Hubungan Faktor Pendukung dan Faktor Penguat Pekerja Seks Komersil Dengan Pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling Testing)Di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGUAT PSK (PEKERJA SEKS KOMERSIL)DENGANPEMANFAATANKLINIK VCT (VOLUNTARY CONSELLING TESTING) DIWILAYAH KERJA

PUSKESMAS WISATA BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

T E S I S

Oleh

DARWITA JUNIWATI B 087023001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGUAT PSK (PEKERJA SEKS KOMERSIL)DENGANPEMANFAATANKLINIK VCT (VOLUNTARY CONSELLING TESTING) DIWILAYAH KERJA

PUSKESMAS WISATA BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

T E S I S

DiajukanSebagai Salah SatuSyarat

untukMemperolehGelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 IlmuKesehatanMasyarakat MinatStudiAdministrasiKesehatanKomunitasEpidemiologi padaFakultasKesehatanMasyarakatUniversitas Sumatera Utara

Oleh

DARWITA JUNIWATI B 087023001

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

JudulTesis : HUBUNGAN FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGUAT PSK (PEKERJAAN SEKS KOMERSIL) DENGAN PEMANFAATAN KLINIK VCT (VOLUNTARY CONSELLING

TESTING) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

WISATA BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

NamaMahasiswa : DarwitaJuniwati B NomorIndukMahasiswa : 087023001

Program Studi : S2 IlmuKesehatanMasyarakat

MinatStudi : AdministrasiKesehatanKomunitas/Epidemiologi

Menyetujui KomisiPembimbing :

(Prof. dr. SorimudaSarumpaet, M.P.H)

Ketua Anggota

(Drs. AmruNasution,M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telahdiuji

Padatanggal :31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr. dr. SorimudaSarumpaet, Ph.D Anggota : 1. Drs. AmruNasution, M.Kes

2.Dr.Drs. KintokoRochadi, M.K.M 3. Dr. Ir. EvawanyAritonang, M.Si


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGUAT PSK (PEKERJA SEKS KOMERSIL)DENGAN PEMANFAATANKLINIK VCT(VOLUNTARY CONSELLING TESTING) DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS WISATA BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus2012

DARWITA JUNIWATI BARUS 087023001/IKM


(6)

ABSTRAK

HIV/AIDS merupakan penyakit menular seksual yang menakutkan umat manusia dan dapat membawa kematian bagi penderita dan sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Di Indonesia hingga Desember 2010 tercatat sebanyak 24.131 yang terinfeksi HIV dan 17.998 yang positif AIDS.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor pendukung (predisposing) dan faktor penguat (Reinforcing) dengan pemanfaatan klinik VCT (Voluntary Conselling and Testing) di wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel adalah seluruh PSK yang berjumlah 84 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accident sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dan uji Regresi Logistik.

Distribusi frekuensi PSK tertinggi pada umur > 30 tahun59,6%, tingkat pendidikan SMA s/d PT 53,6%, masa kerja sebagai PSK < 2 tahun 65,5%, pendapatan > Rp 2 juta/ bulan 84,5%, pengetahuan yang baik tentang penyakit HIV/AIDS 63,1%, pengetahuan yang baik tentang faktor resiko 65,5%, pengetahuan buruk tentang pelayanan klinik VCT 70,2%, sikap negatif 60,7%, dukungan buruk dari teman seprofesi 54,8%, dukungan buruk dari mucikari 61,9%, dukungan baik dari petugas kesehatan 58,3%, memanfaatkan klinik VCT 63,1%. Terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja sebagai PSK, pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS, pengetahuan tentang pelayanan klinik VCT, dukungan teman seprofesi, dukungan petugas kesehatan dengan pemanfaatan klinik VCT di Puskesmas Wisata

Bandar Baru (α < 0,05). Dengan uji regresi logistik ditemukan yang sangat

berhubungan adalah dukungan petugas kesehatan (Exp B = 3,819).

Diharapkan agar petugas kesehatan lebih meningkatkan upaya promotif maupun preventif memberikan penyuluhan/ sosialisasi, melaksanakan pemeriksaan secara berkala sehubungan dengan perilaku beresiko dari pekerja seks komersil.


(7)

ABSTRACT

HIV/AIDS is a dangerous sexual contagious disease for human being and can cause death to the sufferer and up to now there is no medicine that can cure it. Up to December 2010, in Indonesia, it is recorded that there were 24,131persons who were infected by HIV and 17,998 who were positively suffering from AIDS.

The purpose of this study with cross-sectional approach was to analyze the relationship between predisposing and reinforcing factors and the utilization of VCT (Voluntary Counseling and Testing) clinic service in the working area of Puskesmas Wisata Bandar Baru, Sibolangit Subdistrict, Deli Serdang District. The samples for this study were 84 commercial sex workers selected through the accident sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-square and Logistic Regression tests.

The highest commercial sex worker frequency distribution was at the age of > 30 years (59,6%), Senior High School and ….(53,6%), working as commercial sex worker for < 2 years (65,5%), income > Rp. 2 million/month (84,5%), having good knowledge on HIV/AIDS (63,1%), of them had good knowledge on risk factor (65,5%), having poor knowledge on VCT clinic service (70,2%), having negative attitude (60,7%), having poor support from co-workers (54,8%), having poor support from the pimp (61,9%), having good support from health workers (58,3%), utilizing VCT clinic (63,1%). There was a significant relationship between length of working as commercial sex workers, knowledge on HIV/AIDS, knowledge on VCT clinic service, support from co-workers, support from health workers and the utilization of VCT clinic at Puskesmas Wisata Bandar Baru (α < 0,05). The result of logistic regression test showed that support from health workers is the most influencing factor (Exp β = 3,819).

The health workers are expected to increase their promotive or preventive attemps in providing extension/socialization, to periodecally do the examination in relation to the risk behavior of the commercial sex workers.


(8)

KATA PENGANTAR

PujisyukursayapanjatkankepadaTuhan Yang MahaEsa, atasberkatsertakarunia-Nyasehinggapenulisdapatmenyelesaikantesisini, yang

merupakansalahsatukewajiban yang harusdipenuhidalammenyelesaikanpendidikanpada Program Studi S2

IlmuKesehatanMasyarakatMinatStudiAdministrasiKesehatanKomunitasEpidemiologi padaFakultasKesehatanMasyarakatUniversitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Tesisiniberjudul

HubunganFaktorPendukungdanFaktorPenguatPekerjaSeksKomersilDenganPe manfaatanKlinik VCT (Voluntary Conselling Testing)Di Wilayah KerjaPuskesmasWisata Bandar BaruKecamatanSibolangitKabupaten Deli SerdangTahun 2012”.

Dalampenulisantesisinibanyakpihak yang telahmembantupenulisdalammengatasisegalakendala.Olehkarenaitupadakesempatanin

isayasampaikanucapanterimakasih yang setulusnyadalammemberikanbantuan, baiksecaramorilmaupun materialkepadapenulissehinggadapatmenyelesaikantesisini.

Selanjutnyaucapanterimakasihdanpenghargaankepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S,selakuDekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(9)

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. SorimudaSarumpaet, M.P.Hdan Drs. AmruNasution, M.Kes selaku Pembimbing I danPembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing danmemberikanmasukankepadapenulis demi selesainyatesisini.

6. Dr. Drs. KintokoRochadi, M.K.M dandrh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Penguji

I danPenguji II yang

telahmemberikandorongandanmasukankepadapenulisuntukmenyelesaikantesisini.

7. dr. Benny Leonta Bukit selakuKepalaPuskesmasdanpetugaskesehatankhususnyatim yang memegang

program Klinik VCT di PuskesmasWisata Bandar BaruKecamatanSibolangitKabupaten Deli Serdang yang telah memberikan ijin padapenulissebagaitempatpenelitiandanbekerjasamamelakukanpendataan.

9. SeluruhStafPengajar di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi KesehatanKomunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Ucapan terima kasih yang tulus kepada Ayahanda Almarhum K. Barusdan Ibunda L. Purbaatas segala doa dan jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.


(10)

12. Teristimewa buat suami tercinta Abdi Philips Sembiring yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta rasa cinta yang dengan setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril dan material agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

13. Terimakasih buatadinda Rizal Barus, JuliantoBarus, Eva DwijayantiBarusdanseluruhkeluargaatas doa dan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

14. Terimakasih Ayah Mertua Z. Sembiring dan Ibu Mertua C. Sitepu atas doanya. Penulis menyadari bahwa proposal tesisinimasihbanyak keterbatasandankekurangankarenapenulisyakintidakadasatupunkaryadaritanganmanus ia yang lahirdalamkeadaansempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifatmembangun dariberbagaipihaksangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

KiranyaTuhan Yang MahaPengasihdanMahaPemurahmelindungidanmemberkatikitasekaliandisetiapperjal

ananhidupkita, Amin.

