 117

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Penguat Peserta Kontrasepsi Pria terhadap Penggunaan Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang

1 36 132

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung Dan Penguat Terhadap Tindakan Pekerja Seks Komersil (PSK) Dalam Menggunakan Kondom Untuk Pencegahan HIV/AIDS Di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008

0 39 132

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumokoniosis 2.1.1. Definisi Pneumokoniosis - Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dalam Penggunan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Pencegahan Pneumokoniosis pada Tenaga Kerja Kongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan L

0 0 29

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dalam Penggunan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Pencegahan Pneumokoniosis pada Tenaga Kerja Kongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Laut Kuala Tanjung Tahun 2013

0 0 7

Hubungan Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat dalam Penggunan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Pencegahan Pneumokoniosis pada Tenaga Kerja Kongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Laut Kuala Tanjung Tahun 2013

0 0 19