Isolasi Senyawa Steroida Dari Daun Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr)

(1)

ISOLASI SENYAWA STEROIDA DARI DAUN TUMBUHAN

SISARAH

(Spilanthes acmella

Murr.

)

SKRIPSI

EVA YUNITA T 050802008

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

ISOLASI SENYAWA STEROIDA DARI DAUN TUMBUHAN

SISARAH

(

Spilanthes acmella

Murr.

)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EVA YUNITA T 050802008

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA STEROIDA DARI DAUN

TUMBUHAN SISARAH (Spilanthes acmella Murr.)

Kategori : SKRIPSI

Nama : EVA YUNITA T

Nomor Induk Mahasiswa : 050802008

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Januari 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof.Dr.Tonel Barus Drs. Albert Pasaribu, MSc

NIP:130517489 NIP:131945357

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP 130 459 466


(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA STEROIDA DARI DAUN TUMBUHAN SISARAH (Spilanthes acmella Murr.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2010

EVA YUNITA T 050802008


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang sudah memberikan kasih dan karunia-Nya bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini guna melengkapi syarat dalam memperoleh gelar sarjana kimia di FMIPA USU Medan.

Keberhasilan dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini juga tidak luput dari perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, pemulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs.Albert Pasaribu,MSc selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telah meluangkan waktu dalam memberikan pemikiran, pengarahan, petunjuk, serta saran kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof.Dr.Tonel Barus selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dalam memberikan pemikiran, pengarahan, petunjuk, serta saran kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs.Johanes Simorangkir,MS selaku kepala Laboratorium Kimia Bahan Alam beserta para stafnya atas fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian sampai tersusunnya skripsi ini.

4. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS selaku Ketua Jurusan Kimia dan Bapak Drs.Firman Sebayang,MS selaku Sekretaris Jurusan Kimia FMIPA USU yang turut memberikan pengarahan dan mensahkan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Staf Dosen jurusan Kimia FMIPA USU yang telah mendidik selama penulis dalam masa perkuliahan.

6. Teman- teman asisten Laboratorium Kimia Bahan Alam:Whendy, Evi, Beldina, Albee,serta kepada adik-adikku asisten: Roni, Qiting, Saulina yang telah membantu dan memberikan perhatiannya kepada penulis selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini.


(6)

7. Seluruh teman-teman mahasiswa/i jurusan Kimia USU khususnya stambuk ’05 atas perhatian, bantuan dan dukungannya.

8. Sahabat- sahabat ku: Vera, Ocha, Dewi, Catherine, Jubel, Dwi, Rina,Novrida,atas bantuannya selama ini.

9. Teman terbaikku Royto Sihombing atas perhatian dan dukungannya selama ini.

Akhirnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tuaku, Ayahanda tercinta K.Tarigan dan Ibunda tersayang T.Sagala serta kepada adik-adikku yang terbaik (Lina, Nita dan Sri) yang telah memberikan doa, semangat serta dorongan baik secara materi maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari spenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGHARGAAN ii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2 1.3. Tujuan Penelitian 3 1.4. Manfaat Penelitian 3 1.5. Lokasi Penelitian 3 1.6. Metodologi Penelitian 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Sisarah 5 2.1.1. Pengenalan Morfologi Dari Tumbuhan Daun Sisarah 5 2.1.2. Pengenalan Nama Daerah Tumbuhan Sisarah 5 2.1.3. Sifat dan Khasiat Tumbuhan Sisarah 6 2.1.4. Sistematika Tumbuhan Sisarah 6 2.1.5 Senyawa Kimia yang Terkandung Pada Famili Asteraceae 7 2.2. Senyawa Terpenoida 7 2.2.1. Klasifikasi Senyawa Terpenoida 8 2.3. Senyawa Triterpenoida 9 2.3.1.Klasifikasi Senyawa Triterpenoida 9 2.4. Senyawa Steroida 12 2.4.1.Klasifikasi Senyawa Steroida 13 2.4.2.Biosintesis Senyawa Steroida 14 2.4.3.Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Terhadap Tumbuhan 16 2.5. Teknik Pemisahan 17 2.5.1. Ekstraksi 18 2.5.2. Kromatografi 18 2.5.2.1. Pembagian Kromatografi 18 2.5.2.2. Kromatografi Lapis Tipis 19 2.5.2.3. Kromatografi Kolom 21 2.6. Teknik Spektroskopi 23 2.6.1. Spektrofotometri Inframerah ( FT – IR ) 23 2.6.2. Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) 25 BAB III. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1. Alat – alat 27 3.2. Bahan – bahan 28


(8)

3.3.1. Penyediaan Sampel 29 3.3.2. Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Tumbuhan Sisarah 29

3.3.2.1. Skrining Fitokimia 29

3.3.2.2. Analisis Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) 30 3.3.3. Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia Dari Ekstrak

Serbuk Daun Tumbuhan Sisarah 30

3.3.4 Isolasi Senyawa Steroid Dengan Kromatografi Kolom 31

3.3.5 Rekristalisasi 31

3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi Dengan Kromatografi Lapis 3.3.7 Tipis

32

3.3.8 Penentuan Titik Lebur 32

3.3.9 Analisis Spektroskopi Kristal Hasil Isolasi 32 3.3.9.1 Uji Kristal Hasil Isolasi Dengan

Spektrofotometer InfraMerah (FT-IR 32 3.3.9.2 Uji Kristal Hasil Isolasi Dengan Spektroskopi

Resonansi Magnetik Inti Proton 1H-NMR 32

3.4. Bagan Penelitian 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 34

4.2. Pembahasan 35

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 38

5.2. Saran 38


(9)

ABSTRAK

Isolasi senyawa steroida yang terdapat pada daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksana, lalu dipekatkan. Fraksi n-heksana pekat yang diperoleh diserbukkan ke dalam silika gel, kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah diisi dengan silika gel 60G (E.Merck.Art.10180) sebagai fasa diam dan selanjutnya dielusi dengan n-heksana 100%; n-heksana:etil asetat dengan meningkatkan kepolarannya.

Kristal yang diperoleh pada fraksi n-heksana:etil asetat (90:10v/v) direkristalisasi untuk memperoleh kristal yang murni. Kristal yang telah murni diperoleh sebanyak 77 mg, berbentuk jarum, berwarna putih, dengan titik lebur 151oC-153oC.

Kristal ini selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan Spektoskopi Inframerah (FT-IR) dan Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR).

Dari hasil data spektroskopi yang dan hasil analisis terhadap kristal hasil isolasi serta membandingkannya dengan spectrum senyawa pembanding β-Sitosterol menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh adalah suatu senyawa steroida.


(10)

ISOLATION OF STEROID COMPOUND FROM THE LEAVES OF SISARAH (Spilanthes acmella Murr.)

ABSTRACT

The isolation of steroid compound which contained in the leaves of Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) has been done by using maceration technique with methanol solvent. The crude extract formed was concentrated by rotary evaporator to get the concentrated methanol extract. The concentrated methanol extract was extracted partition by hexane, and then concentrated. The concentrated extract n-hexane yielded mixed with silica gel, then put into column chromatography by using silica gel 60 G (E.Merck.Art.10180) and eluted with hexane 100% and n-hexane:ethyl acetate by increase the polarity.

The crystal yielded in n-hexane:ethyl acetate (90:10v/v) fraction. It was recrystalized to get a pure crystal. The weight of pure crystal is 77 mg, needles, and white, with melting point is 151oC-153oC.

The crystal was identified by Fourier-Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR).

Based on spectroscopy data and analysis of crystal and compare to a standard spectrum 1H-NMR of β-Sitosterol, it shows that the crystal is a steroid compound.