Medan, Juli 2012 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

DarwitaJuniwatiBarus, dilahirkan di Medan tanggal 24 Juni 1980 daripasanganAlmBapak K. Barus, B.ScdenganIbunda L. br. Purba, S.Pd,

anakpertamadariempatbersaudaradanberagama Kristen Protestan. TelahmenikahdenganAbdi Philips Sembiring, ST. Sekarangmenetap di Gg.

PancurSiwahJalanJaminGintingKm. 8. Medan.

Pendidikandimulaidari SD KatolikLubukPakamTahun 1986 – 1992, kemudianmelanjutkanpendidikan SLTP Negeri 2 LubukPakamTahun 1992 – 1995, selanjutnyamelanjutkanpendidikan SMA Negeri 1 LubukPakamTahun 1995 – 1998, kemudianmelanjutkankePerguruanTinggi di AkperDep-Kes RI Medan Tahun 1998 – 2001, selanjutnyasejaktahun 2005 – 2007 melanjutkankePerguruanTinggi di FakultasKesehatanMasyarakatUniversitas Sumatera Utara.

Setelahselesaidaripendidikanahlimadya, kemudianbekerjasebagaiperawat di RS. Martha FriskaTahun 2002 – 2007, danpadaTahun 2008

sampaidengansekarangbekerjasebagaiDosenTetap di Program StudiKesehatanMasyarakatSekolahTinggiIlmuKesehatan Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR……… iii

RIWAYAT HIDUP……… iv

DAFTAR ISI ….. ... v

DAFTAR TABEL .. ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN……….. viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis.. ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Human Immunodeficiency Virus / ……….. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)……… 14

2.1.1. Pengertian HIV/AIDS……… ... 14

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis ... 15

2.1.3. Epidemiologi HIV/AIDS ... 16


(13)

2.1.5. Perjalanan Infeksi HIV/AIDS……… 20

2.1.6. Pencegahan HIV/AIDS………. 20

2.2 Pekerja Seks Komersil ... 22

2.3 Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan… .... 23

2.4 Pelayanan Kesehatan ………... 33

2.5 Voluntary Counseling and Testing ... 37

2.6 Program Pemberantasan HIV/AIDS ... 41

2.6.1. Kebijakan dan Strategi……….. 42

2.7 Landasan Teori ... 47

2.8 Kerangka Konsep ... 49

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Jenis Penelitian ... 51

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.3 Populasi dan Sampel ... 51

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4.1. Data Primer……….. ... 51

3.4.2. Data Sekunder………... 51

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ……….. 51

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 53

3.5.1. Variabel Independen………. 53

3.5.2. Variabel Dependen………... 55

3.6 Metode Pengukuran ... 55

3.7. Metode Analisis Data ... 57


(14)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian………. 60 4.2 Analisis Univariat……….. 62 4.2.1 Distribusi Predisposisi BerdasarkanSosiodemografi……. 62 4.2.2 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

HIV/AIDS………... 63

4.2.3 Distribusi Pengetahuan Tentang Faktor Resiko……….. 64 4.2.4 Distribusi Pengetahuan Tentang Klinik VCT………… 64 4.2.5 Distribusi Sikap Responden……… 65 4.2.6 Distribusi Reinforcing (Penguat) Berdasarkan Dukungan

Teman Seprofesi……… 66

4.2.7 Distribusi Reinforcing (Penguat) Berdasarkan Dukungan

Mucikari……… 66

4.2.8 Distribusi Reinforcing (Penguat) Berdasarkan Dukungan

Petugas Kesehatan……… 67

4.2.9 Distribusi Pemanfaatan Klinik VCT……… 67 4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Umur dengan Pemanfaatan Klinik VC……. ... 68 4.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Klinik VCT…. 69 4.3.3 Hubungan Masa Kerja dengan Pemanfaatan Klinik VCT ... 70 4.3.4 Hubungan Pendapatan dengan Pemanfaatan Klinik

VCT... .... 71 4.3.5 Hubungan Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dengan

Pemanfaatan Klinik VCT ... 72 4.3.6 Hubungan Pengetahuan Tentang Faktor Resiko dengan

Pemanfaatan Klinik VCT……… 73

4.3.7 Hubungan Pengetahuan Tentang Pelayanan Klinik VCT

dengan Pemanfaatan Klinik VCT……… 74 4.3.8 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Klinik VCT …… 76


(15)

4.3.9 Hubungan Dukungan Teman Seprofesi dengan

Pemanfaatan Klinik VCT……… 77

4.3.10 Hubungan Dukungan Mucikari dengan Pemanfaatan

Klinik VCT……… 78

4.3.11 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan

Pemanfaatan Klinik VCT……… 79

4.4 Analisis Multivariat……… 80

BAB 5. PEMBAHASAN……….. 83

5.1. Hubungan Faktor Predisposisi (Pendukung) Responden dengan

Pemanfaatan Klinik VCT ………..……… ... 83 5.2. Hubungan Faktor Reinforcing (Penguat) Responden dengan

Pemanfaatan Klinik VCT ………..……… ... 99 5.3. Analisis Multivariat……… 104

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………..

6.1. Kesimpulan……… . 107 6.2. Saran……… 108

DAFTAR PUSTAKA …….……… LAMPIRAN/KUESIONER


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 56

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen……….. ... 57

4.1. Distribusi Frekuensi PSK Berdasarkan Barak Tempat Tinggal . ... 61

4.2. Distribusi Berdasarkan Umur, Pendidikan, Masa Kerja, Pendapatan PSK

di Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………. ... 62

4.3. Distribusi Berdasarkan Pengetahuan PSK Tentang HIV/AIDS

di Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………. ... 63

4.4. Distribusi Berdasarkan Pengetahuan PSK Tentang Faktor Resiko di

Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………. 64

4.5. Distribusi Berdasarkan Pengetahuan PSK Tentang Pelayanan Klinik VCT di Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan


(17)

4.6. Distribusi Berdasarkan Sikap PSK di Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………. ………. ... 65

4.7. Distribusi Berdasarkan Dukungan Teman Seprofesi PSK di Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2012………. …………. ... 66

4.8. Distribusi Berdasarkan Dukungan Mucikari Pada PSK di Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012……… ... 66

4.9. Distribusi Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan Pada PSK di

Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………. 67

4.10. Distribusi Berdasarkan Pemanfaatan Klinik VCT di Wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2012………. ………. ... 68

4.11. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan

Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012……… ... 68


(18)

Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………69

4.13. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan Masa Kerja di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru

Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012……… ... 70

4.14. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan

Pendapatan di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………71

4.15. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan Pengetahuan Tentang HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 201…72

4.16. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan

Pengetahuan Tentang Faktor Resiko di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012...73

4.17. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan

Pengetahuan Tentang Pelayanan Klinik VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012


(19)

4.18. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………. ... ...76

4.19. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan

Dukungan Teman Seprofesi di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar

Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012……… ... .. 77

4.20. Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan

Dukungan Mucikari di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012………… ... 78

4.21 Tabulasi Silang Pemanfaatan Klinik VCT Pada PSK Berdasarkan

Dukungan Petugas Kesehatan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012...79

4.22. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Hubungan Pengetahuan, Persepsi dan Motivasi PSK terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik IMS/HIV-AIDS di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Deli Serdang……….80


(20)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. GambarTeoriPerilaku Model Green ……… 47 2.2. KerangkaKonsepPenelitian ………. 49


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. IzinPenelitian

2. SuratPersetujuan (Informed Consent)

3. FormulirPencatatandanHasilWawancaraResponden 4. HasilPengolahan Data


(22)

ABSTRAK

HIV/AIDS merupakan penyakit menular seksual yang menakutkan umat manusia dan dapat membawa kematian bagi penderita dan sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Di Indonesia hingga Desember 2010 tercatat sebanyak 24.131 yang terinfeksi HIV dan 17.998 yang positif AIDS.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor pendukung (predisposing) dan faktor penguat (Reinforcing) dengan pemanfaatan klinik VCT (Voluntary Conselling and Testing) di wilayah kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel adalah seluruh PSK yang berjumlah 84 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accident sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dan uji Regresi Logistik.

