Metode Penelitian Analisis Ketatanegaraan Islam dalam Penetapan Kepala

12 BAB II KONSEP ISLAM TENTANG INSTITUSI PENYELENGGARA PEMILU A. Sejarah Kelahiran Institusi Pemilu Dalam Ahl al Hall Wa al Aqd Sebagaimana yang telah kita ketahui, sudah lebih dari 1400 tahun yang lalu batu sendi pembentukan masyarakat Islam telah diletakkan di kota Makkah di bawah situasi dan kondisi yang sangat tidak bersahabat dan memusuhi. Memulai dan kemudian secara bertahap mengembangkan suatu masyarakat Islami, di dalam sistem yang sangat bertolak belakang inilah yang merupakan tujuan seumur hidup Rasulullah saw. Ketika masyarakat Islam mencapai kemerdekaan politiknya, juga setelah organisasi-organisasi dalam negerinya maju selangkah dalam rangka membentuk tahap suatu negara regular, Rasulullah Muhammad saw. Menjadi dan diakui sebagai kepala negara pertamanya. Beliau sama sekali tidak dipilih oleh siapa pu. Beliau telah dipilih untuk tugas ini oleh Allah yang maha kuasa sendiri. Selama berpuluh-puluh tahun beliau mengemban tugas sebagai kepala negara tersebut sampai wafatnya. Beliau wafat tanpa sama sekali meninggalkan perintah-perintah yang jelas ataupun calon-calon pengganti atau penunjukan pengganti beliau. Karena tidak adanya isyarat-isyarat yang jelas ini, dan dengan mengambil dasar pada perintah Al-Qur’an agar segala urusan umat diputuskan secara musyawarah, para sahabat dengan tepat telah menyimpulkan bahwa sepeninggal Rasul, seleksi dan penunjukan kepala negara Islam telah diserahkan kepada kehendak pemilihan dari kaum Muslim yang harus dilaksanakan sejalan dengan jiwa perintah Al-Qur’an tersebut. 1 1 . Abu A’la Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1995, hal. 255-256. Setelah Nabi Muhammad saw wafat, kaum muslim di Madinah membentuk kelompok-kelompok politik yang berbeda seperti Anshar, Muhajirin dan Bani Hasyim. Masing-masing kelompok ini memiliki pemimpin tersendiri. Anshar dipimpin oleh Sa’ad ibn Ubadah, Muhajirin mendukung Abu Bakar dan Umar, sedangkan Bani Hasyim memberikan dukungan kuat kepada Ali. Sumber-sumber sejarah hidup Nabi sirah Nabawiyah memberikan gambaran mengenai pemilihan khalifah pertama, Abu Bakar. Kaum Anshar mengklaim kekuasaan dengan alasan bahwa mereka merupakan bagian terbesar dari angkatan bersenjata muslim. Mereka menyarankan sebagai alternative agar kedaulatan dibagi di kalangan umat. Kaum Muhajirin mempertahankan kesatuan umat Islam dan mengklaim kekuasaan dengan alas an bahwa semua orang Arab hanya mau menerima kepemimpinan dari suku Quraisy. Klaim Bani Hasyim, berkumpul di balairung Bani Saadah dan mengadakan perdebatan politik. Peristiwa ini disebut pula peristiwa Saqifah. Disitu, Umar mengusulkan Abu Bakar sebagai khalifah, dan mayoritas menerima usulan tersebut. Setelah itu, kaum Muhajirin dan Anshar memberikan bay’ah kepada Abu Bakar. 2 Pengangkatan Umar sebagai khalifah dilakukan melalui penunjukan oleh Abu Bakar. Terdapat sebuah pandangan yang menyatakan bahwa ditunjuknya Umar oleh Abu Bakar merupakan hasil konspirasi mereka setelah Nabi Muhammad meninggal. Konspirasi itu dilakukan untuk mengalahkan calon 2 . Nur Mufid dan A. Nur Fuad, Bedah Al-Ahkamus Sulthaniyah Al-Mawardi,Jakarta: Pustaka Progresif, 2000, hal. 58-59. yang diajukan baik oleh kaum Anshar maupun oleh keluarga Bani Hasyim. Bahkan Bernard Lewis menyebut pemilihan Abu Bakar sebagai sebuah bentuk coup d’etat. Menyadari bahwa potensi konflik di kalangan umat Islam sangat tinggi, Umar mempersiapkan penggantinya dengan membentuk sebuah dewan formatur atau komite yang terdiri dari tujuh orang untuk melakukan musyawarah dalam rangka memilih khalifah ketiga. Tujuh tokoh tersebut ialah, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Waqqas, Thalhah, Zubair ibn Awwam, Abdruhman bin Auf dan Abdullah bin Umar. Ketujuh tokoh inilah yang disebut sebagai anggota ahl al-hall wa al-aqddalam masalah suksesi. Secara harfiyah, ahl al-hall wa al-aqd berarti orang yang dapat memutuskan dan mengikat. Para ahli fiqih siyasah merumuskan pengertian, ahl al-hall wa al-aqd sebagai orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama umat warga Negara. Menurut M. Iqbal , ahl al-hall wa al-aqd adalah lembaga perwakilan yang menampung dan meyalurkan aspirasi atau suara masyarakat. 3 Dalam hal menentukan kepala Negara, sejarah Islam tidak menjelaskan keterlibatan langsung masyarakat untuk member suara. ahl al-hall wa al aqd berfungsi menentukan berdasarkan musyawarah. Berangkat dari parktik yang dilakukan al-khulafa’ al-Rasyidun inilah para ulama siyasah merumuskan pandangannya tentang ahl al-hall wa al-aqd. Menurut mereka, para khalifah tersebut, dengan empat cara pemilihan yang berbeda-beda, dipilih oleh pemuka umat Islam untuk menjadi kepala Negara. 3 . Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasahkontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hal. 137-138.