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambar Tumbuhan Sisarah 42 Lampiran 2 Determinasi Tumbuhan Sisarah 43 Lampiran 3 Kromatografi Lapisan Tipis Ekstrak n-Heksana Daun

Tumbuhan Sisarah 44

Lampiran 4 Kromatogrram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Bercak Dengan Sinar Ultra Violet 46 Lampiran 5 Spektrum Inframerah Senyawa Hasil Isolasi 47 Lampiran 6 Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Hasil Isolasi 48 Lampiran 7 Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Hasil Isolasi (Ekspansi) 49 Lampiran 7 Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Pembanding

(β-Sitosterol) 50

Lampiran 8 Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Pembanding


(12)

ABSTRAK

Isolasi senyawa steroida yang terdapat pada daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksana, lalu dipekatkan. Fraksi n-heksana pekat yang diperoleh diserbukkan ke dalam silika gel, kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah diisi dengan silika gel 60G (E.Merck.Art.10180) sebagai fasa diam dan selanjutnya dielusi dengan n-heksana 100%; n-heksana:etil asetat dengan meningkatkan kepolarannya.

Kristal yang diperoleh pada fraksi n-heksana:etil asetat (90:10v/v) direkristalisasi untuk memperoleh kristal yang murni. Kristal yang telah murni diperoleh sebanyak 77 mg, berbentuk jarum, berwarna putih, dengan titik lebur 151oC-153oC.

Kristal ini selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan Spektoskopi Inframerah (FT-IR) dan Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR).

Dari hasil data spektroskopi yang dan hasil analisis terhadap kristal hasil isolasi serta membandingkannya dengan spectrum senyawa pembanding β-Sitosterol menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh adalah suatu senyawa steroida.


(13)

ISOLATION OF STEROID COMPOUND FROM THE LEAVES OF SISARAH (Spilanthes acmella Murr.)

ABSTRACT

The isolation of steroid compound which contained in the leaves of Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) has been done by using maceration technique with methanol solvent. The crude extract formed was concentrated by rotary evaporator to get the concentrated methanol extract. The concentrated methanol extract was extracted partition by hexane, and then concentrated. The concentrated extract n-hexane yielded mixed with silica gel, then put into column chromatography by using silica gel 60 G (E.Merck.Art.10180) and eluted with hexane 100% and n-hexane:ethyl acetate by increase the polarity.

The crystal yielded in n-hexane:ethyl acetate (90:10v/v) fraction. It was recrystalized to get a pure crystal. The weight of pure crystal is 77 mg, needles, and white, with melting point is 151oC-153oC.

The crystal was identified by Fourier-Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR).

Based on spectroscopy data and analysis of crystal and compare to a standard spectrum 1H-NMR of β-Sitosterol, it shows that the crystal is a steroid compound.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di Indonesia merupakan salah satu kekayaan alam yang perlu untuk dilestarikan, mengingat peranan dan khasiat dari tumbuhan tersebut yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat berupa pemeliharaan kesehatan dan pengobatan. Penggunaan tumbuh-tumbuhan tertentu sebagai tanaman obat untuk pengobatan penyakit tertentu merupakan warisan turun – temurun dari dahulu sampai sekarang. Penggunaan tumbuhan tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan mengingat di dalam tumbuhan tersebut terdapat kandungan senyawa-senyawa kimia berkhasiat. Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang tertarik untuk menyelidiki kandungan senyawa kimia apa saja yang mungkin terdapat dalam tumbuhan obat tersebut.

Mencari senyawa-senyawa baru yang belum pernah ditemukan dan diharapkan dapat dipergunakan kelak sebagai bahan obat, makin mendorong arti pentingnya peranan Kimia Bahan Alam (Natural Products Chemistry) dalam segala aspek kehidupan, baik peranannya dalam bidang kesehatan, farmasi, kosmetika, dan disiplin ilmu lain yang terkait.

Tumbuhan berkhasiat umumnya mengandung senyawa terpenoida dalam keadaan bebas maupun terikat dengan senyawa glikosida. Kebanyakan senyawa terpenoida terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tidak terikat dengan senyawa – senyawa lain, tetapi banyak diantara senyawa terpenoida tersebut yang terdapat sebagai glikosida, ester dari asam organik dan dalam beberapa hal terikat dalam protein. Senyawa terpenoida yang meliputi kimia steroida sekarang merupakan bagian utama dalam bidang Kimia Organik Bahan Alam. (Sastrohamidjojo,H,1996)

Penelitian terhadap senyawa ini umumnya didasarkan pada famili tumbuhan atau dari penggunaan ekstrak tumbuhan yang masih dipergunakan untuk mengobati penyakit tertentu secara tradisional.

Salah satu tumbuhan berkhasiat yang telah dikenal sebagai obat tersebut adalah daun Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.). Tanaman ini merupakan tumbuhan


(15)

yang telah lama dikenal oleh sebagian masyarakat yang tinggal di daerah Sidikalang, Sumatera Utara. Tumbuhan ini oleh masyarakat setempat digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati sakit gigi, rematik, luka, dan demam.

Penelitian terhadap tumbuhan ini belum banyak dilakukan. Namun, dari studi literatur, senyawa spilanthol merupakan kandungan utama yang terdapat pada ekstrak etanol tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.).(D.K.Saraf and V.K.Dixit.,2002). Selanjutnya Sabitha A. Rani, et.all meneliti bioaktifitas ekstrak dari bunga tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.).

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah di dalam tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) terdapat senyawa steroida.

1.2 Permasalahan

Dari uji pendahuluan terhadap ekstrak metanol daun Tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) ternyata mengandung senyawa steroida. Dari hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian bagaimana cara mengisolasi senyawa steroida tersebut.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa steroida yang terkandung dalam daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.). 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumber informasi ilmiah terutama di bidang Kimia Bahan Alam dan farmakologi bahwa daun Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) mengandung senyawa steroida.

1.5 Lokasi Penelitian

Sampel yang diteliti diperoleh dari desa Sigalingging, Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA Universitas Sumatera Utara. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) di Kantor Bea Cukai Bagian Identifikasi Barang, Belawan,Medan dan Spektrofometri


(16)

Resonansi Magnetik Inti (1H-NMR) dilakukan di laboratorium Dasar Bersama FMIPA Universitas Airlangga, Surabaya.

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian sampel yang digunakan adalah daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) berupa serbuk halus yang kering sebanyak 1000 g. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan uji skrining fitokimia dengan menggunakan pereaksi – pereaksi pada senyawa steroida yaitu dengan menggunakan pereaksi Salkowsky dan Lieberman – Bouchard dan 1% Cerium Sulfat dalam Asam Sulfat 10%.

Kemudian tahapan Isolasi yang dilakukan adalah : - Ektraksi Maserasi

- Analisis Kromatografi Lapisan Tipis - Analisis Kromatografi Kolom - Kristalisasi/ Rekristalisasi - Analisis Kristal

Tahapan analisis kristal hasil isolasi yang dilakukan mencakup : - Analisis Kromatografi Lapisan Tipis

- Pengukuran Titik lebur

- Identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer Inframerah (FT–IR) dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H – NMR).


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.)