Distribusi frekuensi PSK tertinggi pada umur > 30 tahun59,6%, tingkat pendidikan SMA s/d PT 53,6%, masa kerja sebagai PSK < 2 tahun 65,5%, pendapatan > Rp 2 juta/ bulan 84,5%, pengetahuan yang baik tentang penyakit HIV/AIDS 63,1%, pengetahuan yang baik tentang faktor resiko 65,5%, pengetahuan buruk tentang pelayanan klinik VCT 70,2%, sikap negatif 60,7%, dukungan buruk dari teman seprofesi 54,8%, dukungan buruk dari mucikari 61,9%, dukungan baik dari petugas kesehatan 58,3%, memanfaatkan klinik VCT 63,1%. Terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja sebagai PSK, pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS, pengetahuan tentang pelayanan klinik VCT, dukungan teman seprofesi, dukungan petugas kesehatan dengan pemanfaatan klinik VCT di Puskesmas Wisata

Bandar Baru (α < 0,05). Dengan uji regresi logistik ditemukan yang sangat

berhubungan adalah dukungan petugas kesehatan (Exp B = 3,819).

Diharapkan agar petugas kesehatan lebih meningkatkan upaya promotif maupun preventif memberikan penyuluhan/ sosialisasi, melaksanakan pemeriksaan secara berkala sehubungan dengan perilaku beresiko dari pekerja seks komersil.


(23)

ABSTRACT

HIV/AIDS is a dangerous sexual contagious disease for human being and can cause death to the sufferer and up to now there is no medicine that can cure it. Up to December 2010, in Indonesia, it is recorded that there were 24,131persons who were infected by HIV and 17,998 who were positively suffering from AIDS.

The purpose of this study with cross-sectional approach was to analyze the relationship between predisposing and reinforcing factors and the utilization of VCT (Voluntary Counseling and Testing) clinic service in the working area of Puskesmas Wisata Bandar Baru, Sibolangit Subdistrict, Deli Serdang District. The samples for this study were 84 commercial sex workers selected through the accident sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-square and Logistic Regression tests.

The highest commercial sex worker frequency distribution was at the age of > 30 years (59,6%), Senior High School and ….(53,6%), working as commercial sex worker for < 2 years (65,5%), income > Rp. 2 million/month (84,5%), having good knowledge on HIV/AIDS (63,1%), of them had good knowledge on risk factor (65,5%), having poor knowledge on VCT clinic service (70,2%), having negative attitude (60,7%), having poor support from co-workers (54,8%), having poor support from the pimp (61,9%), having good support from health workers (58,3%), utilizing VCT clinic (63,1%). There was a significant relationship between length of working as commercial sex workers, knowledge on HIV/AIDS, knowledge on VCT clinic service, support from co-workers, support from health workers and the utilization of VCT clinic at Puskesmas Wisata Bandar Baru (α < 0,05). The result of logistic regression test showed that support from health workers is the most influencing factor (Exp β = 3,819).

The health workers are expected to increase their promotive or preventive attemps in providing extension/socialization, to periodecally do the examination in relation to the risk behavior of the commercial sex workers.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu penyakit yang menjadi masalah di dunia adalah penyebaran penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency Syndrome). Perkembangan penyakit ini memperlihatkan trend yang semakin lama semakin mengkhawatirkan baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir saja, permasalahan HIV dan AIDS telah menjadi pandemik di hampir 190 negara. Hampir di setiap negara HIV/AIDS menjadi masalah nasional, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak (pemerintah, masyarakat, termasukLembaga Swadaya Masyarakat) (Depkes, 2009).

Hingga saat ini HIV/AIDS tidak saja menjadi masalah kesehatan tetapi secara langsung sudah menjadi persoalan politik dan juga ekonomi yang sangat serius di negara-negara yang sedang berkembang dan dapat menyebabkan kemiskinan. (Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS, 2010).

HIV adalah salah satu penyakit menular yang menakutkan umat manusia. Dapat dipastikan bahwa penderita HIV akan membawa kematian bagi penderita dan sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku, ras, agama,dll. HIV adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, dalam jumlah yang cukup dan berpotensi untuk menginfeksi orang lain.


(25)

Kasus HIV AIDS ini dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 dimana terinfeksi secara pandemic diperkirakan 65 juta orang teridap dan 25 juta orang mengalami kematian (Global HIV AIDS, Pandemic 2006), UNAIDS,2006.Menurut data dariBadanKesehatanDuniapadatahun2009terjadipeningkatan yang sangatcepat, terdapat38 juta orang meninggalakibat AIDS,sebanyak60 jutajiwaterinfeksi HIVbaru dan sebanyak 50,3 jutajiwasebagai ODHA. Penderita ini lebih banyak di temukan di Sub- sahara dan Afrika dan caribia. Para penderita ini rata rata terkena melalui sex bebas dengan lebih dari satu pasangan, melalui obat obatan narkotika pada saat pemakain jarum suntik secara bersamaan.Menurut laporan UNAIDS mengatakan bahwa lebih banyak penderitaditemukanpada kalangan remaja putri. Diperkirakan 7,3 juta pada wanita muda dan 39,4 juta pada pria muda.Penderita HIV AIDS ini rata rata mengenai usia 15-24 tahun , setiap 14 detik terdapat satu terjangkit HIV AIDS di dunia, setiap hari sekitar 6000 orang remaja tercatat sebagai penderita baru HIV AIDS. 87 % penderita hidup di daerah miskin dan berkembang.

Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, penyakit HIV/AIDS di Indonesia merupakan salah satu penyakit menular seksual yang menjadi permasalahan kesehatan yang harus mendapatkan perhatian yang lebih serius oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Indonesia termasuk salah satu Negara di Asia yang mengalami epidemik HIV/AIDS dengan prevalensi yang meningkat tajam dan belum menunjukkan penurunan meskipun upaya penanggulangannya telah dilaksanakan oleh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan swasta serta pemerintah.


(26)

Menurut laporan dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, padaawalabadke 21 peningkatanjumlahkasusdi Indonesia semakinmencemaskan.Padaakhirtahun 2009jumlahkasus AIDS yang dilaporkanberjumlah 1.371 kasus, denganjumlahkasus HIV positifmenjadi 2.720 kasus.Angka kasus HIV/AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan, sampaiDesember 2010 terdapat 24.131 kasus HIV dan 17.998 kasus AIDS, dengan jumlah kematian 1.994 ODHA ( 37,8 % ). Proporsi kasus AIDS pada jenis kelamin laki-laki mencapai 62,7% dan perempuan adalah 37,3 %.

Cara penularan kumulatif kasus HIV/AIDS yang lebih dominan melalui Heteroseksual sebanyak 78,22 %, IDU 16,30 %, Perinatal 2,6 %, Homoseksual 3,3 %. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 15-29 tahun (40,78%), kelompok umur 30-39 tahun (37,32%) dan kelompok umur 40-49 tahun (11,9%) (Dirjen P2M-PL, 2010).

Ditinjau dari penyebaran kasus maka hampir semua Provinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus AIDS, tahun 2010 dilaporkan bahwa kasus tertinggi adalah dari Provinsi DKI Jakarta sebanyak 5.905 jiwa, Jawa Timur sebanyak 2.482 jiwa, Papua sebanyak 1.826 jiwa, Bali sebanyak 1.361 jiwa, Jawa Barat sebanyak 1.294 jiwa, Sumatera Utara 1.195 jiwa, Sulawesi Selatan 1.046 jiwa, Daerah Istimewa Yogyakarta (1.015 jiwa) dan Jawa Tengah sebanyak 976 jiwa, (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2011).

Namun angka tersebut bukanlah keadaan yang sebenarnya karena pada kasus HIV/AIDS yang merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah kasus


(27)

yang kelihatan lebih sedikit dari pada kasus yang tidak kelihatan. Bahaya yang ditimbulkan infeksi HIV ini memang tidak langsung terjadi dalam waktu singkat. Bahkan, orang yang terinfeksi bisa hidup normal dalam jangka waktu lima sampai sepuluh tahun untuk sampai pada stadium munculnya gejala klinis. Penderita baru memeriksakan diri bila sudah timbul gejala-gejala klinis. Hal ini merupakan salah satu penyebab mengapa masih banyak kasus yang belum terdeteksi.Seperti target Millennium Develovment Goals (MDGS), ada delapan tujuan yang ingin dicapai yang salah satunya memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya yang dituangkan dalam Inpres nomor 3 tahun 2010.

