Profile Komisi Pemilihan Umum KPU di Indonesia Berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,

pemilihan umum pemilu.Melalui pemilihan umum ini, rakyat diberi hak untuk memilih pemimpin mereka sendiri. Ini berarti pemerintah demokrasi ialah pemerintahan yang mendapat mandat dan persetujuan rakyat untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Sebaliknya pemerintahan diktator tidak membenarkan pemilu diadakan. 6 Pemilihan umum atau pemilu, merupakan salah satu dari parameter demokrasi. Dalam sebuah negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur, terbuka bagi setiap warga negara yang mempunyai hak memilih dan dipilih, rakyat bebas dalam menggunakan hak pilihnya sesuai dengan perhitungan kepentingannya secara rasional, tanpa ada paksaan dan rasa takut, bebas dalam mengambil bagian pada setiap tahap penyelenggaraan pemilu 7 . Bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pilih, perlindungan bagi setiap individu terhadap pengaruh-pengaruh luar yang tak diinginkan saat ia memberikan suara, dan perhitungan yang jujur dan terbuka terhadap hasil pemungutan suara. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, dengan adanya pemilu barulah sebuah negara demokrasi akan tahu siapa yang terpilih yang akan menjadi kepala Negara. Pendapat ini senada dengan bunyi BAB 1 pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum 6 Tun Moh Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet III, Ampang: Dawarna Sdn, Bhd, 2006, hal. 169. 7 Syukron Kamil, Islam dan Demokrasi: Telaah Konseptual dan Histori, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2002, hal. 34. Anggota DPR, DPD, DPRD yang berbunyi, Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945. 8 Pemilu membawa pengaruh besar terhadap sistem politik suatu Negara.Melalui pemilu masyarakat berkesempatan berpartisipasi dengan memunculkan para calon pemimpin dan penyaringan calon-calon tersebut. 9 Pada hakikatnya pemilu, di negara manapun mempunyai esensi yang sama. Pemilu, berarti rakyat melakukan kegiataan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin Negara. Pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat yang memilihnya. Sebagai sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dalam negara Republik Indonesia, maka pemilu bertujuan antara lain : 1. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib. 2. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat. 3. Dalam rangka melakukan hak-hak asasi warga Negara. 10 Sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam pembukaan dan pasal 1 UUD 1945 bahwa Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat, yang 8 Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Jakarta: Gradien Mediatama, 2008, hal. 11. 9 Titik Tri Wulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,Jakarta: Kencana, Cet ke II, 2001, hal. 332. 10 Titik Tri Wulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,Jakarta: Kencana, Cet ke II, 2001, hal. 333. dimaksudkan di sini adalah kedaulatan yang dipunyai oleh rakyat itu antara lain tercermin di laksanakan pemilu dalam waktu tertentu. Karenanya pemilu adalah dalam rangka untuk memberi kesempatan kepada warga negara untuk melaksanakan haknya, dengan tujuan : 1. Untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan kedaulatan yang dipunyai. 2. Terbuka kemungkinan baginya untuk duduk dalam badan perwakilan rakyat sebagai wakil yang dipercayakan oleh para pemilihnya. Dengan demikian, maka pada dasarnya pemilu sangat penting artinya bagi setiap warga Negara, partai politik, dan pemerintahan.Bagi pemerintahan yang di hasilkan dari pemilu yang jujur, berarti pemerintahan itu mendapat dukungan yang sebenarnya dari rakyat, tetapi jika pemilu dilaksanakan tidak dengan jujur, maka dukungan rakyat tersebut bersifat semu. Jauh sebelum sistem demokrasi diterapkan oleh mayoritas negara di seluruh dunia, Islam sudah menerapkan sistem yang sama seperti demokrasi dewasa ini, pada zaman khalifah sudah ada lembaga penyelenggara pemilu yang diberi nama ahl Al-hall wa al-Aqdi lembaga ini memiliki kewenangan untuk : 1 menetapkan siapa saja kandidat khalifah yang memenuhi syarat untuk merebutkan tahta khalifah dalam pemilu, 2 mengumumkan nama- nama kandidat khalifah tersebut kepada masyarakat sehingga sebelum masuk ke bilik suara setiap pemilih telah mengetahui dengan pasti siapa calon yang akan ddipilihnya dan 3 menentukan hari, tanggal dan jam pemilihan kepala Negara. Tapi bila kepala negara dipilih oleh ahl Al hall wa al-Aqd maka dalam konteks Indonesia, fungsi institusi tersebut sama seperti MPR di masa lalu, sebelum amandemen 1945, yang antara lain mempunyai kewenangan untuk memilih presiden dan wakil presiden. 11 Penjelasan di atas merupakan gambaran, bahwa sistem pemilihan umum memang sangat pas untuk sistem sebuah negara dewasa ini, pemilu pun merupakan sebuah media demokrasi tersendiri untuk mendapatkan atau untuk memilih kepala negara dan wakil kepala negara bahkan untuk menentukan wakil rakyat yang akan mewakili segala aspirasi mereka. Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai masalah yang berkaitan dengan kinerja pelaksanaan Pemilihan Umum pemilu yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU di Indonesia dalam penyelenggaraan pemilu yang dalam pelaksanaannya terdapat beberapa permasalahan sehingga penulis mengambil judul skirpsi : “Penetapan Kepala negara OlehKomisi Pemilihan Umum KPU Dalam Pelaksanaan Pemilu di Indonesia” Studi Kajian Ketatanegaraan Islam