2.1.1. Pengenalan Morfologi Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) Tinggi tumbuhan : 70-80 cm

Akar tumbuhan : tunggang, berwarna putih kecoklatan

Bentuk daun : berbentuk bulat telur, daun tunggal, berhadapan, ujung meruncing, tepi rata, pangkal runcing, berwarna hijau, panjang daun 1,5-6 cm, lebar 1-4 cm

Bunga : berbentuk bulat, benang sari berbentuk jarum, berwarna ungu

Buah : keras, berwarna hitam, panjang 1-1,5 mm (D.K.Saraf and V.K.Dixit,2002)

2.1.2 Pengenalan Nama Daerah Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) Di Indonesia tumbuhan Sisarah memiliki nama daerah diantaranya di daerah karo (Sirah-rah), Sidikalang dan Siborong-borong (Sisarah), Simalungun (Siru-rus), Minangkabau (Gatang), Melayu (Getang), Ternate (Baga), Jawa Tengah (Legetan), Sunda (Jutang Sawah)

2.1.3 Sifat Dan Khasiat Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.)

Spilanthes acmella Murr. termasuk ke dalam famili Asteraceae, juga dikenal sebagai tumbuhan penyembuh sakit gigi. Tumbuhan ini merupakan tanaman semak berukuran 30-60 cm. Tanaman ini merupakan tumbuhan asli daerah tropis seperti India, Brazil dan Indonesia. Bagian dari tumbuhan ini yaitu akar, batang, daun dan bunganya digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai obat tradisional. Seperti bunganya sebagai obat gusi berdarah dan sakit gigi. Bagian yang lain seperti akar bisa digunakan sebagai obat diare. Akar, putik bunga dan bagian lainnya mengandung senyawa yang dikenal dengan nama spilanthol yang merupakan stimulan yang sangat kuat dan bersifat analgesik lokal. Tumbuhan ini telah diaplikasikan dalam bidang farmasi, anti sakit gigi dan sebagai obat kumur. Selain itu tumbuhan Sisarah


(18)

(Spilanthes acmella Murr.) juga dapat digunakan untuk obat rematik. Sebagai suplemen nutrisi sejumlah kecil ekstrak tumbuhan telah digunakan sebagai pemanis yang tidak mempengaruhi bau makanan dan minuman. (Supaluk,P.,et all.,2009)

2.1.4 Sistematika Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) Sistematika tumbuhan Sisarah adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Dicotyledoneae Kelas : Asterales Famili : Asteraceae

Genus : Acmella

Spesies : Spilanthes acmella Murr.

2.1.5 Senyawa Kimia yang Terkandung Pada Famili Asteraceae

Famili Asteraceae merupakan salah satu famili tumbuhan yang tersebar luas dengan 30.000 spesies dan lebih dari 1100 genus. (Radford,1986)

Kebanyakan dari tumbuhan ini mengandung aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh senyawa sesquiterpen sebagai salah satu metabolit sekunder. Selain itu Asteraceae juga mengandung senyawa kimia lain seperti polifenol, flavanoida. (Sabitha A.R.,et all,2006)

Salah satu Famili Asteraceae yang sudah diteliti adalah tumbuhan Jombang (Taraxacom Officinale Weber et Wiggers). Herba mengandung flavanoids (isoquerin, hyperin), taraxasterol, taraxacerin, taraxerol, taraxin, kholine, inulin, pektin, koumesterol, asparagin dan vitamin (A,B dan D). Inulin adalah oligosakarida yang mempunyai khasiat prebiotik. Akar mengandung taraxol, taraxerol, taraxin, taraxa sterol, β-amyrin, stigmasterol, β-sitosterol, choline, levolin, pectin, inulin, kalsium, kalium, glukosa, dan fruktosa. Daun mengandung lutein, violaxanthin, plasloquinone, tannin, karotenoid, kalium, natrium, kalsium, choline, copper, zat besi, magnesium, fosfor, silikon, sulfur, Vitamin (A,B1,B2, C dan D). Bunga mengandung arnidol dan flavoxanthin. (Dalimartha,2008)


(19)

2.2 Senyawa Terpenoida

Senyawa terpenoida berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa – senyawa itu dibagi – bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoida terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoida dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40 ). Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter, atau kloroform, dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silica gel atau alumina memakai pelarut di atas. (Harborne,J.B.,1983)

2.2.1 Klasifikasi Senyawa Terpenoida

Senyawa terpenoida dapat terbagi ke dalam beberapa golongan utama terpenoida, yaitu :

Jumlah satuan isoprena

Jumlah

karbon Golongan Jenis utama dan sumbernya

1 2 3 4 6 8 n C5 C10 C15 C20 C30 C40 Cn Isoprena Monoterpenoida Seskuiterpenoida Diterpenoida Triterpenoida Tetraterpenoida Poliisoprena

Dideteksi dalam daun Hamammelis japonica Monoterpena dalam minyak atsiri tumbuhan Seskuiterpenoida dalam minyak atisiri

Seskuiterpenoida dalam lakton (dalam Compositae)

Abisin (mis: asam abisat)

Asam diterpena dalam damar tumbuhan Giberalin (mis: asam giberelat)

Sterol (mis:sitosterol) Triterpena (mis : β-amirin) Saponin (mis : yamogenin) Glikosida jantung

Rubber contohnya tumbuhan Hevea brasiliensis Karotenoid (mis :β-karotena)


(20)

2.3 Senyawa Triterpenoida

Merupakan senyawa turunan dari terpenoida dan memiliki struktur dengan kelipatan enam satuan isoprene. Tersebar luas dalam damar gabus dan kitin tumbuhan, yang paling penting dan tersebar luas adalah triterpena pentasiklik. Memiliki nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena bekerja sebagai anti fungus, insektisida, dan anti serangga.

Contoh: Lanosterol

Lanosterol

Senyawa triterpenoida yang dijumpai di alam terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk asiklik dan siklik. Di alam, senyawa ini terdapat pada tumbuhan dan hewan, senyawa ini terdapat dalam bentuk ester dari senyawa glikosida atau membentuk suatu senyawa yang kerangka dasarnya mempunyai persekutuan dengan senyawa glikosida, berarti senyawa – senyawa triterpenoida di alam mempunyai bentuk – bentuk yang berbeda dan tergantung pada senyawa – senyawa tersebut. (Manitto,P.,1992)

2.3.1 Klasifikasi Senyawa Triterpenoida

Berdasarkan bentuk dan keadaan senyawa triterpenoida, maka senyawa ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.Senyawa steroida

Merupakan salah satu golongan senyawa triterpenoida yang struktur dasarnya mempunyai cincin tetrasiklik yang tak jenuh.


(21)

2. Senyawa triterpena

Di dalam senyawa triterpenoida ini terdapat dalam bentuk asiklik dan siklik, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Triterpena asiklik, yaitu senyawa triterpena yang tidak mempuinyai cincin tertutup pada strukturnya, misalnya skualena, senyawa ini berupa kristal yang tidak berwarna, mempunyai titik leleh tinggi, dan bersifat optis aktif.

Contoh : Skualena

-. Triterpena trisiklis, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai tiga cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya Ambrein.

- Triterpena tetrasiklis, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai empat cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya Lanosterol. Dimana senyawa ini merupakan golongan tetrasiklis yang memiliki rangka perhidroksiklopentanofenantren dan dapat dianggap sebagai intermediate, dan senyawa ini berhubungan erat dengan struktur sterol.

Contoh : Lanosterol

-Triterpena pentasiklis, yaitu triterpena yang mempunyai lima cincin tertutup pada struktur molekulnya. Senyawa ini terdapat pada tumbuh – tumbuhan yang terikat dengan senyawa – senyawa gula yang disebut dengan triterpen glikosida.


(22)

3.Saponin

Saponin adalah salah satu golongan triterpenoida glikosida, dimana kerangka dasarnya berhubungan erat dengan struktur senyawa sterol dan triterpenoida. Bila senyawa ini dihidrolisis akan menghasilkan suatu senyawa aglikon ( saponin steroida ) dan glikosida ( gula ). Aglikon yang membentuk senyawa saponin ini adalah merupakan senyawa triterpenoida, sterol dan sapogenin steroida. Senyawa saponin dapat menurunkan tegangan permukaan cairan dan dapat menghemolisi darah. Saponin larut dalam air, biasanya berasa pahit. Contohnya : Halogenin

4. Kardiak glikosida

Kardiak glikosida adalah salah satu golongan triterpenoida, dimana kerangka dasarnya sama dengan triterpenoida dan steroida. Akan tetapi pada atom C17 berikatan langsung dengan senyawa glikosida atau senyawa turunan furan. Senyawa kardiak glikosida ini sukar dihidrolisa sebab ikatan ikatan glikosida tadi tidak sama dengan ikatan glikosida pada senyawa saponin. Senyawa saponin adalah suatu senyawa ester dari suatu glikosida dengan aglikon. (Makin,L.H,1975)