Di Sumatera Utara, kasus HIV/ AIDS dari tahun ke tahun juga terus menunjukkan peningkatan. Hingga Desember tahun 2010 jumlah penderita orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebanyak 1.195 jiwa dan 2.917 jiwa terinfeksi HIV (+) yang baru. Kota Medan menduduki peringkat pertama dengan jumlah 931 jiwa ODHA dan 629 dengan HIV (+), Deli Serdang berada pada posisi kedua yaitu sebanyak 169 jiwa ODHA dan 114 jiwa dengan HIV (+). Penderita penyakit ini lebih dominan pada jenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 642 jiwa dengan HIV (+) dan 947 jiwa ODHA. Umumnya penderita penyakit ini berasal dari usia produktif yang usia 20 hingga 39 tahun yaitu sebanyak 834 jiwa dengan HIV (+) dan 1.050 jiwa ODHA. Jumlah kasus HIV/AIDS yang meninggal sebanyak 56 jiwa ODHA.

Sebagian besar kumulatif kasus AIDS ditemukan di Kabupaten Deli Serdang yaitu mencapai 242 kasus dengan pencapaian indikator sebesar (85,54


(28)

%). Kondisi ini menunjukkan perhatian terutama dari pengambilan kebijakan, mengingat prevalensi HIV yang merupakan kriteria keadaan epidemi AIDS yang sudah melewati angka 5% yaitu sebesar 5,85% pada Pekerja Seks Komersial, berdasarkan surveilans HIV tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa HIV/AIDS sudah menyebar pada sub populasi tertentu yaitu salah satunya adalah kelompok penjaja seks.

Epidemi AIDS di Provinsi Sumatera Utara telah direspon dengan berbagai upaya pencegahan baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh kelompok masyarakat. Keberadaan peraturan daerah, diharapkan dapat mengendalikan peningkatan epidemi HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Utara termasuk Kabupaten Deli Serdang yang semakin berkembang. Keadaan ini diduga terjadi karena Kabupaten Deli Serdang khususnya Bandar Baru adalah daerah kecil yang terbuka, merupakan jalur lintas angkutan darat dengan cuaca yang cukup sejuk dan didukung dengan fasilitas transportasi dan penginapan yang memadai serta tingkat mobilitas (datang dan bepergian) yang relatif tinggi. Kondisi seperti ini dapat membuat daerah tersebut sangat rawan untuk terinfeksi HIV/AIDS (Renstra KPA Sumatera Utara, 2007-2009).

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) SP2M yang selama ini memfasilitasi pemberian informasi tentang HIV/AIDS di BandarBaru mengatakan bahwa PSK pada tahun 2009 berjumlah 215 orang. Lokasi Bandarbaru terletak cukup jauh dari kota Medan dengan luas sekitar 10 hektare. Untuk menuju lokasi Bandarbaru tersebut dapat dicapai jalan darat dengan segala alat transportasi.


(29)

Berdasarkan hasil sero survey Dinas Kesehatan Kabupaten Deliserdang tahun 2009 di lokasi Bandarbaru, dari 170 sampel darah PSK yang pernah diperiksa ditemukan 10 kasus (6,9%) positif HIV dan 30 kasus (17,1%) IMS. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Peningkatan insiden ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografi, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan tentang seksual kurang tersebar luas, kontrol HIV/AIDS belum dapat berjalan dengan baik (WHO, 2008). Cara penularan HIV/AIDS yang paling menonjol adalah melalui hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional tahun 2010 mengemukakan bahwa pengidap HIV/AIDS di Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) yang jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000 – 270.000 orang (belum teridentifikasi keseluruhan). Jumlah orang yang diperkirakan rawan tertular HIV sebanyak 13-20 juta orang, kelompok masyarakat yang paling tinggi tingkat penularannya adalah penjaja seks (hetero/homo), dan pengguna Napza suntik. Penderita HIV pada wanita beresiko tinggi ini cukup tinggi.

Untuk mencapai target pengendalian penyebaran dan penurunan angka prevalensi penyakit HIV/AIDS hingga tahun 2015 menjadi 0,2 %, dilaksanakan kegiatan antara lain mengembangkan infrastruktur pelayanan kesehatan,


(30)

pelayanan konseling dan testing secara sukarela melalui Voluntary Conselling Testing (VCT). Target sasaran layanan VCT sangat luas yaitu pada kelompok beresiko tertular dan kelompok rentan, yaitu kelompok masyarakat yang karena ruang lingkup pekerjaan, lingkungan, rendahnya ketahanan keluarga dan rendahnya kesejahteraan keluarga, status kesehatan, sehingga mudah tertular HIV.

VCT merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV/AIDS karena merupakan screenning

Di kota Medan saat ini terdapat 6 klinik VCT yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di kota Medan dan dikembangkan juga ke berbagai puskesmas, salah satunya puskesmas Bandar Baru. Hingga di akhir tahun 2009 klinik VCT telah dikunjungi oleh 2.538 orang dan 865 orang dinyatakan positif HIV (DinKes Propinsi Sumatera Utara 2010)

awal bagi pasangan yang tertular HIV/AIDS sehingga dapat menentukan intervensi. Akan tetapi, kendalanya adalah keengganan bagi pasangan memeriksakan diri dan layanan klinik VCT yang masih langka. Layanan ini dapat didirikan pemerintah seperti puskesmas maupun rumah sakit serta pihak swasta. Selain itu voluntary counselling and testing juga merupakan sarana untuk memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA. VCT juga merupakan salah satu model untuk memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk merubah perilaku beresiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Temuan kasus IMS termasuk HIV/AIDS sebenarnya akan terjadi jika PSK dan pelanggannya memiliki perilaku yang sehat dengan melakukan pemeriksaan rutin ke layanan kesehatan.


(31)

Menurut hasilpenelitian Suzana (2008)tindakan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (pengetahuan dan unsur-unsur lain yang ada dalam diri individu), faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM). Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan PSK tentang pelayanan VCT dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Informasi tersebut bisa didapat dari dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM.

Pengetahuantentang HIV danpencegahannyamerupakanprasyaratpentinguntukmenerapkanperilakusehat.Seb

agianbesargenerasimuda (usia 15-24 tahun) memilikipengetahuanyang komprehensiftentang HIV/AIDS sekitar 15,4 % laki-lakimenikahdan 11,9 % perempuanmenikah.Padakelompok yang belummenikah, barusekitar 20,3 % laki-lakidan 19,8 % padaperempuan yang memilikipengetahuan yang komprehensifdanbenar. Pengetahuankomprehensiftentang AIDS padalaki-lakidanperempuan yang telahmenikahdantinggal di perkotaanlebihtinggi (sebanyak 18,5 %) dibandingkandipedasaan. Dilihatdaritingkatpendidikan yang memberikanpengaruhkepadapengetahuan yang tamatdari SMTA keatassebanyak 28,8 %(SDKI dan SKRRI 2007).

Perubahanperilakuseseorangdariberesikomenjadikurangberesikoterhadap

kemungkinantertular HIV memerlukanbantuanperubahanemosionaldanpengetahuan yang

mendorongnuranidanlogika yang membutuhkanpendekatan


(32)

harusdikembangkanuntukmengelolakejiwaandan proses menggunakanpikiransecaramandiri. Layanankonselingdan testing HIV/AIDS

sukareladapatdilakukan di saranakesehatan yang diselenggarakanolehpemerintahdanmasyarakat.Layanankonselingdan testing HIV/AIDS iniharusberlandaskanpedomankonselingdan testing sukarela agar muulayanandapatdipertanggungjawabkan.

Kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara bisa dapat lebih banyak lagi ditemukan jika setiap kabupaten/kota memiliki program VCT yang berjalan dengan baik. Sampai saat ini hanya ada beberapa klinik VCT yang bisa ditemukan di Sumatera Utara yang sebagian besar merupakan bantuan dari Global Fund yang dananya tidak terlalu besar. Harapan ke depan juga agar disetiap kabupaten/kota membuat VCT masing-masing, karena masalah kesehatan tersebut juga merupakan tanggung jawab masing-masing kabupaten/kota.

Lokasi Bandarbaru yang merupakan daerah perbatasan antara Kecamatan Sibolangit dengan Kabupaten Tanah Karo merupakan lokasi yang cukup besar di Kabupaten Deli Serdang dan banyak mempekerjakan PSK yang jumlahnya setiap tahun terus meningkat. Tahun 2009 terdapat 85 orang PSK dan akhir Desember 2010 jumlah tersebut meningkat menjadi ±115 orang PSK. Tapi angka tersebut bukanlah suatu angka yang pasti, dikarenakan adanya kesulitan yang relatif tinggi untuk dapat mengumpulkan data yang tepat dan akurat Banyaknya tempat tempat mesum, rumah kitik kitik, atau juga kafe kafe yang beroperasi selama 24 jam


(33)

menambang peluang PSK untuk lebih bebas memilih tempat untuk melakukan hubungan yang aman dan nyaman.