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah Berdasarkan paparan pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini yang dibatasi 11 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, Jakarta: Erlangga, 2008, hal. 165. adalahmengenai kinerja Komisi Pemiihan Umum KPU dalam menyelenggarakan pemilihan kepala negara yang dilaksanakan di Indonesia. 2. Perumusan Masalah Adapun masalah yang dikaji dalam skirpsi ini ialah sebagai berikut : a. Bagaimana kepala negara yang terpilih dari hasil pemilihan umum Republik Indonesia ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU ? b. Bagaimana konsep Pemilihan Umum kepala negara Republik Indonesia ditinjau dari presepektif ketatanegaraan Islam ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai di antaranya : 1. Untuk mengetahui proses penetapan Kepala negara oleh Komisi Pemilihan Umum KPU dalam penyelenggaraan pemilihan kepala negara di Indonesia. 2. Untuk mengetahui peranan KPU dalam menerapkan konsep ketatanegaraan Islam dalam pengangkatan kepala Negara. Adapun manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kajian keilmuan tentang Komisi Pemilihan Umum, Dewan Perwakilan Rakyat dan Partai Politik 2. Menambah wawasan bagi para civitas akademik dalam seputar kinerja Komisi Pemilihan Umum KPU di Indonesia dan ketatanegaraan Islam.