Contoh : Digitoksigenin

2.4 Senyawa Steroida

Merupakan nama umum untuk senyawa– senyawa penyusun lipida yang meliputi sterol, asam empedu, kardiak glikosida, saponin, dan hormon seks. Secara sederhana, steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan ( siklopentenofenantren ). Androstan adalah suatu sistem cincin tetrasiklik, keempat cincinnya berturut – turut ditandai dengan A, B, C, dan D, dan semua atom C yang terdapat dalam struktur diberi nomor mulai dari 1 sampai dengan 19. (Tobing,R.L,1989)


(23)

Nukleus Siklopentanofenantren

Gambar di atas merupakan strktur dasar dari senyawa steroida.(Robert,W.C.,1987) Sterol

Merupakan alkohol steroida dari sumber nabati dan hewani, contohnya Farnesol, C15H26O (akasia); ergostol, C28H44O (ragi); kolesterol, C27H46O; sitosterol, C29H48O (gandum). (Grant,1987)

Inti steroida dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoida tetrasiklik lain, tetapi hanya pada dua gugus metil yang terikat pada sistem cincin, pada posisi 10 dan 13. Nama “sterol” dipakai khusus untuk steroida alkohol, tetapi karena praktis, semua steroida tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C3, seringkali semuanya disebut sterol. (Robinson,T.,1995)

Kolesterol

Kolesterol menjadi sumber utama yang berasal dari binatang. Banyak terdapat pada sel dan lipoprotein serta pada steroida hormon. Kolesterol juga dapat ditemukan pada jaringan badan, terutama dalam otak, tulang belakang, dan dalam bentuk lemak hewan. (Zeelen,F.J.,1990)

Kolesterol merupakan steroida yang paling umum. Kolesterol jarang ditemukan dalam tumbuhan, meskipun sterol yang berhubungan erat dengannya misalnya stigmasterol, merupakan komponen yang penting dalam tumbuhan. (Manitto,P.,1992)


(24)

2.4.1 Klasifikasi Senyawa Steroida

Pembagian steroida berdasarkan sifat fisiologisnya adalah sebagai berikut: 1. Sterol

Contohnya: Ergosterol dan Stigmasterol 2. Asam-asam empedu

Contohnya: Asam Kolat dan Asam Litokolat 3. Hormon Seks

Contohnya: Destron dan Progesteron 4. Hormon Adrenokartikoid

Contohnya: Kortison dan Aldosteron. (Makin,L.H.,1975)

2.4.2 Biosintesis Senyawa Steroida

Jalur biosintesis steroida adalah sebagai berikut: (Stanley,P.,1988) CH3COOH CH3 – C – ScoA

Asam asetat Asetil Ko-A O

2CH3 – CO – SCoA CH3– CO – CH2CO – SCoA + CoA – SH CH3 – CO – CH2CO – SCoA + CoA – SH + CH3 – CO – SCoA

OH OH O

CH3 – C – CH2 – CO – SCoA CH3 – C – CH2 – C - OH CH2 – CO – SCoA CH2 – CH2 – OH

Asam mevalonat

3 x C5

OPP Farnesil pirofosfat OPP Isopentenil pirofosfat


(25)

FPP

CH3 CH3

Skualena OH CH3

Protosterol Karbonium Ion

Protosterol karbonium ion

Sikloartenol Lanosterol

FITOSTEROL KOLESTEROL ( Tumbuhan ) ( Hewan ) 2.4.3 Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Terhadap Tumbuhan

Untuk mengisolasi senyawa triterpenoida dari tumbuhan dikenal lima metode yaitu:

1. Metode isolasi Senyawa Triterponoida Secara Umum

Pemakaian teknik kromatografi banyak digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa terpenoida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Hal ini disebabkan karena hasilnya sangat baik untuk pemisahan suatu senyawa dalam jumlah yang sedikit dan juga disebabkan karena senyawa-senyawa ini mempunyai sifat hampir berdekatan dalam golongan yang sama. Pemisahan senyawa triterpena dimana hasilnya lebih baik dengan menggunakan silika gel tipe 60.


(26)

2. Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Harborne

Pada metode ini, tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu, lalu dihaluskan. Serbuk tumbuhan diekstraksi dengan metanol panas, lalu dipekatkan. Untuk memisahkan garam-garam anorganik ditambahkan kristal MgSO4 anhidrid dan dipisahkan dengan cara menyaring. Larutan ekstrak ini kemudian diserbukkan dengan MgO yang kemudian diekstraksi secara bertingkat dengan n-heksana, kloroform,dan benzena. Fraksi metanol dipisahkan dengan kolom kromatgografi dengan adsorben alumina dan developer benzena:etil asetat (1:1v/v). Fraksi yang diperoleh diuapkan hingga terbentuk residu dan kemudian residu ini dikristalisasi dengan pelarut metanol sampai terbentuk kristal.

3. Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Byung Hoon Han dan Lin Keun Woo Tumbuhan yang telah kering diekstraksi dengan metanol panas, kemudian ekstrak dipekatkan. Ekstrak metanol pekat ditambahkan aquadest dengan perbandingan yang sama dan disaring. Filtrat air kemudian diekstraksi secara partisi dengan menggunakan pelrut eter dan butanol. Kemudian fraksi butanol dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Fraksi pekat dianalisa dengan kolom kromatografi. Dari hasil analisa kolom kromatografi akan diperoleh senyawa triterpena.

4. Metode Isolasi Senyawa Triterpena Oleh Bhatnager

Tumbuhan yang telah dikeringkan terlebih dahulu dihilangkan lemaknya dengan cara menggunakan pelarut n-heksana, eter, kemudian diekstraksi kembali dengan metanol. Ekstrak metanol diuapkan, selanjutnya direfluks dengan HCl 2N selama 3 jam. Hasil refluks diekstraksi berulang-ulang dengan eter dan dicuci dengan air suling sampai bebas asam. Kemudian larutan eter dikumpulkan dan dikeringkan dengan Natrium Sulfat, kemudian hasilnya direkristalisasi dengan pelarut metanol.

5. Metode Isolasi Senyawa Triterpenoida Oleh Morris

Tumbuhan yang telah kering dihidrolisa dengan HCL 2N selama 4 jam, kemudian disaring dan dicuci sampai netral. Residu yang diperoleh dikeringkan pada suhu 80oC sampai 100oC selama 4-6 jam,kemudian diekstraksi dengan n-heksana pada suhu 60-700C selama 8 jam, selanjutnya diuapkan hingga berbentuk kristal.(Hutapea,S.H.,1992)


(27)

2.5 Teknik Pemisahan

Dalam ilmu kimia dan fisika dikenal dua macam cara pemisahan yaitu pemisahan kimia dan pemisahan fisika, yang keduanya mempunyai dasar yang sama yaitu berdasarkan pemisahan fase.

a. Pemisahan Kimia : Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang memanfaatkan adanya perbedaan yang sangat besar dari sifat-sifat komponen dalam campuran yang hendak dipisahkan. Salah satu perbedaan sifat fisika yang dimanfaatkan adalah perbedaan yang besar dari kelarutan masing-masing komponen yang hendak dipisahkan. Contoh: ekstraksi

b. Pemisahan Fisika : Teknik pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang bertitik tolak pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam satu golongan. Banyak sekali perbedaan kecil sifat-sifat fisik senyawa-senyawa organik antara lain: daya penguapan, kemampuan adsorbsi, kelarutan, polaritas dan ukuran molekul.(Muldja,M.H.,1955)

2.5.1 Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum diekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu. Kemudian diekstraksi dengan salah satuu cara di atas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya: n-heksana, benzene, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air.

Ektraksi dianggap selesai bila tetesan ekstrak yang terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanyapelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotaryevaporator. (Harborne,J.B.,1983)

2.5.2 Kromatografi

Kromatografi didefenisikan sebagai pemisahan campuran dari dua atau lebih senyawa atau ion dengan mendistribusikannya diantara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa bergerak. Dasar dari pemisahan ini adalah perbedaan daya serap atau daya larut pada kedua fasa tersebut. (Linus,P.,1954)


(28)

2.5.2.1 Pembagian Kromatografi

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari kedua fasa ini.