Peningkatan ini kemungkinan juga dikarenakan oleh semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi dan semakin kecilnya lapangan pekerjaan, sehingga membuat banyak orang menghalalkan segala cara dalam memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, PSK yang bekerja di Lokalisasi Bandar Baru sangat berpotensi terkena penyakit HIV/AIDS.Hal ini lebih besar berdampak pada PSK dan pelanggan yang tidak menggunakan kondom dengan alasan kepuasan. Di samping itu tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi pengetahuan mereka tentang penyakit HIV/AIDS. Hal ini terlihat dengan adanya anggapan bahwa penyakit HIV/AIDS hanya menular pada kaum homoseksual saja. Di samping itu PSK juga beranggapan bahwa penyakit HIV/AIDS timbul setelah adanya gejala-gejala seperti rasa sakit sewaktu buang air kecil, dan gatal-gatal pada kemaluan. Salah satu PSK juga mengakui bahwa pada saat melakukan aktivitas seksualnya tidak menggunakan kondom sebagai alat pengaman, hal ini dimaksudkan agar pelanggan menjadi bertambah banyak dan merasa puas.

Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Sibolangit merupakan salah satu puskesmas yang sudah memiliki klinik VCT yang lokasinya cukup jauh dari RSU.H. Adam Malik Medan. Namun masyarakat dan khususnya kelompok resiko tinggi terkena HIV/AIDS yang berada diwilayah kerja Puskesmas tersebut kurang


(34)

mengetahui keberadaan dan manfaat dari klinik tersebut, ini terlihat dari data yang disampaikan oleh petugas menunjukkan hanya 10 orang saja di tahun 2010 yang melakukan kunjungan ke VCT. Hal ini menggambarkan bahwa sipenderita tidak merasakan manfaat dari pelayanan klinik VCT tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka melalui tulisan ini akan dilakukan penelitian “Hubungan faktorpendukung (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan,pengetahuan dan sikap) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan)Pekerja Seks Komersial dalam memanfaatkan pelayanan VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang menjadi penting dilakukan, mengingat PSK sangat beresiko terhadap penularan penyakit HIV/AIDS.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya pemanfaatan klinik VCT oleh Pekerja Seks Komersial di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Faktor pendukung (umur, pendidikan, lama bekerja, pendapatan, pengetahuantentang penyakit HIV/AIDS, faktor resiko, pelayanan klinik VCT


(35)

dan sikap),faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan)pekerja seks komersil dengan pemanfaatan klinik VCT untuk mencegah HIV/AIDS di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

2. Hubungan Faktor pendukung (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan dan pengetahuan tentang penyakit, faktor resiko, pelayanan klinik VCT dan sikap ) pekerja seks komersildengan pemanfaatan pelayanan VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

3. Hubungan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan) pekerja seks komersildengan pemanfaatan pelayanan VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan faktor pendukung(umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan, pengetahuan dan sikap) pekerja seks komersil dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.


(36)

2. Ada hubungan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan) pekerja seks komersil dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah

Sebagai informasi tambahan yang dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang khususnya Puskesmas Bandar Baru dalam upaya perencanaan dan evaluasi kebijakan kesehatan tentang pemanfaatan klinik VCT dalam mencegah penyakit menular seksual khususnya HIV/AIDS. 2. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi tambahan kepada masyarakat tentang penyakit menular seksual khususnya HIV/AIDS.

3. Bagi Peneliti

Sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu analisis kebijakan kesehatan tentang hubungan faktor pendukung (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan, pengetahuan dan sikap) dan faktor penguat dengan memanfaatkan pelayanan klinik VCT, dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome 2.1.1. Pengertian HIV/ AIDS

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yaitu sel darah putih dan kemudian menimbulkan AIDS (Depkes 2005). Virus ini merupakan kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk mengkopi cetak komponen genetika diri di dalam komponen genetika sel-sel yang ditumpanginya (Dep.Kes. RI, 2005). Virus HIV termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik, yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia termasuk manusia dan menimbulkan kelainan patologi .

HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh manusia. HIV dapat menyerang salah satu jenis dari seL-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Kerja virus setelah masuk ke dalam tubuh manusia yaitu merusak salah satu jenis sel imun tertentu yang dikenal dengan sel T Helper dan sel tubuh lainya, antara lain sel otak, sel usus, sel paru. Sel T Helper adalah titik pusat pertahanan tubuh, sehingga infeksi HIV menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah. Virus HIV ditemukan dan diisolasikan dari sel limposit T4, limposit B, sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh teutama pada darah, cairan


(38)

sperma, cairan vagina, air susu ibu. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan kumpulan gejala penyakit spesifik yang disebabkan oleh rusaknya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV. Kasus HIV AIDS di dunia dimulai pada tahun 1979 di Amerika Serikat ditemukan pada seorang gay muda dengan Pneumocystis carinii. Peningkatan jumlah kasus HIV dan AIDS sejak akhir tahun 2002 menunjukkan peningkatan yang sangat tajam dari jumlah dimana terinfeksi secara pandemi. Pada awalnya penyakit ini tidak menunjukkan gejala sama sekali, karena masa inkubasinya yang lama (6 bulan sampai lebih dari 10 tahun). Rata-rata masa inkubasi adalah 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Seorang dewasa (lebih dari 12 bulan) dianggap AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dan 1 gejala minor serta gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV/AIDS (PPNI, 2004).

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis

Infectious agent dari AIDS adalah sejenis virus yang tergolong dalam Retrovirus yang mempunyai materi genetic RNA yang disebut dengan HIV. HIV termasuk virus yang sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan, karena bagian luar virus tidak tahan terhadap panas dan bahan kimia. Virus HIV ditemukan


(39)

dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu yang terinfeksi.

Kondisi terinfeksi HIV adalah dimana kurangnya jenis limfosit T helper yang mengandung sel limfosit T4 dengan marker CD4. Limfosit T4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. HIV mempunyai tropisme selektif terhadap sel T4, karena molekul CD4 yang terdapat pada dindingnya adalah reseptor dengan affinitas yang tinggi untuk virus ini. Setelah HIV mengikatkan diri pada molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan kulitnya lepas kemudian dengan enzyme reverse transcrytase dan merubah bentuk RNAnya menjadi DNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetic virus infeksi HIV, dengan demikian menjadi irreversible dan berlangsung seumur hidup.

2.1.3. Epidemiologi HIV/AIDS

Orang yang terinfeksi virus HIV belum disebut dengan AIDS namun akhirnya akan menjadi AIDS dan status HIV positif tidak pernah berubah menjadi HIV negatif. Perlu waktu 3-10 tahun untuk menjadi AIDS. Di Indonesia, penderita AIDS yang pertama kali ditemukan adalah seorang wisatawan asing laki-laki yang meninggal di pulau Bali, April 1987. Penderita AIDS ke dua, sudah 2 tahun menetap di Indonesia dan meninggal di Denpasar Bali, Juni 1988. Peningkatan kasus HIV/AIDS sangat tajam, dimana sampai pada tahun 1991 sejumlah 21 kasus, dan sampai Juni 1996 tercatat 407 kasus. Pada tahun 2000,


(40)

urutan jumlah kasus terbanyak sebagai berikut : Jakarta (362), Irian Jaya (312) Riau (115) dan Jawa Timur (103) kasus HIV/AIDS. Sampai Juni 2001, jumlah kumulatif penderita HIV/AIDS yang dilaporkan rumah sakit mencapai 2150 kasus, dengan kasus HIV sebesar 1572 kasus dan AIDS sebesar 578 kasus dan yang meninggal sebesar 251 jiwa. Jumlah penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan. Peningkatan penyebaran epidemik secara nyata melalui Pekerja Seks Komersial (PSK). Di Propinsi Riau terdapat 8,38% pekerja seks yang HIV positif, Irian Jaya 26,5%, Jawa Barat 5,5% dan DKI Jakarta 3,36% (Depkes, 2003).