D. Tinjauan Pustaka

Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang politik Islam telah dilakukan, baik mengkaji secara spesifik topik tersebut ataupun yang mengkaji secara umum yang sejalan dengan bahasan penelitian ini. Berikut merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut baik yang berupa buku maupun skripsi, di antaranya : 1. Judul : ‘Nilai-nilai Ketatanegaraan Islam dalam pelaksanaan pemilu di Malaysia’, Penulis : Abdul Iladi Bin RipinSSSJS2008 Skripsi ini menguraikan serta menjelaskan mengenai nilai-nilai ketatanegaraan Islam dalam pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia 2. Judul : ‘Dinamika Partai Amanat Nasional Dalam Pemilu 1999 dan 2004 di Indonesia’. Penulis : Edi MulyadiIPSA2009 Skripsi ini menjelaskan mengenai eksistensi Partai Amanat Nasional dan integritas dalam percaturan Pemilihan Umum di Indonesia pada Tahun 1999 dan 2004. 3. Judul : ‘Pola Komunikasi Politik PKS Studi Komparatif Pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 di Kota Depok’. Penulis : Yudhi Dwi PradanaIPSPII2009 Skripsi ini berisi tentang pola komunikasi yang diterapkan dalam suksesi pemenangan Pemilu pada tahun 2004 di Kota Depok dengan cara pendekatan terhadap masyarakat dan membentuk lembaga-lembaga kemanusian yang mampu menampung aspirasi masyarakat tersebut. 4. Judul : ‘Islam dan Tata Negara’ Ajaran, Sejarah, Pemikiran Penulis : Munawir Sjadzali Yang menjelaskan tentang proses pengangkatan kepala negara khilafah, dalam pelaksanaannya Islam mengajarkan beberapa metode pengangkatan kepala Negara, namun tidak terlepas dari konsep keadilan. Sementara itu dari studi terdahulu di atas, maka penulis pun akan memaparkan bahwa yang menjadi pembeda dari judul di atas ialah, penulis menjelaskan mengenai bagaimana kepala negara yang terpilih dalam pemilihan umum di Republik Indonesia ditetapkan oleh komisi pemilihan umum KPU, serta pentingnya sebuah lembaga yang mengurusi terkait pemilihan umum. Serta tinjauan ketatangeraan Islam dalam pengangkatan kepala negara oleh KPU di Indonesia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Ditinjau dari segi data yang diperoleh, penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriftif. Diawali dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahaan data yang diperoleh dari informasi untuk memberikan penjelasan dan argumentasi 12 . Dalam penelitian kualitatif menurut Noeng Muhadjir diterapkan model logika reflektif, yang di dalamnya proses 12 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UII-Press, 2006, hal. 32. berfikir membuat abtraksi dan proses berfikir membuat penjabaran berlangsung cepat. 13 2. Objek Penelitian Dalam penelitian ini objek yang terkait adalah kinerja Komisi pemilihan Umum KPU dalam penetapan kepala negara .Penelitian ini sangat menarik karena dalam pelaksanaan pemilu semenjak Era Reformasi terdapat banyak sekali permasalahan. 3. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu : a. Data Primer Data Primer antara lain : data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada Fungsionalis Komisi Pemilihan Umum, serta dokumen- dokumen yang terkait dengan Komisi Pemilihan Umum. b. Data Sekunder Data Sekunder antara lain : data yang diperoleh melalui data-data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini baik berupa buku, majalah ataupun media internet. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini ialah analisi kualitatif dan setelah memperoleh data, maka penulis akan mengolah data dengan menggunakan metode deskriftif dan komperatif. 13 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif : Pendekatan Positivistik, Fenomenologik, dan Realisme Metafisik, Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama,Yogyakarta: Raka Sarasin, 1996, hal. 6. Yaitu analisis perbandingan antara pelaksanaan pemilu di Indonesia dan ketatanegaraan Islam.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang utuh serta menyeluruh, maka penelitian skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I Berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Konsep Islam mengenai institusi penyelenggara pemilu,

Membahas tentang, Prinsip Islam dalam Pemilihan Umum di Indonesia dan pandangan ketatanegaraan Islam dalam penetapan kepala negara

BAB III Profile Komisi Pemilhan Umum di Indonesia yang meliputi;

sejarah pemilu di Indonesia dan ketatanegaraan Islam, Visi dan Misi KPU di Indonesia, pelaksanaan pemilu di Indonesia oleh KPU BAB IV Analisis ketatanegaraan Islam dalam penetapan kepala negara di Indonesia, memuat; kesesuaian nilai ketatanegaraan Islam terhadap kinerja KPU dan perbandingan penetapan kepala negara dalam Islam dengan penetapan kepala negara oleh KPU di Indonesia