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada 4 macam sistem kromatografi, yaitu:

a) Fasa gerak zat cair – Fasa tetap zat padat

Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi: - Kromatografi Lapisan Tipis

- Kromatografi Lapisan Ion b) Fasa gerak gas – Fasa tetap padat

- Kromatografi gas – padat

c) Fasa gerak zat cair – Fasa tetap zat cair Dikenal sebagai kromatografi partisi - Kromatografi Kertas

d) Fasa gerak gas – Fasa tetap zat cair - Kromatografi gas – cair

- Kromatografi Kolom Kapiler (Muldja,M.H.,1955) 2.5.2.2. Kromatografi Lapisan Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egan Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena memberikan banyak keuntungan misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu cepat dan daya pisah cukup baik. (Stahl,E,1969)

Kromatografi merupakan metoda pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut dalam lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil. Satu kekurangan kromatografi lapis tipis yang asli adalah kerja penyaputan plat kaca dengan penyerap. Bila kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi kertas, kelebihan kromatografi lapis tipis adalah keserbagunaan, kecepatan dan


(29)

kepekaannya. Keserbagunaan kromatografi lapis tipis disebabkan oleh kenyataan bahwa di samping selulosa, sejumlah penyerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada plat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi.(Sudjadi,1986)

Tehnik dasar dalam melaksanakan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut. Pertama kali lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau plat lain, misalnya berukuran 5 x 20 cm. Tebal lapisan adsorben dapat bervariasi tergantung penggunaannya. Larutan campuran senyawa yang akan dipisahkan diteteskan pada kira-kira 1,5 cm dari bagian bawah plat dengan menggunakan pipet mikro atau syringe. Zat pelarut yang terdapat pada sampel yang diteteskan tersebut kemudian diuapkan dahulu Selanjutnya plat kromatografi dikembangkan dengan mencelupkannya pada chamber yang berisi campuran zat pelarut. Tinggi permukaan zat pelarut dalam chamber harus lebih rendah dari letak tetesan sampel pada plat kromatografi. Dengan pengembangan tersebut masing-masing komponen senyawa dalam sampel; akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang berbeda Perbedaan kecepatan gerakan ini merupakan akibat dari terjadinya pengaruh proses dengan kromatografi lapis tipis, mulai pemilihan adsorben sampai identifikasi masing-masing komponen yang telah terpisah.

Kromatografi lapis tipis merupakam kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai fasa tetap. Empat macam adsorben yang umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieselgur (diatomeus earth), dan selulosa. (Sastrohamidjojo,1985)

Pelarut (Eluen)

Pemilihan pertama dari pelarut adalah bagaimana sifat kelarutannya. Tetapi sering lebih baik untuk memilih pelarut yang tak tergantung daripada kekuatan elusi sehingga zat-zat elusi yang lebih kuat dapat dicoba. Yang dimaksud dengan “kekuatan” dari zat elusi adalah daya penyerapan pada penyerap pada kolom. Campuran yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lebih menguntungkan jika dipakai pelarut pengembang atau pelarut yang kepolarannya sama dengan pengembang. (Sastrohamidjojo,1985)


(30)

Penyerap (Adsorben)

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memeriksa pengaruh ketebalan penyerap terhadap kualitas pemisahan tetapi ketebalan yang paling sering dipakai ialah 0,5 – 2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm atau 20x40 cm. Penyerap yang paling umum adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan senyawa campuran lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Keuntungan membuat plat sendiri adalah bahwa ketebalan dan susunan lapisan dapat kita atur sendiri.

Penotolan Cuplikan

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLT. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri (n-heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%. Cuplikan ditotolkan harus berupa pita sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan tangan (pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Kemudian plat dikeringkan dan dielusi dengan pelarut yang diinginkan. (Hostettmann,1995)

2.5.2.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu keran di bagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang dipindahkan. Untuk menahan penyerap (adsorben) di dalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas. Adsorbennya dapat digunakan adsorben anorganik seperti alumina, bauksit, magnesium, silikat, silika gel dan tanah diatomea. Sedangkan adsorben organik seperti arang gula, karbon aktif paling sering digunakan. (Yazid,E.,2005).

Kromatografi cair yang dilakukann di dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih dari 1g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom dengan


(31)

laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom. (Gritter,R.J.,1991)

Fasa Gerak

Fasa gerak harus selektif terhadap komponen, dan tidak kental agar dapat memperkecil penurunan tekanan dan meningkatkan laju alih massa. Diharapkan juga agar fasa gerak yang digunakan tidak bereaksi dengan senyawa yang akan dipisahkan. Fasa Diam

Fasa diam tidak boleh larut dalam fasa gerak. Banyak kolom yang rusak karena tidak memperhatikan peringatan mengenai kelarutan atau kestabilan penyangga dalam asam kuat atau basa kuat. Misalnya, silika sangat mudah larut dalam larutan dengan pH lebih besar dari 7,5. Keasaman dengan pH lebih kecil dari 2 juga harus dihindari untuk silika.(Edward,J.,1991)

Silika gel

Silika gel terdiri atas silisium dioksida (SiO2) yang berbentuk koloida, hampir tidak mengandung air dan mempunyai banyak sekali pori yang halus. Bahan ini dibuat secara sintetik dengan mengolah sikat alkali dengan asam sulfat.

Silika gel seringkali dibuat dalam bentuk granula (butiran) dan tergantung pada tujuan pemanfaatannya, dapat berpori sempit atau lebar. Silika gel dapat diregenerasi dengan cara yang sederhana, yaitu dengan pemanasan pada suhu 120o -180oC. Pemanasan dapat dilakukan secara langsung.(Bernasconi,G.,1995)

Beberapa macam silika gel antara lain:

- Silika gel G adalah silika gel yang dicampur perekat CaSO4 lebih kurang 13%.

- Silika gel GF adalah silika gel yang dicampur perekat CaSO4 dan indikator fluoresensi.


(32)

- Silika gel HF adalah silika gel tanpa pengikat tetapi memakai indikator fluoresensi. (Muldja,M.,1955)

2.6. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.

Untuk pelaksanaan teknik analisis spektroskopi dipakai instrument sebagai pengukur dan perekam sinyal interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik.

Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. (Muldja,M.,1955)

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, resonansi magnet inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia,L.,1988)

2.6.1.Spektrofotometri Inframerah ( FT-IR )

Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Jika kita menggambar antara persen absorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah.

Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C≡C, C-O, C=O, O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan kita dapat mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam molekul organik dengan mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam spektrum infra merah. (Silverstain,1986)

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vibrasi regang ( stretching ) dan vibrasi lentur ( bending vibrations ).


(33)

Terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara terus – menerus. Vibrasi regang ada dua macam, yakni vibrasi regang simetris dan tak simetris.

Vibrasi Lentur

Terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang dan vibrasi luar bidang.

Jelaslah sekarang bahwa Spektrometer Infra-merah ditujukan untuk penentuan gugus – gugus fungsi molekul.

Radiasi IR dapat dibagi ke dalam dua daerah, yaitu :

- Daerah gugus fungsi pada pada rentang vibrasi antara 4000 hingga 1600 cm-1. - Daerah sidik jari pada rentang vibrasi antara 1600 hingga 670 cm-1. (Fessenden,R.J.,1986)

Radiasi IR yang dipakai harus berada pada rentang frekuensi yang sesuai dengan rentang getaran alamiah dari molekul agar diperoleh informasi gugus – gugus molekul dari zat yang dianalisis. Seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut. (Muldja,M.,1955)

Tabel 1 : Absorpsi karakteristik infra-merah dari gugus – gugus fungsi molekul. Keterangan :

S = kuat, m = sedang, w = lemah

Gugus fungsi Jenis vibrasi Frekuensi ( cm-1 ) Intensitas C-H -CH2 -CH3 C=C O-H Stretch Bend Bend Alkena Bebas 3000-2850 1450-1375 1465 1680-1600 3500-3200 S m m m-w m

2.6.2. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti ( 1H-NMR )

Spektrometer Resonansi Magnetik Inti ( Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.