Menurut hasil sero survey yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal PPM-PL Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial tahun 2005/2006, menunjukkan bahwa dari 8 provinsi yang dilaporkan, ditemukan 123 spesimen HIV (+) dari 21.076 spesimen yang diperiksa (prevalensi sebesar 3,58%). Spesimen tersebut diambil dari kelompok penduduk yang mempunyai factor resiko tertular HIV/AIDS, seperti WPS (Wanita Penjaja Seks) dan para pengguna narkotika suntikan, serta diperoleh prevalensi tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta sebesar 6,83% (survey dilakukan pada pengguna narkotika suntikan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Fatmawati Jakarta).

Menurut laporan Departemen Kesehatan RI tahun 2010, jumlah kumulatif HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan 31 Maret 2010 adalah 10.156 kasus HIV/AIDS yaitu sekitar 4.333 kasus HIV+ dan sekitar 5.823 kasus AIDS, dan jumlah tersebut meningkat dan meluas ke seluruh penjuru dunia dalam waktu


(41)

yang relatif singkat.. Berdasarkan umur diperoleh proporsi penderita AIDS yang tertinggi pada kelompok usia produktif (20-29 tahun sekitar 64,27%) dan menurut cara penularan AIDS diperoleh proporsi melalui hubungan seksual sebesar 50,23%.

2.1.4. Cara Penularan HIV/AIDS

Menurut Depkes RI (2005), ada 3 cara penularan HIV/AIDS yaitu :

A. Penularan Seksual

Secara umum dapat dikatakan, hubungan seksual adalah cara penularan HIV yang paling sering terjadi. Virus dapat ditularkan dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra atau pasangan seksualnya, baik dari laki-laki atau perempuan atau sebaliknya (heteroseksual) maupun dari sesama jenis kelamin (homoseksual) atau yang mendonorkan semennya kepada orang lain. Resiko terinfeksi HIV melalui hubungan seksual tergantung kepada beberapa hal :

a. Kemungkinan bahwa mitra seksual terinfeksi HIV

Angka kejadian infeksi HIV pada penduduk seksual aktif sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, juga berbeda antara satu kelompok penduduk dengan kelompok penduduk lainnya dalam satu daerah. Kemungkinan proporsi seseorang terinfeksi HIV melalui hubungan seksual, umumnya dapat dikatakan tergantung jumlah proporsi mitra seksual dalam tahun-tahun terakhir. Di daerah yang cara penularan HIV terbanyak melalui hubungan heteroseksual maka kelompok masyarakat yang beresiko


(42)

untuk terinfeksi HIV adalah PSK dan laki-laki yang sering kali berhubungan dengan PSK. Sedangkan untuk negara maju, angka kejadian infeksi lebih tinggi dijumpai pada homoseksual, biseksual dan penggunaan obat narkotika suntik.

b. Cara salah melakukan hubungan seksual

Semua hubungan seksual mempunyai resiko penularan infeksi HIV, namun resiko tertinggi terjadinya infeksi HIV pada pria dan wanita ialah mereka yang berlaku sebagai penerima dari hubungan seksual anal dengan mitra seksual yang terinfeksi HIV. Hubungan cara vaginal kemungkinan membawa resiko tinggi bagi pria dan wanita heteroseksual dari pada oral-genital. Secara teori masturbasi bersama akan memungkinkan adanya pancaran semen atau cairan vagina atau cairan vagina atau cairan mulut (serviks) secara teori dapat menimbulkan resiko penularan HIV.

c. Banyaknya virus yang terdapat dalam darah atau cairan sekresi mitra seksual yang terinfeksi

Seseorang yang terinfeksi HIV jelas akan lebih infeksius sejalan dengan perkembangannya menjadi penderita AIDS.

d. Keberadaan penyakit menular seksual lain yang dapat meningkatkan resiko penularan HIV.


(43)

Penularan ini terjadi melalui transfusi dengan darah yang terinfeksi HIV atau produk darah atau penggunaan jarum yang terkontaminasi dengan HIV atau peralatan lain yang melukai mukosa kulit.

C. Penularan Perinatal

Penularan dari seorang wanita kepada janin yang dikandungnya atau bayinya. Penularan ini dapat terjadi sebelum, selama atau beberapa saat setelah bayi dilahirkan. Resiko penularan HIV dalam rahim si ibu atau selama proses kelahiran.

2.1.5. Perjalanan Infeksi HIV/AIDS

Pada saat seseorang terinfeksi HIV maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk ke dalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada keadaan ini maka kondisi fisik yang bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.

Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan merusak sel darah putih (yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS


(44)

dimana terjadi berbagai infeksi misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dan sebagainya. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut.

2.1.6. Pencegahan HIV/AIDS

Menurut Depkes (KPA Nasional, 2005), pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang dikenal dengan prinsip”ABC” ini telah dipakai dan dilakukan secara internasional, sebagai cara yang paling efektif mencegah infeksi HIV lewat hubungan seksual dengan tingkat prevalensi sebesar 70-80% , prinsip tersebut adalah : 1) Abstinensia yaitu dengan menjauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan. 2) Be faithful yaitu dengan bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan tetap jangka panjang. 3) Condom yaitu pencegahan dengan memakai kondom secara benar dan konsisten untuk pekerja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan abstinensia dan be faithful.

Selain hal tersebut diatas, perlu juga untuk melakukan pencegahan penularan HIV/AIDS melalui berbagai alat yang tercemar darah HIV, antara lain :(a) semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik dan alat-alat medis, jarum tato, pisau cukur) harus disterilisasi, (b) jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain, (c) melakukan skrining terhadap semua darah yang akan ditransfusikan (resiko penularan sebesar 90%), (d) pencegahan penularan dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS kepada janinnya.


(45)

Penanggulangan HIV/AIDS perlu difokuskan pada upaya pencegahan melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Pendidikan kesehatan reproduksi, program pendidik sebaya (peer educator) merupakan hal yang penting dalam KIE disamping upaya lainnya seperti penanggulangan Napza, konseling, pendamping dan perawatan Orang Dengan HIV/AIDS.

Kemajuan ilmu dan teknbologi sampai saat ini belum menemukan obat yang mampu membunuh HIV maupun vaksin untuk mencegah penularannya. Namun ketika virus sudah menginfeksi dan menyerang kekebalan tubuh dapat juga melakukan berbagai upaya pengobatan pada masa inkubasi. Pengobatan yang dimaksud antara lain : (a) Pengobatan suportif, (b) penanggulangan penyakit oportunistik, (c) pemberian obat antivirus, (d) penanggulangan dampak psikososial. Obat-obatan yang digunakan untuk ODHA saat ini hanya lebih pada upaya melemahkan daya progresivitas virus, memperlambat perkembangan virus, memperkuat daya tahan tubuh dengan meningkatkan antibody yang akan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Terapi yang dikenal sebagai terapi Antiretroviral (ART) seperti Nevirapine, Efapirens, Tenovir dan lain-lain dapat diperoleh di rumah sakit tertentu yang sangat menolong penderita ODHA (Widoyono, 2005).

2.2. Pekerja Seks Komersil km

Pekerja Seks Komersil (PSK) atau sebutan lain dengan wanita tuna susila (WTS), pelacur, kupu-kupu malam dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri untuk melakukan hubungan seksual untuk mendapatkan


(46)

upah. Pada masyarakat umum yang disebut sebagai PSK adalah perempuan yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja yang membutuhkan kepuasan hubungan seksual dengan pemberian bayaran (Pratomo, 2002).

Berdasarkan cara menjalankan pekerjaannya PSK dibedakan menjadi 4 kategori, antara lain :

2.2.1. Brothel Prostitution (PSK Bordil)

Brothel prostitotion yaitu praktek PSK yang sebagian penghasilannya diserahkan kepada seseorang yang mengkoordinirnya/Germo. Biasanya PSK kategori ini telah memiliki tempat tertentu atau biasa disebut lokalisasi. Namun dalam kenyataannya PSK kategori ini beroperasi tidak hanya pada lakolisasi yang resmi melainkan juga pada lokalisasi yang tidak resmi seperti Rumah makan, kafe, panti pijat, salon dan sebagainya.

2.2.2. Call Girl Prostitution (PSK panggilan)

Call girl prostitution yaitu PSK yang melayani seseorang dengan cara dipanggil kesuatu tempat biasanya hotel dan pada umumnya dipanggil lewat telepon.

2.2.3. Street Prostitution (PSK Jalanan)

Street prostitution yaitu PSK yang mencari pelanggannya di jalanan atau tempat umum kemudian pergi ketempat tertentu untuk melakukan hubungan seksual.