BAB V Merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

12 BAB II KONSEP ISLAM TENTANG INSTITUSI PENYELENGGARA PEMILU A. Sejarah Kelahiran Institusi Pemilu Dalam Ahl al Hall Wa al Aqd Sebagaimana yang telah kita ketahui, sudah lebih dari 1400 tahun yang lalu batu sendi pembentukan masyarakat Islam telah diletakkan di kota Makkah di bawah situasi dan kondisi yang sangat tidak bersahabat dan memusuhi. Memulai dan kemudian secara bertahap mengembangkan suatu masyarakat Islami, di dalam sistem yang sangat bertolak belakang inilah yang merupakan tujuan seumur hidup Rasulullah saw. Ketika masyarakat Islam mencapai kemerdekaan politiknya, juga setelah organisasi-organisasi dalam negerinya maju selangkah dalam rangka membentuk tahap suatu negara regular, Rasulullah Muhammad saw. Menjadi dan diakui sebagai kepala negara pertamanya. Beliau sama sekali tidak dipilih oleh siapa pu. Beliau telah dipilih untuk tugas ini oleh Allah yang maha kuasa sendiri. Selama berpuluh-puluh tahun beliau mengemban tugas sebagai kepala negara tersebut sampai wafatnya. Beliau wafat tanpa sama sekali meninggalkan perintah-perintah yang jelas ataupun calon-calon pengganti atau penunjukan pengganti beliau. Karena tidak adanya isyarat-isyarat yang jelas ini, dan dengan mengambil dasar pada perintah Al-Qur’an agar segala urusan umat diputuskan secara musyawarah, para sahabat dengan tepat telah menyimpulkan bahwa sepeninggal Rasul, seleksi dan penunjukan kepala negara Islam telah diserahkan kepada kehendak pemilihan dari kaum Muslim yang harus dilaksanakan sejalan dengan jiwa perintah Al-Qur’an tersebut. 1 1 . Abu A’la Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1995, hal. 255-256. Setelah Nabi Muhammad saw wafat, kaum muslim di Madinah membentuk kelompok-kelompok politik yang berbeda seperti Anshar, Muhajirin dan Bani Hasyim. Masing-masing kelompok ini memiliki pemimpin tersendiri. Anshar dipimpin oleh Sa’ad ibn Ubadah, Muhajirin mendukung Abu Bakar dan Umar, sedangkan Bani Hasyim memberikan dukungan kuat kepada Ali. Sumber-sumber sejarah hidup Nabi sirah Nabawiyah memberikan gambaran mengenai pemilihan khalifah pertama, Abu Bakar. Kaum Anshar mengklaim kekuasaan dengan alasan bahwa mereka merupakan bagian terbesar dari angkatan bersenjata muslim. Mereka menyarankan sebagai alternative agar kedaulatan dibagi di kalangan umat. Kaum Muhajirin mempertahankan kesatuan umat Islam dan mengklaim kekuasaan dengan alas an bahwa semua orang Arab hanya mau menerima kepemimpinan dari suku Quraisy. Klaim Bani Hasyim, berkumpul di balairung Bani Saadah dan mengadakan perdebatan politik. Peristiwa ini disebut pula peristiwa Saqifah. Disitu, Umar mengusulkan Abu Bakar sebagai khalifah, dan mayoritas menerima usulan tersebut. Setelah itu, kaum Muhajirin dan Anshar memberikan bay’ah kepada Abu Bakar. 2 Pengangkatan Umar sebagai khalifah dilakukan melalui penunjukan oleh Abu Bakar. Terdapat sebuah pandangan yang menyatakan bahwa ditunjuknya Umar oleh Abu Bakar merupakan hasil konspirasi mereka setelah Nabi Muhammad meninggal. Konspirasi itu dilakukan untuk mengalahkan calon 2 . Nur Mufid dan A. Nur Fuad, Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyah Al-Mawardi,Jakarta: Pustaka Progresif, 2000, hal. 58-59. yang diajukan baik oleh kaum Anshar maupun oleh keluarga Bani Hasyim. Bahkan Bernard Lewis menyebut pemilihan Abu Bakar sebagai sebuah bentuk coup d’etat. Menyadari bahwa potensi konflik di kalangan umat Islam sangat tinggi, Umar mempersiapkan penggantinya dengan membentuk sebuah dewan formatur atau komite yang terdiri dari tujuh orang untuk melakukan musyawarah dalam rangka memilih khalifah ketiga. Tujuh tokoh tersebut ialah, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Waqqas, Thalhah, Zubair ibn Awwam, Abdruhman bin Auf dan Abdullah bin Umar. Ketujuh tokoh inilah yang disebut sebagai anggota ahl al-hall wa al-aqddalam masalah suksesi. Secara harfiyah, ahl al-hall wa al-aqd berarti orang yang dapat memutuskan dan mengikat. Para ahli fiqih siyasah merumuskan pengertian, ahl al-hall wa al-aqd sebagai orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama umat warga Negara. Menurut M. Iqbal , ahl al-hall wa al-aqd adalah lembaga perwakilan yang menampung dan meyalurkan aspirasi atau suara masyarakat. 3 Dalam hal menentukan kepala Negara, sejarah Islam tidak menjelaskan keterlibatan langsung masyarakat untuk member suara. ahl al-hall wa al aqd berfungsi menentukan berdasarkan musyawarah. Berangkat dari parktik yang dilakukan al-khulafa’ al-Rasyidun inilah para ulama siyasah merumuskan pandangannya tentang ahl al-hall wa al-aqd. Menurut mereka, para khalifah tersebut, dengan empat cara pemilihan yang berbeda-beda, dipilih oleh pemuka umat Islam untuk menjadi kepala Negara. 3 . Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasahkontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hal. 137-138.