(34)

Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen. (Creswell,1982)

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton – proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang – kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR. (Bernasconi,G.,1995).

Dalam spektroskopi NMR, suatu contoh senyawa ditaruh di antara kutub-kutub sebuah magnet yang cukup kuat untuk mensearahkan sebagian dari inti-inti yang mempunyai momen magnet. Contoh itu kemudian disinari dengan radiasi elektromagnet, biasanya dalam jangkau frekuensi radio 107 - 108 Hz. Sebuah inti yang berpusing yang disearahkan dengan medan magnet itu dapat dibalikkan arahnya dengan cara menyerap sebuah proton yang energinya tepat sesuai. Inti yang berlainan atau inti yang serupa tetapi terikat pada lingkungan yang berlainan, menyerap foton pada panjang gelombang yang berlainan. Pola frekuensi radio yang diserap merupakan spektrum NMR dari senyawa itu.

Resonansi Magnetik Inti Proton diakibatkan oleh penyerapan radiasi elektromagnetik (daerah radiofrekuensi) oleh proton-proton dalam suatu medan magneti, yang mebalik dari keadaan spin pararel ke antipararel. Suatu medan magnet, molekular imbasan yang dapat memperisai proton atau meniadakan perisai dan mengakibatkan suatu geseran kimia dari pita absorbsi. Medan imbasan adalah hasil efek anisotropic dan efek induktif. Suatu proton yang terperisai akan menyerap di atas medan, mendakati TMS rujukan, sedangkan proton yang kurang perisai akan menyerap di bawah medan. (Fessenden, R.J.,1986)

Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu :

TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat.

CH3

H3C Si CH3 CH3


(35)

TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. Boleh dikatakan semua senyawa organik mempunyai geseran kimia > o ppm. Sedangkan TMS mempunyai geseran kimia o ppm sehingga pada NMR digunakan indikator TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektro positif dibandingkan atom C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam, tidak bercampur dengan H2O ataupun air berat. (Muldja,M.,1955)


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat - alat

- Kolom kromatografi Pyrex 20/40 - Rotary evaporator Buchi B-480 - Gelas Erlenmeyer Pyrex 250 ml

- Gelas Beaker Pyrex 250 ml

- Gelas ukur Pyrex 100 ml

- Neraca analitis Mettler PM 480 - Bosch Monoscope Werk-NR

- Oven Memmers

- Corong pisah Duran 500ml

- Labu alas Pyrex 500 ml

- Blender - Bejana - Plat skrinning

- Plat Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) - Pipet tetes

- Statif dan Klem - Kertas saring - Batang pengaduk

- Bejana Kromatografi Lapisan Tipis - Lampu UV

- Botol vial

- Spektrofotometer FT-IR (Jasco FT/IR-5300)

- Spektrometer 1H-NMR (Hitachi FT-NMR R-1900) 3.2 Bahan-bahan

- daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) - Metanol (p.a.E.Merck)


(37)

- Etil Asetat (p.a.E.Merck)

- Silika gel 60 G (E.Merck.Art.7734) - Silika gel 60 GF254 (E.Merck.Art.10180) - Asam asetat anhidrat (p.a.E.Merck) - Aquades

- H2SO4(p)

- Cerium sulfat 1% 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyediaan sampel

Sampel yang diteliti adalah daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) yang diperoleh dari daerah Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Daun Sisarah dikeringkan di udara terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk daun tumbuhan Sisarah 1000 g.

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Tumbuhan Sisarah

Serbuk daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) yang telah diperoleh diidentifikasi dengan menggunakan cara :

1. Skrining fitokimia senyawa bahan alam 2. Analisis Kromatografi Lapisan Tipis 3.3.2.1 Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa steroida yang terdapat pada daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.), maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif dengan pereaksi warna yaitu uji skrining fitokimia, dimana ditimbang 10 g daun tumbuhan Sisarah dan dimaserasi dengan 50 ml metanol selama 24 jam, disaring. Filtrat yang diperoleh dibagi ke dalam tiga bagian:

1. Filtrat pertama ditambahkan 2 tetes pereaksi salkowsky yaitu larutan H2SO4 (p) menghasilkan larutan berwarna merah. Hal ini menunjukkan adanya senyawa steroida.

2. Filtrat kedua ditambahkan 2 tetes pereaksi Lieberman-Bouchard yaitu campuran antara H2SO4 (p) dan CH3COOH anhidrid dengan perbandingan


(38)

(1:20 v/v) menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan. Hal ini menunjukkan adanya senyawa steroida.

3. Filtrat ketiga ditambahkan 2 tetes pereaksi Cerium Sulfat yaitu campuran antara 1% Cerium sulfat dalam asam sulfat 10%, menghasilkan larutan berwarna coklat. Hal ini menunjukkan adanya senyawa steroida.

3.3.2.2 Analisis Kromatografi Lapisan Tipis (KLT)

Analisis Kromatografi Lapisan Tipis dilakukan terhadap ekstrak pekat n-Heksana dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 GF 254(E.Merck.Art.10180). Fasa gerak yang digunakan adalah n-Heksana 100%, dan campuran n-Heksana:Etil Asetat dengan perbandingan (90:10,80:20,70:30,60:40,50:50v/v).

Prosedur:

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak n-Heksana 100% ke dalam bejana kromatografi. Ditotolkan ekstrak pekat n-Heksana pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut, lalu ditutup rapat dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana, dan dikeringkan. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n-Heksana :etil asetat (90:10,80:20,70:30,60:40,50:50v/v). Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam daun tumbuhan Sisarah terdapat senyawa Steroida, dan hasil pemisahan yang baik diberikan pada fasa gerak n-Heksana:etil asetat (90:10 v/v). Harga Rf dapat dilihat pada kromatogram. (Lampiran 3)

3.3.3 Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia Dari Ekstrak Serbuk Tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.)

Serbuk dari daun tumbuhan Sisarah diekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol.

Prosedur:

Serbuk halus daun tumbuhan Sisarah ditimbang sebanyak 1000 g, dimasukkan ke dalam bejana dan ditambahkan pelarut metanol sampai semua sampel terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama 48 jam. Maserat disaring dan diperoleh ekstrak berwarna hijau. Maserasi dilakukan kembali secara berulang-ulang dengan menggunakan pelarut metanol yang diperoleh memberikan hasil test yang negatif pada


(39)

pereaksi-pereaksi untuk mengidentifikasi senyawa steroida. Ekstrak metanol yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 65oC sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Dilanjutkan dengan ekstraksi partisi dengan menggunakan n-heksana, dimana akan terbentuk lapisan n-heksana dan lapisan metanol. Kedua lapisan diskrining fitokimia. Lapisan metanol memberikan hasil yang negatif terhadap senyawa steroida. Diambil fraksi n-heksana yang memberikan hasil positif. Fraksi n-heksana tersebut dipekatkan dengan menggunakan alat rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak pekat n-heksana sebanyak 40 g. 3.3.4 Isolasi Senyawa Steroida Dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa steroida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat n-Heksana daun tumbuhan Sisarah. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 G (E.Merck.Art.7734) dan fasa geraknya adalah heksana 100% dan campuran n-heksana:etil asetat dengan perbandingan (90:10v/v).