(47)

Unorganized professional prostitution yaitu PSK yang menjalankan pekerjaannya ditempat-tempat yang disewanya, memiliki pelindung dan perantara khusus atau melalui sopir-sopir taksi sebagai perantara.

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah sebagai berikut :

a. Faktor pendukung (Predisposing Factor) adalah pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, kepercayaan individu, umur, tingkat pendidikan, lama bekerja, pendapatan.

b. Faktor pemungkin adalah mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatanmeliputi biaya, lokasi, kemudahan jangkauan dan keterampilan dan petugas kesehatan.

c. Faktor penguat/pendorong adalah meliputi faktor sikap orang yang ada didekat, seperti: teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan kesehatan memberikan dukungan kepada orang yang beresiko khususnya pekerja seks komersil untuk memanfaatkan sarana dan prasarana dalam pelayanan kesehatan.

2.3.1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari


(48)

luar). Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Teori H. Blum). Dari segi biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Skinner (1938) ahli psikologi yang dikutip oleh Notoatmodjo merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau stimulus organisme respons.

Dilihat dalam bentuk respons terhadap stimulus, perilaku dibedakan menjadi dua: a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.misalnya: seorang yang beresiko terkena HIV/AIDS untuk memeriksakan kesehatannya.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons sesorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu di pengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (hereditas) maka promosi kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green).


(49)

Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan dapat juga diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, media elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.


(50)

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi), menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan


(51)

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).

Berbagai macam cara telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara ini adalah :

a) Cara coba-coba (Trial and Error)

Dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.


(52)

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

d) Melalui jalan pikiran

Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya dengan menggunakan jalan pikirannya.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut ”metode penelitian ilmiah” atau dikenal dengan metode penelitian (research methodology). Dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu :

a) Segala sesuat yang positif, yaitu gejala yang timbul pada saat dilakukan pengamatan.

b) Segala sesuatu yang negatif, gejala tertentu yang tidak timbul pada saat dilakukan pengamatan.

c) Gejala-gejala yang muncul saat bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi tertentu.


(53)

2.3.2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan pencetus (predisposisi) tindakan atau perilaku. Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Ciri-ciri Sikap

Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia. Ciri-ciri sikap adalah :

a) Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan b) Sikap itu dapat berubah-ubah

c) Sikap itu tidak berdiri sendiri

d) Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu

e) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan Aplikasitingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003)


(54)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang tentang HIV/AIDS dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap penyuluhan.

b) Merespon (Responding)

Memberikan pertayaan apabila ditanya, mengerjakan, menyelesaikan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.

c) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Saiffudin yang dikutip oleh Azrul Azwar (2003) sikap terbentuk dari 3 komponen yaitu:

a) Komponen Kognitif (cognitive)

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorrang mengenai apa yng berlaku bagi objek sikap.

b) Komponen afektif (affective)

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.


(55)

c) Komponen perilaku (behavior/conative)

Dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan denga objek sikap yang dihadapinya.

Dalam interaksi sosial,terjadi hubungan saling menghargai di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbale balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebgai anggota masyarakat Lebih lanjut interaksi social ini meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap individu adalah:

a) Faktor interinsik, meliputi: kepribadian, intelejensi, bakat, minat, perasaan, serta kebutuhan dan motivasi seseorang.

b) Faktor ekstrinsik, meliputi : faktor lingkungan, pendidikan, idiologi, ekonomi, politik dan pertahanan dan keamanan.

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo 2007).

2.3.3. Tindakan atau Praktek (Practice)

Suatu sikap belum langsung terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan ( Notoatmodjo, 2007).


(56)

Menurut Notoatmodjo, tingkat-tingkat praktek sebagai berikut : a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

b. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

c. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

d. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan tersebut sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenarannya.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.4. Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan kesehatan (health need) pada dasarnya bersifat objektif,dan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, untuk memenuhi upaya kesehatan tersebut bersifat mutlak.


(57)

Tuntutan kesehatan yang bersifat subjektif banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan social ekonomi (Azwar, 1996). Tuntutan kesehatan ini ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan kesehatan. Voluntary Conseling Testing merupakan salah satu bagian dari sarana pelayanan kesehatan secara umum.Perkembangan teknologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan pelayanan kesehatan, karena perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 1996).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan peenyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu : tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) dan bermutu (quality).

Karakteristik pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan berdasarkan jenis, tujuan maupun unit kesehatan. Pelayanan kesehatan berdasarkan jenis/tipe pelayanan di rumah sakit, psikolog, dokter gigi, perawat dan lain-lain. Pelayanan kesehatan juga dikategorikan berdasarkan tujuan, seperti pelayanan primer, sekunder dan tersier. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang juga berdasarkan unit kesehatan seperti jumlah pertemuan dengan tenaga kesehatan selama periode waktu tertentu (Andersen, 1974).


(58)

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor sosiokultural, yang terdiri dari faktor teknologi pengobatan dan norma atau nilai yang berlaku di masyarakat.

2. Faktor organisasi, yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, akses geografis, akses sosial, karakteristik proses dan struktur organisasi pelayanan kesehatan. 3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen, yang terdiri dari : (a) faktor

sosiodemografis yaitu umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan) dan (b) faktor sosial psikologis yaitu persepsi terhadap penyakit serta sikap dan keyakinan tentang pelayanan kesehatan.

Menurut Smet (2005) keyakinan masyarakat umum tentang kesehatan dan kesakitan lebih spesifiknya mengenai etiologi juga akan mempengaruhi perilaku mencari bantuan, yaitu apakah orang akan mencari bantuan atau tidak serta petugas kesehatan yang akan dimintai konsultasi oleh si sakit. Selain itu ciri-ciri karakteristik seperti jenis kelamin, ras, umur yang sering ditetapkan dalam berbagai literatur menjadi variabel yang penting dalam hubungannya dengan perilaku mencari bantuan.

Menurut Sarwono (2007) yang mengutip pendapat Mechanic proses yang terjadi dalam diri individu sebelum menentukan untuk mencari upaya pengobatan, antara lain :(a) dikenalinya atau dirasakannya gejala-gejala/tanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa, (b) banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya, (c) dampak gejala itu terhadap hubungan


(59)

dengan keluarga, hubungan kerja dalam kegiatan sosial lainnya, (d) frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak, (e) nilai ambang dari mereka yang terkena gejala (susceptibility) atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit, (f) informasi pengetahuan dan asumsi budaya tentang penyakit itu, (g) perbedaan interpretasi terhadap gejala yang dikenal, (h) adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku mengatasi gejala, (i) tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tersebut, tersedianya biaya dan kemampuan.

Berdasarkan gejala yang dirasakan, faktor-faktor yang membuat seseorang mencari pelayanan kesehatan adalah : (a) gejala penyakit terasa mengerikan sedangkan perawatannya tersedia, (b) orang biasanya akan berobat terhadap gejala penyakit yang diperkirakan akan menyebabkan akibat yang serius, (c) merasa cemas, hal ini terkait dengan krisis interpersonal, (d) gejala penyakit yang timbul dapat mengancam hubungan dengan orang lain, (e) dukungan dari orang lain seperti teman untuk mencari pelayanan kesehatan.

Menurut Notoatmojo (2003) yang mengutip pendapat Becker mengatakan bahwa perilaku yang berkaitan dengan tindakan seseorang yang sedang sakit untuk mencari penyembuhan disebut perilaku sakit. Dalam hal ini ada beberapa tindakan yang timbul adalah: (a) Didiamkan saja, artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari, (b) mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri, baik obat tradisionil maupun dengan beli obat di warung, (c) mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke tempat pelayanan kesehatan.


(60)

Seseorang baru akan mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau dari informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut. Menurut teori Health Belief Model, suatu tindakan kesehatan yang dilakukan dipengaruhi oleh variable sosial psikologis dan demografi. Perilaku pada saat mengalami gejala penyakit dipengaruhi secara langsung oleh persepsi individu mengenai ancaman penyakit dan keyakinannya terhadap manfaat dari suatu tindakan kesehatan. Seseorang tidak akan mencari tempat pertolongan medis bila mereka kurang mempunyai pengetahuan dan motivasi relevan dengan kesehatan, bila mereka memandang keadaan masih belum berbahaya dan bila tidak yakin terhadap keberhasilan suatu intervensi medis dan melihat adanya beberapa kesulitan dalam melaksanakan perilaku kesehatan yang dibutuhkan (Sarwono, 2007).