Prosedur:

Dirangkai seperangkat alat kolom kroomatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 60 G (E.Merck.Art.7734) dengan menggunakan n-Heksana 100% hingga bubur silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 40 g ekstrak pekat n-heksana daun tumbuhan Sisarah ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel. Sampel dibiarkan turun dan terserap dengan baik pada silika gel di puncak kolom, lalu ditambahkan fasa gerak n-heksana 100% secara perlahan-lahan, dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar sama dengan panambahan fasa gerak dari atas. Lalu dinaikkan kepolaran dari pelarut pengelusi dengan mencampurkan n-heksana:etil asetat dengan perbandingan (90:10v/v). Hasil yang diperoleh ditampung ke dalam beberapa botol vial, lalu diuapkan di udara terbuka sampai pelarutnya habis sehingga terbentuk kristal.

3.3.5. Rekristalisasi

Kristal yang diperoleh masih bercampur dengan pengotor sehingga perlu dilakukan pemurnian kristal dan kristalisasi.

Prosedur:

Kristal yang diperoleh terdapat pada perbandingan pelarut n-heksana:etil asetat (90:10v/v). Kristal tersebut dilarutkan dengan etil asetat p.a, kemudian diuapkan


(40)

sampai setengah volume awal. Kristal yang tersisa direkristalisasi secara berulang-ulang dengan menggunakan pelarut etil asetat p.a sampai diperoleh kristal yang baik dan murni.

3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Isolasi Dengan Kromatografi Lapisan Tipis

Uji kemurnian kristal dilakukan dengan kromatografi Lapisan Tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 GF254 (E.Merck.Art 10180), dengan fasa gerak n-Heksana:etil asetat (90:10v/v).

Prosedur:

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa gerak merembes ke atas, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, kemudian diamati di bawah lampu UV. (Lampiran 4)

3.3.7. Penentuan Titik Lebur

Kristal hasil isolasi yang telah murni di dalam pelarut metanol, dimasukkan ke dalam alat pengukur titik lebur (Melting point apparatus), diamati perubahan temperatur sampai diperoleh kristal yang telah melebur.

3.3.8 Analisis Spektroskopi Kristal Hasil Isolasi

3.3.8.1 Uji Kristal Hasil Isolasi Dengan Spektrofotometer Inframerah

Analisis spektrum inframerah dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh di Laboratorium Bea Cukai Bagian Identifikasi Barang Belawan, Medan. (Lampiran 5)

3.3.8.2 Uji Kristal Hasil Isolasi Dengan Spektoskopi Resonansi Magnetik Inti Proton 1H-NMR

Analisis dilakukan di Laboratorium Dasar Bersama FMIPA UNAIR Surabaya dengan menggunakan CDCl3 sebagai pelarut dan TMS sebagai standar dalam spektrum adsorbansi antara 0-12 ppm di bawah TMS. (Lampiran 6)


(41)

BAGAN PENELITIAN

1000 g serbuk kering daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes

acmella Murr.)

Ekstrak metanol Residu

Ekstrak pekat metanol

Fraksi n - Heksana

Ekstrak pekat n - Heksana

Fraksi 1 – 25 ( n – Heksana 100% )

Hasil negatif

Fraksi 26-125 (n – Heksana : etil asetat

90:10 v/v)

Residu putih kecoklatan

Kristal

Kristal murni

Titik lebur FT - IR 1H - NMR

← Diekstraksi dengan metanol (6,5 liter) ← Didiamkan selama ± 48 jam ← Diulangi sebanyak 4 x

← Diskrining fitokimia

← Dipekatkan dengan rotarievaporator

← Difraksinasi dengan n – heksana secara berulang-ulang

← Dipekatkan dengan rotarievaporator

← Diuji dengan pereaksi lieberman bouchardat, salkowsky

← Dianalisis KLT Dengan n-heksana 100%,n-heksana:etil asetat (90:10;80:20;70:30;60:40;50:50v/v)

← Dibuburkan dengan silika gel sebanyak 100 gram

← Dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 G netral dan fasa gerak (eluen) n-heksana : etil asetat secara isokratik

← Ditampung setiap fraksi di dalam botol vial sebanyak 20 ml

← Uji pereaksi

← Direkristalisasi dengan etil asetat

← Kristalisasi ← Dianalisis KLT

← Dikarakterisasi Fraksi Metanol

Fraksi 51-61 Fraksi 36-51

Fraksi 26-35 Fraksi 62-92 Fraksi 93-113 Fraksi 114-125 ← Diuji pereaksi

Hasil negatif

← Diuapkan Residu Kuning

Hasil negatif ← Diuapkan Hasil negatif

← Diuji pereaksi ← Diuji pereaksi ← Diuji pereaksi ← Diuji pereaksi ← Diuji pereaksi

← Diuapkan Residu Kehijauan ← Dimonitoring kLT

(Rf)

← Dimonitoring kLT (Rf)

← Dimonitoring kLT (Rf)


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol dari daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) dengan menggunakan pereaksi Salkowsky, Lieberman-Bouchard dan 1% Cerium Sulfat dalam Asam Sulfat 10% menunjukkan bahwa di dalam daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) mengandung senyawa Steroida.

Dari hasil analisa kromatografi lapisan tipis dengan menggunakan adsorben silika gel GF 254, dapat diketahui bahwa pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa steroida dari daun tumbuhan Sisarah(Spilanthes Acmella Murr.) adalah pada perbandingan pelarut n-heksana:etil asetat (90:10v/v).

Dari hasil isolasi daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) diperoleh kristal putih berbentuk jarum sebanyak 77 mg dengan titik lebur 151o C-153oC.

Hasil analisis Spektrofotometri FT-IR dari kristal hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut:

- Pada bilangan gelombang 3439,73 cm-1 puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi tekuk (bending) OH.

- Pada bilangan gelombang 2869,28 cm-1 – 2930,92 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –CH.

- Pada bilangan gelombang 1714,38 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ikatan C=O.

- Pada bilangan gelombang 1455,99 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk (bending) –CH2.

- Pada bilangan gelombang 1381,93 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk (bending) –CH3.

- Pada bilangan gelombang 1246,78 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur –C-O.

- Pada bilangan gelombang 1039,48 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ulur –CH.


(43)

- Pada bilangan gelombang 969,92 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ikatan –C=CH.

- Pada bilangan gelombang 725,83 cm-1 dan puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) ring size (aromatis).

Hasil analisis Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah ppm sebagai berikut:

- Pergeseran kimia pada daerah 0,6-2,27 ppm terdapat puncak multiplet. - Pergeseran kimia pada daerah 3,403-3,515 ppm terdapat puncak singlet. - Pergeseran kimia pada daerah 5,04-5,328 ppm terdapat puncak singlet.

4.2 Pembahasan

Daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) dinyatakan mengandung senyawa steroida berdasarkan hasil skrining fitkokimia yang dilakukan. Dimana dengan menggunakan pereaksi Salkowsky menunjukkan adanya larutan merah. Dengan pereaksi 1% Cerium Sulfat dalam Asam Sulfat 10% menunjukkan adanya larutan berwarna coklat. Dan dengan menggunakan Lieberman-Bouchard menunjukkan adanya larutan berwarna hijau kebiruan.

Dalam penelitian ini metanol digunakan dalam proses ekstraksi, bertujuan untuk menarik semua senyawa-senyawa yang akan diisolasi baik itu senyawa yang bersifat polar maupun non polar yang selanjutnya senyawa yang akan diisolasi (bersifat non polar) dipisahkan dengan pelarut n-heksana yang lebih non polar.

Dari hasil kromatografi lapisan tipis, diketahui bahwa perbandingan pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa steroida dari daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes Acmella Murr.) adalah n-heksana:etil asetat (90:10v/v). Hal ini disebabkan karena pada perbandingan tersebut noda yang timbul lebih banyak dibandingkan dengan perbandingan pelarut yang lain, dimana pelarut tersebut dapat memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam sampel secara sempurna.

Dari hasil kromatografi kolom pada pemakaian eluen n-heksana:etil asetat 90:10 v/v diperoleh 3 senyawa dengan Rf yang berbeda-beda yaitu residu kehijauan dengan Rf 0,1, residu putih kecoklatan dengan Rf 0,46 dan residu kuning dengan Rf 0,62. Dalam penelitian ini kami meneliti senyawa residu berwarna putih kecoklatan dengan Rf 0,46 karena merupakan senyawa dengan jumlah terbanyak yaitu 77 mg dan


(44)

menunjukkan perubahan yang sangat nyata pada saat uji pereaksi dengan penambahan pereaksi Lieberman Bouchard, Cerium Sulfat 1% dalam Asam Sulfat 10% dan Pereaksi Salkowsky.

Titik lebur kristal hasil isolasi dengan menggunakan Bosch Monoscope diperoleh titik lebur 151oC-153oC. Dari literatur diketahui bahwa di dalam pelarut metanol titik lebur senyawa steroida golongan sterol berkisar antara 140oC-166oC. Hal ini menyatakan bahwa kristal hasil isolasi yang diperoleh adalah senyawa steroida sterol.

Dari hasil interpretasi spektrum resonansi magnetik inti proton (1H-NMR) dan spektrum FT-IR senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut CDCl3 dalam standar TMS diperoleh bahwa:

1. Pergeseran kimia pada daerah 0,6 ppm – 2,27 ppm merupakan puncak multiplet yang menunjukkan adanya proton-proton dari –CH3, -CH2, dan –CH yang berada pada lingkungan pergeseran kimia yang hampir sama. Hal ini juga didukung oleh spektrum FT-IR yang terdapat pada:

- Pada bilangan gelombang 2869,28 cm-1 – 2930,92 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –CH.

- Pada bilangan gelombang 1455,99 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk (bending) –CH2.

- Pada bilangan gelombang 1381,93 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk (bending) dari gugus metil –CH3.

2. Pergeseran kimia pada daerah 3,403 ppm – 3,515 ppm merupakan puncak singlet yang menunjukkan adanya proton-proton dari karbon yang mengikat gugus –OH. Hal ini juga didukung oleh spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 3439,73 cm -1

dengan puncak melebar yang menunjukkan adanya gugus OH.

3. Pergeseran kimia pada daerah 5,04 ppm – 5,328 ppm yang merupakan puncak singlet yang menunjukkan puncak dari proton yang terikat pada ikatan rangkap – C=C-. Hal ini juga didukung oleh spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 969,92 cm-1 (puncak kuat) yang menunjukkan adanya ikatan rangkap –C=CH. 4. Adanya gugus C=O yang ditunjukkan pada serapan kuat 1714,35 cm-1 dan puncak

sedang 1246,78 cm-1 menunjukkan bahwa senyawa tersebut terikat terhadap salah satu atom karbon suatu senyawa steroida yang belum diketahui strukturnya.


(45)

Dari hasil analisis data Spektroskopi Infra Merah (IR) dan hasil analisis Spektroskopi 1H-NMR Kristal senyawa hasil isolasi serta dibandingkan dengan data spektrum 1H-NMR senyawa pembanding β-Sitosterol menunjukkan bahwa senyawa Kristal yang diperoleh adalah suatu senyawa steroida.


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Isolasi senyawa steroida dari ekstrak methanol daun tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.) diperoleh kristal jarum berwarna putih sebanyak 77 mg dengan titik lebur 151oC-153oC.

2. Dari analisis spektrum FT - IR dan 1H-NMR senyawa hasil isolasi serta membandingkannya dengan senyawa pembanding β-Sitosterol menyatakan bahwa kristal hasil isolasi adalah suatu senyawa steroida.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penentuan banyaknya atom karbon dengan 13C-NMR Spektroskopi dan berat massa molekul (MS) untuk mendukung struktur senyawa hasil isolasi.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi pertama. Jakarta: PT. Pradaya Paramita.

Cresswell, C. J dan Runquist dan Campbell. 1982. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi kedua. Bandung : Penerbit ITB.

Dalimartha, S. 2008. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Jilid ke-2 . Cetakan ke-1. Jakarta : Dinamika Media.

D.K.Saraf,V.K.Dixit.2002. Spilanthes Acmella Murr: Study on Its Extract Spilanthol as Larvidical Compound. Asian J.Exp.Sci. Vol 16,No1&2:9-19.

Edward, J.1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Fessenden, R.J.1986. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Grant & Hackh’s. 1987. Chemical Dictionary. Fifth Edition. USA: Mc Graw Hill,Inc. Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan Kedua. Terjemahan Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : Penerbit ITB.

Hostettmann; Martson. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Bandung: Penerbit ITB. Hutapea, S.H.1992. Laporan Penelitian Isolasi Dan Pemurnian Senyawa Triterpena

Yang Terkandung Pada Daun Tumbuhan Lancip (Solanium Verbascifolium Linn). Universitas Sumatera Utara. Medan.


(48)

Linus,P.1964.College Chemistry,Indian Revised Ed,VF, Bombay.

Makin,LH.1975.Biochemistry of Steroids Hormones.London: Blacwell Scientific Oxford.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alam. Semarang: Cetakan Pertama: IKIP. Muldja, M. H. 1955. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga Universitas Press. Newman,A.A.1972. Chemistry of Terpene and Triterpene.London: Academic Press. Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy A Guide for Students of Organic

Chemistry. Philladelphia : Saunders College.

Radford,E.A.1986. Fundamentals of Plant Systematics. New York: Harper and Row Publisher,Inc.

Rangke, L. T. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Robert,W. C. 1987. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 68th Edition. Florida. Boca Raton: CRC Press.


(49)

Lampiran 1. Gambar Tumbuhan Sisarah (Spilanthes acmella Murr.)


(50)

(51)

Lampiran 3. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak n –Heksana Daun Sisarah (Spilanthes acmella Murr.)

I II III IV V

E E E E E

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F 254 (E. Merck. Art 554)

E : Ekstrak n-Heksana Daun Tumbuhan Sisarah I : Fase gerak n-Heksana 100%

II : Fase gerak n- Heksana : etil asetat (90:10 v/v) III : Fase gerak n- Heksana : etil asetat (80: 20 v/v) IV : Fase gerak n- Heksana : etil asetat (70 : 30 v/v) V : Fase gerak n-Heksana : etil asetat (60: 40 v/v) VI : Fase gerak n-Heksana : etil asetat (50: 50v/v)


(52)

No Fasa Gerak Jumlah noda Warna noda Rf 1 2 3 4 5 6 Heksana 100% Heksana : Etil asetat (90: 10 v/v)

Heksana : Etil asetat (80: 20 v/v)

Heksana : Etil asetat (70 : 30 v/v)

Heksana : Etil asetat (60: 40 v/v)

Heksana : Etil asetat (50: 50 v/v)

0 3 2 2 1 0 Hijau Kuning Hijau Kuning Hijau Kuning Hijau Kuning 0,1 0,46 0,62 0,62 0,96 0,62 0,9 0,9


(53)

Lampiran 4. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda Dengan Sinar Ultra Violet

I

S

Keterangan :

Fasa diam : Silika Gel 60 GF 254 (E. Merck. Art 554) S : Senyawa Hasil Isolasi

I : Penampak bercak (Iodin)

Fasa gerak : Etil Asetat : Heksana 90:10 v/v

No Penampak Bercak Warna Noda Rf


(54)

(55)

(56)

Lampiran 7. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Hasil (Ekpansi)


(57)

Lampiran 8. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Pembanding


(58)

Lampiran 9. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Pembanding


(1)

Lampiran 4. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda Dengan Sinar Ultra Violet

I

S

Keterangan :

Fasa diam :Silika Gel 60 GF 254 (E. Merck. Art 554)

S : Senyawa Hasil Isolasi I : Penampak bercak (Iodin) Fasa gerak : Etil Asetat : Heksana 90:10 v/v

No Penampak Bercak Warna Noda Rf


(2)

(3)

(4)

Lampiran 7. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Hasil (Ekpansi)


(5)

Lampiran 8. Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Pembanding


(6)

Lampiran 9.Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton Senyawa Pembanding