Ciri-ciri demografi seperti jenis kelamin, ras, umur yang sering ditetapkan dalam berbagai literature menjadi variable yang penting dalam hubungannya dengan perilaku mencari bantuan. Perbedaan demografis seperti ; orang yang lebih tua (umur), wanita (jenis kelamin), tidak menikah atau diceraikan (status perkawinan),status pekerjaan, tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi, melaporkan lebih banyak gejala penyakit (Smet, 1994).


(61)

Program pencegahan HIV/AIDS difokuskan pada pembentukan perilaku masyarakat untuk tidak terpapar pada rantai penularan HIV/AIDS, antara lain melalui kontak seksual dan kontak jarum suntik. Bentuk kegiatan pencegahan HIV/AIDS untuk meningkatkan kesadaran akan resiko HIV/AIDS dan adopsi perilaku aman untuk mencegah kontak dengan rantai penularan HIV/AIDS.

2.5. Voluntary Counseling and Testing (VCT) 2.5.1. Definisi Konseling dalam VCT

Definisi Voluntary Counseling Test (VCT) adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.

2.5.2. Peran Konseling dan Testing Sukarela (VCT)

Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positf maupun negatif. Layanan ini


(62)

termasuk konseling, dukungan, akses untuk suportif, terapi infeksi oportunistik dan ART.

VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan resiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan resiko. Konseling dan testing HIV sukarela yang dikenal sebagai VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan masyarakat.

2.5.3. VCT untuk Pekerja Seks Komersil

Konseling dan Tes HIV sukarela di klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) adalah titik awal pelayanan dan perawatan yang berkelanjutan dan merupakan tempat mereka datang untuk bertanya, belajar dan menerima status HIV seseorang dengan privasi yang terjaga, yang mampu menjangkau dan menerapkan perawatan dan upaya pencegahan yang efektif. Defenisi Voluntary Counseling Test (VCT) adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue


(63)

HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.

Konseling dalam VCT merupakan kegiatan yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS. Konseling VCT juga dapat membantu orang mengetahui statusnya lebih dini, menekankan kepada aspek perubahan perilaku, peningkatan kemampuan menghadapi stress, ketrampilan pemecahan masalah. Konseling HIV juga menekankan pada issue HIV terkait seperti bagaimana hidup dengan HIV, Pencegahan HIV ke pasangan, dan issue-issue HIV yang berkelanjutan. Elemen Penting dalam VCT adalah : tersedia waktu, penerimaan klien dan berorientasi kepada klien, mudah dijangkau dan merasa nyaman.

Testing (T) yang berarti layanan yang berkualitas dan selesai satu hari lebih hemat dan meningkatkan orang untuk melakukan tes dan permintaan untuk VCT. Dalam hal ini membuktikan bila seseorang dipaksa tes maka mereka akan menolak dan menjauh dibandingkan dengan memberikan pengertian dan informasi yang benar.

Pada tahun 1993, VCT sudah mulai diadakan di Kalimantan Barat kemudian di Jakarta, pelayanan VCT di RS. Cipto Mangunkusumo mulai diadakan pada tahun 1995. Dalam lima tahun berikutnya pelayanan VCT telah dikembangkan ke berbagai daerah dengan dukungan dari USAIDS, GFATM dan AusAID. Saat ini telah tersedia 326 pelayanan VCT di hampir 200 kabupaten. Pedoman pelayanan VCT secara


(1)

DukunganSeprofesi * PemanfaatanKlinik VCT Crosstabulation

PemanfaatanKlinik VCT

Total tidak ya

DukunganS eprofesi

Buruk Count 35 11 46

% within DukunganSeprofesi 76.1% 23.9% 100.0% % within PemanfaatanKlinik VCT 66.0% 35.5% 54.8%

% of Total 41.7% 13.1% 54.8%

Baik Count 18 20 38

% within DukunganSeprofesi 47.4% 52.6% 100.0% % within PemanfaatanKlinik VCT 34.0% 64.5% 45.2%

% of Total 21.4% 23.8% 45.2%

Total Count 53 31 84

% within DukunganSeprofesi 63.1% 36.9% 100.0% % within PemanfaatanKlinik VCT 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Logistic Regression

Case Processing Summary

UnweightedCasesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 84 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 84 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 84 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

tidak 0

ya 1

Block 0: Beginning Block

Classification Table

a,b

Observed

Predicted PemanfaatanKlinik VCT

Percentage Correct tidak ya

Step 0 PemanfaatanKlinik VCT tidak 53 0 100.0

ya 31 0 .0

Overall Percentage 63.1

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


(3)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Peng.VCTK 5.574 1 .018

SeprofesiK 7.371 1 .007

PetugasKesK 7.364 1 .007

Overall Statistics 17.454 3 .001

Block 1: Method = Forward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 7.438 1 .006

Block 7.438 1 .006

Model 7.438 1 .006

Step 2 Step 6.302 1 .012

Block 13.740 2 .001

Model 13.740 2 .001

Step 3 Step 5.268 1 .022

Block 19.008 3 .000


(4)

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square Nagelkerke R Square

1 103.181a .085 .116

2 96.879a .151 .206

3 91.611b .203 .277

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Table

a

Observed

Predicted PemanfaatanKlinik VCT

Percentage Correct

tidak ya

Step 1 PemanfaatanKlinik VCT tidak 35 18 66.0

ya 11 20 64.5

Overall Percentage 65.5

Step 2 PemanfaatanKlinik VCT tidak 51 2 96.2

ya 22 9 29.0

Overall Percentage 71.4

Step 3 PemanfaatanKlinik VCT tidak 38 15 71.7

ya 9 22 71.0

Overall Percentage 71.4


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a SeprofesiK 1.263 .474 7.086 1 .008 3.535 1.395 8.958

Constant -1.157 .346 11.213 1 .001 .314

Step 2b Peng.VCTK 1.309 .534 6.003 1 .014 3.703 1.299 10.551 SeprofesiK 1.398 .505 7.665 1 .006 4.047 1.504 10.885 Constant -1.647 .429 14.699 1 .000 .193

Step 3c Peng.VCTK 1.371 .558 6.042 1 .014 3.939 1.320 11.751 SeprofesiK 1.209 .523 5.344 1 .021 3.351 1.202 9.339 PetugasKesK 1.226 .554 4.902 1 .027 3.408 1.151 10.089 Constant -2.350 .579 16.481 1 .000 .095

a. Variable(s) entered on step 1: SeprofesiK. b. Variable(s) entered on step 2: Peng.VCTK.

Model if Term Removed

Variable Model Log Likelihood Change in -2 Log Likelihood df Sig. of the Change

Step 1 SeprofesiK -55.310 7.438 1 .006

Step 2 Peng.VCTK -51.590 6.302 1 .012

SeprofesiK -52.576 8.273 1 .004

Step 3 Peng.VCTK -49.014 6.417 1 .011

SeprofesiK -48.605 5.599 1 .018

PetugasKesK -48.440 5.268 1 .022

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 1 Variables Peng.VCTK 6.355 1 .012

PetugasKesK 5.080 1 .024

Overall Statistics 11.146 2 .004


(6)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a SeprofesiK 1.263 .474 7.086 1 .008 3.535 1.395 8.958

Constant -1.157 .346 11.213 1 .001 .314

Step 2b Peng.VCTK 1.309 .534 6.003 1 .014 3.703 1.299 10.551 SeprofesiK 1.398 .505 7.665 1 .006 4.047 1.504 10.885 Constant -1.647 .429 14.699 1 .000 .193

Step 3c Peng.VCTK 1.371 .558 6.042 1 .014 3.939 1.320 11.751 SeprofesiK 1.209 .523 5.344 1 .021 3.351 1.202 9.339 PetugasKesK 1.226 .554 4.902 1 .027 3.408 1.151 10.089 Constant -2.350 .579 16.481 1 .000 .095

a. Variable(s) entered on step 1: SeprofesiK. b. Variable(s) entered on step 2: Peng.VCTK.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012

4 47 154

Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perkonomian Wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB

4 70 129

Pengaruh Pengetahuan Dan Persepsi Penderita Hiv/Aids Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tentang Penyakit AIDS Dan Klinik VCT Terhadap Tingkat Pemanfaatan Klinik VCT Tahun 2010

5 63 94

Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentanginfeksi Menular Seksual (IMS) Di Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

4 49 92

Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentang Kesehatan Reproduksi di Lokasi Pantai Nirwana Wilayah Kecamatan Puskesmas Tembilahan Kota (Riau) Tahun 2008

3 31 62

Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS Dan VCT Di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009

1 44 97

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 9